379[Maaf kalau Abang membuatmu kesal. Abang tidak tahu sudah membuatmu cemburu!]Raka mengirim pesan saat sudah berada dalam mobil. Salsa tidak keluar lagi setelah itu. Namun, Raka tahu jika wanita itu mengintip lewat jendela. Terlihat dari kain gordennya yang bergerak-gerak. Raka tersenyum geli mengingat wanita itu mati-matian tidak mau mengaku cemburu. [Sudah kukatakan aku tidak cemburu!]Salsa membalas dengan cepat. Ia kesal terus-terusan dituduh cemburu. [Tapi kamu marah setiap kali menyebut nama Dinda.][Aku tidak marah! Aku bahkan tidak tahu namanya Dinda! Aku tidak cemburu!]Raka menarik napas panjang membaca balasan Salsa yang di matanya sangat kekanak-kanakkan. [Ya, sudah. Tidak apa-apa kamu tidak mau mengaku cemburu. Yang penting kamu ngaku masih mencintai Abang.]Tidak ada balasan setelah itu. Antara mengaku atau marah. [Kalau diam berarti mengaku!]Entah kenapa Raka ingin terus menggoda wanita itu. Rasanya menyenangkan melihat wajahnya yang cemberut. [Jangan hubungi
380Salsa menghabiskan hari-hari masa iddahnya tanpa ponsel kesayangannya. Raka menahan benda itu untuk membatasi ruang geraknya. Ia tidak bisa protes, karena Raka tidak mendengarnya sama sekali. “Pinjam ponsel ibu atau ayah kalau kau merindukanku dan ingin bicara!” ujarnya saat itu. “Jangan harap Abang akan mengembalikan benda ini sebelum masa iddahmu selesai. Benda ini akan ditukar dengan hatimu nantinya.”Saat itu Salsa tidak mengerti dengan ucapan Raka. “Abang kembalikan benda ini, dan kamu berikan hatimu! Impas, bukan?”Salsa langsung keluar mobil saat itu dengan wajah merahnya. Kemudian berlari masuk ke dalam rumah. Ia tak ingin bicara apa pun lagi. Raka sudah merampas semua darinya. Bukan hanya ponsel, bahkan hatinya sejak saat itu sudah ditawan laki-laki itu. Salsa tak bebas lagi melakukan apa pun. Jangankan bekerja seperti keinginan awalnya, bahkan informasi apa pun ia tak punya. Ia hanya mendekam di dalam rumah membantu sang ibu memasak, membuat kue, dan mengurus rumah
381Tiga laki-laki gagah berdiri di depan cermin. Mereka mengepaskan kostum masing-masing dengan warna seragam. Hanya saja salah satunya memakai kostum yang spesial. “Bang, aku mau coba, dong. Pantes tidak kalau aku yang pakai itu!” Lelaki yang lebih muda menunjuk tuksedo yang digunakan lelaki berkulit sawo matang. Kemudian membuka jas yang dipakainya. “Hei, kenapa kau mau coba?” Lelaki berkulit sawo matang memicing curiga. “Jangan bilang kamu sudah mau menyusul Abang!”Lelaki lebih muda hanya terkekeh seraya membantu melepaskan tuksedo dari tubuh lelaki berkulit sawo matang. Agak memaksa lebih tepatnya. Walaupun heran, lelaki berkulit sawo matang, akhirnya membuka tuksedonya, kemudian memberikan kepada lelaki lebih muda. Sementara lelaki gagah satunya dengan tampang kebule-bulean melipat tangan di dada seraya memperhatikan mereka. “Lihatlah aku sudah pantas memakai tuksedo ini!” Lelaki lebih muda bersorak seraya menunjuk bayangan dirinya di cermin. Dua lelaki lainnya saling pand
382Menjadi sekretaris dari calon suami adalah cobaan paling berat untuk Salsa. Bagaimana tidak? Setiap hari Raka terus menggoda imannya dengan gerak-gerik atau kata-katanya. Bahkan sering sengaja mengurungnya di dalam ruangannya. Seperti hari ini, Raka sengaja mengunci Salsa yang masuk membawa setumpuk berkas. Kemudian memasukkan kunci ke dalam saku celananya. Salsa baru tahu jika calon suaminya sejahil itu. Dulu ia melihat Raka adalah laki-laki yang berkharisma yang selalu jaga image. Siapa sangka aslinya jahil dan petakilan. “Abang, jangan mulai lagi deh!” Salsa melipat tangan di dada seraya menatap lurus wajah Raka. “Abang bahkan belum memulai apa-apa! Masih harus menunggu dua minggu lagi! Oh, padahal rasanya sudah tidak tahan.”Salsa berdecak kesal. Raka seolah laki-laki yang lama menduda. Padahal jarak dari lamaran ke hari pernikahan hanya satu bulan. Dan ia memutuskan tetap bekerja dalam satu bulan ini. Karena mendekam di rumah selama empat bulan masa iddah sudah cukup mem
383Hari pernikahan menjadi puncak kebahagiaan untuk Raka dan Salsa. Akhirnya, setelah perjalanan panjang yang berliku dan menguras emosi juga air mata, kini cinta itu bisa bersatu dalam ikatan yang halal. Segala kesakitan yang mewarnai perjalanan panjang itu, telah dibayar tunai dengan penyatuan indah ini. Kini, mereka telah saling memiliki tanpa siapa pun yang menghalangi. Sungguh penyatuan yang sempurna tanpa ada ganjalan apa pun. Pernikahan Raka dan Salsa juga menjadi yang paling meriah dan membahagiakan dalam keluarga. Karena semuanya telah sempurna. Bila saat pernikahan Alister berlangsung tanpa dihadiri Raka yang saat itu masih berseteru, juga tanpa kehadiran Sandra yang tengah terpuruk, kini semua berkumpul dalam kebahagiaan bersama pasangan masing-masing. Saat pernikahan Sandra pun, Raka yang saat itu masih belum bisa menerima Saby sepenuhnya, tidak bisa ikut merasakan kebahagiaan. Di sinilah tempatnya mereka semua berbahagia. Bahkan si bungsu Aldo tak ingin kalah dengan
384Salsa menatap dirinya di cermin besar kamar mandi hotel. Bibirnya tersenyum mengingat betapa indahnya malam ini, di mana ia dan Raka baru saja menghabiskan malam pengantin mereka dengan sangat hangat dan romantis.Raka laki-laki yang sangat lembut memperlakukan wanita. Ia bahkan bertanya dulu sebelum mereka mengarungi perjalanan indah malam ini. Raka bertanya apa dan bagaimana yang Salsa mau dalam mengarungi malam ini, agar dirinya nyaman dan menikmati. Raka tidak egois. Lelaki itu ingin istrinya mengemukakan keinginan cara mereka berhubungan agar dirinya juga merasa puas dan nyaman. Raka bukan laki-laki egois yang hanya mementingkan kepuasannya sendiri. Lelaki itu ingin mereka benar-benar bercinta dalam arti yang sesungguhnya. Sungguh Salsa merasa sangat tersanjung dengan semua perlakuan Raka. Lelaki itu bahkan bekali-kali bertanya di sela-sela mereka berhubungan, apa Salsa ingin berganti gaya, bila durasi sudah berlangsung lama dan terasa monoton. Malam pengantin yang benar-b
385Ini hari pertama Raka dan Salsa masuk bekerja lagi setelah cuti nikah. Mereka sengaja menginap di rumah Alexander sepulang dari menghabiskan masa-masa bulan madu di hotel. Sengaja mereka pulang ke sana untuk berbagi kebahagiaan. Kebetulan semua anggota keluarga sedang berkumpul. Kebahagiaan Salsa berlipat-lipat saat ini. Akhirnya ia bisa merasakan kehangatan keluarga yang sejak dulu sudah dikenalnya. Bagai mimpi akhirnya ia menjadi bagian keluarga itu. Salsa dan Sandra sudah lama bersahabat. Sejak masih berseragam putih abu. Walaupun berasal dari keluarga kaya, Sandra tidak pilih-pilih dalam berteman. Ia terbuka dengan siapa saja. Dan Salsa adalah salah satu teman dekatnya yang sering berkunjung. Karena sering berkunjung ke rumah Sandra itulah ia sering melihat Raka yang saat itu sudah menjadi mahasiswa. Terlebih, Raka pun sering menjemput Sandra ke sekolah. Jadilah Raka menjadi idaman banyak teman-teman Sandra. Dan Salsalah salah satunya. Jika teman-teman yang lain hanya men
386Salsa memejam seraya menggigit bibirnya agar tak mengeluarkan suara desahan. Matanya sesekali terbuka kemudian memejam lagi, begitu terus sejak tadi. Tangannya meremas rambut Raka yang sedang memujanya di bawah sana. Kedua kaki wanita itu dibuka lebar. Salah satunya tersampir ke atas sandaran sofa, sedangkan yang lainnya menjuntai ke lantai. Posisinya berbaring di sofa ruangan Raka. “Abang....” Salsa memanggil lirih di antara aktivitasnya menikmati sensasi indah yang sedang menjalari tubuhnya. “Hmmm.” Raka hanya menjawab dengan gumaman, karena ia sedang sibuk memuja bagian tubuh sang istri yang sangat disukainya. “Abang, di sini ada CCTV, kan?” Salsa bertanya lagi masih dengan mata yang terpejam dan terbuka sesekali. Raka mendongakkan kepala. Keluar dari celah kaki sang istri. “Memangnya kenapa kalau ada CCTV?” Ia ingin kembali memuja tubuh sang istri, tetapi Salsa gegas merapatkan kakinya. “Malu, Abang!” Salsa mendesis seraya keluar dari kungkungan sang suami yang merangka
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber