“Sepertinya bakalan ada persaingan season kedua. Hem … baiklah, kita lanjutkan lagi persaingan kita, Gala. Kita lihat saja, siapa yang akan menjadi pemenangnya. Aku atau kamu!” gumam Ello lalu meneguk sisa air putih di dalam gelas yang ia genggam.Ello kemudian berjalan ke arah wastafel. Menyimpan gelas kotor bekasnya minum. Saat hendak kembali ke ruang keluarga, Ello tak sengaja melihat mbok Min tengah menyetrika di ruang laundry yang tak jauh dari dapur.“Pak Ello, kebetulan Pak Ello ada di sini. Tadi Mbok nggak sengaja nemu uang di saku celananya Pak Ello. Ini uangnya,” ujar mbok Min, seraya menyodorkan uang pecahan seratus ribu sebanyak 3 lembar.Ello mengangkat sebelah alisnya seraya menatap uang itu.“Oh, saya tidak ingat kalau ada uang di saku celana saya. Ambil saja buat Mbok,” sahut Ello.Mendengar itu, jelas Mbok Min begitu semangat. Wajahnya sumringah setelah Ello memberikan semua uang tersebut.“Pak Ello serius? Ya ampun, terima kasih banyak, Pak Ello. Semoga rezeki Pak El
“Sudah selesai, Pak. Saya per … ka-kamu!” Nabila terkejut saat melihat Ello, yang ternyata adalah klien Frans yang pernah memesannya waktu lalu.Nabila membekap mulutnya sendiri. Dengan mata terbelalak, Nabila seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Nabila mundur beberapa langkah, berusaha menghindar dari Ello. Sementara Ello, ia menatap Nabila yang tengah ketakutan.“Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Nabila.Ello mengangkat sebelah alisnya, mengusap dagunya dengan sebelah tangan.“Ini rumah keluarga saya, saya kakaknya Gala. Harusnya saya yang bertanya sama kamu. Kenapa kamu bisa ada di sini?” tanya Ello balik.Nabila tertegun, ternyata takdir harus mempertemukannya kembali dengan lelaki yang hampir saja membuat Nabila hancur. Ironisnya, lelaki itu ternyata adalah Ello, kakaknya Gala.“Jadi kamu yang namanya Ello? Ehem … saya bekerja di sini, saya pengasuhnya Sandi. Saya permisi, saya harus menyelesaikan pekerjaan saya,” jawab Nabila sambil menunduk.Nabila meraih gagang
“Habis ngapain kamu dari kamar Ello?” tanya Gala. Nabila terkejut, baru sadar ternyata ada Gala yang melihatnya keluar dari kamar Ello. “P-pak Gala, sejak kapan Bapak di sini?” tanya Nabila tergugup. Gala menatap Nabila dengan tajam, menilik wajah Nabila yang terlihat gugup itu. “Kamu belum jawab pertanyaan saya. Habis ngapain kamu dari kamar Ello?” Gala mengulang pertanyaannya. Nabila berusaha menghilangkan rasa gugupnya. Ia tersenyum kecil kemudian menjawab pertanyaan Gala. “Saya habis mengantarkan baju-baju pak Ello yang habis disetrika,” jawab Nabila. Gala masih menatap tajam ke arah Nabila. Tampak tatapan matanya seakan mengintimidasi. Membuat Nabila merasa tak nyaman dengan tatapan itu. “Kenapa harus kamu? Kan saya sudah kasih tahu, selain mengurus dan menyusui Sandi, pekerjaan yang lain biar pekerja yang lain saja yang kerjakan. Harus berapa kali saya kasih tahu kamu?” tanya Gala. Nabila menggelengkan kepalanya, ia terpaksa melakukan pekerjaan itu, karena tuntu
Gala mengajak mbok Min masuk ke dalam mobil. Akhirnya mereka berdua pulang bersama.Sesampainya di rumah, Gala tak tinggal diam. Ia merebut nasi goreng dari tangan mbok Min, lalu bergegas masuk ke dalam kamar Ello, untuk memberinya peringatan.“Tumben kamu masuk ke kamar kakakmu ini. Apakah adikku tercinta ini membutuhkan sesuatu dari kakakmu ini?” tanya Ello berbasa-basi.Gala mendekati Ello, menatap lelaki itu dengan tatapan elangnya. Tanpa diduga, bungkusan nasi goreng yang ia bawa, dilemparnya ke wajah Ello.“Jangan sekali-kali lu macam-macam pada Nabila. Asal kamu tahu, Nabila hanya bekerja untuk gue. Gue yang gaji Nabila, berarti gue yang berhak nentuin apa yang harus Nabila lakukan. Selain itu, terserah lu mau apa. Asal jangan perintah Nabila dan membuat dia bekerja di luar perjanjiannya sama gue. Di sini, Nabila hanya bekerja sebagai pengasuh Sandi. Paham, lu?” ujar Gala.Ello mengangkat sebelah alisnya, tersenyum kecil melihat ekspresi Gala.“Kenapa kamu marah? Lagi pula, aku
“Hei, saya sepertinya pernah melihat kamu,” ujar Faisal kepada Nabila.Nabila mengangkat wajahnya, ia menatap pria paruh baya itu dengan lekat. Orang-orang di sekitarnya pun, mereka tampak penasaran, kenapa Faisal berbicara seperti itu? Apakah Faisal dan Nabila pernah bertemu?“Oh ya, Pak? Memangnya Bapak siapa? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Nabila.Faisal tampak berpikir keras. Namun, selang beberapa saat ia pun mengingat sesuatu.“Nah, iya saya baru ingat. Kamu yang menolong saya yang hampir kecopetan, kan? Kamu ingat?” tanya Faisal.Nabila pun mengingat-ingat, seketika Nabila pun teringat akan hal itu. Sementara yang lain hanya bengong sambil memperhatikan Faisal dan Nabila.“Ah iya, maaf saya lupa dengan wajah Bapak. Maklum, saya tidak begitu memperhatikan wajah Bapak. Kok Bapak bisa ada di sini? Apakah Bapak anggota keluarga ini?” tanya Nabila.Erina memejamkan matanya sesaat. Tangannya merangkul pinggang Faisal di hadapan Nabila.“Dia Faisal, suami saya. Saya Nyo
Setelah mengakhiri obrolannya di telepon, Nadin pun segera mengirimkan pesan kepada Erina.“Sepertinya ideku akan berhasil. Cukup akan membuat Nabila dipermalukan,” gumam Nadin.Nadin melirik ke arah jam dinding. Nadin kemudian duduk di depan cermin di dalam kamarnya. Nadin hendak melakukan perawatan pada wajahnya sebelum tidur.“Ya … krim malamnya tinggal sedikit lagi. Ish … nyebelin banget. Coba kalau masih ada kak Delima, pasti apa-apa lebih gampang. Jangankan skincare, beli tas saja gampang,” gumam Nadin, ia mengeluh dengan keadaannya sambil memegangi skincare miliknya yang hampir habis.Nadin kemudian meraih ponselnya yang baru saja ia letakkan di atas nakas. Lantas ia segera mengetikkan sesuatu pada pesan yang akan ia kirim kepada Erina.“Tante, aduh gimana, ya ngomongnya. Tiba-tiba kepala aku sakit, mau beli obat tapi aku nggak ada uang. Mama sama papa aku sedang nggak ada di rumah. Cuma aku sendirian di rumah. Mana ini sudah malam, lagi. Aku takut pas hari pertunangan kak Ello
Beberapa hari kemudian, oma Nira dan Nabila tengah duduk di ruang keluarga sambil melihat-lihat baju-baju berwarna senada untuk para pekerja. Rencananya, baju-baju itu akan dipakai di hari pertunangan Ello.“Bagus sekali ya, Nabila. Nanti kamu bagiin, ya, baju-baju ini kepada yang lain,” titah oma Nira.“Baik, Oma, nanti saya bagikan pada yang lain,” sahut Nabila sambil tersenyum ramah.Hari pertunangan akan dilaksanakan besok malam di rumah itu. Segala persiapan dimulai dari dekorasi, dan yang lain pun tengah dikerjakan dari mulai sekarang.Orang-orang di rumah itu tampak tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tak terkecuali Nabila, sembari menggendong Sandi, Nabila pun membantu oma Nira membagikan baju-baju itu untuk pekerja yang lain.“Mbok, ini baju buat kita-kita. Bagus ya, Mbok. Aku sangat menyukainya,” ujar Nabila sambil memberikan satu baju untuk mbok Min.Mbok Min menerimanya, lantas melihat baju itu dengan takjub.“Pasti harganya mahal ya, Bil. Memang, ya, keluarga ini
“Ello!”Seseorang berteriak memanggil nama Ello dengan suara cukup kencang. Membuat perhatian Ello teralihkan.“Ello, kamu di mana?” panggil oma Nira dari ruang keluarga.Mendengar suara oma Nira memanggil nama Ello. Hal itu menjadi sebuah kesempatan untuk Nabila bisa terlepas dari jerat menakutkan Ello. Selagi perhatian Ello teralih pada oma Nira, dengan cepat Nabila mendorong tubuhnya dengan kencang. Membuat lelaki itu mundur beberapa langkah.Nabila berlari keluar dari kamar Sandi. Bergegas ia mendekati pintu, lalu masuk ke dalam kamarnya dan mengunci rapat pintunya.“Shit! Kenapa oma ganggu saja, sih!” gerutu Ello, kemudian keluar dari dalam kamar Sandi.“Ya Tuhan, kenapa selalu seperti ini? Aku ingin hidupku tenang, ya Tuhan,” batin Nabila.Nabila kemudian duduk di pinggiran ranjang, menatap pantulan wajah yang terpampang dari depan cermin.“Apa yang menarik dariku sebenarnya? Aku jarang dandan, aku juga lupa kapan terakhir aku memakai make-up. Aku tidak menarik tapi kenapa pak E
“Mas-mas, ke sini!” Nadin memanggil salah satu pelayan catering yang kebetulan lewat di hadapannya.“Iya, ada apa, Mbak?” tanya pelayan catering itu, setelah menghampiri Nadin.Nadin kemudian membisikkan sesuatu di telinga pelayan catering itu. Lantas memberikan sejumlah uang kepadanya.“Wah … siap, Mbak. Terima kasih banyak telah mempercayakan kepada saya. Kalau begitu, akan saya laksanakan sekarang,” ucap pelayan catering, kemudian membawa dua gelas minuman ke arah Gala dan Nabila.Dari kejauhan, Nadin memantau Gala dan Nabila yang menerima minuman itu.“Huh, sebentar lagi, Nabila. Sebentar lagi kamu akan merasakan akibatnya. Dan mas Gala, akan membenci kamu!” seru Nadin.Nadin kemudian melangkahkan kakinya hendak pergi dari tempat itu. Namun, karena sebelah hak sepatunya yang patah, membuatnya nyaris terjatuh.“Aaa!”Beruntung seseorang berhasil menahan tubuh Nadin. Sehingga Nadin tak jadi jatuh.“Kak Ello ya ampun, terima kasih banyak sudah menolongku. Aku nggak tahu kalau misal n
Nabila menatap kue itu di lantai, lantas mengangkat wajahnya menatap Nadin yang berdiri di hadapannya.“Mbak Nadin,” batin Nabila.“Enak makanannya?” tanya Nadin.“Kenapa Mbak Nadin melempar makanan saya?” tanya Nabila balik.“Kenapa? Mau marah? Asal kamu ingat ya, Nabila. Kamu harus sadar sama batasan kamu di sini. Tidak usah tebar pesona seperti tadi. Untuk apa? Untuk mencari perhatian banyak orang? Khususnya mas Gala?” tanya Nadin.Nabila menggelengkan kepalanya pelan. Menepis tuduhan yang dilontarkan Nadin.“Maaf, Mbak Nadin. Saya tidak ada niat tebar pesona. Saya hanya menjalankan tugas. Saya di sini hanya bekerja, tidak lebih,” ucap Nabila berusaha menyangkal.Nadin melipat kedua tangannya di depan dada. Mendelikkan matanya ke atas, seakan tidak menghiraukan ucapan Nabila yang berusaha membela diri.“Dengan penampilan seperti itu, apakah saya harus percaya kalau kamu tidak tebar pesona? Tapi … tunggu-tunggu, saya sepertinya kenal dengan baju yang kamu pakai ini. Coba kamu berdir
“Oma, aku malu. Aku nggak biasa dandan seperti ini,” ujar Nabila.“Kenapa mesti malu? Kamu cantik, Oma juga pangling lihat kamu. Pokoknya, mereka semua yang menertawakan kamu, harus bungkam saat melihat kecantikan kamu,” sahut Oma Nira.Saat melangkahkan kaki ke halaman tempat diadakannya acara pesta pertunangan, di saat yang bersamaan, keluarga calon tunangan Ello pun datang.Keluarga Ello menyambut kedatangan Angel, wanita yang sebentar lagi akan menjadi tunangan Ello.“Oma, apakah itu tunangan Pak Ello? Cantik, ya orangnya!” tunjuk Nabila merasa takjub.“Ah, iya … ternyata Angel sudah datang. Ayok, Nabila, sebaiknya kita ke sana. Oma mau bergabung dengan keluarga Oma. Kamu juga bergabung dengan pekerja yang lain,” sahut oma Nira.Nabila mengangguk, lantas wanita berbeda usia itu kemudian melangkahkan kakinya hendak menyambut kedatangan keluarga Angel.“Eh, lihat! Bukankah itu wanita yang memakai baju bolong tadi?” bisik salah satu tamu undangan.“Ternyata dia cantik, ya.”“Iya, pen
Suara tawa Weni yang lantang, membuat para tamu undangan yang lain, kompak tertawa lepas. Yang tadinya mereka menahan tawa karena tidak enak, kini mereka bebas tertawa lepas melihat penampilan Nabila.“Mbok Min, apakah ada yang salah dengan bajuku?” tanya Nabila.Mbok Min lantas memutar tubuh Nabila. Mbok Min terbelalak, saat melihat baju bagian belakang yang Nabila kenakan, terdapat lubang sebesar bulatan lubang gelas.“Nabila, baju kamu bolong di bagian belakang. Pantas saja mereka seperti menahan tawa. Ternyata ada yang salah sama baju kamu,” bisik mbok Min.Nabila merasa malu, lantas meminta mbok Min untuk membantu menutupi bagian belakangnya. Namun, beruntung Nabila mengenakan celana legging. Akan tetapi walau pun begitu, tetap saja Nabila merasa malu.Wajah Nabila berubah merah menahan malu. Sandi yang tengah anteng pun, merasa terganggu atas riuh ramainya orang-orang tertawa lepas.“Mbak, sayang sekali, ya. Sepertinya itu baju bekas. Kamu memang cocok memakai baju itu,” celetuk
Di dalam kamar, Nabila yang penasaran dengan kotak hadiah pemberian Gala, segera membukanya.“Wah … cantik sekali,” gumam Nabila setelah kotak itu terbuka.Di dalam kotak itu, terdapat sebuah jepitan rambut dan sebuah ikat rambut. Jepitan rambut itu begitu cantik dengan motif kupu-kupu yang terlihat sangat menarik.“Surat?”Di dalam kotak itu pula, tersimpan sebuah surat yang entah apa isinya. Lantas Nabila membuka surat itu, dan mulai membacanya.“Semoga kamu suka dengan hadiah kecil ini. Memang tidak seberapa dan tidak mahal, tapi saya harap kamu mau memakainya. Hadiah ini saya berikan, sebagai tanda permintaan maaf saya karena ucapan saya yang telah menyakiti hati kamu waktu itu. Mungkin hanya dengan ucapan minta maaf saja, itu tidak akan cukup. Dengan hadiah ini, saya mohon kamu mau memaafkan saya dengan sepenuh hati kamu. Saya juga ingat, ikat rambut kamu putus, kan? Biar tidak gerah dan mengganggu pekerjaanmu, pakailah.”Nabila melipat kembali surat itu. Tersenyum kecil atas sik
“Ello!”Seseorang berteriak memanggil nama Ello dengan suara cukup kencang. Membuat perhatian Ello teralihkan.“Ello, kamu di mana?” panggil oma Nira dari ruang keluarga.Mendengar suara oma Nira memanggil nama Ello. Hal itu menjadi sebuah kesempatan untuk Nabila bisa terlepas dari jerat menakutkan Ello. Selagi perhatian Ello teralih pada oma Nira, dengan cepat Nabila mendorong tubuhnya dengan kencang. Membuat lelaki itu mundur beberapa langkah.Nabila berlari keluar dari kamar Sandi. Bergegas ia mendekati pintu, lalu masuk ke dalam kamarnya dan mengunci rapat pintunya.“Shit! Kenapa oma ganggu saja, sih!” gerutu Ello, kemudian keluar dari dalam kamar Sandi.“Ya Tuhan, kenapa selalu seperti ini? Aku ingin hidupku tenang, ya Tuhan,” batin Nabila.Nabila kemudian duduk di pinggiran ranjang, menatap pantulan wajah yang terpampang dari depan cermin.“Apa yang menarik dariku sebenarnya? Aku jarang dandan, aku juga lupa kapan terakhir aku memakai make-up. Aku tidak menarik tapi kenapa pak E
Beberapa hari kemudian, oma Nira dan Nabila tengah duduk di ruang keluarga sambil melihat-lihat baju-baju berwarna senada untuk para pekerja. Rencananya, baju-baju itu akan dipakai di hari pertunangan Ello.“Bagus sekali ya, Nabila. Nanti kamu bagiin, ya, baju-baju ini kepada yang lain,” titah oma Nira.“Baik, Oma, nanti saya bagikan pada yang lain,” sahut Nabila sambil tersenyum ramah.Hari pertunangan akan dilaksanakan besok malam di rumah itu. Segala persiapan dimulai dari dekorasi, dan yang lain pun tengah dikerjakan dari mulai sekarang.Orang-orang di rumah itu tampak tengah sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Tak terkecuali Nabila, sembari menggendong Sandi, Nabila pun membantu oma Nira membagikan baju-baju itu untuk pekerja yang lain.“Mbok, ini baju buat kita-kita. Bagus ya, Mbok. Aku sangat menyukainya,” ujar Nabila sambil memberikan satu baju untuk mbok Min.Mbok Min menerimanya, lantas melihat baju itu dengan takjub.“Pasti harganya mahal ya, Bil. Memang, ya, keluarga ini
Setelah mengakhiri obrolannya di telepon, Nadin pun segera mengirimkan pesan kepada Erina.“Sepertinya ideku akan berhasil. Cukup akan membuat Nabila dipermalukan,” gumam Nadin.Nadin melirik ke arah jam dinding. Nadin kemudian duduk di depan cermin di dalam kamarnya. Nadin hendak melakukan perawatan pada wajahnya sebelum tidur.“Ya … krim malamnya tinggal sedikit lagi. Ish … nyebelin banget. Coba kalau masih ada kak Delima, pasti apa-apa lebih gampang. Jangankan skincare, beli tas saja gampang,” gumam Nadin, ia mengeluh dengan keadaannya sambil memegangi skincare miliknya yang hampir habis.Nadin kemudian meraih ponselnya yang baru saja ia letakkan di atas nakas. Lantas ia segera mengetikkan sesuatu pada pesan yang akan ia kirim kepada Erina.“Tante, aduh gimana, ya ngomongnya. Tiba-tiba kepala aku sakit, mau beli obat tapi aku nggak ada uang. Mama sama papa aku sedang nggak ada di rumah. Cuma aku sendirian di rumah. Mana ini sudah malam, lagi. Aku takut pas hari pertunangan kak Ello
“Hei, saya sepertinya pernah melihat kamu,” ujar Faisal kepada Nabila.Nabila mengangkat wajahnya, ia menatap pria paruh baya itu dengan lekat. Orang-orang di sekitarnya pun, mereka tampak penasaran, kenapa Faisal berbicara seperti itu? Apakah Faisal dan Nabila pernah bertemu?“Oh ya, Pak? Memangnya Bapak siapa? Apakah kita pernah bertemu sebelumnya?” tanya Nabila.Faisal tampak berpikir keras. Namun, selang beberapa saat ia pun mengingat sesuatu.“Nah, iya saya baru ingat. Kamu yang menolong saya yang hampir kecopetan, kan? Kamu ingat?” tanya Faisal.Nabila pun mengingat-ingat, seketika Nabila pun teringat akan hal itu. Sementara yang lain hanya bengong sambil memperhatikan Faisal dan Nabila.“Ah iya, maaf saya lupa dengan wajah Bapak. Maklum, saya tidak begitu memperhatikan wajah Bapak. Kok Bapak bisa ada di sini? Apakah Bapak anggota keluarga ini?” tanya Nabila.Erina memejamkan matanya sesaat. Tangannya merangkul pinggang Faisal di hadapan Nabila.“Dia Faisal, suami saya. Saya Nyo