270Raka iba melihat hidup Sandra saat ini. Hidupnya benar-benar hancur. Sudahlah kehormatannya hilang, hamil, hartanya dikuras, dan foto-foto pribadinya tersebar. Sangat miris. Seharusnya sebagai putri satu-satunya seorang konglomerat, ia merasakan surga dalam genggaman. Nyatanya, penderitaan yang belum berujung yang menderanya saat ini. Beruntung ia telah memiliki suami yang begitu baik dan bisa diandalkan. Ya, mungkin itu keberuntungan yang dimilikinya saat ini. Raka berjalan menghampiri sepasang suami istri yang hanya diam-diaman itu. Raka tahu walaupun memejam, Sandra sebenarnya belum tidur. “Sansan.” Raka menyentuh tangan sang adik yang terasa dingin. Sandra membuka matanya. Menatap sang kakak dengan mata sayunya. Sinar harapan belum terlihat di mata itu, sejak kejadian menyedihkan ini terjadi. Suram masih bergelayut pekat. “Jangan berkecil hati hanya karena mama baru mengingat Alister. Jangan menyiksa dirimu dengan pikiran kau tidak penting bagi mama. Jangan menganggap mam
271Setelah keluarga kembali berembug, akhirnya mereka memutuskan hanya Raka dan Alister yang pergi untuk mencari laki-laki yang menghancurkan hidup Sandra. Bumi tetap menemani sang istri yang masih sangat labil. Bumi walaupun menyesal karena tidak bisa menunaikan janjinya, padahal nafsunya begitu besar untuk membuat laki-laki itu jera. Ia berusaha berbesar hati. Karena yang terpenting kondisi Sandra. Kalaupun laki-laki itu tertangkap, tetapi jiwa Sandra masih terpuruk, rasanya percuma saja. Bumi tak tega harus meninggalkan wanita itu dalam kondisinya sekarang. Terlebih kini foto-foto tak senonohnya beredar luas di media sosial. Ia takut Sandra tahu dan kembali terpuruk. Bukankah tugasnya sebagai suami melindungi sang istri agar pisik dan psikisnya terus membaik dan selalu stabil? Tugas mencari pelaku biarlah pihak keluarganya yang mengurus. Alexander juga sudah melaporkan pelakunya dengan dakwaan baru. Pencemaran nama baik, dan pelanggaran IT. Di luar kasus terdahulu, memeras dan
272Bumi berjalan menuju sofa, kemudian duduk menyandar. Ia malas berdebat. Hari masih terlalu pagi. Wanita itu bangun jam empat subuh. Sandra sangat sensitif. Mungkin bawaan kehamilan. Sementara Sandra menatap kesal ke arah Bumi. Diajak bicara malah pergi. Dan yang membuat Sandra lebih kesal lagi, lelaki itu mengeluarkan ponsel. Kemudian menekurinya dengan serius. “Bumi, ponselku di mana?” Sandra merasa diingatkan dengan benda pintar miliknya. Sudah terlalu lama ia tidak melihatnya. Terakhir mungkin sebelum ia memotong nadinya di kamar. Bumi tersentak mendengar pertanyaan Sandra. Raka sudah mewanti-wanti agar sang adik jangan dulu membuka gadget. Untuk melindunginya dari berita yang akan membuatnya semakin terpuruk dan putus asa. Sekejap Bumi menyesal kenapa ia harus mengeluarkan benda itu di depan sang istri, yang akhirnya mengingatkan Sandra pada benda pintar miliknya. “Bumi, tolong minta seseorang mengantar ponselku ke sini. Pasti ada di kamarku. Aku bosan. Ingin berkirim ka
273“Sandra, kau tidak apa-apa?” Sebuah tepukan pelan terasa di pipi wanita yang memejamkan mata itu. Nada cemas sangat kentara dalam suaranya. Mata wanita itu perlahan terbuka, dan ia mendapati wajah legam maskulin itu sangat dekat dengannya. “Panggil aku Sansan, seperti panggilan keluargaku.” Wanita itu malah berbisik. Tepat di depan wajah sang lelaki. “Kau tidak apa-apa?” Sang lelaki mengulang pertanyaan. Ia sangat khawatir. Ditatapnya lekat wajah pucat tetapi cantik alami yang hanya beberapa inci saja jarak dari wajahnya. “Aku tidak apa-apa selama bersamamu!” Bisik wanita itu lagi dengan sama menatap wajah yang cemas di depannya. Pandangan mereka bertemu, saling mengunci hingga beberapa lama. Sang wanita mengeratkan pelukan dan semakin mendekatkan wajah, bibirnya maju. Sang lelaki melebarkan mata saat bibir itu maju. Namun, yang terjadi selanjutnya membuat wajah si lelaki merah. Ternyata si wanita memajukan bibir hanya untuk meniup wajahnya, hingga sapuan angin hangat menerp
274“Aku mendapat kabar dari Surabaya, bajingan itu dan keluarganya melarikan diri.” Alexander mengepalkan tangan. Wajahnya merah padam menahan amarah. Menyesal dulu ia tidak memenjarakan saja Ivan dan ibunya atas kasus pencemaran nama baik yang dilakukan Dyra–teman masa kecilnya. Dulu Dyra mengaku-ngaku sebagai istri pertamanya yang ia telantarkan hingga menjadi viral di media. Ivan dan ibunyalah otak di balik kelakuan aneh Dyra itu. Alexander sengaja tidak melaporkan mereka, karena ia merasa Dyra akan menerima sangsi sosial dari publik setelah kemunculan suami sahnya. Alexander yakin sangsi sosial akan lebih terasa imbasnya daripada dipenjara. Karena dihujat ribuan bahkan jutaan orang dan dikenang sepanjang masa sebagai seorang penipu itu sudah cukup untuk menghukum Dyra. Lalu untuk Ivan dan ibunya, Alexander selalu saja permisif karena menganggap mereka pernah jadi bagian hidup Santana Ferdinand, sang ayah. Ia selalu memaafkan mereka walaupun sudah berkali-kali membuat ulah. Han
275Bumi mematikan siaran televisi dengan cepat. Kemudian memasukkan remote ke dalam saku celana. Napasnya memburu akibat berlari dan khawatir. Lelaki itu menatap cemas wajah sang istri yang perlahan menoleh padanya. Entah bagaimana Sandra bisa menemukan remote itu. Padahal Bumi merasa sudah menyembunyikan dengan rapi. “Waktunya sarapan Sansan, kenapa kau belum memakannya?” Bumi mencoba mencairkan suasana yang tegang. “Itulah, kenapa kau lama sekali? Apa yang kalian bicarakan? Kenapa aku tidak boleh mendengar?” Sandra memasang wajah cemberut. Bibir mungilnya sedikit maju. Setidaknya, itu membuat Bumi lega. Sepertinya Sandra tidak melihat berita tentang dirinya. Lelaki itu mengembus napas kasar. “Kenapa kau belum makan?”Mata indah itu melebar mendengar pertanyaan suaminya. “Aku menunggumu! Kau harus menyuapiku, bukan?”“Bukankah kau selalu bilang bisa makan sendiri? Kenapa tidak makan saja sendiri?”Mata Sandra semakin melebar. Wajahnya semakin cemberut. “Aku tidak akan makan!”
276“A-ku ke kamar mandi dulu.” Bumi meletakkan wadah kosong bekas makan Sandra. Kemudian berlalu ke kamar mandi. Menciptakan rengutan di wajah Sandra. Tidak habis akal, wanita itu turun dari ranjang, kemudian menyusul ke kamar mandi. Ia membuka pintu yang baru saja ditutup sang suami. “Kau mau apa, Sansan?” Bumi memekik saat melihat Sandra masuk membawa botol infus di tangannya. Resleting celana yang baru diturunkan, ia tarik lagi. Wajahnya memerah. “Aku mau menunggui suamiku!” Sandra menyandar di dinding. “Aku mau buang air sebentar. Tunggulah di luar pintu!”“Aku mau menunggu di sini. Seperti yang kau lakukan bila aku buang air!”“Aku menunggumu karena kau sakit!”“Apa aku harus menunggumu sakit, baru bisa mengantarmu ke kamar mandi?” Sandra tak mau kalah, dan itu membuat Bumi menarik napas panjang, kemudian berjalan menuju pintu. “Aku tidak jadi buang air!” katanya seraya membuka pintu, lalu keluar kamar mandi. Sandra menguji kesabarannya. Kemarin-kemarin, tidur pun selalu me
277Bumi memejamkan mata sesaat setelah duduk di dalam mobil. Dua rekannya menyertai dirinya, dan salah satunya duduk di belakang kemudi. Sungguh, Bumi tidak menyangka jika bajingan itu akan menyasar keluarganya. Bagaimana bisa bajingan itu tahu rumahnya? Alexander sudah memperketat pengawalan di rumahnya juga rumah sakit, tetapi siapa sangka justru keluarganya yang kini dalam bahaya. “Bagaimana dia tahu keluargamu?” Rekannya yang melajukan mobil bertanya tanpa menoleh. Bumi kembali memejam. Ia sangat mengkhawatirkan sang ibu. Bagaimana kalau bajingan kecil itu melukainya? “Dari awal kau memang salah, Bumi. Bukankah kita seharusnya menyembunyikan identitas diri? Bukan malah show up siapa kita. Ini salah satunya untuk melindungi keluarga kita. Pekerjaan kita penuh dengan risiko.” Rekannya yang duduk di belakang dan lebih senior ikut bicara. “Ya, aku mengerti. Ini memang salahku. Seharusnya aku menyembunyikan siapa jati diriku, siapa keluargaku. Hanya saja ibu yang sakit-sakitan,
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber