113“Pa, itu suara bayi!” Aira menarik lengan baju Alexander seraya memekik dengan wajah yang tak dapat digambarkan seperti apa. “Pa, itu Raka!” Kembali wanita itu mengguncang lengan Alexander. “Iya, Ma. Tenang dulu. Jangan histeris dulu. Kita keluar, ya. Kita tanya penduduk dulu.” Alexander menggenggam tangan sang istri yang sudah sangat dingin. Selain pengaruh dari AC mobil, cuaca di daerah ini memang dingin menusuk. Apalagi waktu memasuki tengah malam. Alexander turun lebih dulu, kemudian mengulurkan tangan kepada sang istri, membimbingnya untuk turun. Aira sendiri merapatkan jaket Alexander yang tampak kebesaran di tubuhnya, begitu ia menjejak tanah. Hawa dingin langsung menyambut, bahkan terasa menusuk kulit. “Bagaimana, Jo?” tembak Alexander langsung begitu sang tangan kanan itu menghampirinya. “Apa yang menangis barusan, Raka?” Aira ikut bertanya tidak sabar. Jo melirik sang boss lebih dulu sebelum menjawab. “Itu Raka kan, Pak Johan? Bayi yang barusan menangis?” Aira kem
114“Sebagai ketua RT di sini, sebenarnya saya tidak mau salah satu warga saya dicurigai, apalagi harus digerebek malam-malam begini, tapi saya juga tidak akan melindungi warga saya seandainya melakukan kejahatan. Jadi, saya mohon kalau nanti tidak menemukan keanehan apa pun, Anda semua segera meninggalkan tempat ini.” Pak RT berkata bijak. Lagi-lagi Alexander hanya mengangguk setelah melirik sang istri yang wajahnya semakin menyiratkan ketidaksabaran. Pak RT membuka pagar bambu yang hanya dikaitkan dengan seutas tali untuk menyatukan dua bagian sebagai engselnya. Lalu memasuki halaman yang semakin terasa asri saat kaki sudah mulai menginjaknya. Tangan Aira semakin erat menggenggam tangan sang suami saat mengikuti langkah lelaki itu. Ketua RT mulai membuka sandal dan menaiki bale-bale yang digunakan sebagai teras. Kemudian mengucap salam dan mengetuk pintu. Sementara Alexander dan rombongan menunggu di bawah. Berkali-kali lelaki paruh baya itu mengucap salam tanpa ada sahutan dar
115“Raka....!” Aira kembali menggedor pintu yang sudah tertutup rapat. Suaranya yang memanggil nama sang anak berbaur dengan tangisan. Membuat siapa pun yang mendengar tersayat hati. Alexander menarik tangan sang istri perlahan, kemudian mengisyaratkan kepada seorang pengawal untuk mendobrak pintu. “Maaf, Pak. Terpaksa saya melakukan ini. Karena warga Anda tidak kooperatif.” Alexander menoleh ke arah pengurus RT, sebelum pengawalnya menendang pintu yang terlihat tidak begitu kokoh itu. Alhasil, dengan sekali tendangan saja benda persegi panjang itu hancur menjadi beberapa bagian. Alexander tidak peduli raut wajah Pak RT yang kaget atas perbuatan pengawalnya. Lelaki itu tidak tega melihat sang istri yang setengah gila mencari anaknya. Alexander bahkan tidak peduli seandainya harus berurusan dengan hukum atas perbuatan anak buahnya. Aira melepaskan diri dari genggaman sang suami, begitu pintu terbuka. Wanita itu langsung menghambur ke dalam rumah tanpa menunggu waktu. Dipanggilnya
106“Kau tidak mencintai Raka, Aira! Kau tidak menyayanginya! Kau hanya menyayangi Alister. Hanya Alister prioritasmu! Kau mencintai ayahnya sejak lama, karena itu kau menyayangi Alister dan mengabaikan anakmu sendiri! Akui saja itu, Aira!”“Dita!”“Kenapa?” Dita menyeringai. “Itu benar bukan? Kau ibu yang abai! Kau tidak bersikap layaknya seorang ibu kepada Raka. Hanya Alister yang kau urusi. Hanya Alister yang kau prioritaskan. Kau tidak pernah memperhatikan Raka sedikit pun! Kau menelantarkannya, Aira!”Aira menggeleng kuat. Digigitnya bibir bawah hingga berdarah. Semua ucapan Dita bagai sembilu yang mengiris hati. “Sekarang bilang padaku, berapa malam kau tidur menemani Raka, hah? Tidak pernah, Ai! Berapa kali kau mandikan Raka selama di rumah itu? Kau bahkan tidak tahu berapa kali Raka terbangun di malam hari hanya karena diapersnya basah, atau perutnya lapar. Kau tidak pernah tahu, Aira! Ibu macam apa, kamu?”Aira semakin menggeleng. Pandangannya semakin kabur. Dadanya semakin
107Aira mengerjap, kemudian memejamkan matanya untuk beberapa waktu. Sebelum menatap Raka yang matanya terpejam. Bayi itu baru saja mendapat perawatan karena luka di lehernya. Tadi, setelah dilumpuhkan pengawal Alexander, Dita ditangkap polisi di hadapan suami dan wanita paruh baya berwajah basah, yang tidak lain ibunya. Ternyata laki-laki yang membuka pintu itu suami Dita. Mereka berdua itulah yang memberi jalan lewat pintu belakang, hingga pengawal bisa masuk dan melumpuhkan Dita. Aira ingat, kesedihan tergambar jelas di wajah keduanya. Terutama wajah tua yang menyesali perbuatan anaknya. Berkali-kali wanita itu meminta maaf kepada Aira, atas perbuatan Dita. Pun dengan laki-laki yang pertama kali membuka pintu, ia pun terus meminta maaf, karena merasa semua kenekatan Dita bersumber padanya. Satu yang Aira baru tahu, kalau Dita sudah lama menikah. Bahkan mungkin lebih dulu dari dirinya. Hanya saja sampai detik ini Tuhan belum menganugerahi seorang anak dalam pernikahannya. Karena
118“Vallery?”Mata Alexander seakan ingin loncat dari rongganya. Pun dengan Aira. Tangannya semakin memeluk tubuh Raka dengan erat. “Bagaimana bisa ia masuk? Bukankah rumahku kompleks tertutup?” lanjut lelaki yang sepasang bola matanya masih melotot. Ia masih belum mempercayai berita itu. Jo menarik napas panjang. “Nona Vallery itu cerdik, Boss. Apa Boss lupa? Dia bisa mendapatkan apa pun dengan berbagai cara.”Punggung Alexander terhempas ke sandaran kursi. Ya, Jo benar. Vallery wanita yang cerdik, atau lebih tepatnya licik. Ia bisa melakukan apa pun untuk mencapai tujuannya.Vallery wanita ambisius, karena itu mereka berpisah. Wanita itu penasaran dengan kariernya sebagai model. Oleh karenanya saat ada kesempatan berkarier di luar negeri, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Karena menjadi model internasional adalah cita-citanya sejak remaja. Vallery bahkan rela menukar keluarga hanya untuk kariernya. Sejak awal mengandung Alister, wanita itu selalu menyalahkan Alexander kare
119“Di mana Vallery?” tanya Alexander kepada sekuriti yang berdiri tegak di samping mobil, setelah lelaki itu menurunkan kaca. “Di dalam, Boss.”“Siapa yang menyuruhmu memberi izin dia masuk?”“Bu Hasna, Boss.”“Hasna?” Kening Alexander berkerut dalam. Kapan Hasna meminta izin padanya memasukkan Vallery ke dalam rumah? Rasanya tidak, tetapi kenapa wanita itu berani sekali memasukkan mantan istrinya masuk? Mobil pun kembali melaju pelan hingga berhenti di depan teras. Dengan berbagai rasa yang bergemuruh hebat di dalam dada, Alexander setengah berlari memasuki rumah. Menerbitkan sepercik rasa dalam dada Aira. Bagaimana pun Vallery itu mantan istri Alexander. Pernah menjadi wanita yang paling dicintai suaminya. Walaupun kini ia sangat tahu seberapa besar Alexander mencintainya, tak ayal rasa itu mengusik hatinya. Rasa cemburu mendera, melihat Alexander sampai berlari untuk menemui wanita itu. Ya, walaupun bukan untuk menyambutnya, tetapi rasa takut sang suami akan tergoda lagi deng
120“Alexander, kau ini kenapa? Begitukah caramu menyambut istri yang baru pulang?" Mata indah yang dinaungi bulu mata lentik itu memicing beberapa lama. Namun, senyum menggoda menghiasi wajah cantik itu kemudian. "Sini, biar aku ingatkan caranya kalau kau lupa.” Tangan jenjang itu benar-benar meraih leher Alexander dengan cepat, tetapi gerakannya tetap elegan. Hingga lelaki itu tak sempat menghindar. Kini, sepasang tangan jenjang Vallery melingkari leher Alexander dengan posesif. Aroma sensual menguar sangat jelas dari tubuhnya yang mulai rapat dengan tubuh lelaki yang kini mematung. Aroma sensual yang beberapa waktu lalu begitu memabukkan dan menjadi candunya, menusuk indera penciuman Alexander, hingga mau tak mau alam bawah sadar lelaki itu seakan membawanya ke masa-masa indah bersama wanita itu. Masa-masa penuh cinta yang penuh gelora asmara. Sepasang mata indah milik sang model menatap sayu mata lelaki yang masih mematung sempurna. Wanita yang sudah memiliki jam terbang tingg
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber