107Dengan duduk memeluk Alister, Aira terus saja menangis. Matanya bahkan sudah merah dan bengkak, tetapi air yang keluar dari sana sepertinya tidak pernah habis. Dalam sekejap, dunia wanita itu terasa runtuh di atas kepala. Semua menjadi kosong dan gelap. Hanya kesedihan yang kini ia rasakan. Bagaimana tidak? Raka yang beberapa saat lalu masih dipeluknya, kini entah berada di mana dan dengan siapa. Aira bahkan tidak tahu apa sang anak masih baik-baik saja. Anak itu ada yang menculik beberapa saat lalu saat dirinya dan Alexander malah mengurusi wanita yang sama sekali tidak penting. Sekejap ia menyesali kenapa harus datang menemui wanita itu. Andai ia tahu akan seperti ini. Ia lebih mengabaikan rasa penasarannya terhadap seseorang yang terus saja mengemis kepada sang suami. Toh, Alexander pun sejak awal tak memedulikannya. Kenapa ia begitu bernapsu ingin menguaknya?Sekarang nasi sudah menjadi bubur. Raka hilang diculik seseorang. Alexander sudah mengerahkan orang-orangnya untuk
108“Menurut salah satu orang kita, anak Raka sudah dibawa ke luar kota, Boss.”“Luar kota? Secepat ini?” Mata Alexander melebar mendengar ucapan Jo. “Ya, sepertinya semua sudah direncanakan dengan sangat matang. Mereka langsung membawa anak Raka saat itu juga, saat kita belum bergerak. Makanya kita kehilangan jejak.”Alexander mengusap wajah dengan frustrasi. Berita yang dibawa Jo tentu mengejutkannya. Raka dibawa ke luar kota, itu artinya pencarian semakin sulit. Dan efeknya, sang istri akan semakin sedih. Lalu Alister terbengkalai. Luar biasa efek karena satu kejadian. Pintar sekali si penculik. Dengan sekali bidik, semuanya ia dapatkan. “Apa mereka dapat mengidentifikasi siapa para penculik? Apa motif mereka? Uangkah?”Jo terlihat menggeleng tegas. “Sepertinya bukan, Boss. Kalau mereka mau tebusan, pasti Tuan Muda Alister yang diculik. Lagipula, sampai sekarang tidak ada yang menghubungi, bukan?”Alexander memejam sebelum membuang napas kasar. Benar, sepertinya bukan motif uang.
109Alexander meniti anak tangga dengan membopong tubuh lemah sang istri yang bergelung dalam pelukannya. Tak terlihat kesulitan sedikit pun meski harus membawa tubuh itu menaiki tangga yang lumayan tinggi dan melingkar. Ia terus membawa tubuh itu ke kamar mereka. Sementara Aira sendiri hanya bisa membenamkan wajahnya ke dada sang suami. Tubuhnya lemah pasca menangis dan meronta-ronta. Tenaganya habis tak tersisa. Bahkan ia sudah tak bisa mengeluarkan lagi air mata. Tidak makan seharian ini membuat tubuhnya sangat lemah. Yang bisa dilakukannya hanya diam menikmati aroma tubuh sang suami yang tidak sewangi biasanya, tetapi masih bisa membuatnya sangat nyaman berada dalam pelukan itu. Alexander membuka pintu kamar dengan kakinya, memasuki ruangan besar dengan nuansa campuran antara warna putih, abu-abu, juga warna biru muda, warna kesukaan sang istri. Sejak menikah mereka memang sepakat memadukan warna-warna kesukaan mereka untuk interior kamar, agar sama-sama merasa nyaman dan betah
110Alexander menemui Jo yang sudah menunggunya di bawah. Tangan kanannya itu melaporkan polisi sudah dapat melacak ke mana Raka dibawa. Namun, Alexander ingin menemukan Raka beserta penculiknya lebih dulu daripada polisi. Ia sangat geram dengan penculik itu. “Di mana mereka?” tanya Alexander langsung begitu mereka berhadapan. “Di Bogor, Boss. Perbatasan.”“Apa sudah pasti di sana?” Alexander menatap Jo dengan mata menyipit. “Menurut warga yang memberikan keterangan, ada sepasang laki-laki dan perempuan membawa bayi yang sangat mirip dengan anak Raka ke lingkungan mereka.”“Ok, bagaimana pergerakan orang-orang kita? Aku mau kita menemukan penculik lebih dulu daripada polisi. Aku ingin memberi pelajaran langsung untuk mereka!”“Saya sudah instruksikan agar mereka bergerak lebih cepat daripada polisi. Saya juga sudah menambah jumlah personil.”“Ok. Aku mau berita bagus secepatnya. Pastikan mereka jangan sampai lolos terlalu jauh. Satu lagi! Pastikan Raka ditemukan dalam keadaan tidak
111“Tunggu sebentar, ya. Aku keluar dulu!” Alexander mengusap pundak Aira, setelah melihat Dyra mengetuk-ngetuk kaca mobil yang tertutup, tepat di sampingnya. Seolah wanita itu tahu kalau Alexander duduk di sana. Padahal semua kaca tertutup rapat. “Papa mau menemui wanita itu?” Aira menahan sang suami yang ingin membuka pintu. Alexander menarik napas panjang. “Aku harus menemuinya, Sayang. Agar satu masalah selesai. Aku tidak mau masalah dengan wanita itu berlarut-larut.” Alexander menatap sang istri, berharap wanita itu mengerti kalau ia ingin menyelesaikan dulu masalah agar tidak bertumpuk-tumpuk. Aira membuang muka. Ia mengerti Alexander jengah dengan wanita itu, tetapi entah kenapa rasanya tak rela bila sang suami harus menemuinya, apalagi dalam kondisi seperti ini. Rasa cemburu dan marah menguasainya. Marah dengan kelakuan wanita itu. Untuk apa mencari laki-laki yang sudah jelas menolaknya, bahkan mencari hingga ke rumahnya? Dasar tidak tahu malu! Wanita macam apa yang meny
112Perjalanan menuju lokasi di mana orang-orang Alexander bisa melacak penculik Raka, ternyata memakan waktu lumayan lama. Aira bahkan sudah merasakan bokongnya panas. Sebenarnya, Alexander sudah menyuruh ia untuk tidur, tetapi Aira memutuskan tetap terjaga. Ia takut melewatkan setiap momen pencarian ini. Entah sudah berapa banyak doa ia panjatkan agar Tuhan melindungi sang anak dari segala marabahaya. Nyatanya, hatinya tetap gundah. Ia sangat mengkhawatirkan Raka. Selama hidup, ini kali pertama ia berjauhan dengan Raka dalam waktu lama. Alexander tidak pernah melepaskan tautan jari-jemari tangan mereka sejak berangkat tadi, walaupun tangan mereka sudah berkeringat. Bahkan, mungkin peluh mereka sudah bercampur baur. Lelaki itu terus meremas lembut tangan sang istri yang terasa sangat dingin, untuk menenangkannya. Alexander sangat mengerti kondisi hati Aira saat ini. Beberapa kali lelaki itu harus menelepon, atau mengangkat telepon, tetapi tak sekalipun melepaskan tangannya dari t
113“Pa, itu suara bayi!” Aira menarik lengan baju Alexander seraya memekik dengan wajah yang tak dapat digambarkan seperti apa. “Pa, itu Raka!” Kembali wanita itu mengguncang lengan Alexander. “Iya, Ma. Tenang dulu. Jangan histeris dulu. Kita keluar, ya. Kita tanya penduduk dulu.” Alexander menggenggam tangan sang istri yang sudah sangat dingin. Selain pengaruh dari AC mobil, cuaca di daerah ini memang dingin menusuk. Apalagi waktu memasuki tengah malam. Alexander turun lebih dulu, kemudian mengulurkan tangan kepada sang istri, membimbingnya untuk turun. Aira sendiri merapatkan jaket Alexander yang tampak kebesaran di tubuhnya, begitu ia menjejak tanah. Hawa dingin langsung menyambut, bahkan terasa menusuk kulit. “Bagaimana, Jo?” tembak Alexander langsung begitu sang tangan kanan itu menghampirinya. “Apa yang menangis barusan, Raka?” Aira ikut bertanya tidak sabar. Jo melirik sang boss lebih dulu sebelum menjawab. “Itu Raka kan, Pak Johan? Bayi yang barusan menangis?” Aira kem
114“Sebagai ketua RT di sini, sebenarnya saya tidak mau salah satu warga saya dicurigai, apalagi harus digerebek malam-malam begini, tapi saya juga tidak akan melindungi warga saya seandainya melakukan kejahatan. Jadi, saya mohon kalau nanti tidak menemukan keanehan apa pun, Anda semua segera meninggalkan tempat ini.” Pak RT berkata bijak. Lagi-lagi Alexander hanya mengangguk setelah melirik sang istri yang wajahnya semakin menyiratkan ketidaksabaran. Pak RT membuka pagar bambu yang hanya dikaitkan dengan seutas tali untuk menyatukan dua bagian sebagai engselnya. Lalu memasuki halaman yang semakin terasa asri saat kaki sudah mulai menginjaknya. Tangan Aira semakin erat menggenggam tangan sang suami saat mengikuti langkah lelaki itu. Ketua RT mulai membuka sandal dan menaiki bale-bale yang digunakan sebagai teras. Kemudian mengucap salam dan mengetuk pintu. Sementara Alexander dan rombongan menunggu di bawah. Berkali-kali lelaki paruh baya itu mengucap salam tanpa ada sahutan dar
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber