Mala masih gelisah di kamarnya, dari tadi belum dilihatnya Rena muncul di kostan, padahal sudah larut malam. Dia benar-benar tidak sabar ingin menanyakan semua pertanyaan yang bersemayam di otak pada temannya itu. Matanya sudah mulai mengantuk, disamping kelelahan, rasa pusing yang tadi tiba-tiba menyerangnya belum kunjung hilang.
"Kamu kenapa, Mala. Dari tadi mondar-mandir nggak jelas begitu." Lusi yang baru selesai menunaikan shalat Isya menatap heran sahabatnya itu.
"Aku sedang menunggu Rena. Aku ingin bicara dengannya."
"Ada masalah apa?" tanya Lusi mengerutkan kening."
"Bukan masalah apa-apa. Aku tidak berani membicarakan itu padamu sekarang, takutnya nanti aku jadi suuzhon sama orang lain. Makanya aku harus bicara dulu sama Rena. Maaf, ya!"
"Walau sebenarnya aku sangat penasaran, tapi aku mengerti dan sangat menghormati pendapatmu." Lusi tersenyum lalu berdiri dan mengambil air minum. "Oiya, besok pertandingannya Alif kan?" tany
Mala membuka matanya pelan. Rasa pusing di kepalanya yang masih belum hilang membuatnya meringis. Setelah pupil itu terbuka sempurna, diedarkan tatapan pada ruangan serba putih yang menaunginya, dan didepan pintu masuk, samar, dilihatnya Lusi sedang berbicara dengan dua orang wanita yang sepertinya itu adalah petugas kesehatan."Lusi..." lirih Mala yang langsung mendapat tanggapan dari Lusi dan dua wanita itu."Alhamdulillah... Syukurlah kamu sudah sadar Mala. Kamu pingsan nya lama banget, membuat kami yang ada disini jadi cemas. Barusan petugas UKK berencana mau membawamu ke IGD saja." Lusi membantu Mala yang berusaha untuk duduk."Kalau belum sanggup duduk, berbaring saja dulu, Mala." ujar salah seorang petugas yang menghampiri Mala dan bersiap memasang alat pengukur tensi."Tidak apa-apa, Kak. Aku hanya sedikit pusing." balas Mala sungkan."Sepertinya kamu kelelahan. Terlalu banyak aktivitas tanpa diimbangi dengan ist
Sore ini Alif meminta bertemu dengan Mala di taman dekat kampus. Walau sempat dikecewakan karena ketidak hadirannya dalam pertandingan kemaren, namun rasa rindu pada wanita itu jauh melebihi rasa kecewanya.Dari jauh, tampak Mala berlari kecil menghampiri Alif yang sudah duduk menunggu kedatangannya. Hari ini lelaki itu memakai celana jeans yang dipadukan dengan kaos merah, sangat kontras sekali dengan kulitnya yang putih, membuat lelaki itu semakin tampan. Setelah puas dengan rasa kagumnya, barulah gadis itu mengambil tempat di sebelah kanannya."Lif, aku benar-benar minta maaf, ya. Aku tidak sengaja ingin melewatkan pertandinganmu. Ada hal mendesak yang harus aku lakukan dikampus kemaren, padahal aku sudah bersiap-siap untuk menyusul kelapangan."Gadis itu sengaja berbohong. Dia tidak ingin Alif menjadi cemas jika dia mengatakan yang sebenarnya. Sekarang saja, kondisi tubuhnya masih belum stabil, kadang di saat-saat tertentu rasa pusing akan datang tiba-
Alif mondar mandir tak sabar menunggu kedatangan Reza dibelakang rumahnya. Tadi mereka janjian akan bertemu disini, tapi sudah hampir satu jam menunggu, belum ada tanda-tanda lelaki itu akan datang. Baru saja membuka ponselnya, hendak menghubungi Reza, suara deru motor terdengar memasuki pekarangan depan. Alif yakin, itu adalah orang yang ditunggu-tunggunya. “Akhirnya kamu datang juga, Za. Aku sudah menungggumu sejak satu jam yang lalu. Apa sangat sulit mencari alasan untuk meninggalkan wanita itu?” Alif menyambut kedatangan Reza dengan tatapan sinis. “Wanita mana maksudmu? Bukannya wanita yang sedang kamu bicarakan itu tadi bersamamu?” balas Reza tak kalah sinis. Emosi yang muncul tiba-tiba saat melihat kemesraan Alif dan Mala tadi kembali menyusup kerelung hatinya. Entah kenapa Alif sampai melakukan hal seperti itu, tak ubahnya pagar makan tanaman. Alif menyeringai kecil, “Jangan coba mengalihkan pembicaraan. Kamu pasti tau, yang aku
Rena menatap gelisah pada jam tangannya, pasalnya sudah hampir satu jam dia menunggu Alif, namun lelaki itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya. Tadi sore, dengan menebalkan muka, dan menguatkan hati jika ditolak, dia memberanikan diri mengajak lelaki itu untuk bertemu malam ini. Dan ternyata,di luar dugaannya, lelaki itu menerima ajakannya.Tadi sore, tanpa sengaja dia menguping pembicaraan Mala dan Lusi. Dari yang didengarnya, ada kemungkinan Alif dan Reza sudah bertemu juga sore tadi untuk mengklarifikasi masalah diantara mereka. Seandainya, Alif meminta Reza mundur, dan ternyata dia bersedia, maka harapannya untuk merebut Alif dari Mala akan hancur. Usaha yang telah dilakukannya selama ini akan menjadi sia-sia.Dia harus segera bertindak. Dia harus mengungkapkan sebuah kebenaran, yang mungkin saja akan merubah cara pandang Alif.Senyuman manis terbit di bibirnya saat dilihatnya orang yang ditunggu-tunggu memasuki kafe tempat mereka janjian
Mala beranjak turun dari angkot yang ditumpanginya saat sudah sampai di pantai. Sudah menjadi rutinitas mereka jalan-jalan di pantai setiap minggu pagi. Namun ada yang beda hari ini, jika biasanya lelaki itu akan menjemputnya, sekarang dia diminta datang sendiri. Entah kejutan apa yang akan diterima dari pacar narsisnya itu hari ini. Suasana pantai tampak sangat ramai, banyak orang yang sengaja berolah raga pagi ketempat ini. Ditengah ramainya orang itu, tidak sulit bagi Mala menemukan dimana lelaki tampan itu duduk, karena itu adalah tempat kesukaan mereka. Tempat yang selalu mereka datangi jika mereka kesini. Setelah puas memandangi lelaki itu dari jauh, barulah gadis itu melangkah mendekat dan segera duduk disampingnya. Hanya itu yang bisa dilakukannya, mengagumi keindahan itu dari jauh. Mengagumi wajah yang terukir sempurna itu dengan menjaga jarak, tanpa boleh melakukan kedekatan fisik yang melewati batas. Walaupun, matanya hampir setiap hari disu
Bian mondar mandir didepan ruangan serba putih itu dengan gelisah. Seseorang yang sedang ada di dalam kamar IGD dan sedang diperiksa oleh dokter itu adalah orang yang sangat dikenalnya. Ya, orang itu adalah Mala. Teman lama sekaligus cinta pertamanya.Bian tak habis pikir, mengapa dia harus menemukan wanita itu dalam kondisi sangat menyedihkan seperti itu. Pingsan di tengah hujan dan tak ada seorang pun yang tadi melihatnya. Mengapa wanita itu begitu bodoh, sudah tahu hujan sangat deras masih juga ditempuh, tanpa alat pelindung diri lagi. Andai saja tidak ada dia, entah bagaimana kondisi gadis itu sekarang.Sebenarnya, hari ini cowok itu berencana mengikuti sebuah acara dirumah wanita yang bersikeras mengaku diri sebagai tunangannya. Katanya ada acara keluarga. Dan entah mengapa, sebenarnya jalan ketempat tujuannya tidak harus melewati pantai, namun hitung-hitung sekalian cuci mata melihat kebiruan pantai, dia memutuskan untuk melewati
Mala memungut kantong plastik bermerek sebuah toko yang sekarang berisi semua pakaian basahnya dibawah ranjang tempat ia berbaring tadi. Rasa malu yang begitu besar kembali menjalar keseluruh tubuhnya mengingat kalau semua pakaian yang melakat ditubuhnya sekarang, adalah pemberian dari Bian.Tak ingin terlalu pusing memikirkan itu, ia kembali melanjutkan memungut kantong plastik itu dan meletakkan di samping tempatnya berdiri, supaya tidak kelupaan nanti saat keluar dari rumah sakit ini. Tubuhnya sudah mendingan, dan tenaganya sudah mulai pulih. Sudah tidak sabaran untuk segera balik ke kamar kost nya dan segela begelung dibawah selimut kesayangannya. Mungkin dengan tidur dan istirahat total kondisinya akan kembali pulih seperti semula. Apa yang dikatakan Bian benar, dia harus bisa menjaga kesehatannya.Bian, lelaki itu sekarang sedang ke kamar mandi, menunaikan panggilan alamnya. Sebenarnya, Mala sudah memintanya untuk pergi karena kond
Setelah memarkir motornya dihalaman, Bian melangkah memasuki rumah tempat diadakan acara . Ini kali pertama Bian memenuhi undangan Caca untuk datang kerumahnya. Sebelumnya, sudah sangat sering gadis itu meminta untuk mengunjungi rumahnya, namun Bian merasa segan dan tak ada niat.Sebenarnya, saat berada di rumah sakit menunggui Mala tadi, dia sudah mengabari Caca bahwa dia tidak mungkin bisa memenuhi undangan untuk datang ke acara itu. Namun, gadis itu bersikeras akan menunggunya sampai pukul berapa pun. Terpaksa, setelah melepas kepergian Mala dengan berat hati untuk kembali ke kost-nya sendirian, segera dipacunya motor menuju ke rumah Caca. Dan disinilah dia sekarang, disebuah rumah yang megah dan mewah. Wajar saja, Caca adalah putri salah seorang pejabat ternama di kota ini.Suasana di dalam rumah sangat ramai. Beberapa orang teman-teman kuliahnya yang juga merupakan teman-teman Caca tampak turut hadir dalam ruangan itu. Entah acara apa ini, Bian juga tidak te
"Mala..."Mala menoleh dan mendapati seorang lelaki tampan sedang menatapnya sendu. Bian yang juga berdiri disampingnya mengenggam erat tangan Mala. Dia masih mengenali orang itu. Kalau tidak salah ingat lelaki itu dulu pernah dekat dengan istrinya. Bukankah mereka dulu pernah bertemu saat masih kuliah? Rahang Bian mengeras."A...Alif..." ujar Mala pelan."Ternyata kamu masih mengenaliku." Lelaki yang ternyata adalah Alif itu tersenyum pahit. "Selamat atas pernikahanmu, Mala. Semoga bahagia. Apa kita bisa bicara sebentar, hanya berdua." pinta Alif menatap Mala harap.“Jika ada yang ingin dibicarakan, maka bicara disini saja, Lif.” Jawab Mala halus.Alif menatap Mala memohon, lalu ditatapnya Bian yang masih mengenggam erat tangan Mala."Mala adalah istriku. Jadi apapun masalahnya, juga masalahku. Tidak ada rahasia diantara kami." potong Bian cepat. Genggamannya pun semakin erat. Mala tersenyum dan menatap Bian hangat."Suamiku benar, Lif. Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?” ucap Ma
Mala bersenandung riang sambil melangkah kesana kemari di dapur. Seperti biasanya, setelah sepuluh hari lebih mereka menikah, ia selalu membuatkan sarapan untuk suaminya. Namun, pagi ini ada yang tak biasa, karena dari tadi tak henti hentinya bibirnya tersenyum lalu senandung cinta tak berhenti mengalun dari mulut itu. Menggambarkan suasana hatinya yang sedang berbunga-bunga.Akhirnya, setelah 10 hari menikah, semalam ia berhasil melaksanakan tugas sepenuhnya sebagai seorang istri. Melawan segala trauma yang selalu menghantuinya.Masakannya hampir selesai, saat deru suara motor terdengar di halaman depan. Itu adalah suaminya pulang dari masjid. Bahkan disaat beratnya godaan untuk kembali memeluk istrinya, lelaki itu tetap bangkit dan beranjak ke kamar mandi. Lalu setelah menunaikan shalat sunat sebelum shubuh dua raka'at ia pamit untuk menunaikan shalat Shubuh berjamaah ke masjid. Mala yang saat itu masih uring-uringan, merasa sangat malu pada suaminya itu. Hingga walau dengan sedikit
Bian menghela nafas lega setelah mobilnya sampai di rumah, setelah menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam dari kota B. Disamping nya Mala tertidur dengan pulas. Diputarnya tubuh dan menatap sang istri yang tengah tertidur. Tangannya perlahan mengelus pipi halus itu dan merapikan anak rambut yang dengan nakal mengintip dari balik jilbabnya."Sungguh, kehadiranmu adalah anugerah terindah dalam hidupku. Aku janji akan menjaga anugerah itu dengan sebaiknya. Aku tak bisa menjanjikan bahwa kamu akan selalu bahagia denganku, tapi aku usahakan bahwa dalam kondisi apapun aku akan selalu ada untukmu."Tak tahan hanya memandang, Bian akhirnya tergoda untuk mengecup singkat pipi itu. Dan untuk beberapa saat dibiarkan bibirnya menempel pada pipi halus yang terasa dingin, mungkin karena suhu dalam mobil sehingga membuat istrinya kedinginan.Mala mengeliat karena merasa tidur nyenyaknya terusik. Perlahan dibukanya mata, dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah tampan suami yang berada tepat dide
Bian menghela nafas lega setelah mobilnya sampai di rumah, setelah menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam dari kota B. Disamping nya Mala tertidur dengan pulas. Diputarnya tubuh dan menatap sang istri yang tengah tertidur. Tangannya perlahan mengelus pipi halus itu dan merapikan anak rambut yang dengan nakal mengintip dari balik jilbabnya."Sungguh, kehadiranmu adalah anugerah terindah dalam hidupku. Aku janji akan menjaga anugerah itu dengan sebaiknya. Aku tak bisa menjanjikan bahwa kamu akan selalu bahagia denganku, tapi aku usahakan bahwa dalam kondisi apapun aku akan selalu ada untukmu."Tak tahan hanya memandang, Bian akhirnya tergoda untuk mengecup singkat pipi itu. Dan untuk beberapa saat dibiarkan bibirnya menempel pada pipi halus yang terasa dingin, mungkin karena suhu dalam mobil sehingga membuat istrinya kedinginan.Mala mengeliat karena merasa tidur nyenyaknya terusik. Perlahan dibukanya mata, dan hal pertama yang dilihatnya adalah wajah tampan suami yang berada tepat dide
Bian melangkah pelan mengikuti rombongan pejabat perusahaan menuju ruang pimpinan. Kepalanya masih celingukan ke belakang menunggu istri tercinta yang masih belum juga tampak. Tadi, mereka terpaksa berpisah karena Mala yang mendadak dihampiri oleh puluhan karyawan yang hendak minta maaf sekaligus mengucapkan salam perpisahan padanya. Sebenarnya ingin sekali menemani, takut jika terjadi hal diluar dugaan lagi, namun tarikan halus di ditangannya mengurungkan niatnya."Sudahlah! Kupastikan dia aman sekarang. Tak akan ada yang berani mengganggunya lagi. Disamping kebenaran yang telah terungkap, semua orang tahu bahwa Mala adalah isteri salah satu pemegang saham di sini, mana ada yang berani usil lagi padanya. Termasuk si Raditya itu" ujar Donny yang membuat Bian tersenyum.Tetap saja dia mencemaskan istrinya."Tetap saja hatiku tak tenang, Bang. Dia masih trauma. Abang tak merasakan bagaimana nelangsanya adikmu ini, walau sudah menjadi istri sah pun, aku sama sekali tak bisa berbuat banya
“Saya memiliki semua rekaman cctv kejadian itu, karena kebetulan saat kejadian itu saya berada di hotel yang sama dengan Pak Raditya. Saya bisa saja memutar semua cctv itu di sini, tapi karena permintaan dari istri saya, opss…” Bian pura-pura keceplosan, lalu tersenyum manis pada Mala, “Karena permintaan dari Nirmala, agar rekaman cctv itu tidak diputar karena bisa menyebarkan aib orang lain, makanya saya tidak memperlihatkan cctv itu.”Bian melangkah tanpa canggung dan berjalan didepan semua yang hadir, layaknya seorang dosen yang sedang memberikan kuliah pada semua mahasiswanya. Langkahnya berakhir tetap di depan dua orang wanita yang tadi tidak mempercayai pengakuan Raditya.“Hei, Nona berdua. Mungkin anda adalah penggemar pak Radit, jadi sah-sah saja jika anda tak akan percaya apapun kesalahan yang dilakukan oleh idola anda. Its okey. Tapi coba anda lihat sebagai sisi wanita, saat ini Nirmala, wanita yang sedang anda hujat itu sedang mengalami trauma berat. Trauma atas kejadian na
Mala duduk dengan gelisah didepan puluhan mata yang memandangnya dengan tatapan yang beragam. Di sebelahnya Radit tak kalah gelisah, semua ini sungguh diluar dugaannya. Dikiranya pertemuan di aula siang ini akan menjadi saksi keberhasilannya mendapatkan hati dan cinta dari wanita yang disukai, namun kenyataan berkata lain. Apalagi saat sesekali ekor matanya menatap lelaki yang duduk dengan tenang disampingnya pimpinan perusahaannya. Entah apa hubungan lelaki itu dengan orang nomor satu diperusahaan itu? Yang jelas kehadirannya membuat keberaniannya nyaris hilang, karena bagaimana pun, lelaki itu mengetahui semua kejahatan yang dilakukannya pada Mala.Belum lagi, mengingat bagaimana reaksi Mala saat lelaki itu muncul. Mala berlari dan menghambur kepelukan lelaki itu dan mendekapnya erat. Membuat hati Radit bagai ditusuk belati karena sakit membayangkannya. Dengannya, jangankan memeluk, dipegang tangan sedikit saja gadis itu sudah tak ubahnya macan betina.Kebingungan itu sebenarnya jug
Mala duduk termenung di kursi kerjanya, tak menghiraukan rekan kerja yang sedari tadi saling pandang satu sama lain, tak ada yang berani bicara. Sekembalinya dari HRD Mala menjadi diam seribu bahasa. Hanya termenung tanpa melakukan apa-apa.Setelah merasa hatinya agak tenang, diangkatnya kepala lalu memandang semua yang ada di ruangan itu sendu. Kurang lebih dua tahun bekerja disana, sekarang harus pergi dengan hati yang terluka. Dikiranya ia akan bisa pamit dengan hati tenang, dan melupakan masalah dengan Radit. Tapi kenyataan memang tak seindah bayangan. Apalagi, sebentar lagi akan diadakan pertemuan di aula, dan semua orang akan mengadilinya. Tatapan sinis dari puluhan pasang mata akan menghujaninya. Diusapnya wajah kasar, lalu untuk menghibur diri di coba menghubungi seseorang yang beberapa hari ini mampu memberi ketenangan dan kekuatan saat masalah datang padanya.Hanya menyapa, itu yang bisa dilakukannya, karena takut akan merusak konsentrasi lelaki itu disana. Namun diluar per
Bian menyesap secangkir teh panas yang dihidangkan padanya oleh asisten dari lelaki yang kini sedang duduk di depannya. Lelaki yang berusia 35 tahun itu tampak sangat gagah dan tampan dengan gayanya yang kasual.Setelah melepas Mala masuk ke kantor, hatinya tetap tak tenang, sehingga diputuskan untuk menghubungi salah satu mahasiswa yang kuliah hari ini denganya, minta maaf karena tak bisa masuk dan minta ganti perkuliahan di hari lain. Awalnya, ia ragu juga ingin ikut campur, tapi saat tanpa sengaja mendengar percakapan miring tentang Mala oleh dua orang karyawan yang baru datang, dan sempat numpang berkaca dimobilnya, hati lelaki itu menjadi panas. Bayangan betapa hancur hati istrinya mendengar berita itu sungguh membuatnya tak tenang.Mungkin nasib baik memang sedang memihaknya, atau mungkin begitu cara Allah memudahkan langkahnya. Kantor tempat Mala bekerja ternyata adalah milik salah seorang seniornya saat ikut organisasi dulu. Bahkan atas tawaran dari seniornya itu, dia juga m