297Bumi menatap wajah sang istri yang tertidur pulas di atas dipannya. Wanita itu kelelahan setelah meronta-ronta minta dilepaskan, tetapi bukan melepaskan, Bumi malah mencumbuinya. Menciumi bibir, wajah, leher dan dadanya. Hanya satu yang belum ia lakukan, menggauli sang istri. Untuk yang satu itu, ia tetap menahan sampai tiba saatnya nanti. Bumi mengecup kening sang istri lembut, menyelimuti kakinya dengan selimut tipis miliknya, kemudian bangkit dan melangkah keluar kamar dengan hati-hati. Mencari sang ibu yang sedang duduk menonton TV. “Bu, aku ingin bicara sebentar.” Bumi duduk di samping sang ibu yang matanya ke arah TV tetapi tatapannya kosong. Sang ibu menoleh sebentar, kemudian kembali menatap layar televisi. Terdengar embusan napas panjang dari mulut Bumi. “Bu, karena ibu belum bisa menerima Sandra, untuk sementara aku akan mencari rumah kontrakan dulu. Aku dan Sandra akan tinggal di sana. Jika suatu saat ibu sudah bisa menerima dia, baru kami akan kembali.” Bumi mengu
298Bumi mulai mengelola lagi toko sembakonya. Toko yang menjual lengkap barang-barang kebutuhan pokok. Toko yang ia modali dari tabungan gajinya selama menjadi pengawal. Selama ini, ia jarang mengontrol usahanya karena sibuk bekerja. Hanya mempercayakan karyawan. Karenanya Bumi merasa usahanya jalan di tempat. Mungkin salah pengelolaan. Padahal letaknya cukup strategis. Ada dua toko miliknya. Itu cukup untuk menghidupi sang ibu. Mobil pick up adalah kendaraan yang ia gunakan untuk berbelanja keperluan toko. Bumi berencana mengembangkan lagi usahanya, ia bahkan berniat membuka pangkalan gas elpiji. Seorang teman yang dulu sama-sama kuli panggul di pasar, membuka jalan untuknya. Bumi sangat optimis dengan usahanya ini bisa menghidupi istri dan anak-anaknya kelak. Juga bisa menjamin masa tua sang ibu. Ia sudah memutuskan tak lagi menjadi pengawal. Bumi ingin hidup normal, memiliki keluarga dan anak-anak yang banyak. Ia sadar bila terus menjadi pengawal, tidak punya waktu banyak u
299“Sudah pulang, Mas?” Dengan wajah ceria dan setengah berlari, Sandra menyongsong Bumi yang turun dari mobil dengan menenteng beberapa bungkusan. Lelaki itu merentangkan tangan untuk menyambut tubuh sang istri yang menghambur ke arahnya. Sandra memeluk tubuh sang suami penuh rindu seolah mereka lama tak jumpa. Padahal baru beberapa jam saja Bumi meninggalkan rumah. “Apa kau merindukanku?” tanya Bumi geli campur senang melihat tingkah sang istri. Hanya saja wajah lelaki itu tetap terlihat datar. “Tentu saja. Kenapa Mas pergi lama sekali?” Sandra merajuk. “Lama? Aku baru pergi lima jam saja dari rumah.”“Lima jam?” Sandra mendongak. Matanya melebar. Tangannya masih melingkari punggung kekar itu. “Kenapa rasanya sudah lima tahun?” tanyanya dengan wajah sok polos. Bumi gemas dibuatnya. Ingin rasanya memanggul tubuh kurus itu, kemudian dibawa ke kamar. Namun, ini di luar. Takut ada yang melihat. Lelaki itu hanya mencolek hidung sang istri. “Mas bawa apa?” tanya Sandra lagi seray
300Raka masih mematung di tempatnya, dia tidak tahu harus mengatakan apa. Semua tabir terbuka sangat tiba-tiba. Kemarin, saat mengetahui Salsa diam-diam mencintainya. Bahkan dalam waktu yang sangat lama. Kemudian juga mengetahui jika gadis itu hanya memendam dan menuangkan perasaannya dalam berpuluh-puluh surat yang tidak pernah sampai kepadanya, Raka sangat bahagia. Ia menjadi laki-laki yang merasa sangat beruntung dicintai sedemikian rupa. Ia tersanjung. Kini, saat mengetahui ada gadis lain yang juga mendambakan dirinya, kenapa rasanya bukan bahagia? Bukankah seharusnya ia pun merasa tersanjung? Saat dirinya merasa tak berarti di mata keluarganya, ternyata di luar sana ada gadis-gadis yang mencintainya dalam diam. Ya, Raka tak setampan dan segagah Alister secara fisik. Tak juga seberuntung saudara susunya dalam mendapat kasih sayang keluarga. Namun, ternyata di balik itu ada banyak gadis yang mendambakan dirinya menjadi suami. Sayangnya, itu bukan suatu keberuntungan, karen
301Raka pulang dengan lemah. Ia bahkan menelepon seorang sopir keluarga untuk menjemputnya. Raka terpaksa melakukan itu karena ia yakin tidak akan bisa mengemudikan mobil dengan baik. Pikirannya sangat kalut, ia takut terjadi sesuatu di jalan bila memaksakan menyetir sendiri.Sepanjang perjalanan, Raka terus saja meremas rambutnya dengan kasar. Entah dosa besar apa yang telah ia lakukan hingga Tuhan rasanya tidak adil padanya. Kebahagiaan yang nyaris ia genggam harus terlepas lagi dari tangannya. Jalannya untuk meraih kebahagiaan masih harus menghadapi banyak sekali rintangan. Entah kapan nasib baik berpihak padanya. Sopir yang melihat betapa Raka tengah kalut, hanya bisa menatap lewat spion atas. Lelaki yang datang dengan ojek itu iba melihat anak majikannya yang sangat kusut. Sesampainya di rumah, Raka langsung menemui sang ibu. Ia tak peduli kalau pun hari sudah malam. Raka ingin terbagi kegundahannya dengan wanita yang telah melahirkannya. Raka bersimpuh di kaki Aira yang dudu
302Besoknya Raka dikejutkan dengan kedatangan Salsa ke kantornya. Tidak biasanya gadis itu mendatanginya di kantor. Semalam, setelah bicara dengan sang ibu, Raka memang melihat ada banyak panggilan dari nomor gadis itu. Akan tetapi ia memutuskan tidak mengangkatnya atau menghubungi balik. Raka sudah memutuskan akan menjauh dari mereka, demi kebaikan bersama. Mengurangi intensitas komunikasi dengan Salsa adalah salah satu cara agar ia dapat dengan mudah menjauh dari mereka. Bukan jahat atau tega, bila Raka mengambil keputusan ini. Raka berdalih biarlah mereka bertiga sakit sebentar pada awalnya, tetapi tidak ada dendam apa pun di kemudian hari. Mungkin ia bisa menganggap Salsa adik sendiri seperti Sandra. Untuk Saby sendiri, Raka menyesal tidak bisa menolong gadis itu. Raka tidak mau terjebak dalam permainan hati yang justru akan membuat mereka bertiga terluka semakin dalam. Apalagi semakin menambah derita Saby. Biarlah gadis itu merasakan ketenangan di hari-hari terakhirnya hidup
303“Kau bicara apa, Salsa?” Raka memandang heran gadis yang tidak berhenti menangis di sebelahnya. Mendengar pertanyaan sang lelaki, gadis itu malah semakin keras menangis. “Apa aku tidak salah dengar?” Raka bertanya lagi. Tatapan heran tak lepas ia hujamkan. Bukannya menjawab, Salsa malah semakin keras menangis. Raka menggeleng frustrasi setelah lama menatap dalam diam. Lelaki itu memukul handle setir. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa semua jadi seperti ini.Semenarik apa sebenarnya dirinya hingga seorang gadis begitu mengidamkan ingin menikah dengannya? Bahkan di hari-hari terakhir hidupnya. Padahal ia merasa tidak pernah berbicara dengan gadis itu apalagi merayunya. Apa yang membuat Saby begitu tertarik dan ingin ia nikahi? Atau ... ini hanya keinginan keluarganya? Bukan keinginan dari Saby sendiri? “Apa ini permintaan Saby?” Raka bertanya lagi meskipun sejak tadi Salsa tidak menjawab pertanyaannya. “Atau keinginan keluarga?” lanjutnya dengan tatapan tajam. Entah kenap
304“Aku mencintaimu, Bang. Sangat mencintaimu. Dan demi cintaku ini, aku mohon, nikahikah Saby. Berilah kebahagiaan untuknya, mungkin di hari-hari terakhir hidupnya. Anggap saja ini kado pernikahan untuk kita. Aku berjanji akan menunggu Abang. Selamanya.” Salsa berbisik di depan wajah Raka sesaat setelah melepaskan tautan bibir mereka. Ia telah merendahkan dirinya sendiri hanya demi saudaranya. Ia merendahkan dirinya hanya agar Raka mau menikahi Saby. Salsa tidak peduli semua itu. Itu sebagai bukti jika dirinya sangat mencintai Raka. Raka tak menjawab. Hanya menatap diam wajah yang hampir tak berjarak itu. Inikah jalan yang harus mereka tempuh? Mengorbankan dulu perasaan masing-masing agar kelak bahagia mereka genggam? Sanggupkah mereka? “Bagaimana jika saudaramu sembuh, dan Abang jatuh cinta kepadanya? Karena kami akan bertemu tiap hari. Berinteraksi, saling memberi dan menerima, karena tidak ada batasan dalam ikatan suami istri?” Raka bertanya juga dengan suara berbisik. “Aku
Extra partKepanikannya semakin menjadi saat nomor Aira tak kunjung diangkat. Sementara Anyelir menjerit-jerit merasakan rasa mulas di perutnya yang seolah diperas.Wanita paruh baya asisten rumah tangga mereka yang melihat kepanikan itu gegas menyuruh Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit. Sebagai wanita yang sudah berpengalaman melahirkan, ia tahu jika Anyelir akan segera melahirkan.Tanpa pikir panjang, Aldo mengangkat tubuh Anyelir yang beratnya sudah mencapai dua kali lipat dari berat normalnya karena kehamilan ini. Terlebih ada dua bayi kembar dalam perutnya. Untunglah rumah mereka kini bukan apartemen bertingkat. Hingga ia dengan mudah mengevakuasi sang istri.Berdua saja, Aldo membawa Anyelir ke rumah sakit yang sudah mereka tunjuk untuk tempat bersalin. Sang asisten ia minta untuk terus menghubungi kelurganya, dan menyusul ke rumah sakit setelah urusan di rumah selesai.Selama perjalanan, Anyelir terus mencengkeram lengan Aldo karena merasakan mulas tak terkira. Belum lagi sese
Extra part“Kenapa, sayang?” Aldo yang baru memasuki rumah, menatap sang istri yang bibirnya maju.Anyelir tidak menjawab. Ia meraih tangan sang suami dan menciumnya takzim. Walaupun usia Aldo lebih muda, tetapi posisinya tetap kepala keluarga. Anyelir tetap menghormati dan memperlakukan bagaimana seharusnya memperlakukan suami.Aldo menarik tubuh sang istri tetapi dengan hati-hati agar tak mengganggu perut besarnya. Sebuah kecupan mendarat di kening berpoles bedak tipis. Kemudian beralih kedua pipi dan terakhir menghisap bibir majunya dengan gemas hingga si empunya bibir meronta minta dilepaskan.“Kau membuatku sesak napas.” Anyelir mendorong dada Aldo. “Ciuman macam apa itu?” lanjutnya dengan bibir semakin maju, ditambah tangan yang dilipat di dada.“Itu ciuman penawar marah. Juga penawar rasa lelah di kantor.”Anyelir menoleh. Ia tahu Aldo lelah bekerja seharian di kantor tetapi pulang langsung disuguhi sikap manja dan sensitifnya yang semakin menjadi sejak hamil. Namun, ia tak dap
528 “Tetaplah di sisiku sampai salah satu di antara kita menutup mata. Aku bahkan ingin kebersamaan ini berlanjut hingga kehidupan kekal kita kelak. Jangan pernah tinggalkan aku. Terus dampingi dan bantu aku dalam memperbaiki diri agar menjadi suami yang bisa membimbingmu dan anak-anak kita menjalani kehidupan ini dalam koridor yang lurus. Aku ingin menjadi imam dambaanmu, sayang.” Anyelir mendongak. Hatinya trenyuh. Sejak kejadian itu, Aldo memang banyak berubah. Ia membuktikan dirinya layak mendapatkan maaf dan kesempatan kedua. Anyelir sendiri membuktikan memaafkan dengan tidak pernah membahas masalah yang sama. Jika Aldo mulai mellow, meminta maaf dan terindikasi membahas hal sama, Anyelir sendiri yang mengingatkan dan mengajak melupakan semuanya dengan menatap ke depan. Ia sadar dirinya pun bukan manusia tanpa dosa. Ia bahkan bersikap kekanakan dalam menghadapi masalah ini. Saling memaafkan, saling sadar dan terus berbenah diri, itu yang mereka lakukan saat ini. Terlebih sebent
527Semua orang terdiam mendengar ucapan Sandra. Semua orang tahu jika Gita dirawat di RSJ karena saat ditahan sering mengamuk dan beberapa kali mencoba bunuh diri lagi, bahkan bayi dalam kandungannya sampai gugur karena perilakunya sendiri. Gita akhirnya dirawat di RSJ.Keluarga Aldo menganggap semua telah selesai, karena akhirnya Gita dinyatakan bersalah. Semua bukti dan saksi menunjukkan jika Aldo tidak bersalah. Andika dan istrinya kembali ke Kalimantan. Gita tidak menuntut apa pun kepada Andika, mungkin karena melihat kondisi laki-laki itu yang mengenaskan.Justru perseteruan dengan Aldo yang ia pertahankan walaupun pada akhirnya Gita harus merasakan kehidupan di balik jeruji besi dalam kondisi hamil.Publik juga sudah mulai melupakan kasus ini, hingga Aldo dan keluarga bebas bergerak tanpa banyak yang memperhatikan.Semua sudah berjalan normal dan baik-baik saja. Aldo dan Anyelir menjalani pernikahan dengan bahagia. Terlebih mereka akan memiliki anak. Hubungan mereka bahkan sema
526 “Aku mau poliandri, apa kau setuju?” Anyelir menatap serius. Hening. Binar penuh harap di mata Aldo seketika pudar dan meredup. Senyum yang tadi sempat tersungging, raib dalam waktu singkat. Dada pemuda itu mendadak sesak. Diteguknya ludah dengan susah payah karena kerongkongan yang mendadak kemarau. Napasnya tersengal seolah telah berlari puluhan kilo meter. Bibirnya bergetar. “Mana ada seperti itu, sayang?” tanyanya dengan senyum miris. Anyelir tersenyum. “Ada, ini bukan sungguhan. Jadi, aku hanya pura-pura saja.” “Maksudnya?” Mata Aldo memicing. Anyelir menarik napas panjang. “Begini, orang tua Haris menuntutnya untuk segera menikah. Sementara ia belum menemukan wanita yang cocok. Tapi ia menolak jika harus dijodohkan dengan gadis pilihan orang tuanya. Jadi, ia memintaku untuk berpura-pura menjadi….” “Tidak!” Dengan napas yang semakin tersengal dan dada makin sesak, Aldo memotong ucapan Anyelir. “Apa kau sudah gila, sayang?” “Kenapa?” Anyelir memiringkan kepala. Tawan
525“Makanya jangan petakilan. Sudah mau jadi ayah kelakukan masih bocah.” Anyelir berkata ketus seraya melipat tangan di dada. Sementara Aldo terus meringis merasakan sakit di pinggangnya. Terpaksa harus dipijat lagi. Harus menahan lagi sakit yang lebih dari sebelumnya. Namun, di balik itu semua hatinya bahagia tiada tara. Sang istri sudah kembali seperti dulu. Hanya ketus karena kesal. Baginya tak apa diberi wajah ketus seperti itu, daripada harus mendapati wajah dingin yang membuatnya putus asa.Kini, bahkan Anyelir tengah menyuapinya. Ia yang untuk sementara hanya bisa tengkurap dengan kepala hanya bisa mendongak, kesulitan untuk sekadar menyuap. Praktis makan pun harus disuapi. Anyelir geleng-geleng kepala. Ini piring ketiga yang Aldo tandaskan. Pemuda itu seperti kelaparan. Memakan apa pun yang Anyelir suapkan dengan sangat rakus. Bahkan saat piring ketiga tandas pun, lelaki itu masih meminta tambah.“Berapa hari kau tidak makan?” tanya Anyelir heran saat menyuapi dari piring k
524“Sakit ….” Aldo merengek manja dengan wajah menengadah. Tangannya memeluk erat pinggang Anyelir yang pangkuannya ia jadikan bantal.Wajah lelaki itu terlihat berkeringat. Ringisan masih sesekali menghiasi wajahnya. Pemuda itu baru saja berteriak-teriak merasakan sakit akibat pijatan bapak tua penjaga villa.Akibat terlalu bersemangat dan terlampau bahagia karena melihat wanita yang dirindukannya selama ini ada di depan mata, ia berlari hingga tak memperhatikan apa pun lagi. Tangannya menyenggol keranjang buah di atas meja, hingga isinya jatuh ke lantai dan terinjak. Aldo terpeleset karena menginjak buah apel yang jatuh menggelinding, hingga tak terelakkan tubuhnya melayang jatuh. Namun, sebelumnya pinggangnya terbentur tepian meja hingga sakitnya menjadi berlipat-lipat.Beruntunglah bapak penjaga villa bisa memijat urat keseleo. Hingga ia langsung mendapat penanganan.Anyelir yang tengah memasak dibantu istri penjaga villa, kaget karena suara benturan keras. Wanita itu langsung me
524Aldo mengeratkan pelukan demi mendengar nasihat Aira. Kalau boleh memilih, ia ingin pernikahannya lanjut. Tak ingin tercerai berai karena anak yang akan menjadi korban. Kalau boleh ia ingin bertemu Anyelir dulu agar bisa bicara dari hati ke hati. Sayangnya, bahkan di mana keberadaan wanita itu, ia tidak tahu. “Jika Tuhan masih memberimu kesempatan, ingat gunakan sebaik-baiknya. Namun, jika semuanya hanya sampai di sini karena manusia hanya punya keinginan dan usaha, kau tetap harus bisa mengambil hikmahnya, Nak. Mungkin ini takdir kalian. Takdirmu. Jangan menyalahkan Tuhan. Apa yang terjadi sudah digariskan. Jika kalian harus bercerai, itu pasti takdir karena kau sudah berusaha memperbaiki semuanya. Yakin akan ada pelangi setelah hujan, Nak. Jika Tuhan memberi ujian ini, pasti disertai jalan keluar dan hikmah di baliknya.”Aldo hanya diam meresapi setiap kalimat sang ibu. Sungguh, ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan Anyelir. Namun, jika wanita itu tetap memaksa, ia bisa
523“Anye, kamu di mana?” Aldo duduk lesu di lobi hotel. Kepalanya menunduk dalam. Tangannya meremas rambut dengan kuat. Berkali-kali mengembus napas kasar. Beban di dadanya terasa ingin meledak. Setelah menunggu berminggu-minggu dengan setumpuk rindu dan penyesalan, kini hanya mendapati Anyelir yang sudah tidak berada di tempat.Aldo menyandar lemah seraya merogoh ponsel dalam saku. Mencoba keberuntungan. Menghubungi lagi Anyelir. Namun hingga berkali-kali dilakukannya, tetap hanya dijawab operator.Pemuda itu memejam sebelum bangkit dan berjalan keluar. Para pengawal berwajah datar sigap mengiringi.“Putari kota ini, Pak. Siapa tahu aku melihat keberadaan istriku,” titahnya kepada sopir setelah duduk di dalam mobil. Sang sopir hanya mengangguk sebelum menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Mengitari kota Surabaya seperti perintah sang majikan.Hampir seharian Aldo dan rombongan berputar-putar di sana. Semua jalan disusuri bahkan hingga jalan-jalan kecil hanya agar mendapat keber