Beranda / Pernikahan / IBUKU PELAKOR / Satria beneran minggat

Share

Satria beneran minggat

Penulis: KARTIKA DEKA
last update Terakhir Diperbarui: 2022-10-22 05:33:51

#Satria beneran minggat

"Satria! Udah jam sembilan, kamu nggak ke kampus. Semalam kamu bilang, hari ini ada jadwal kuliah jam sepuluh?" Bapak tetap sabar memanggil Satria dari depan pintu kamarnya.

Tak ada jawaban juga.

"Coba buka aja Pak, pintunya," ucapku yang berdiri di belakang Bapak sambil menggendong Arsen.

Pelan-pelan Bapak membuka handle pintu kamar Satria, ternyata tak dikunci. "Loh, mana dia?" tanya Bapak.

Aku melongok ke dalam, tak ada Satria. Kamarnya juga masih rapi. "Pak, apa itu?" kataku menunjuk ke arah bantal Satria.

Bapak lantas menuju ke bantal yang kumaksud. Bapak ambil kertas yang ada di atas bantal.

"Heh, anak ini," gumam Bapak seraya menggelengkan kepala.

"Kenapa Pak?" tanyaku.

"Nih, baca sendiri." Kuterima kertas yang diulurkan Bapak.

Pak, Kak Divya, aku pergi. Maaf kalau aku nggak pamit.

Hmm, Satria. Bener-bener nih bocah. Kok jadi kekanakan gini sih nih anak. Padahal selama ini, dewasa banget cara berpikir nya.

"Biarin aja lah Pak. Biar dia introspeksi di
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • IBUKU PELAKOR   Konsultasi

    Aku bingung, harus bagaimana caraku menceritakan semua pada Bang Dion. Malu sekali rasanya kalau bilang Mas Bima berselingkuh dengan ibuku sendiri."Kenapa diam? Malu?" tanyanya seolah tau apa yang ada di benakku saat ini. Aku berusaha memaksakan seulas senyum di bibirku. "Um, sebelum saya cerita sama Abang. Saya mau tau dulu, berapa kira-kira biaya yang harus saya keluarkan untuk gugatan cerai ini?" Tak ada salahnya aku bertanya perihal biaya dulu, sebelum akhirnya benar-benar berkonsultasi sama Bang Dion.DrrttHape Bang Dion, yang terletak di atas meja bergetar."Sebentar ya," katanya padaku, aku membalas dengan senyuman tipis. Menunggu dia melihat pesan yang masuk ke hapenya. Mataku memindai ruangan tempatku sekarang berada. Ada beberapa orang yang sepertinya sama denganku. Nasib pernikahannya sedang berada di ujung tanduk perceraian. Beberapa wajah tampak tegang dan marah, sementara yang lainnya ada yang menangis tersedu. Gedung ini, gedung yang kelihatan bagus dari luar. Nam

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-22
  • IBUKU PELAKOR   Bapak dikelilingi pengkhianat

    #Bapak dikelilingi pengkhianatSemakin dekat, aku melihat justru wajah ibu-ibu itu terlihat sumringah. Aku melihat Kak Sinta berdiri di depan rumahnya, sambil mengobrol dengan ibu-ibu yang lain. "Mbak Divya," tegur Kak Sinta. Aku tersenyum melihatnya. Binar mata dan pancaran kebahagiaan terlihat dari wajahnya,tak seperti semalam, yang terlihat putus asa. "Ini, anak Pak Candra yang paling besar." Kak Sinta memperkenalkan diriku pada ibu-ibu yang lain. Mereka semua menyalamiku. "Iya ingat, dulu terakhir kemari, masih sekolah ya. Sekarang udah nikahkan?" tanya seorang Ibu. "Iya Bu," jawabku. Cukup mereka tau aku sudah menikah, tak perlu tau kalau aku telah menggugat cerai suamiku. "Nggak terasa ya. Udah punya anak, Mbak?" tanya Ibu yang lain. "Udah Buk, satu." "Kok nggak dibawa?" "Lagi tidur dia." "Oh gitu. Ya udah ah, saya mau pulang duluan ya Mbak, bu ibu. Belum masak, ntar lagi suami sama anak pada pulang." Ibu yang tadi bertanya tentang Arsen lebih dulu pamit."Iya, yuk Mba

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-22
  • IBUKU PELAKOR   Bujukan mertua

    #Bujukan mertuaSepanjang jalan ke rumah. Jantungku terus saja berdetak dengan kencang, mungkin karena aku sedang dalam keadaan yang sangat marah. Ya marah dengan orang-orang yang sudah tega sama Bapak. Kenapa mereka tega sama bapakku? Kalau merasa gaji yang dibagi Bapak kurang, kan mereka bisa ngomong. Jangan main tikam dari belakang begitu! Apa untungnya kalau mereka terus menggerogoti Bapak diam-diam begitu? Mau bikin Bapak bangkrut? Kalau Bapak bangkrut, kan mereka juga yang rugi, jadi kehilangan mata pencarian. Nggak mungkin kan, Bapak akan bisa mengganti mereka kalau hasil kebun tak memadai. "Assalamualaikum." Aku mengucapkan salam dan langsung masuk ke dalam rumah. "Waalaikumsalam," sahut Kak Sam dari dapur. Aku nggak langsung ke dapur, tapi melihat Arsen dulu di kamar, Arsen tak ada. "Arsen mana Kak?" tanyaku khawatir dari kamar. "Ini sama Kakak," jawab Kak Sam. Aku segera ke dapur, ternyata Arsen ada di gendongan Kak Sam yang nyambi masak. "Nangis Arsen tadi, ya Kak?" t

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-25
  • IBUKU PELAKOR   Curiga sama Ibu

    #Curiga sama IbuSampai di rumah, Bapak langsung menemui Om Anton di rumahnya, untuk menceritakan tentang keculasan Mas Bima selama ini. Ini hari Minggu jadi Om Anton nggak ke kantor, walaupun di Polda tetap banyak polisi yang berjaga, juga menerima laporan warga. Jalan tetap merasa nyaman, kalau bicara langsung dengan Om Anton. Aku tetap di rumah, karena ada Arsen. Padahal aku sangat ingin ikut sama Bapak. Ibu juga tak ada di rumah. Cuma Bik Sum sendirian. "Bik, apa Ibu Nggak pernah di rumah sejak kami berangkat?" tanyaku pada Bik Sum."Di rumah juga Mbak. Tapi kalau malam keluar, nggak tau juga kemana," jawab Bik Sum. Aku menemani Bik Sum meracik bahan masakan di dapur. Bik Sum tak tau kalau kami pulang hari ini, jadi dia belum masak. "Apa Mas Bima masih datang ke sini?" "Nggak pernah Mbak. Paling Bang Yudi ngantar uang hasil kebun." Hmm Bang Yudi. Pengkhianat yang berkedok pengabdi setia. "Sama siapa Ibu keluar?" Entah kenapa, aku juga jadi curiga sama Ibu. "Sendiri Mbak. Nai

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-27
  • IBUKU PELAKOR   Penggerebekan 1

    #penggerebekan 1Om Anton datang sesuai janjinya. Tapi sedikit molor dari waktu yang dijanjikan. Om Anton datang habis Isya, tepatnya jam sembilan malah. Dia hanya datang bersama seorang rekannya. Ya dikenalkan sebagai Bripda Farhan. Orangnya kelihatan masih muda, gagah, juga tampak berwibawa dengan seragamnya. "Kenapa lama sekali Ton? Daritadi Mas bel nggak diangkat," kata Bapak sebagai pembuka perbincangan."Tadi saya sedang mengumpulkan personil Mas," jelas Om Anton. "Apa kita nggak butuh lebih banyak orang Ton?" tanya Bapak. Aku juga berpikir sama dengan Bapak. Kami ini mau menggerebek loh, bisa jadi Mas Bima sedang ngumpul sama antek-anteknya. Mana bisa kalau hanya dua orang saja. "Mas tenang aja. Sudah banyak personil yang berjaga di tempat yang Mas kasih tau denahnya semalam," kata Om Anton. Kalau soal ini aku nggak ngerti sih. Bapak nggak cerita detail, tentang apa saja yang dibicarakan saat bertemu Om Anton tadi siang. "Jadi mereka sudah berjaga?" tanya Bapak. "Iya, mak

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-27
  • IBUKU PELAKOR   Penggerebekan 2

    #Penggerebekan 2Aku mencoba mendekat, ya Allah, itu benaran Ibu. Teganya dia. Padahal Bapak sudah bersedia memberi apa yang mau. Dasar serakah!Aku melihat mereka yang sudah dikepung, meletakkan kedua tangan di belakang kepalanya. Bapak dengan wajah geram mendekati mereka.PLAKKPLAKKPLAKKSemuanya dihadiahi satu tamparan keras di pipi mereka. Termasuk Ibu. Mereka tak berani berkutik. Hanya Ibu yang menatap tajam Bapak. Barang bukti ada di depan mata, pun sudah tak lagi bisa lari. Mereka sudah dikepung dari segala arah. Personil yang dibawa Om Anton jauh lebih banyak jumlahnya dari mereka."Kurang ajar kalian!" kata Bapak. Tak ada lagi kalimat yang bisa diungkapkan untuk menggambarkan kekecewaan Bapak sama orang-orang kepercayaannya."Ma–ma–af Pak, sa–saya ha–hanya ikut-ikutan." Tiba-tiba Bang Nasib berlutut di kaki Bapak. "Saya juga Pak." Kak Munah juga ikut berlutut. Tapi semua sudah terlambat. Proses hukum sudah berjalan. Bapak membelakangi mereka, sementara Om Anton dan person

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-30
  • IBUKU PELAKOR   Pemakaman Bapak

    #Pemakaman BapakKami tiba di kampung menjelang Subuh belum banyak para pelayat yang datang. Masih tetangga terdekat saja, yang mungkin segera di kasih tau oleh Bulek Ratmi. Nenek langsung histeris menyambut kedatangan kami. Dirangkulnya tubuh Bapak kuat-kuat, saat petugas ambulance sudah membaringkan tubuh Bapak di atas tilam yang sudah disiapkan. "Oalah Chan, nopo ra Ibu sing ndesekan." Nenek bilang, kenapa nggak Nenek yang lebih dulu dipanggil."Bu, ndak boleh gitu. Kasihan Mas Chandra." Bulek Ratmi berusaha menenangkan Nenek. Bulek Ratmi pun merasakan duka yang mendalam.Aku tak bisa berkata apa-apa, selain menangis dan bersandar di dinding. Tubuhku terasa sangat lemas, tuangku terasa lolos semua dari raga ini. Kepergian Bapak begitu mendadak, tak ada dalam sangkaan kalau Mas Bima ternyata menyimpan senjata api."Chandra, tangi toh Le. Kamu kok tega ninggalin Ibu," ratap Nenek sambil membelai wajah Bapak, sangat memilukan. Wajah tuanya yang banyak dihiasi keriput kini bersimbah

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-30
  • IBUKU PELAKOR   Disuruh membuat pengaduan

    #Disuruh membuat pengaduan"Bude, Anton langsung pulang ya. Bude jangan sedih terus, kasihan Mas Chandra." Om Anton berpamitan dengan Nenek tak lama setelah kami sampai di rumah. "Insha Allah, Bude ikhlas Ngger,' lirih Nenek dengan suaranya yang berat. Om Anton memeluk Nenek, Nenek mengisak dipelukan Om Anton. Mungkin Nenek merasa memeluk Bapak. Juga dengan ahli keluarga yang lain. Satu persatu keluarga meninggalkan kami, kembali ke rumahnya masing-masing. Om Anton melihatku dan memberi kode dengan mengangguk pelan untuk mengajakku bicara di luar. Om Anton lebih dulu jalan keluar, aku mengikutinya. "Divya, selepas tiga hari Bapak nanti. Kamu sebaiknya ke kantor polisi untuk membuat pengaduan. Itu kalau kamu mau Bima dihukum berat," ujar Om Anton."Baik Om. Divya juga ada saksi. Mungkin sebentar lagi datang," ucapku. "Divya, Om sangat salut dengan ketegaran kamu. Om sama sekali tidak menyangka, Bima itu ternyata ular," geram Om Anton."Om, bagaimana dengan Ibu?" "Mbak Malikah, hm

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-31

Bab terbaru

  • IBUKU PELAKOR   Episode terakhir

    "Mbak Divya, Arsen sepertinya haus. Dia nggak mau minum susu lagi," kata Bik Sum gang baru datang dari arah dalam rumah. "Oh iya Bik. Sebentar lagi saya ke kamar," sahutku. "Maaf ya Bripda, saya mau ke dalam dulu," pamitku pada Bripda Farhan. Agak sedikit sungkan juga sih. "Oh silahkan. Tapi sebelumnya, saya boleh minta izin?" Kutahan langkah kakiku yang hendak pergi dari hadapannya. "Minta izin apa Bripda?" "Maaf sebelumnya kalau pertanyaan saya kurang sopan. Apakah masa iddah kamu sudah selesai? Kalau sudah, bolehkah saya menjalin silaturahim melalui hape?" Agak lucu aku mendengar pertanyaannya. Mungkin maksudnya, dia ingin menelepon aku. "Um … maksudnya sebagai sahabat," katanya agak gugup. "Baru saja selesai. Boleh saja kalau ingin menjadi sahabat saya," jawabku. Senyumannya langsung merekah sempurna. "Saya ke dalam dulu ya Bripda." Aku pamit. Takut Arsen mengamuk karena terlalu lama menunggu. Saat sampai di kamar, Arsem yang melihatku langsung menangis manja. Kuraih t

  • IBUKU PELAKOR   Rafikah meninggal

    Bu Mega sangat aktif mengajak Bunda berbincang. Cukup membuatku terharu juga. "Kami nggak bisa lama-lama Divya. Takut kemalaman di jalan," kata Bu Mega padaku."Oh iya Bu. Sebentar saya ambilkan surat kuasanya." Aku segera bergegas mengambil surat kuasa yang sudah selesai kubuat tadi sore dan sudah ditanda tangani di atas materai. Aku kembali lagi ke ruang tamu dan memberikan surat itu ke tangan wanita berkacamata minus yang cukup tebal ini. Bu Mega memeriksa isi surat kuasa yang kubuat. "Ok. Berdoa ya, semoga besok hakim bisa memutuskan hukuman yang tepat untuk para tersangka," kata Bu Mega. "Aamiin. Semoga Bu. Saya terima apapun keputusan hakim. Kalau dirasa tak sebanding dengan perbuatannya, biarkan saja, tak perlu ajukan banding lagi. Saya capek, saya hanya ingin tenang sekarang. Mudah-mudahan, hukuman yang mereka terima, benar-benar menjadi pelajaran berharga buat mereka, supaya tidak mengulangi lagi di kemudian hari," kataku. Bu Mega tersenyum. "Kamu besar hati sekali. Jaran

  • IBUKU PELAKOR   Menjelang sidang kedua

    #Menjelang sidang keduaAku sudah menghubungi Bu Mega, membicarakan tentang rencanaku untuk mencabut gugatanku terhadap Bu Malikah. Sebenarnya prosesnya lebih rumit, karena kasus sudah sampai ke meja persidangan. Aku harus menyatakan langsung di depan hakim kalau aku mencabut gugatan terhadap Bu Malikah. Itupun kalau hakim berkenan mengabulkan atas persetujuan tergugat. Mengingat juga, tersangka lebih dari satu orang. Tak apalah sedikit repot, kalau memang begitu prosedurnya. Hari demi hari terus berlalu. Aku juga masih tetap di kampung. Urusan kebun kuserahkan sepenuhnya pada Mas Bagus, agar aku bisa fokus dengan sidang, juga fokus menghabiskan sisa waktu bersama Bunda. Semakin hari kondisi Bunda semakin drop. Dia bersikeras tak mau dibawa ke rumah sakit. Katanya, dia ingin meninggal dengan seluruh keluarga ada di sampingnya. Bunda beralasan, percuma ke rumah sakit. Tak ada lagi obat yang bisa mengatasi penyakitnya. Dia tak mau jauh dari Arsen. Tau sendiri, kalau Bunda dirawat di r

  • IBUKU PELAKOR   Ibu depresi

    #Ibu depresiTak perlulah aku menceritakan semuanya kasihan Bunda bila terseret dalam kasus ini. Biar semua itu menjadi rahasia bagi kami yang sudah mengetahuinya. Aku juga tak mau mengungkap, kalau karena masalah itu, Ibu Malikah sampai berulangkali melakukan perselingkuhan dengan orang-orang yang berbeda. "Saya nggak tau Bu. Hal seperti itu sangat pribadi. Hanya Ibu saya yang mengetahuinya," jawabku menutupi hal yang sebenarnya. Aku juga tak mau bilang, kalau Bu Malikah berbohong. Aku bertumbuh sebagai anaknya, bagaimanapun, di sudut hatiku yang lain, aku merasa tak sampai hati padanya setelah aku mengetahui cerita yang sebenarnya. Bu Mega bangkit dari duduknya. "Keberatan Yang Mulia," kata Bu Mega pada hakim, untuk menentang kata-kata Ibu. "Hal yang diungkapkan oleh Bu Malikah adalah masalah intern dia dan Pak Chandra. Seharusnya, sebagai seorang istri, Bu Malikah mencari solusi atas permasalahan yang mereka hadapi. Bukan justru menghancurkan suaminya," papar Bu Mega. Aku sang

  • IBUKU PELAKOR   Semakin membaik

    #Semakin membaikUstad Mahmud sudah pulang kembali ke rumahnya. Kini hanya tinggal kami saja di rumah. Mas Bagus kuminta melihat kebun yang ada di sini, daripada dia bosan menunggu kami."Mbak. Arsen sudah bangun," kata Bik Sum. Kebetulan dia sedang melintas Dari dapur, aku sengaja membiarkan pintu kamar terbuka, jadi kalau Arsen bangun, kami akan segera mengetahuinya. Aku bangkit meninggalkan Bunda yang kembali tidur. Sementara Nenek juga masuk ke kamarnya. Tak bisa dipungkiri, pasti Nenek merasa terpukul atas kenyataan yang baru didengar. Tinggal Bulek Ratmi yang masih menemani Bunda sambil membaca masalah wanita zaman dulu yang sudah entah berapa kali dia baca. Yang kupahami dari pengakuan Bunda. Bundalah penyebab semua ini. Ini seperti kasus berantai, saling terkait antara satu dan yang lainnya. Bunda yang sakit hati sama Kakek, membuat Bapak menjadi suami yang tak bisa memenuhi nafkah batin Ibu Malikah. Ibu Malikah yang kecewa, menduga Bapak tak bisa mencintainya dan tak bisa m

  • IBUKU PELAKOR   Bunda diruqyah

    #Bunda diruqyahSetelah berbasa basi sebentar. Ustad Mahmud permisi numpang sholat. Setiap akan mulai mengobati, Ustad Mahmud memulainya dengan sholat Sunnah terlebih dahulu. "Kita mulai ya Bu. Ingat, ikhlaskan semua hal yang membebani hati Ibu. Lepaskan semuanya, maafkan orang-orang yang Ibu anggap telah menyakiti Ibu. Sejatinya, kalau Ibu benar-benar mau sembuh, harus Ibu sendiri yang memohon dengan hati Ibu kepada Allah untuk menyembuhkan. Saya hanya membantu saja," kata Ustad Mahmud pada Bunda. Bunda hanya mengangguk menjawabnya. Ustad Mahmud menggunakan sarung tangan, beliau mulai mengarahkan tasbihnya ke arah Bunda dan mulai melantunkan ayat-ayat suci. Bacaannya begitu tartil dan merdu, hingga membuat merinding yang mendengar.Bunda tampak biasa saja, tidak ada reaksi apapun. Sampai saat dipertengahan Ustad Mahmud membaca doa ruqyah, Bunda mulai gelisah. Matanya liar kesana kemari. Agak terkejut kami melihat reaksinya. "Errgghhh errggghhh." Bunda tiba-tiba menggeram, seperti

  • IBUKU PELAKOR   Bunda bersedia diobati

    #Bunda bersedia diobatiYa Allah. Arsen semakin panas dan rewel. Tadi kata bidan, gapapa. Arsen hanya demam. "Cup cup Sayang." Aku mencoba membuat Arsen tenang. Ini sudah larut malam. Takut mengganggu istirahat yang lain, terutama Bunda. "Divya!" Bulek memanggilku dari luar kamar. "Nopo Are, Ndok?" Nenek juga terbangun. Suara tangisnya Arsen sangat menggelegar, jelas saja terdengar kemana-mana. Kubuka pintu kamarku. Nenek dan Bulek segera masuk, disusul Bik Sum."Nopo Arsen?" tanya Nenek sambil memegang pipi Arsen."Oalah, anget banget! Sum, gawe minyak bawang. Kasih air jeruk nulis." Nenek terkejut mendapati suhu tubuh Arsen yang panas dan meminta Bik Sum membuatkan minyak bawang. Bik Sum.bergegas keluar, sementara aku masih sibuk menenangkan Arsen yang terus rewel. Tubuhnya tak bisa diam di gendonganku, seolah dia merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Bik Sum datang kembali membawa sebuah piring kecil berisi minyak bawang."Sini, Arsen sama Uyut yo Ngger." Nenek mengulurkan tan

  • IBUKU PELAKOR   POV Rafikah

    POV RafikahIngin sekali rasanya Bunda menceritakan semua ini langsung pada Divya. Tapi Bunda tak ingin Divya menjadi seorang pembenci seperti Bunda, Nak. Kebencian ini sudah mengakar kuat di hati Bunda. Mungkin karena Bunda juga sudah mengundang setan untuk menolong Bunda. Bunda sangat sakit hati sekali dengan perbuatan Tuan Rajasa yang terhornat itu! Bunda menemui Mang Pur, dan memintanya untuk melakukan sesuatu agar keluarga Rajasa tak bisa memiliki keturunan yang lain selain kamu. Bunda serahkan semua urusan padanya. Mang Pur mengenal seorang yang dianggap sakti di kampung. Yang lebih dikenal, sebagai Dukun. Bunda hanya membekali dia ongkos untuk pulang kampung dan syarat yang dia minta. Dia hanya minta biodata lengkap Bapak Chandra. Awalnya Bunda tak mengerti. Bunda ingin dia melakukan sesuatu untuk kakekmu, bukan dengan Bapak Chandra. Tapi dia meyakinkan Bunda untuk bermain halus, agar tak ada yang curiga. Dan tujuan Bunda juga tercapai. Caranya, dengan membuat kejantanan ba

  • IBUKU PELAKOR   POV Rafikah

    POV RafikahMaafkan Bunda Divya. Sesungguhnya, Bunda sangat ingin memeluk erat Divya. Mencium Divya, seperti saat Divya kecil. Bunda sengaja bersikap jutek, agar saat Bunda pergi lagi nanti, Divya tak akan merasa kehilangan. Divya tak tau kan, selama ini Bunda selalu memantau Divya, lewat Ratmi? Bunda tau semua cerita tentang Divya dari Ratmi. Setiap kerinduan Bunda pada Divya, Bunda tuliskan lewat sebuah tulisan. Kalau dulu, Bunda hanya menuliskan semua di sebuah buku saja. Tapi sekarang, Bunda menuliskannya menjadi sebuah karya. Ada yang Bunda jadikan novel untuk menyambung hidup, ada juga yang Bunda jadikan koleksi pribadi Bunda saja. Dulu, saat akhirnya Bunda terpaksa meninggalkan Divya atas permintaan si Tuan Tanah kejam! Hati Bunda hancur, Nak. Bukan hanya tentang kehilangan Divya, tapi juga suami Bunda. Meninggalnya Bapak kandung Divya, berhasil membuat dunia Bunda terasa jungkir balik. Hingga akhirnya Bapak Chandra berhasil membangkitkan semangat Bunda lagi. Dia menawarkan

DMCA.com Protection Status