446“Mama Anye….” Gadis kecil terus berteriak mencari Anyelir.Aldo kembali menoleh ke arah pria klimis yang masih berdiri di depan pintu. Tatapan membunuh ia hujamkan setajam mungkin.“Apa maksudnya ini?” tanya Aldo galak yang hanya ditanggapi dengan diangkatnya kedua tangan si pria.“Anda datang untuk membuat masalah?”“Lho, kenapa Anda bertanya begitu? Anak saya hanya sedang mencari Anyelir. Kenapa Anda sewot?”Kedua tangan Aldo mengepal dengan kuat. Apa maksudnya semua ini? Pria itu datang dengan membawa anak kecil yang memanggil Anyelir dengan sebutan mama?“Jadi, Anda akan menghalangi saya terus seperti ini? Padahal ini bukan rumah Anda. Anda hanya seseorang yang menumpang. Dan dengan tidak tahu malu, bersikap buruk kepada tamu. Padahal sebelum Anda, kami sudah sangat sering berkunjung ke sini.”“Apa?” Kedua mata Aldo semakin melebar. Sudah sangat sering?Aldo baru saja akan membuka mulut saat dari dalam terdengar suara Anyelir yang sepertinya tengah menyapa anak kecil. Serta-me
447“Maaf, aku hanya ingin menunjukkan kepada duda tidak tahu diri itu jika kita adalah pasangan suami istri yang sesungguhnya. Kita bahkan nyaris….”“Tapi bukan begitu caranya! Apa kau lupa jika ada anak kecil?” Anyelir melotot tajam. Wanita itu mengibaskan tangan saat Aldo ingin meraih tangannya. Pemuda itu sejak tadi merengek meminta maaf. Karena perbutannya tadi membuat Anyelir marah.“Habisnya aku kesel, Bu. Dia malah sengaja memakai anaknya sebagai senjata untuk merebut hati Ibu.”Anyelir memejam, sungguh ia pun kesal kepada Irfan, bahkan lebih kesal daripada Aldo. Namun, bukan berarti bebas melakukan apa pun di depan anak kecil. Amel bahkan sampai menangis saat melihat Aldo menciumnya tadi. Dan akhirnya Irfan membawanya pulang. Ya, walaupun pada akhirnya mereka pulang, tetapi susananya jadi beda. Mereka telah melukai perasaan anak kecil. Anyelir merasa bersalah, ia telah mempertontonkan adegan tidak senonoh di depan anak di bawah umur.“Sekali lagi aku minta maaf, Bu. Aku tahu
448Sejak saat itu Aldo menjadi sangat posesif. Ia tidak akan beranjak dari sisi Anyelir sebelum memastikan wanita itu duduk di ruangannya. Ia tak peduli semua mata akan memandangnya aneh. Aldo akan terus mendampingi wanita itu dari parkiran hingga ruangannya dengan membawakan tas Anyelir yang harus berebut dulu dengan pemiliknya. Terkadang Aldo akan menggandeng tangan wanita itu walaupun sudah ditepis berkali-kali.Bila saatnya makan siang, atau pulang. Aldo sudah menunggu di depan ruangannya. Ia tidak akan membiarkan Anyelir berangkat dan pulang sendiri. Meskipun tidak ada yang ia kerjakan di kampus, Aldo akan selalu stanby di sana demi sang istri.Anyelir sendiri sebenarnya risih, tetapi tak dapat menolak. Aldo bila dicegah akan semakin menggila. Mereka juga akan menghabiskan waktu berjam-jam untuk berdebat. Itu membuat Anyelir malas.Siang ini menjelang waktu makan siang, Aldo sudah Bersiap menuju ruangan Anyelir. Mereka biasa makan di sana, karena Anyelir membawa bekal dari rumah
449Akhirnya, Anyelir bisa meyakinkan Aldo agar tidak ikut serta dengannya ke Semarang. Walaupun dengan bujukan dan rayuan yang lumayan alot dan membutuhkan waktu yang lama.Anyelir yakin jika keberadaan Aldo di sana hanya akan membuatnya tak fokus bekerja. Pemuda itu penuh kejutan. Walaupun sudah berjanji tidak akan mengganggu waktunya bekerja, tetapi namanya juga Aldo, ia bisa melakukan apa pun. Anyelir takut suami tengilnya itu malah membuat kacau keadaan.“Aku hanya sepuluh hari, Aldo. Itu tidak akan terasa lama jika kau gunakan waktumu untuk fokus dengan skripsimu. Jadi, aku fokus dengan pekerjaan di sana dan kau di sini juga fokus dengan skripsimu.”Entah dinasihat ke berapa akhirnya Aldo setuju untuk tidak ikut.Seolah seorang ibu yang membujuk anaknya untuk tidak ikut ke pasar, Anyelir dengan gigih meyakinkan Aldo jika kegiatannya di sana akan sangat padat, hingga tidak ada waktu untuk mereka bersama bila Aldo ikut serta.“Skripsimu tinggal bab lima, bukan? Itu hebat lho, kau
450“Selamat pagi istriku yang seksi.”Anyelir memijat pelipisnya yang berdenyut. Ia lupa jika memiliki suami tengil penuh kejutan. Segala sesuatu yang tidak diprediksi, bisa saja terjadi.Ia hanya bisa pasrah. Karena nangis guling-guling pun tiada arti. Tidak akan menghasilkan apa-apa.Di sini mereka sekarang, duduk di restoran hotel untuk sarapan. Anyelir tak henti menggeleng melihat barang bawaan Aldo lebih banyak dari yang ia bawa. Aldo berkemas seolah ia akan liburan setahun.Anyelir tak ingin bertanya, karena apa pun yang ia tanyakan nantinya Aldo akan memiliki jawaban sendiri. Semua ucapannya akan dipatahkan pemuda itu. Karenanya ia tak bertanya apa pun sejak tadi, selain Aldo yang beberapa kali menciumnya penuh kerinduan.“Kau terlihat tidak bersemangat menyambutku,” protes Aldo saat Anyelir hanya diam saja menunggu pesanan datang.“Menurutmu, aku harus bagaimana?” Anyelir mengangkat kedua tangannya.“Harus senang dong, disamperin suami. Kita akan berbulan madu….” Aldo melebar
451Hari ini Anyelir tidak bisa konsentrasi, walaupun Aldo sudah berjanji tidak akan membuat ulah, tetapi rasa khawatirnya masih saja menghantui. Seperti yang sudah diketahui jika suami tengilnya penuh kejutan. Anyelir takut jika tiba-tiba Aldo berbuat ulah.Aldo ternyata sudah memesan kamar di dekat kamarnya. Entah kapan pemuda itu merencanakan semuanya.Pemuda itu menyewa kamar sendiri, tetapi ia memaksa meminta kunci kamar Anyelir untuk menunggunya di sana. Yang ditakutkan Anyelir adalah Aldo yang menyambanginya tiba-tiba di tempat bekerja.“Bu Anye, hari ini kamu terlihat kurang fokus.” Haris menegur sesaat setelah mereka menyelesaikan pekerjaan. Lelaki itu menyadari jika Anyelir gelisah.“Bahkan semua tim juga heran dengan kamu,” lanjutnya dengan wajah kurang ramah.“Maaf Pak Haris, besok saya akan bekerja kebih baik.” Anyelir tidak tahu harus berkata apa, karena itulah kenyataannya. Ia kurang fokus hari ini.“Saya tidak mengerti kenapa pihak kampus menunjuk dosen yang tidak prof
452“Aku pulang besok,” ucap Aldo dengan lemah. Tangannya sejak tadi mengaduk minuman yang padahal sudah sangat bercampur rata. Wajahnya sangat kusut. Pupus sudah harapannya untuk berbulan madu di sana. Padahal persiapannya sudah sangat matang.Kini mereka berada di sebuah restoran. Untuk menghibur suami tengilnya yang kecewa berat, Anyelir sengaja mengajaknya candel light dinner. Sayangnya, mood Aldo yang terlanjur anjlok membuat makan malam ini tidak ada romantis-romantisnya. Padahal Anyelir sudah menghiburnya dengan berbagai cara.“Jangan sedih gitu, dong. Kan, masih banyak waktu.” Anyelir sebenarnya geli melihat tingkah suami tengilnya itu. Sejak tadi ia terus menahan tawanya agar tidak menyinggung perasaan Aldo.“Kenapa kamu tidak bilang kalau lagi datang bulan? Kalau tahu sejak awal, aku tidak akan ke sini.” Aldo masih saja memasang wajah cemberut.“Kamu tidak bilang mau ke sini. Kalau kamu bicara dulu, aku pasti memberitahumu.”Aldo meremas rambutnya dengan kedua tangan. Ia ben
453Anyelir mematung untuk beberapa saat. Menetralkan detak jantung dengan menarik napas dalam-dalam, sebelum kembali berjalan senormal mungkin melewati Aldo yang masih tidak menyadari kehadirannya.Anyelir hampir melewati pohon di mana Aldo masih merangkul pundak seorang wanita, saat Aldo tiba-tiba menyadari melihat sosok familier. Pemuda itu gegas melepaskan rangkulan di pundak si wanita, dan berdiri dengan gugup.“Bu A-nye?” gumamnya gagap. Wajahnya mendadak pucat mendapati sosok itu semakin mendekat hingga akhirnya melewatinya tanpa kata.Dengan wajah datarnya, Anyelir melewati Aldo seolah tidak melihat apa pun. Dan itu membuat Aldo merasa ingin mati berdiri.“Bu, sudah pulang?”Anyelir sudah melewati tempat Aldo berdiri saat pertanyaan itu meluncur. Wanita itu menoleh sebentar. “Ya,” jawabnya singkat dan datar, sebelum kembali melangkah.“Bu, kenapa tidak memberitahuku? Aku bisa menjemput Ibu.” Aldo mengejar.Anyelir urung melangkah. “Tidak apa. Bukan masalah. Permisi.” Setelah m
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber