Gala membuka matanya, tersenyum saat melihat seorang wanita cantik di depan matanya.“Sayang, kamu ada di sini?” Gala kemudian bangun dan duduk sambil menggenggam tangan Delima.“Iya, aku ada di sini bersama kamu,” sahut Delima sambil memegang dada Gala.Gala menangis bahagia, ia tak kuasa menahan air mata. Berkali-kali, ia mengecup tangan Delima. Ia tak menyangka, jika Delima ada bersamanya.“Jangan menyakiti ibu dari anakku. Milikku adalah miliknya. Kamu harus janji padaku, Sayang!” ucap Delima sambil tersenyum.Gala tidak mengerti apa maksud dari ucapan Delima. Dahinya mengernyit, menyiratkan sebuah pertanyaan di dalam benaknya.“Nanti kamu akan mengerti. Aku tidak bisa lama di sini. Aku pergi!”“Pergi? Kamu mau ke mana, Sayang? Kamu di sini saja, jangan tinggalkan aku. Aku dan Sandi butuh kamu, Delima. Aku mohon jangan pergi!” cegah Gala memohon. Namun, Delima tersenyum sambil menjauh dari pandangan Gala, hingga ia menghilang entah ke mana.“Jangan pergi, aku mohon! Aku rindu sama
Keesokan paginya, Nabila terbangun dengan selimut tebal yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Nabila menggeliatkan tubuhnya sambil menguap lebar.“Sudah pagi saja,” gumam Nabila sambil melirik ke arah jam dinding.Nabila masih mengantuk, sejenak ia berdiam sebelum beranjak dari tempat tidur. Namun, tiba-tiba matanya melotot tajam, saat dirinya teringat sesuatu.“Lah, bukannya tadi malam aku tidur di kamar Sandi? Kok sekarang ada di sini. Siapa yang mindahin?” gumam Nabila.Nabila merasa aneh, ia tidak tahu apa yang terjadi semalam.“Sepertinya aku mengalami tidur sambil berjalan. Ya sudahlah, lebih baik aku segera mandi. Dari pada kena omel lagi dari pak Gala,” gumam Nabila, lantas ia segera masuk ke dalam kamar mandi.Setelah membersihkan diri, Nabila pun membuka lemari hendak berganti pakaian. Namun, ia terpaku, ada banyak baju-baju bagus yang tersimpan di dalamnya. Bahkan ada beberapa baju yang masih ada label yang terpasang di baju-baju itu.“Baju-baju siapa ini? Kayaknya masih baru.
Selesai makan, Nabila kembali mengambil alih Sandi dari tangan Gala, kemudian membawanya ke halaman rumah untuk dijemur. Sedangkan Gala, ia pun memulai sarapan paginya.“Pak Gala, ada telepon untuk Bapak. Ini dari orang tua bu Delima,” ucap bu Sani, sambil menyerahkan ponselnya kepada Gala.“Iya, terima kasih, Bu Sani. Oh iya, tolong bereskan berkas-berkas kantor di ruang kerja saya. Rapikan dan simpan di dalam lemari seperti biasa,” titah Gala sambil menerima ponsel bu Sani.“Baik, Pak. Akan saya kerjakan sekarang!” seru bu Sani, kemudian wanita paruh baya itu berlalu pergi ke ruangan yang dimaksud.“Halo, ada apa, Ma?” tanya Gala kepada ibunya Delima.“Halo, Gala, apakah kamu tidak sibuk hari ini? Bisakah kamu datang ke rumah Mama? Mama sama papa kangen sama Sandi. Mama ingin bertemu dan memeluk cucu Mama,” jawab ibu mertua Gala.“Tidak terlalu sibuk, kerjaan bisa dihandle oleh sekretaris saya. Baiklah, aku ke sana sekarang, Ma. Aku siap-siap dulu,” ujar Gala, kemudian menutup telep
“Langsung saja, Pa. Kasih tahu Gala tentang rencana kita!” seru Mona.“Em … maaf, Ma, Pa. Ini sebenarnya ada apa, ya? Maksudnya rencana apa?” tanya Gala yang tidak mengerti dengan maksud perkataan Mona.Akbar mengangguk, kemudian menatap Gala begitu serius.“Gala, Papa tahu kamu pasti masih merasa kehilangan Delima. Begitu pun juga kami, Gala. Kami sangat kehilangan putri sulung kami, Delima. Papa juga sangat kasihan terhadap Sandi. Masih bayi tapi sudah harus kehilangan sosok ibu. Papa sedih kalau ingat itu, Gala. Maka dari itu, Papa dan Mama telah bermusyawarah, kami memiliki rencana bagus buat kamu dan Sandi. Semoga kamu bisa menerima rencana kami dengan senang hati,” jawab Akbar.Gala semakin tidak mengerti dengan ucapan Akbar. Terlalu bertele-tele dan berbasa-basi.“Lalu?” tanya Gala.Mona kemudian meraih tangan Nadin yang duduk di tengah-tengahnya bersama Akbar.“Kami memiliki niat untuk menikahkan kamu dengan Nadin. Nadin adalah Tante kandungnya Gala. Seperti Delima, Nadin sang
“Apa-apaan ini, Gala?” tanya Mona, tampak kilatan kemarahan atas sikap Gala yang dinilai tidak menghargai mertuanya.“Tidak apa-apa, hanya membantu Nabila membersihkan bibirnya saja,” jawab Gala.Mona menatap tajam ke arah Gala dan Nabila. Tangannya mengepal kuat.“Kamu sadar nggak apa yang kamu lakukan? Itu membuat kami sakit, apalagi Nadin. Kamu tidak bisa menjaga perasaan kami, sebagai mertua kamu, Gala. Gila memang, seorang pengasuh anak saja diperlakukan secara istimewa seperti itu,” ujar Mona.Gala segera menanggapi dengan santai.“Terserah Mama mau ngomong apa. Ini hidupku, kenapa mesti disetir sama orang lain? Bebas dong, aku melakukan apa saja yang aku mau. Aku bukan budak kalian, yang semau kalian atur seenaknya,” sahut Gala tersenyum smirk.Akbar berusaha menenangkan Mona yang terlihat emosi itu. Namun, Mona lumayan keras kepala. Ia tidak bisa diam begitu saja melihat Gala berlaku seperti itu.“Em … maaf, biar saya keluar saja. Kasihan Sandi,” ucap Nabila merasa tidak enak,
“Terima kasih, Bu Sani. Sekalian tolong ambilkan barang-barang Sandi di mobil. Dan kamu, Nabila, langsung mandiin Sandi. Sepertinya dia sudah tidak nyaman,” ucap Gala yang disambut oleh anggukan kepala bu Sani dan Nabila.Gala masuk ke dalam kamarnya. Ia menelpon sekretarisnya, guna memastikan tentang pekerjaannya yang seharian ini ia tinggalkan, yang dipercayakan kepada sekretarisnya tersebut.“Baiklah kalau begitu, besok saya kembali masuk. Pastikan bahwa proyek kita ini berjalan lancar. Saya ingin proyek kita berhasil dan perusahaan kita semakin berkembang,” ujar Gala kepada sekretarisnya.Setelah panggilan diakhiri, Gala memutuskan untuk membersihkan diri. Di bawah guyuran air dingin, Gala merasa tubuhnya menjadi segar dan rileks.Keesokan harinya, seperti biasa, Gala berangkat ke kantor. Melanjutkan proyek besar yang harus ia kerjakan. Namun, sebelum pergi, Gala menyempatkan diri untuk menemui Sandi di kamarnya.“Anak Papa sudah wangi saja, Papa kerja dulu, ya. Kamu baik-baik sam
“Nabila! Ya Tuhan, kamu kenapa, Nabila?” Gala berlari mendekati Nabila.“Pak Gala,” gumam Nabila.Penampilan Nabila terlihat kacau. Selain dahinya terluka, rambutnya pun terlihat acak-acakan.“Kamu kenapa bisa sampai begini? Habis dari mana saja kamu? Kenapa tidak izin pada saya kalau kamu keluar?” Gala mencecar Nabila dengan banyaknya pertanyaan.Nabila menghembuskan napas kasar. Tampak tatapan matanya begitu sayu.“Pak Gala marah sama saya? Iya, tidak apa-apa, kok. Memang saya yang salah karena tidak izin kepada Pak Gala. Kalau memang Pak Gala mau pecat saya, tidak apa-apa. Biar saya pergi sekarang,” imbuh Nabila.Gala menautkan kedua alisnya, entah apa yang terjadi terhadap Nabila. Sikapnya pun terasa aneh yang Gala lihat.“Kamu ngomong apa, sih? Nggak jelas banget,” sahut Gala.Nabila tersenyum tipis sambil membuang muka.“Aku memang nggak jelas, Pak. Hidup saya sudah kepalang hancur. Sekali hancur, ya sudah hancur saja sekalian. Saya memang tidak berguna,” ujar Nabila.Gala semak
“Saya ikut ke pesta sama Bapak?” tanya Nabila sambil menunjuk wajahnya sendiri.“Ya, kamu mau?” tanya Gala.Nabila terdiam, bingung harus menerima ajakannya atau harus menolak.“Diam berarti mau,” cetus Gala.Nabila menautkan kedua alisnya. Majikannya itu memang selalu membuat keputusan sendiri, tanpa persetujuan dari yang bersangkutan. Namun, di balik sifat Gala yang penuh penekanan, ada sisi baik yang Nabila rasakan selama bekerja di sebagai ibu susu untuk anaknya.“Kok Pak Gala yang memutuskan saya mau. Apakah Pak Gala yakin saya mau ikut?” tanya Nabila.“Saya yakin, ingat, saya adalah majikan kamu. Apa pun perintahku, kamu harus turuti,” jawab Gala.Nabila menghela napas kasar, kemudian ia mengangguk setuju. Memang benar, Nabila harus menuruti apa pun perintah Gala. Sebab, dirinya dibayar oleh Gala.Suasana berubah hening saat perut Nabila berbunyi.“Makan yang banyak, setelah itu temui Sandi. Kamu meninggalkannya cukup lama. Saya tidak mau anak saya kelaparan,” ucap Gala kemudian
“Aw, sakit!” Nabila menggigit tangan itu, sehingga pemilik tangan itu memekik kesakitan dan melepaskan tangannya dari tubuh Nabila.Nabila berdiri lalu membalikkan tubuhnya. Matanya membeliak, saat mendapati seseorang yang sedang ia hindari saat ini.“Pak Gala, sedang apa di sini? Kenapa peluk-peluk saya?” tanya Nabila, sungguh ia sangat terkejut karena itu.“Aku ke sini mau jemput kamu untuk pulang ke rumahku,” jawab Gala.Nabila mengernyitkan dahinya, apakah ia tidak salah dengar? Bahkan Gala pun berbicara sedikit aneh, tidak seperti biasa. Aku, kamu?“Jemput saya, Pak? Buat apa? Bukankah saya sudah melakukan hal tidak senonoh di rumah kalian? Itu, kan, yang ada di pikiran kalian tentang saya?” tanya Nabila.Gala terdiam mematung, menatap wanita itu tanpa berkedip.“Aku percaya sama kamu, Nabila. Aku percaya sama kamu,” imbuh Gala.Nabila bergeming, bingung atas sikap Gala saat ini.“Maksud Pak Gala?” tanya Nabila.“Aku minta maaf karena sempat tidak mempercayai kamu. Tapi sekaran
“Terry, Ya Tuhan … kenapa aku harus ketemu lagi sama wanita itu?”Jantung Nabila berdetak sangat kencang. Trauma atas kejadian di rumah Frans masih terbayang di dalam benaknya.“Nabila, ke sini!” teriak Bayu sambil melambaikan tangannya ke arah Nabila.Terry menoleh ke belakang. Namun, dengan cepat Nabila membalikan badannya membelakangi Bayu. Berharap Terry tidak melihat wajahnya.“Om, sepertinya aku harus pergi dari sini,” pamit Nabila, kemudian berjalan cepat meninggalkan bengkel.Langkah Nabila sengaja dipercepat. Takut jika Terry masih mengenali suaranya. Nabila berjalan sambil menunduk ke bawah. Dipeluknya berkas lamaran dengan erat. Hingga tidak sengaja, tubuh Nabila menabrak seseorang dan nyaris ia terjatuh ke atas aspal.“Hei, hati-hati. Kamu tidak apa-apa?” tanya Arsya.Nabila mengangkat wajahnya, melihat Arsya ada di tempat itu, sontak Nabila menjauh.“Mas Arsya,” gumam Nabila.Entah kebetulan atau bagaimana, lagi dan lagi Nabila harus bertemu lagi dengan Arsya.“Kamu kenap
“Kak Naima, di mana kamu sekarang, Kak? Seandainya kamu ada di sini, aku ingin memeluk kamu,” gumam Nabila.Nabila memandangi foto kakaknya, Naima. Naima yang masih kecil, harus terpisah dari keluarga saat diajak berlibur ke danau. Orang tua Nabila sudah berusaha keras mencari keberadaan anaknya itu. Namun, mereka tidak berhasil menemukannya. Disinyalir, jika Naima hilang tenggelam di danau, saat orang tuanya lengah. Namun, sayangnya mereka tidak berhasil menemukan jasad Naima.Nabila menghembuskan napas kasar. Ia berpikir, jika saja Naima masih ada, mungkin Nabila tidak akan kesepian. Naima pasti akan menjadi sosok kakak yang baik yang akan melindungi adiknya dari marabahaya.Waktu telah menunjukkan petang. Kumandang adzan pun telah terdengar dari masjid terdekat di kediaman orang tua Nabila.Nabila yang belum sempat membersihkan diri, beranjak dari posisi duduknya lalu mengambil handuk. Namun, sebelum itu Nabila memasukkan album foto itu ke dalam tasnya.Kamar mandi di rumah itu han
Nabila menoleh ke arah samping rumah. Di sana, berdiri Laksmi sambil menenteng barang belanjaan berupa sayuran mentah.“Tante, aku ke sini mau minta izin untuk tinggal sementara di sini, sampai aku mendapatkan pekerjaan,” jawab Nabila.Laksmi mendekati Nabila, menatap keponakannya dengan tajam.“Apa? Mau tinggal di sini? Ini rumah Tante, bukan rumah kamu, Nabila. Ingat, ayah kamu pernah punya hutang sama Tante. Kamu tidak bisa seenaknya tinggal di sini, karena rumah ini sudah menjadi milik Tante,” jelas Laksmi.Nabila meraih tangan Laksmi, berharap belas kasih dari adik ayahnya itu.“Tante aku mohon, izinkan aku tinggal di sini sebentar saja. Sampai aku dapat kerjaan, aku janji aku bakalan angkat kaki dari rumah ini. Tolong, aku bingung mau tinggal di mana sekarang. Hanya rumah ini yang menjadi harapanku. Aku tidak mungkin tidur di luar. Gimana kalau begini saja, Tante, aku bayar sewa untuk satu bulan ke depan. Aku ada uang segini, sisanya buat biaya hidup aku. Bagaimana, Tante?” tany
“Aku harus pergi ke mana? Sudah berapa kontrakan yang aku kunjungi, tapi tidak ada yang kosong. Aku tidak mungkin tidur di emperan toko,” gumam Nabila.Nabila berjalan menyusuri jalanan yang tampak ramai. Cuaca panas tidak menyurutkan niatnya untuk pergi menjauh dari rumah Gala. Namun, sayangnya ia kebingungan harus tinggal di mana sekarang.Nabila berhenti di sebuah warung kecil di pinggir jalan. Ia memesan air mineral dingin, untuk sekedar menghilangkan rasa dahaga.Nabila menyeka keringat yang mengucur di dahi. Beberapa kali ia mengibaskan tangan untuk mengurangi rasa gerah.“Apa aku kembali saja ke rumah Nadya untuk sementara waktu? Tapi ….” Nabila menggelengkan kepalanya.“Tidak, aku tidak boleh ke sana. Cari jalan lain, pasti ada jalan, pasti ada!” gumam Nabila.Nabila memijat pelipisnya, kemudian kembali melanjutkan perjalanan yang entah ke mana arah dan tujuannya.Dari belakang, Nabila mendengar suara klakson motor. Nabila menghentikan langkahnya, lantas menoleh ke belakang.“
Setelah pak Ujang pergi, Gala menerima pesan dari nomor pak Ujang. Gala pun segera membuka pesan itu.“Coba cari tahu dari CCTV. Siapa tahu Bapak mendapatkan petunjuk. Soalnya saat saya sedang bantu-bantu di acara pesta semalam, sekilas saya seperti melihat Nabila berjalan sempoyongan. Menurut saya ada yang salah pada Nabila. Entah apa penyebabnya, coba Bapak cari tahu, rekaman Nabila sebelum dia masuk ke dalam kamarnya. Bisa jadi itu adalah kerjaan pak Ello, untuk menjebak Nabila. Tapi maaf, bukan maksud saya menuduh kakaknya Pak Gala. Tapi ada baiknya Pak Gala segera mencari tahu.”Gala membulatkan matanya setelah membaca pesan dari pak Ujang. Kini ia mengerti maksud dari ucapan pak Ujang barusan. Bisa-bisanya Gala tidak terpikirkan untuk mencari tahu semuanya dari CCTV. Gala telah menelan mentah-mentah informasi yang belum tentu benar adanya, tanpa mencari tahu dulu bukti yang akurat.Bergegas Gala meninggalkan ruang laundry menuju kamarnya. Gala teringat akan kamera CCTV yang seng
“Apakah Nabila pergi?” gumam Gala.Seketika hati Gala terasa sesak. Lantas ia mencoba menghubungi nomor Nabila. Berharap ia tahu keberadaannya saat ini.Gala merasa lemas, tatkala Nabila menolak panggilan telepon dari Gala. Tak lama dari itu, setelah Gala mencoba lagi menghubungi nomor Nabila, tiba-tiba nomor Nabila tidak aktif.“Ya Tuhan … kenapa Nabila pergi?” batin Gala.Gala kemudian menjauh dari lemari, ia hendak keluar dari kamar Nabila untuk memberitahu yang lain, bahwa Nabila tidak ada. Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti, saat sudut matanya tidak sengaja menangkap sesuatu yang tergeletak di atas bantal.Gala mendekati tempat tidur, lalu mengambil selembar kertas yang tersimpan di sana.Setelah Gala melihat kertas itu, ternyata kertas itu berisi surat dari Nabila. Penasaran akan isi surat itu, Gala pun segera membacanya.“Pak Gala, mungkin saat Pak Gala membaca surat ini, saya sudah tidak ada di rumah Pak Gala. Mohon maaf, saya tidak izin langsung untuk pergi dari rumah itu.
Gala spontan menginjak pedal rem mendadak. Hampir saja ia menabrak orang itu. Setengah memukul, Gala membunyikan klakson, membuat lelaki berseragam pelayan catering itu kemudian menepikan langkahnya ke pinggir jalan.“Kalau jalan hati-hati, hampir saja kamu mati saya tabrak!” sentak Gala, ia memarahi lelaki itu.Gala kembali melajukan mobilnya hingga keluar dari area komplek perumahannya. Setelah itu, Gala menambah kecepatan laju kendaraannya seperti kesetanan. Gala yang selalu disiplin dalam berkendara, kini ia bersikap pecicilan. Sangat jauh berbeda dari biasanya.Hingga mobilnya berhenti, Gala turun dari dalam mobil, lalu berjalan masuk ke dalam sebuah gedung yang dijaga oleh dua orang penjaga dengan perawakan tinggi besar, berbaju serba warna hitam.Gala masuk ke dalam lingkaran dunia malam, di mana di sana banyak sekali orang-orang yang tengah bersuka ria sambil menari-nari dengan asyiknya dengan alunan musik yang mendayu-dayu dengan indah. Ada juga yang tengah menikmati minuman
“Apa?”Serempak, semua orang terkejut mendengar keputusan yang keluar dari mulut Faisal.“Tidak, Ello adalah tunanganku, Om. Kenapa Om memutuskan untuk menikahkannya dengan wanita itu?” tanya Angel.Sejenak Faisal memejamkan matanya, kemudian membukanya kembali sambil mengusap kepala Angel.“Maafkan Om, Angel. Tapi Om tidak bisa menutup mata terhadap apa yang telah mereka lakukan. Dengan menikahkan mereka, mungkin ini adalah jalan yang terbaik. Om harap, kamu bisa tabah menerima keputusan Om. Jalan kamu masih panjang, Angel. Kamu masih muda, kamu bisa mendapatkan lelaki yang lebih baik dari Ello,” jawab Faisal.“Tidak bisa begitu dong, Pak Faisal. Masa Pak Faisal memutuskan hal ini sendirian. Kita tidak tahu mereka mau atau tidak dinikahkan. Kasihan anak saya, baru juga bertunangan, masa Bapak seenaknya membatalkan pertunangan ini. Mau ditaruh di mana muka saya?” timpal ayah Angel.“Maaf, Om Bimo. Tapi saya setuju atas keputusan Papi saya. Saya akan menikahi Nabila, sebagai bentuk tan