372“Apa yang kalian lakukan di sini?” Pria berpeci berteriak menghalau kerumunan warga yang beringas. Pria berpeci dan dua pria lain berseragam linmas, masuk dan menghentikan kebrutalan warga. “Mereka ini pasangan selingkuh, Pak RT. Sebaiknya kita arak saja keliling kompleks. Biar jera! Kami tidak mau lingkungan kami dikotori hal seperti ini!” Salah seorang dari mereka berteriak penuh emosi. Seolah orasi seorang pedemo, ucapan orang itu disambut sorakkan setuju semua orang. “Ya, setuju! Kita arak saja! Telanjangi!”“Betul! Biar kapok!”“Selingkuh kok, di depan suami sah!”“Tidak tahu malu!”“Rajam saja sekalian!”“Arak! Lalu rajam!”“Setuju!”Suasana kembali riuh. Dua orang hansip sampai harus mengangkat pentungan agar semua orang diam. Sementara seseorang di belakang sana bersusah payah menembus kerumunan di ruang sempit itu, agar bisa masuk mendekati korban amuk massa. “Salsa! Anakku....” Pria paruh baya yang sejak tadi mencoba menyibak kerumunan agar dapat masuk, langsung iku
373Raka memejam merasakan perih saat perawat mengobati punggung dan bagian tubuh lainnya yang terluka. Aira yang menemaninya terus saja bertanya banyak hal dengan panik dan khawatir khas seorang ibu. Raka menyesalkan kenapa Alexander mengajak Aira ke lokasi dirinya babak-belur. Karena sudah bisa dibayangkan bagaimana seorang ibu yang panik mendengar anaknya terluka. Tangisnya yang pasti terdengar lebih dulu. Belum lagi pertanyaan yang tidak ada habisnya. Raka takut sang ibu shock dan malah sakitnya kambuh. Bukan cemen kalau Raka memutuskan menelepon Alexander meminta bantuan. Bila kondisinya masih bisa membawa mobil, ia tidak ingin merepotkan orang tua. Namun, Raka merasakan tubuhnya remuk-redam akibat massa yang main hakim sendiri. Jika ia memaksakan diri membawa mobil sendiri, takut lebih membahayakan bukan hanya dirinya, tetapi juga ayah mertuanya dan Salsa. Ayah mertuanya sendiri tidak bisa membawa mobil.Raka juga sengaja menelepon Alexander agar warga keras kepala yang meng
374“Maaf.” Raka mengerjap seraya menunduk. Sementara tangis Salsa masih menggema. “Aku permisi,” lanjut laki-laki itu melangkah menuju pintu. “Nak Raka!” Ayah Salsa mengejar. “Maaf, jangan tersinggung. Salsa hanya sedang teringat saudara kembarnya.”Raka tertegun di depan pintu. “Salsa tidak tahu jika Saby sudah tidak ada. Ia baru tahu tiga hari lalu. Salsa menyesal tidak bisa pulang dan ikut pengantar Saby hingga peristirahatannya.”Raka mengangguk dengan tubuh masih menghadap pintu. Tangannya bergerak meraih handel pintu. “Abang!” Suara parau Salsa menahan langkah Raka. Tangan lelaki itu hanya memegang handel tanpa menggerakkannya. “Maaf...,” lanjut Salsa lagi masih di sela isakan. Raka membalikkan tubuhnya. Menatap wanita yang menunduk dan berguncang tubuhnya. “Aku ... yang membuat Saby meninggal, Bang!”“Apa?” Tiga orang yang terhenyak mendengar ucapan Salsa, berseru bersamaan. “Salsa, sudah jangan ngawur!” Sang ibu yang duduk di sampingnya mengusap kepala sang anak yang
375“Kau mau memaafkanku, kan, Sayang?” Daffi semakin menggenggam erat tangan Salsa. Tatapan memohonnya semakin dalam menembus mata wanita yang juga tak berkedip menatap mata Daffi. “Ayo, katakan jika kau mencintaiku. Kau memaafkanku, dan kita akan melanjutkan pernikahan ini, Salsa! Terlalu sayang jika biduk yang baru kita kayuh harus karam dalam sekejap, padahal kita masih bisa memperbaiki semuanya.”Daffi merendahkan kepala di depan wajah Salsa yang mulai sendu. “Aku percaya kau wanita solihah yang tidak mendendam. Apalagi kepada suamimu sendiri. Ayolah, Salsa. Berjanji padaku akan mencabut semua laporan itu, dan kita akan lanjutkan pernikahan ini, Sayang.” Suara Daffi semakin lirih, semakin dalam. Salsa masih diam. Masih bingung dengan dirinya. Daffi begitu memohon agar mereka melanjutkan pernikahan yang memanglah baru seumur jagung. Pernikahan yang sebenarnya sayang bila harus karam. Sisi hati Salsa masih ingin memperbaiki semunya. Toh, selama seminggu ini bila moodnya sedang
376Wanita muda itu berdiri di depan jendela ruangan yang terbuka. Matanya menatap kosong entah ke mana. Karena yang terlihat hanya atap-atap bangunan dan gedung pencakar langit sejauh mata memandang. Hatinya kosong. Entah harus bahagia atau bersedih. Yang pasti saat ini ia seorang janda. Status yang memalukan sebenarnya, karena di saat usia pernikahan belum genap sebulan, ia sudah menyandang status itu. Padahal dulu ia ingin menikah hanya sekali seumur hidup dengan laki-laki pilihan. Namun, takdir harus berkata lain. “Salsa, ayo, Nak! Semua sudah beres. Ayahmu sudah mengurus semua administrasi.”Wanita muda yang berdiri di depan jendela menoleh ke arah pintu, di mana wanita paruh baya sudah siap dengan tas baju dan semua perlengkapan selama mereka dirawat. Wanita muda yang tak lain Salsa, tersenyum seraya mengangguk. “Kita tunggu ayah dan perawat membawa kursi roda, ya!” Lagi-lagi Salsa hanya mengangguk. Mereka menunggu hingga pria paruh baya dan seorang perawat wanita berhijab
377Dua bulan sudah berlalu sejak meninggalnya Daffi. Semua proses hukum dihentikan karena laki-laki itu meninggal. Salsa menjalani hari-harinya dengan lebih tenang. Rumah dan semua aset Daffi menjadi miliknya karena orang tua laki-laki itu merasa sangat bersalah dan malu. Orang tua Daffi menyerahkan semua untuk Salsa sebagai permintaan maaf. Salsa yang semenjak menikah belum bekerja lagi, memutuskan resign. Selain masih dalam masa recovery fisik dan psikis, ia juga memutuskan tidak ke mana-mana selama masa iddah. Salsa hanya keluar untuk ke rumah sakit menemui psikiater, atau hanya untuk sesuatu yang bersifat urgent. Itu pun ditemani orang tuanya. Ia memutuskan hanya di rumah selama 130 hari masa iddahnya. Untuk tujuan pemulihan, juga untuk menghindari fitnah. Hari ini jadwal Salsa ke rumah sakit. Seperti biasa ia dan ibunya menunggu Raka datang menjemput. Sebenarnya, mereka sekarang memiliki mobil warisan dari Daffi, hanya saja tak ada yang bisa mengemudikannya. Salsa tak ingin
378Semenjak hari itu, Salsa melarang orang tuanya untuk meminta bantuan Raka lagi. Bila jadwal ke rumah sakit tiba, ia akan memesan taxi, dan berangkat lebih awal sebelum Raka datang atau menghubungi orang tuanya. Salsa bahkan tak pernah mau mengangkat telepon atau membalas pesan Raka sama sekali. Walaupun sebelumnya pun mereka tidak pernah berkomunikasi untuk menjaga fitnah. Raka menghormati keputusan Salsa yang tidak mau diganggu selama masa iddahnya. Namun, mendapati Salsa sekarang yang sangat kentara menghindarinya, tak ayal membuat Raka heran. Raka merasa tidak punya salah, tetapi Salsa terus menghindarinya. Hari ini jam istirahat Raka memutuskan akan mengunjungi kediaman orang tua Salsa. Kebetulan ayah Salsa pun ada di rumah, hingga Raka punya alasan untuk berkunjung. Dengan membawa parsel buah-buahan dan makanan ringan, Raka mendatangi rumah itu. Terhitung sudah sebulan lamanya ia tidak ke sana. Semenjak Salsa menolak untuk diantar jemput. Kening Raka berkerut saat tiba d
379[Maaf kalau Abang membuatmu kesal. Abang tidak tahu sudah membuatmu cemburu!]Raka mengirim pesan saat sudah berada dalam mobil. Salsa tidak keluar lagi setelah itu. Namun, Raka tahu jika wanita itu mengintip lewat jendela. Terlihat dari kain gordennya yang bergerak-gerak. Raka tersenyum geli mengingat wanita itu mati-matian tidak mau mengaku cemburu. [Sudah kukatakan aku tidak cemburu!]Salsa membalas dengan cepat. Ia kesal terus-terusan dituduh cemburu. [Tapi kamu marah setiap kali menyebut nama Dinda.][Aku tidak marah! Aku bahkan tidak tahu namanya Dinda! Aku tidak cemburu!]Raka menarik napas panjang membaca balasan Salsa yang di matanya sangat kekanak-kanakkan. [Ya, sudah. Tidak apa-apa kamu tidak mau mengaku cemburu. Yang penting kamu ngaku masih mencintai Abang.]Tidak ada balasan setelah itu. Antara mengaku atau marah. [Kalau diam berarti mengaku!]Entah kenapa Raka ingin terus menggoda wanita itu. Rasanya menyenangkan melihat wajahnya yang cemberut. [Jangan hubungi
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber