420Anyelir terbelalak dengan mulut terbuka. Untuk beberapa detik bahkan tak sanggup berkata-kata. Wanita itu hanya diam mematung.Bagaimana tidak? Aldo formalitas saja meminta izin. Faktanya, bahkan sebelum Anyelir bereaksi dengan permintaan konyol itu, Aldo sudah mencuri ciumannya. Pemuda itu sudah mengecup bahkan sedikit menghisap bibir yang sejak tadi membuatnya sangat penasaran.“Aldo…!” Anyelir menjerit keras. Akhirnya setelah menghabiskan stok kesabarannya, wanita itu mengambil bantal sofa dan ingin memukulkan kepada pemuda yang sedang melumat bibirnya sendiri sisa berciuman. Namun, pemuda tengil yang malah cengengesan itu dengan sigap menahan bantal yang datang dan langsung berlari menjauhi Anyelir.“Cuma nyobain, Bu,” ujarnya seraya berlari.Anyelir tidak tinggal diam. Setelah sekian puluh menit lalu bertahan dengan kesabaran extra untuk bisa bicara dari hati ke hati dengan pemuda tengil itu, kini ia benar-benar meledak. Aldo benar-benar tak dapat ditebak dan dikendalikan. Ke
421“Pelan-pelan, Bu, sakit….” Aldo meringis seraya menggerakkan tanganya saat Anyelir terlalu keras mengoleskan salep di atas luka-lukanya.“Cengeng! Anak laki begini saja merengek!” Anyelir kesal karena sejak tadi Aldo terus mengeluh kulitnya panas dan perih efek cubitan tangan Anyelir yang memang banyak meninggalkan bercak merah kebiruan, bahkan ada beberapa yang lecet dan mengelupas efek tenaga yang digunakan wanita itu terlalu kuat.Setelah membereskan rumah yang berantakan dan membersihkan dirinya yang berkeringat karena aksi kejar-kejaran tadi, Anyelir kembali ke kamar Aldo yang tidak terlihat keluar kamar sejak kejadian. Anyelir terhenyak melihat pemuda itu tertidur meringkuk dengan bagian tubuh yang terbukanya dipenuhi bercak akibat cubitannya.Wanita itu mengambil salep kulit dan kembali ke kamar Aldo untuk mengobatinya. Benar, ia telah melakukan kekerasan kepada pemuda itu. Bila pun Aldo melaporkan ke Komnas HAM, ada bukti kuat. Sejenak Anyelir menyesali perbuatannya. Namun
Ibususu422Aldo mengaduk-aduk sarapan paginya dengan malas. Anyelir marah besar saat mendapati dirinya berada di ranjang yang sama dengannya. Sejak subuh tadi wanita itu terus saja menutup mulut. Tak bicara sepatah kata pun. Bahakn tak ingin melirik dirinya sama sekali.Padahal, Aldo tidak berniat apa pun, selain kasihan melihat wanita itu tertidur dalam keadaan duduk memangku kepalanya.Aldo terbangun entah jam berapa, dan mendapati Anyelir yang tertidur bersandar di kepala ranjang karena pahanya ia jadikan bantal. Karena kasihan, Aldo merebahkan tubuh wanita itu di ranjang yang sama dengannya. Kemudian menyelimutinya. Itu saja, tidak lebih. Namun, Anyelir marah besar. Ia mengira dirinya mencuri kesempatan saat wanita itu tertidur.Sudah berkali-kali Aldo menjelaskan, tetapi wanita itu tetap marah. Hingga ia tidak tahu lagi bagaimana mengembalikan mood Anyelir.“Udahan dong, Bu, marahnya. Aku kan, sudah minta maaf. Aku cuma kasihan sama Ibu.” Aldo mencoba membujuk lagi Anyelir yang p
423 Anyelir berjalan gontai keluar dari lift menuju pintu unitnya. Ia sudah pasrah seandainya Aldo mungkin sudah tidak berada di dalam sana. Kedatangan Alexander tadi pagi pasti ingin membawa anak bungsunya itu. Keyakinannya semakin besar saat seharian Aldo tidak ada menghubunginya sama sekali. Dan ia memutuskan tidak menghubungi lebih dulu karena tak ingin jika kepergian Aldo mengganggu fokusnya di kampus. Satu tarikan napas panjang menjadi pembuka sebelum ia menggesek kartu dan menekan password pintunya. Pintu unit terbuka. Menampilkan kondisi dalam rumahnya yang seperti biasa. Tidak ada yang aneh. Tidak akan ada yang berbeda selain kekosongan yang ditinggalkan Aldo. Anyelir langsung melangkah menuju ruang makan. Tenggorokan yang kering menuntut untuk dibasahi. Langkahnya terhenti di pintu ruang TV di mana seseorang tengah duduk di lantai dengan bersandar sofa. Matanya fokus ke layar lipat di atas meja yang sejajar dengan kepalanya. Sementara kedua telinganya tertutup headset bes
424“Bu, tadi papa ke sini.”Ucapan Aldo membuat Anyelir menghentikan gerakan tangannya.“Lalu?” Wanita itu hanya berkata itu tanpa menoleh ke arah Aldo yang kini duduk di kursi sebelahnya.“Kok cuma lalu?”Kini, Anyelir meletakkan sendok dan garpu sebelum berbalik ke arah Aldo. “Menurut kamu, aku harus bagaimana?” Ia menatap lurus mata Aldo.“Harusnya Ibu bertanya apa tujuan papa ke sini?”Anyelir menghela napas kasar seraya memutar matanya ke atas. “Apa aku masih harus bertanya, sedangkan aku tahu apa maksud Pak Alexander ke sini?”Aldo mencondongkan wajahnya. “Hei, apa Ibu cenayang? Kenapa Ibu tahu?”Anyelir menggeleng jengah sebelum kembali menghadap meja dan meraih sendok di piring mie-nya.“Aldo, ayahmu tidak merestui pernikahan kita, kemudian datang ke sini padahal kondisinya masih belum pulih. Semua orang juga sudah dapat menebak apa tujuan beliau datang. Kalau tidak ingin menyuruhmu membatalkan pernikahan, pasti mengajakmu pulang dan melupakan semua yang sudah terjadi.”“Dan
425Anyelir memutuskan kontak mata lebih dulu, menarik wajahnya, dan mengerjap berkali-kali. Suhu ruangan mendadak terasa lebih panas dari biasanya. Wanita itu juga melepaskan tangannya dari tautan tangan Aldo.“A-ku a-kan mencoba mie goreng buatanmu,” ujar Anyelir dengan gugup seraya mengambil sendok dan garpu. Ia tak ingin terjadi sesuatu yang mungkin diinginkan.Tidak! Itu tidak boleh terjadi antara dirinya dan Aldo. Apalagi dengan melibatkan perasaan. Bagaimana pun ia wanita dewasa yang butuh sentuhan. Begitu juga dengan Aldo, walaupun usianya lebih muda darinya, tetapi ia lelaki dewasa yang sudah sangat mengerti kebutuhan suami istri, dan mereka sudah terikat tali pernikahan yang mengesahkan untuk berbuat apa pun. Anyelir tak ingin lepas kontrol yang mungkin akan mereka sesali. Terutama olehnya.Wanita itu segera menyuapkan mie goreng untuk mengalihkan perhatian. Mie buatan Aldo yang sejak tadi terabaikan. Ia tak ingin terjebak dalam situasi yang akan membuatnya lepas kendali. Ia
425Hari-hari dilalui Anyelir dengan terus menambah stok sabar bersuamikan pemuda tengil seperti Aldo. Walaupun akhir-akhir ini Aldo tampak banyak perubahan, tetapi ia harus tetap waspada. Pemuda ia bisa membuatnya sport jantung sewaktu-waktu.Aldo sebenarnya sudah banyak berubah, tidak terlalu petakilan semenjak Anyelir hampir pingsan melihat dapurnya berubah menjadi Titanic.Anyelir saat itu tidak marah, tidak berteriak atau menyalahkannya. Namun, bagi Aldo justru lebih menakutkan melihat istri galaknya itu diam seribu bahasa. Ia lebih memilih Anyelir berteriak memarahinya, daripada diam dengan wajahnya yang hampir menangis. Akhirnya, dengan takut-takut Aldo membantu membersihkan keadaan dapur yang sudah kacau balau itu. Dalam diam tentu saja, karena Anyelir terus mendiamkannya.Semenjak saat itu Aldo lebih berhati-hati lagi bersikap. Ia selalu bertanya lebih dulu setiap akan melakukan sesuatu agar tak salah lagi dan akhirnya membuat Anyelir semakin marah.Kini hari-hari Aldo diguna
426Ini adalah pengalaman Aldo ikut berbelanja keperluan bulanan keluarga selama ia menjadi laki-laki dewasa. Dulu, saat masih kecil mungkin sering ikut sang ibu dan saudara-saudaranya berbelanja seperti ini, tetapi itu sudah sangat lama.Aldo tidak mengerti apa saja yang harus dibeli, terlebih ia tidak tahu merek yang biasa Anyelir pakai. Alhasil ia hanya mengekori wanita yang fokus memegang catatan di tangannya. Mungkin daftar belanjaan yang akan dibeli. Karena wanita itu hanya fokus mangambil apa yang tertera dalam catatannya.“Kenapa harus dicatat segala, Bu? Ibu ambil saja apa yang sekiranya dibutuhkan. Aku akan membayar semuanya!” Dengan percaya diri, Aldo berkata.Anyelir hanya meliriknya sekilas sebelum kedua tangannya mengambil kaleng berbentuk tabung. Dua kaleng dengan ukuran sama tetapi berbeda merek, kini berada di kedua tangannya. Anyelir tampak membandingakan kedua kaleng itu sambil menimbang-nimbang dan membaca tulisan yang tertera di kemasan kaleng itu.“Kenapa harus b
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber