122“Ada apa, Sayang?” Alexander yang baru saja menjejak lantai dua, tergopoh-gopoh menghampiri sang istri yang suara teriakkannya bahkan terdengar hingga ke bawah tangga. Lelaki itu heran, selama mengenal Aira, baru kali ini ia mendengar wanita itu bersuara sangat keras, hingga mungkin akan memutuskan pita suaranya. “Sayang.” Alexander meraih tangan wanita yang wajahnya merah padam itu. Satu lagi, Alexander baru melihat sang istri semarah ini. Dadanya bahkan bergerak turun naik sangat cepat. Wajahnya merah, giginya gemeletuk, bahkan urat-urat di pelipisnya terlihat berkedut. Ia seperti bukan melihat Aira yang dikenalnya. “Aku ingin kau memecat wanita itu, Pa!” teriak Aira lagi dengan suara masih melengking keras. Kali ini tangannya yang bergetar menunjuk wanita paruh baya yang juga tergopoh-gopoh mendatanginya. Alexander menoleh ke arah telunjuk sang istri yang tepat menunjuk wajah wanita paruh baya yang sekian lama mengabdi padanya. Kening lelaki yang juga berwajah lelah berkeru
123Tangan Alexander sigap menangkap pinggang Aira yang maju ke arah Vallery, setelah sebelumnya lelaki itu terperangah. Ia tak ingin ada keributan, terlebih sangat tahu kalau sang istri begitu stres dan kelelahan. Seharusnya mereka memang istirahat saat ini. Kalau saja tidak ada pengacau yang menyambut di rumah. “Hasna, cepat suruh pelayan membersihkan kamarku! Dan suruh penjaga untuk mengamankan wanita itu!” Suara Alexander memberi perintah penuh penekanan. Tangannya dengan kuat menahan tubuh sang istri yang meronta ingin lepas. “Kenapa kau diam saja?” lanjut Alexander kesal saat melihat wanita paruh baya yang sudah lama bekerja padanya hanya diam mematung. “Jangan-jangan benar yang dikatakan istriku kalau kau bersekongkol dengan wanita itu!” Alexander menatap tajam Hasna yang salah tingkah. “Ba-baik, Tuan. Akan saya be-reskan.” Dengan bola mata yang bergerak resah, wanita yang rambutnya mulai memutih itu gegas berjalan menuju pintu kamar Alexander, setelah sebelumnya melirik
124“Maaf, Sayang. Maafkan aku yang menyeretmu dalam semua permasalahan ini,” bisiknya lembut di depan telinga sang istri yang masih menenggelamkan diri di dadanya. Tak ada jawaban selain isakan yang masih terdengar dari wanita yang wajahnya terbenam di dada sang suami. “Menangislah, keluarkan semua yang ingin kau luapkan, agar kau menjadi lega.” Alexander masih membelai kepala sang istri. Baginya, lebih baik begini. Aira menangis di depannya, daripada harus terlihat lemah di depan orang lain, hingga bukan tak mungkin menjadi bahan olokan. Setelah beberapa lama, Aira mulai melonggarkan pelukan. Wajahnya yang basah menengadah. Menatap wajah sang suami yang menunduk, juga menatapnya. “Apa kau akan rujuk dengannya?”Dejavu. Keduanya merasa seperti kembali ke beberapa saat lalu, saat Randi kembali hadir dalam kehidupan Aira dan Raka. Dulu kalimat itu juga terucap. Bedanya, dulu Alexander yang bertanya. Tangan Alexander meraih rambut Aira yang sebagian menutupi pipi dan matanya. Kemud
125Aira dan Alexander berlarian ke luar kamar. Rasa pusing karena tidur yang terganggu, tak mereka hiraukan. Kegaduhan di luar kamar lebih membutuhkan penanganan cepat. Sepasang mata keduanya terbelalak lebar saat pintu terbuka dan langsung mendapati dua wanita tengah memperebutkan bayi Alister yang menangis menjerit-jerit. Anak itu tampak sangat ketakutan. Dada sepasang suami istri itu mendadak bergolak bagai terbakar sesuatu, terlihat dari gerakkannya yang turun naik sangat cepat. Wajah mereka memerah padam sebelum keduanya berlarian menghampiri orang-orang yang tengah memperebutkan tubuh mungil Alister. “Apa yang kau lakukan Vallery? Apa kau sudah gila?!” Alexander memekik tertahan. Rasa hati ingin berteriak seiring isi dadanya yang bergolak hebat. Namun, ia takut akan semakin membuat Alister ketakutan. Salah satu wanita yang tengah memperebutkan tubuh mungil itu menoleh, wajah cantik dan glowing itu tersenyum sinis seraya melepaskan tubuh Alister hingga hanya wanita satunya y
126“Dasar pembantu tidak tahu diri! Sialan kau! Akan kubunuh kau wanita tua sialan ...!” Teriakkan memekakkan telinga disertai serangan membabi buta Vallery terhadap Hasna yang telah lancang memukulnya, mewarnai ruangan itu. Wanita tinggi semampai itu dengan beringas menyerang wanita tua yang coba melawan tetapi kalah tenaga itu. Kejadian itu terjadi begitu cepat, hingga semua orang yang berada di ruangan itu sejenak hanya mematung dengan mata terbelalak dan mulut menganga. Tak percaya wanita elegan yang dikenal pandai berlenggak-lenggok di catwalk itu begitu temperamen dan beringas. Ekspresi panik tergambar di wajah semua orang setelah beberapa saat berlalu. Aira berlari membawa Alister ke kamarnya karena kekerasan yang seharusnya tidak terlihat bayi seusianya, terjadi di sana. Alexander menyuruh Nina menelepon para penjaga agar naik dan mengamankan Vallery. Ia sendiri mencoba melerai sebisanya sebelum para penjaga datang. Namun, Vallery yang bagai kesurupan, terus menyerang Has
127“Bagaimana ini, Om?” tanya Alexander setelah meremas rambutnya sendiri dengan frustrasi. Lelaki paruh baya berkepala plontos yang duduk menekuri layar laptop di depannya, menghela napas kasar. “Om masih mempelajarinya, Lex. Om yakin, ada orang lain di balik keberanian wanita itu mengadakan konferensi pers.”“Maksud Om?” Alexander menegakkan tubuh. Kepalanya lebih condong ke arah wajah lelaki yang masih saja menekuri layar datar di hadapannya. Kemudian lelaki yang tidak lain Sultan itu mengusap rahangnya yang sebenarnya tidak ada sesuatu di sana. Sultan menyisihkan benda pipih di depannya, sebelum memandang wajah Alexander yang menunggunya dengan tidak sabar. “Om yakin ada dalang di balik bergeraknya Dyra. Dia tidak mungkin berani maju dan mengerti cara mengadakan konferensi pers seperti ini, tanpa ada yang mengatur semua ini. Istilahnya dia cuma wayang yang muncul di layar, padahal ada dalang yang memegang peranan besar di balik layar.” Sultan menjelaskan dengan serius. Sementa
128Alexander membuka pintu kamar dengan sangat hati-hati. Tadi ia menengok kamar Raka dan Alister dulu, tetapi tak mendapati sang istri di sana, hingga menarik kesimpulan kalau wanita yang sangat ia cintai itu ada di sana. Benar saja, begitu benda kayu persegi panjang itu terkuak, matanya langsung menangkap sosok sang istri tengah duduk anteng di atas sofa. Namun, ada yang membuat hati Alexander terhenyak. Aira duduk dengan televisi menyala di depannya, layar datar dan lebar itu tengah menayangkan berita yang sedang ramai diperbincangkan saat ini, yaitu berita Dyra yang baru saja menyatakan kepada awak media kalau ia adalah istri pertama Alexander yang tidak diakui. Lelaki itu memejam sebentar, sebelum berjalan menghampiri sang istri yang tidak terganggu sama sekali dengan kedatangannya. Tangan Alexander meraih remote TV di atas meja, kemudian menekan tombol on/off hingga layar datar yang tengah menayangkan gambar Dyra yang berderai-derai air mata sambil menunjukkan beberapa foto s
129Alexander berjalan tergesa menuju ruang kerjanya. Kemudian langsung menghubungi Sultan begitu menutup pintu dan meraih gagang telepon di atas meja. Pikirannya sudah buntu, ia tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan. Bicara dengan Sultan adalah satu-satunya yang terlintas saat ini. “Kenapa, Lex? Apa ada yang penting?” tembak Sultan langsung begitu sambungan terhubung. Lelaki paruh baya itu yakin ada sesuatu yang penting hingga Alexander menghubunginya lagi. Satu helaan napas kasar terdengar sebelum lelaki itu bicara. “Iya, Om. Vallery bebas. Seseorang menebusnya. Aku harus bagaimana, Om?” tanya Alexander dengan frustrasi. Lelaki itu duduk di meja dengan satu kaki masih menjejak lantai. Tak langsung terdengar jawaban dari seberang. Hingga suara helaan napas yang sama mengawali jawaban Sultan. “Lex, sepertinya mulai sekarang lebih waspadalah terhadap orang-orang terdekatmu!”“Maksud Om?” Alexander menegakkan tubuh. Kini ia hanya bersandar di meja kerjanya. “Kau di mana sekaran
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber