“Ya Tuhan, aaaaa!” pekik Nabila.Nabila terjatuh akibat terpeleset di lantai yang ia pijak. Punggungnya terbentur keras menghantam ujung sofa.“Nabila!” teriak Gala.Gala segera mendekati Nabila, berusaha membantu membangunkannya. Sementara Erina, dengan cepat ia merebut Sandi dari Nabila.“Kamu ceroboh sekali, Nabila! Lihat cucu saya, dia menangis gara-gara kamu!” bentak Erina.“Mam, Nabila tidak sengaja. Sandi hanya terkejut saja, Sandi tidak apa-apa. Lihat Nabila, dia yang kesakitan, bukan Sandi!” ujar Gala.Nabila bangun sambil meringis kesakitan di punggungnya. Ia ketakutan saat Erina marah terhadapnya.“Maafkan saya, Bu. Saya tidak sengaja!” ucap Nabila merasa bersalah.“Kamu, kalau terjadi apa-apa terhadap cucu saya, saya akan pastikan kamu angkat kaki dari rumah ini,” bentak Erina.Tangisan Sandi pecah, Erina pun berusaha menenangkannya. Namun, tangisan Sandi begitu sulit ia tenangkan.“Mam, sudahlah, Nabila tidak sengaja. Lagi pula, kalau Nabila angkat kaki dari sini, lalu si
“Kamu serius mau memakaikan pakaian ini untuk cucu saya? Yang benar saja!” celetuk Erina.Nabila menoleh, tepat di belakangnya ada Erina tengah berdiri sambil menatap Sandi yang hendak dipakaikan baju.“Em … maaf, Bu. Ya sudah saya cari lagi baju yang lain,” sahut Nabila.Gerak-gerik Nabila sangat dipantau oleh Erina. Sehingga membuat Nabila merasa bekerja di bawah tekanan semenjak kedatangan Erina di rumah itu.“Oh iya, Nabila, nanti kamu bantu-bantu mbok Min buat kue. Soalnya anak saya yang paling besar mau datang ke sini. Dan ingat, kamu jangan melakukan kesalahan apa pun. Saya tidak suka dengan pegawai yang ceroboh,” ujar Erina.“Baik, Bu, saya selesaikan dulu pekerjaan saya,” sahut Nabila.Nabila segera menyelesaikan pekerjaannya mengurus Sandi. Lalu selepas memakaikan baju, seperti biasa Nabila memberikan asi terlebih dahulu untuk Sandi.Sandi kembali tidur setelah merasa kenyang. Sementara Nabila, ia keluar dari kamar Sandi, hendak menuju dapur untuk membantu mbok Min membuat k
Beberapa hari kemudian, Weni tengah sibuk bersolek di depan cermin rias. Memandangi wajahnya yang semakin lama semakin glowing.“Weni, hari ini aku sudah izin nggak masuk dari kantor. Rencananya hari ini aku mau menjenguk ibu di tahanan. Oh iya, aku sudah mendapatkan informasi tentang pengacara yang siap membantu membebaskan ibu, dari temanku. Kamu ikut, ya, aku sudah tidak sabar ingin ibu cepat-cepat keluar dari tahanan,” ucap Arsya yang tengah menyisir rambutnya.Weni membalikkan tubuhnya menghadap Arsya.“Mas, kok sekarang, sih? Mas kan sudah janji mau beliin aku mobil. Kok malah mau nyewa pengacara, sih. Kamu mau bohongin aku?” tanya Weni dengan wajah kecewa.“Weni, beli mobil bisa nanti-nanti saja. Sekarang situasinya lagi darurat. Aku tidak mungkin membiarkan ibuku mendekam di penjara. Anak macam apa aku ini, kalau hanya mementingkan mobil dari pada ibuku sendiri,” jawab Arsya.“Mas, ibu dipenjara ya … itu karena ulahnya sendiri. Kenapa kamu harus repot-repot menyewa pengacara s
“Nabila, Sandi pup, tolong bersihkan dia. Sebentar lagi opanya akan datang. Harus benar-benar bersih, saya tidak ingin cucuku bau. Mengerti?” titah Erina.“Baik, Bu!” Nabila segera membawa Sandi ke kamar mandi, lantas membersihkannya dan mengganti popok dengan yang baru.“Nabila, sebentar lagi tuan muda datang. Namanya pak Ello, kita semua disuruh menyambutnya di ruang tamu. Kamu segera bersiap, pakerja yang lain juga sudah siap di ruang tamu,” ujar bu Sani.“Benarkah, Bu? Ya ampun … saya belum ganti baju. Baju yang ini malah terkena pup Sandi. Kalau begitu, Bu Sani tolong jagain Sandi dulu, ya. Ini nggak bakalan lama, kok!” sahut Nabila.Bu Sani mengangguk, lantas menggendong Sandi sambil menunggu Nabila. Belum sempat Nabila masuk ke dalam kamarnya, dari depan pintu kamar Sandi, Erina berdiri sambil berkacak pinggang.“Bu Sani, Nabila! Cepat kalian kumpul di ruang tamu! Ello sudah ada di gerbang, jangan lelet seperti itu, kalian!” tegas Erina.“Tapi-”“Cepat!” potong Erina.Bu Sani m
Nabila membuka matanya, mengedarkan pandangannya ke arah jam dinding.“Ya ampun, aku tidur cukup lama,” gumam Nabila.Nabila menoleh ke arah Sandi yang tengah terjaga. Sandi tersenyum menatap Nabila yang baru saja bangun.“Eh … anak tampan sudah bangun, Sayang. Kamu ini pintar sekali, kamu bangun tapi nggak nangis. Ibu Nabila jadi makin sayang sama kamu,” ujar Nabila sambil menatap gemas ke arah Sandi.Nabila membawa Sandi keluar dari kamar. Kemudian berjalan menuju halaman rumah, untuk menghirup udara luar.“Nabila, Sandi sudah bangun? Oh iya, kamu belum makan, kan? Sebaiknya kamu makan dulu. Yang lain sudah selesai, tinggal kamu saja yang belum,” sapa bu Sani.“Baik, Bu, kalau begitu saya titip Sandi sebentar,” sahut Nabila.Bu Sani mengambil alih menjaga Sandi. Sementara Nabila pergi ke dapur untuk makan siang.Seperti biasa, Nabila menyantap makanan itu begitu lahap. Seperti ibu-ibu menyusui yang lain, Nabila sering merasa lapar.“Enak makannya?” tanya seseorang yang berdiri di be
“Apa-apaan ini? Kenapa saya ditarik-tarik begini? Siapa kamu?” pekik Nabila terkejut.“Loh, Pak Ujang, Bu Nira!” Nabila membekap mulutnya sendiri saat melihat sopir Gala dan oma Nira.“Iya, Nabila. Ini saya dan Pak Ujang. Saya minta maaf karena sudah membuat kamu ketakutan,” ucap oma Nira.Nabila menghela napas kasar, tidak mengerti apa yang diinginkan oleh oma Nira, sehingga membuatnya nekat melakukan hal itu kepadanya.“Tapi kenapa Ibu melakukan hal ini kepada saya?” tanya Nabila bingung.Oma menghela napas kasar, menatap Nabila dengan serius.“Panggil saya Oma, Oma melakukan ini karena Oma tidak mau kamu pergi dari rumah. Sandi sangat membutuhkan kamu, Nabila. Oma percaya, kamu bisa menjaga dan mengurus Sandi, dan juga menjadi ibu susu yang baik baginya. Gala juga pernah cerita, kalau Sandi selalu tenang jika berada dekat sama kamu. Oma mohon, jangan pergi, ya!” mohon oma Nira.Nabila terdiam, apakah ia harus menuruti permintaan oma Nira? Lantas, bagaimana dengan Erina?“Tapi-”“Er
“Sayang, kamu ini makin hari makin tampan saja. Tambah gemoy tambah lucu. Bersyukur sekali Ibu Nabila bisa dipertemukan dan dipercaya mengurus kamu. Kamu itu gemesin sekali, sih!” Sandi tersenyum sambil terus menggerak-gerakkan kaki dan tangannya saat Nabila mengajaknya ngobrol.“Wah … ternyata popoknya sudah penuh. Kamu pipis terus ya, Sayang?”Nabila membuka popok Sandi, kemudian menggantinya dengan yang baru. Terlebih dulu Nabila mengikat rambutnya. Namun, sayangnya ikat rambut yang biasa ia pakai, tiba-tiba terputus.“Ada-ada saja sih ini,” gumam Nabila.Beberapa kali Nabila menyingkirkan rambut yang cukup mengganggunya bekerja. Apalagi sedari tadi kaki Sandi tidak bisa diam. Ia terus saja menendang-nendang rambut Nabila yang tergerai ke depan. Namun, Sandi terlihat bahagia saat melakukan itu.Seseorang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Sandi, lalu membantu Nabila memegangi rambutnya ke belakang.“Terima kasih, Bu San … eh, Pak Gala. Saya pikir bu Sani,” ucap Nabila.“Saya lihat ramb
“Sepertinya bakalan ada persaingan season kedua. Hem … baiklah, kita lanjutkan lagi persaingan kita, Gala. Kita lihat saja, siapa yang akan menjadi pemenangnya. Aku atau kamu!” gumam Ello lalu meneguk sisa air putih di dalam gelas yang ia genggam.Ello kemudian berjalan ke arah wastafel. Menyimpan gelas kotor bekasnya minum. Saat hendak kembali ke ruang keluarga, Ello tak sengaja melihat mbok Min tengah menyetrika di ruang laundry yang tak jauh dari dapur.“Pak Ello, kebetulan Pak Ello ada di sini. Tadi Mbok nggak sengaja nemu uang di saku celananya Pak Ello. Ini uangnya,” ujar mbok Min, seraya menyodorkan uang pecahan seratus ribu sebanyak 3 lembar.Ello mengangkat sebelah alisnya seraya menatap uang itu.“Oh, saya tidak ingat kalau ada uang di saku celana saya. Ambil saja buat Mbok,” sahut Ello.Mendengar itu, jelas Mbok Min begitu semangat. Wajahnya sumringah setelah Ello memberikan semua uang tersebut.“Pak Ello serius? Ya ampun, terima kasih banyak, Pak Ello. Semoga rezeki Pak El
“Aw, sakit!” Nabila menggigit tangan itu, sehingga pemilik tangan itu memekik kesakitan dan melepaskan tangannya dari tubuh Nabila.Nabila berdiri lalu membalikkan tubuhnya. Matanya membeliak, saat mendapati seseorang yang sedang ia hindari saat ini.“Pak Gala, sedang apa di sini? Kenapa peluk-peluk saya?” tanya Nabila, sungguh ia sangat terkejut karena itu.“Aku ke sini mau jemput kamu untuk pulang ke rumahku,” jawab Gala.Nabila mengernyitkan dahinya, apakah ia tidak salah dengar? Bahkan Gala pun berbicara sedikit aneh, tidak seperti biasa. Aku, kamu?“Jemput saya, Pak? Buat apa? Bukankah saya sudah melakukan hal tidak senonoh di rumah kalian? Itu, kan, yang ada di pikiran kalian tentang saya?” tanya Nabila.Gala terdiam mematung, menatap wanita itu tanpa berkedip.“Aku percaya sama kamu, Nabila. Aku percaya sama kamu,” imbuh Gala.Nabila bergeming, bingung atas sikap Gala saat ini.“Maksud Pak Gala?” tanya Nabila.“Aku minta maaf karena sempat tidak mempercayai kamu. Tapi sekaran
“Terry, Ya Tuhan … kenapa aku harus ketemu lagi sama wanita itu?”Jantung Nabila berdetak sangat kencang. Trauma atas kejadian di rumah Frans masih terbayang di dalam benaknya.“Nabila, ke sini!” teriak Bayu sambil melambaikan tangannya ke arah Nabila.Terry menoleh ke belakang. Namun, dengan cepat Nabila membalikan badannya membelakangi Bayu. Berharap Terry tidak melihat wajahnya.“Om, sepertinya aku harus pergi dari sini,” pamit Nabila, kemudian berjalan cepat meninggalkan bengkel.Langkah Nabila sengaja dipercepat. Takut jika Terry masih mengenali suaranya. Nabila berjalan sambil menunduk ke bawah. Dipeluknya berkas lamaran dengan erat. Hingga tidak sengaja, tubuh Nabila menabrak seseorang dan nyaris ia terjatuh ke atas aspal.“Hei, hati-hati. Kamu tidak apa-apa?” tanya Arsya.Nabila mengangkat wajahnya, melihat Arsya ada di tempat itu, sontak Nabila menjauh.“Mas Arsya,” gumam Nabila.Entah kebetulan atau bagaimana, lagi dan lagi Nabila harus bertemu lagi dengan Arsya.“Kamu kenap
“Kak Naima, di mana kamu sekarang, Kak? Seandainya kamu ada di sini, aku ingin memeluk kamu,” gumam Nabila.Nabila memandangi foto kakaknya, Naima. Naima yang masih kecil, harus terpisah dari keluarga saat diajak berlibur ke danau. Orang tua Nabila sudah berusaha keras mencari keberadaan anaknya itu. Namun, mereka tidak berhasil menemukannya. Disinyalir, jika Naima hilang tenggelam di danau, saat orang tuanya lengah. Namun, sayangnya mereka tidak berhasil menemukan jasad Naima.Nabila menghembuskan napas kasar. Ia berpikir, jika saja Naima masih ada, mungkin Nabila tidak akan kesepian. Naima pasti akan menjadi sosok kakak yang baik yang akan melindungi adiknya dari marabahaya.Waktu telah menunjukkan petang. Kumandang adzan pun telah terdengar dari masjid terdekat di kediaman orang tua Nabila.Nabila yang belum sempat membersihkan diri, beranjak dari posisi duduknya lalu mengambil handuk. Namun, sebelum itu Nabila memasukkan album foto itu ke dalam tasnya.Kamar mandi di rumah itu han
Nabila menoleh ke arah samping rumah. Di sana, berdiri Laksmi sambil menenteng barang belanjaan berupa sayuran mentah.“Tante, aku ke sini mau minta izin untuk tinggal sementara di sini, sampai aku mendapatkan pekerjaan,” jawab Nabila.Laksmi mendekati Nabila, menatap keponakannya dengan tajam.“Apa? Mau tinggal di sini? Ini rumah Tante, bukan rumah kamu, Nabila. Ingat, ayah kamu pernah punya hutang sama Tante. Kamu tidak bisa seenaknya tinggal di sini, karena rumah ini sudah menjadi milik Tante,” jelas Laksmi.Nabila meraih tangan Laksmi, berharap belas kasih dari adik ayahnya itu.“Tante aku mohon, izinkan aku tinggal di sini sebentar saja. Sampai aku dapat kerjaan, aku janji aku bakalan angkat kaki dari rumah ini. Tolong, aku bingung mau tinggal di mana sekarang. Hanya rumah ini yang menjadi harapanku. Aku tidak mungkin tidur di luar. Gimana kalau begini saja, Tante, aku bayar sewa untuk satu bulan ke depan. Aku ada uang segini, sisanya buat biaya hidup aku. Bagaimana, Tante?” tany
“Aku harus pergi ke mana? Sudah berapa kontrakan yang aku kunjungi, tapi tidak ada yang kosong. Aku tidak mungkin tidur di emperan toko,” gumam Nabila.Nabila berjalan menyusuri jalanan yang tampak ramai. Cuaca panas tidak menyurutkan niatnya untuk pergi menjauh dari rumah Gala. Namun, sayangnya ia kebingungan harus tinggal di mana sekarang.Nabila berhenti di sebuah warung kecil di pinggir jalan. Ia memesan air mineral dingin, untuk sekedar menghilangkan rasa dahaga.Nabila menyeka keringat yang mengucur di dahi. Beberapa kali ia mengibaskan tangan untuk mengurangi rasa gerah.“Apa aku kembali saja ke rumah Nadya untuk sementara waktu? Tapi ….” Nabila menggelengkan kepalanya.“Tidak, aku tidak boleh ke sana. Cari jalan lain, pasti ada jalan, pasti ada!” gumam Nabila.Nabila memijat pelipisnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan yang entah ke mana arah dan tujuannya.Dari belakang, Nabila mendengar suara klakson motor. Nabila menghentikan langkahnya, lantas menoleh ke belakang.“
Setelah pak Ujang pergi, Gala menerima pesan dari nomor pak Ujang. Gala pun segera membuka pesan itu.“Coba cari tahu dari CCTV. Siapa tahu Bapak mendapatkan petunjuk. Soalnya saat saya sedang bantu-bantu di acara pesta semalam, sekilas saya seperti melihat Nabila berjalan sempoyongan. Menurut saya ada yang salah pada Nabila. Entah apa penyebabnya, coba Bapak cari tahu, rekaman Nabila sebelum dia masuk ke dalam kamarnya. Bisa jadi itu adalah kerjaan pak Ello, untuk menjebak Nabila. Tapi maaf, bukan maksud saya menuduh kakaknya Pak Gala. Tapi ada baiknya Pak Gala segera mencari tahu.”Gala membulatkan matanya setelah membaca pesan dari pak Ujang. Kini ia mengerti maksud dari ucapan pak Ujang barusan. Bisa-bisanya Gala tidak terpikirkan untuk mencari tahu semuanya dari CCTV. Gala telah menelan mentah-mentah informasi yang belum tentu benar adanya, tanpa mencari tahu dulu bukti yang akurat.Bergegas Gala meninggalkan ruang laundry menuju kamarnya. Gala teringat akan kamera CCTV yang seng
“Apakah Nabila pergi?” gumam Gala.Seketika hati Gala terasa sesak. Lantas ia mencoba menghubungi nomor Nabila. Berharap ia tahu keberadaannya saat ini.Gala merasa lemas, tatkala Nabila menolak panggilan telepon dari Gala. Tak lama dari itu, setelah Gala mencoba lagi menghubungi nomor Nabila, tiba-tiba nomor Nabila tidak aktif.“Ya Tuhan … kenapa Nabila pergi?” batin Gala.Gala kemudian menjauh dari lemari, ia hendak keluar dari kamar Nabila untuk memberitahu yang lain, bahwa Nabila tidak ada. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti, saat sudut matanya tidak sengaja menangkap sesuatu yang tergeletak di atas bantal.Gala mendekati tempat tidur, lalu mengambil selembar kertas yang tersimpan di sana.Setelah Gala melihat kertas itu, ternyata kertas itu berisi surat dari Nabila. Penasaran akan isi surat itu, Gala pun segera membacanya.“Pak Gala, mungkin saat Pak Gala membaca surat ini, saya sudah tidak ada di rumah Pak Gala. Mohon maaf, saya tidak izin langsung untuk pergi dari rumah itu.
Gala spontan menginjak pedal rem mendadak. Hampir saja ia menabrak orang itu. Setengah memukul, Gala membunyikan klakson, membuat lelaki berseragam pelayan catering itu kemudian menepikan langkahnya ke pinggir jalan.“Kalau jalan hati-hati, hampir saja kamu mati saya tabrak!” sentak Gala, ia memarahi lelaki itu.Gala kembali melajukan mobilnya hingga keluar dari area komplek perumahannya. Setelah itu, Gala menambah kecepatan laju kendaraannya seperti kesetanan. Gala yang selalu disiplin dalam berkendara, kini ia bersikap pecicilan. Sangat jauh berbeda dari biasanya.Hingga mobilnya berhenti, Gala turun dari dalam mobil, lalu berjalan masuk ke dalam sebuah gedung yang dijaga oleh dua orang penjaga dengan perawakan tinggi besar, berbaju serba warna hitam.Gala masuk ke dalam lingkaran dunia malam, di mana di sana banyak sekali orang-orang yang tengah bersuka ria sambil menari-nari dengan asyiknya dengan alunan musik yang mendayu-dayu dengan indah. Ada juga yang tengah menikmati minuman
“Apa?”Serempak, semua orang terkejut mendengar keputusan yang keluar dari mulut Faisal.“Tidak, Ello adalah tunanganku, Om. Kenapa Om memutuskan untuk menikahkannya dengan wanita itu?” tanya Angel.Sejenak Faisal memejamkan matanya, kemudian membukanya kembali sambil mengusap kepala Angel.“Maafkan Om, Angel. Tapi Om tidak bisa menutup mata terhadap apa yang telah mereka lakukan. Dengan menikahkan mereka, mungkin ini adalah jalan yang terbaik. Om harap, kamu bisa tabah menerima keputusan Om. Jalan kamu masih panjang, Angel. Kamu masih muda, kamu bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik dari Ello,” jawab Faisal.“Tidak bisa begitu dong, Pak Faisal. Masa Pak Faisal memutuskan hal ini sendirian. Kita tidak tahu mereka mau atau tidak dinikahkan. Kasihan anak saya, baru juga bertunangan, masa Bapak seenaknya membatalkan pertunangan ini. Mau ditaruh di mana muka saya?” timpal ayah Angel.“Maaf, Om Bimo. Tapi saya setuju atas keputusan Papi saya. Saya akan menikahi Nabila, sebagai bentuk tan