Sementara itu, Hans yang berada tak jauh dari mereka, memperhatikan dengan seksama. Tatapan mata Hans mengarah pada Sandra dan sang ibu.Meskipun ia merasa terkejut dan kesal melihatnya ada di sana, ia tidak bisa berbuat banyak. Ia tahu kalau dirinya mengusir Sandra atau mengkonfrontasinya, bisa saja situasi di pesta ini menjadi kacau. "Nggak, aku gak bisa berbuat kasar sekarang," gumam Hans menatap kesal.Maka, dengan enggan, Hans memilih untuk tetap berada di sisi Ashley, yang tampak sangat bahagia, dan juga tak melepaskan pandangan dari Baby Neul.Liam yang mengamati sekitar sejak tadi, mencoba ingin melakukan sesuatu. Tentu saja ia harus mengkonfirmasi dengan sang CEO lebih dulu. Maka, asisten itu mendekati Hans dengan merasa canggung."Saya mohon maaf, Pak. Sepertinya Sandra berhasil masuk ke acara ini tanpa izin. Saya tidak tahu bagaimana bisa kelolosan seperti ini," ucap sang asisten penuh penyesalan.Liam terlihat s
Melihat kemesraan Hans dan Ashley, kedua mata Sandra semakin memanas. Wanita itu tidak tahan dengan pemandangan yang membuat hatinya terasa sakit. Sandra melihat Hans dan Ashley yang sedang bersulang dengan menyilangkan tangan keduanya di hadapan para tamu undangan. Sontak hal itu mendapat tepuk tangan, serta semua mata terpesona dengan keromantisan mempelai pengantin. Belum lagi, ditambah ucapan sarkas dari gerombolan para karyawan yang sangat tidak cocok dengannya. Tangan Sandra terulur mengambil minuman di hadapannya, dan langsung menengak hingga tandas. "Brengsek kamu, Ash!" ucapnya dalam hati. Lantas Sandra bangkit dari duduknya. Saat ia bangkit, Winda dan Naura pun juga sempat memperhatikannya. "Bu Naomi, maaf, aku permisi ke toilet dulu," pamit Sandra membuat alibi. Padahal sejujurnya ia ingin segera pergi dari pesta yang menyebalkan itu. "Oh ya, Sandra. Itu toiletnya ada di sana?" tunjuk Naomi pada sisi samping rumah Hans, "atau Winda biar antar kamu, kalau kamu gak
Setelah pesta pernikahan yang meriah usai, suasana penuh kebahagiaan masih terus terasa di hati Hans dan Ashley.Kedua mempelai yang baru saja mengikat janji sehidup semati itu duduk berdampingan di ruang tamu rumah Hans. Meskipun pesta telah selesai, senyum ceria masih tergurat di wajah mereka.Chandra dan Naomi yang telah lama menantikan momen ini, duduk di hadapan mereka. Setelah beberapa waktu, Hans merasa inilah saat yang tepat untuk berbicara dari hati ke hati dengan kedua orang tuanya.Sambil menatap kedua orang tuanya, Hans meneguk ludahnya sebelum berbicara. "Mi, Pi ... maaf, kalau selama ini Hans belum melibatkan kalian dalam banyak hal, terutama dalam persiapan pernikahan ini. Hans ingin minta maaf atas itu. Kami benar-benar berharap, kalian bisa mengerti bahwa keputusan itu bukan berarti tidak menghargai kalian."Pria itu tertunduk dalam penuh penyesalan, sambil menggenggam tangan Ashley. Begitu pula dengan sang istri yang juga te
Pesta pernikahan Hans dan Ashley sudah berlalu, namun bagi Riana, suasana hatinya justru semakin muram. Semua yang telah direncanakannya dengan begitu matang kini terasa hancur berantakan. Harapan besar yang ia bangun sejak awal kini terasa sangat rapuh. Sandra, anak perempuannya, tak lagi memiliki kesempatan untuk menikah dengan Hans, pria yang selama ini ia anggap sebagai tiket untuk melompat ke kelas sosial yang lebih tinggi."Aku gak habis pikir, kenapa Sandra bisa kalah dari wanita pembawa sial itu!" maki Riana bermonolog dengan kesal.Dengan wajah tegang, Riana duduk di ruang tamu rumahnya, matanya tajam menatap ke depan, seolah-olah ia sedang merencanakan sesuatu. Rahangnya mengeras, dan tangannya terkepal.Dari kejauhan, Doni, anak sulungnya, yang sejak tadi memperhatikan dari pintu, semakin penasaran dengan perubahan sikap ibunya. Tentu saja pria itu penasaran dengan apa yang terjadi pada sang ibu.Mendekat perlahan, s
Hari yang dinanti-nanti akhirnya tiba. Hans dan Ashley, bersama dengan Baby Neul, sedang mempersiapkan segala sesuatunya untuk menginap di rumah Oma dan Opa. Setelah Candra dan Naomi memutuskan untuk pulang lebih dulu setelah berakhirnya pesta. Meskipun mereka berdua tampak santai, ada sedikit kecemasan di wajah Ashley. Ini adalah pertama kalinya mereka menginap di sana, dan pastinya ada banyak hal yang ingin ia pastikan. "Ayo, Ash. Apa semua sudah siap?" tanya Hans menghampiri Ashley yang hendak Menggendong Haneul. "Hem, sudah Pak," sahut Ashley tanpa menoleh. Panggilan Ashley ternyata belum juga berubah hingga membuat Hans sedikit gemas. Namun, tangan pria itu tetap terulur membantu sang istri mengaitkan kunci di balik punggung hingga terdengar bunyi 'klik!' "Mau sampai kapan kamu gak merubah panggilan untukku itu, Sayang," bisiknya tepat di telinga Ashley hingga bibir serta embusan napas sang suami membuat wajahnya bersemu merah. Ashley tersipu malu mengalihkan pandanga
Suasana sore semakin hangat di taman samping rumah orang tua Hans, dipenuhi tawa dan kebersamaan. Hans, Ashley, dan kedua orang tuanya sedang duduk bersama di sekitar meja makan. Terlihat Candra sudah menyiapkan alat bakar dan menyalakan api lebih dulu. Sementara Hans dan Ashley juga membantu."Kalian ambil daging, serta alat makan saja," pinta Candra agar kedua pengantin baru sedikit menjauh.Ashley menggangguk, "biar aku yang ambil sayur dan dagingnya, Mas."Namun, Hans juga tak mau kalah, ia juga ingin membantu dalam acara pesta barbeque ini, "Jangan, biarkan aku bantu juga."Keduanya langsung masuk ke dapur, Ashley membuka lemari pendingin, sementara Hans melangkah mengambil alat makan. Mereka sepakat bekerja sama."Aduh, sudah besar banget Neul, ya? Kayak papa banget,” kata Naomi, yang tiba-tiba muncul dari balik pilar sambil memeluk Baby Neul dengan lembut.Wanita paruh baya itu baru saja bermain dengan cucu kesay
Jika Hans dan Ashley dalam keharmonisan keluarga, berbeda dengan Sandra yang semakin terpuruk. Wanita itu benar-benar frustasi akibat tertampar oleh kenyataan yang begitu getir.Malam pun semakin larut, Sandra duduk di meja bar, menatap kosong ke gelas minumannya yang sudah hampir habis. Musik yang keras, lampu yang berkedip, dan keramaian di sekitarnya hanya membuatnya semakin merasa terasing.Dia seharusnya merasa bahagia, atau setidaknya merasa lebih baik setelah mencoba melupakan kenyataan yang pahit. Tapi kenyataan itu terus menghantuinya, seperti bayangan yang tak bisa hilang."Mengapa seolah takdir pun juga tidak memihakku ...?" gumamnya mengangkat gelas, meneguk habis isinya. Sesaat, rasa pahitnya menyeruak, mengingatkan pada betapa pahitnya kenyataan yang dia hadapi. Dia selalu bermimpi menikah dengan Hans, membangun keluarga kecil yang bahagia. Tapi kini, impian itu hancur berantakan."Sandra," bisik suara tiba-tiba dari s
Sandra yang sudah dalam keadaan tak sadarkan diri pun tengah digerayangi dua pria di sekelilingnya. Sementara Hendrik sedang menyiapkan kamera yang tepat dengan tempat yang akan dijadikan membuat video mereka. "Gimana bro, kita mulai sekarang aja, ntar keburu dia sadar?" tanya satu rekan Hendrik. Sementara satu pria lain pun menyahut, "Benar katanya. Kalau kita gak segera, mungkin kita akan gagal semuanya." "Oke, oke, tenang. Sebentar aku siapin lampu sorotnya." Setelah memastikan semuanya sempurna, Sandra yang sudah tak memakai sehelai pakaian pun tersorot kamera dengan sangat jelas. Bentuk tubuh setiap inci wanita itu terekspos melalui lensa kamera Hendrik. "Yuk, kita mulai," kata Hendrik yang mulai menyalakan lampu serta tombol power. Kamera menyala, merekam setiap detiknya tubuh wanita itu. Bagaimana pula Hendrik mendekatkan kamera itu merekam pada bagian tubuh Sandra yang paling inti. "Wow," gumam Hendrik sangat bergairah meskipun hanya melihat melalui lensa kame
Setelah beberapa hari tinggal di rumah orang tua Hans. Hans dan Ashley akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah mereka sendiri. Naomi dan Candra tampak enggan melepas mereka, tetapi Ashley dengan lembut meyakinkan bahwa Hans harus kembali bekerja.Mereka berkumpul di ruang tamu, dengan koper yang sudah tertata rapi di dekat pintu. Sementara Naomi dan Candra duduk di sofa, terlihat enggan melepas mereka."Kalian yakin sudah harus pulang? Tinggallah beberapa hari lagi di sini. Kami masih ingin bersama Baby Neul." Naomi membuka pembicaraan lebih dulu.Hans dan Ashley bergeming, mencoba memahami keadBaby Neul tertidur nyenyak dalam dekapan Naomi, yang masih enggan melepas cucu kesayangannya. Sang Oma mengelus lembut pipi Baby Neul. "Kenapa harus pulang secepat ini? Kalian kan bisa tinggal beberapa hari lagi. Oma masih belum puas bermain dengan Baby Neul."Candra mengangguk setuju "Iya, rumah ini jadi lebih ramai sejak kalian
Doni berlari dan langsung berlutut di samping Sandra yang tergeletak tidak sadarkan diri. Dengan hati-hati, Doni meraih tangan Sandra dan membuka genggaman Sandra perlahan, menyingkirkan pecahan kaca sebelum akhirnya mengangkat tubuh adiknya ke dalam gendongannya.Napas Doni memburu. Tubuh Sandra yang basah kuyup terasa dingin di dekapannya."Mama, ayo!" serunya.Riana bergegas mengikuti Doni dari belakang, air mata terus mengalir di pipi Riana saat melihat kondisi putrinya.Begitu keluar rumah, Doni buru-buru membuka pintu mobil dan membaringkan Sandra di kursi belakang."Ma, pegangin dia," kata Doni sambil masuk ke kursi kemudi.Riana segera masuk dan memangku kepala Sandra di pangkuannya.Doni menyalakan mesin mobil dan segera melaju ke rumah sakit. Jalanan yang mulai lengang membuatnya bisa memacu mobil lebih cepat.Tangan Doni mencengkeram kemudi erat. Napasnya tersengal, matanya terus melirik ke kaca spion
Sandra terbangun dengan kepala yang Mata Sandra membelalak. Napasnya tercekat.Pikiran Sandra langsung melayang ke kejadian semalam. Tangan-tangan kasar itu memperlakukannya dengan brutal—menarik, mencengkeram, dan merenggut harga dirinya tanpa ampun, seolah ia bukan manusia. Semua itu terjadi diiringi desahan dan tawa menjijikkan.Suara mereka masih terngiang di telinga Sandra. Mereka mengolok-olok, menyebutnya murahan, lalu tertawa puas sambil mengatakan betapa mereka menikmati saat Sandra memohon, menangis, meronta sekuat tenaga, dan berteriak ketakutan."Tidaaaak!"Sandra menjerit histeris, tangannya mencengkeram rambutnya sendiri. Ia ingin menyangkal apa yang terjadi, tapi rasa sakit di tubuhnya berkata lain. Ia merasa jijik. Marah dan hancur.Emosi yang membuncah membuatnya meraih gelas kaca di atas meja dan melemparkannya ke dinding. "Bajingan!!!""Bangsat! Hendrik brengsek!!"Sandra bangkit dengan tubuh geme
Hans memang memberi waktu bagi Ashley untuk menyesuaikan diri sebagai istrinya. Ia tidak memaksanya untuk segera menjalankan peran sebagai istri sepenuhnya. Baginya, sudah cukup jika Ashley tidak melupakan tugasnya sebagai seorang ibu. Pria itu menatap Ashley dengan lembut, membiarkan keheningan di antara mereka sejenak sebelum akhirnya bertanya, "Apa yang kamu inginkan dariku sebagai suamimu, Ash?" Terdiam sejenak, Ashley menatap Hans dengan sorot mata ragu. Mereka kini berbaring saling berhadapan. Kedua bola mata saling menyelami perasaan masing-masing. Begitu pula Hans, menatap teduh sang istri. Ashley tersentak mendengar pertanyaan itu. Ia mengangkat wajah, menatap suaminya dengan ragu. "Aku ... aku bersyukur," katanya pelan. "Aku gak pernah mendapatkan kasih sayang dari kedua mertuaku sebelumnya, tapi di sini, aku merasakannya. Aku gak butuh apa-apa lagi." Hans menggeleng kecil, tersenyum hangat. "Bukan itu maksudku, sayang." Ia mendekat, menggenggam tangan Ashley dengan
Setelah acara pesta barbeque usai pada malam itu, Naomi langsung membawa Haneul ke kamarnya. Sementara Hans dan Candra masih berbincang di ruang keluarga. Perbincangan yang santai diselingi tawa dan canda dari anak mantu keluarga Lee.Baru kali pertama Ashley merasakan kehangatan di dalam lingkungan keluarga mertuanya, dan sambutan mereka yang begitu hangat."Ash, kamu jangan sungkan-sungkan kalau di rumah ini ya. Ini rumah masa kecil Hans, jadi kamu pun juga harus merasa nyaman di sini," kata Candra membuat suasana semakin hangat."Mmm, iya, Pi. Aku akan membiasakan diri," balas Ashley terdengar kaku.Pasangan muda itu duduk berdampingan di sofa, sementara Candra duduk tak jauh dari mereka. Setelah mendengar lagi ucapan sang menantu, Candra tersenyum tipis, "Ya ya ya, itu akan jadi lebih baik. Jadi, kapan kalian bulan madu?"Hans dan Ashley saling berpandangan. Ashley menundukkan wajah, tersipu malu, sementara Hans menggar
Entah mimpi apa Sandra hingga terjebak ke dalam permainan Hendrik yang sangat panas. Pria yang memiliki studio itu biasanya menghasilkan gambar-gambar para model untuk cover atau iklan tertentu.Namun, di balik semua itu, ternyata Hendrik memiliki bisnis kotor. Ia memproduksi film porno dengan korban yang ia ancam akan disebar video yang ia rekam.Plak!"Diam dan patuh, Sandra. Atau kamu tiba-tiba jadi artis viral!" bentak HendrikPipi Sandra seketika menjadi panas. Wajahnya langsung memerah marah. Detik itu juga sesuatu terasa keras masuk ke dalam intinya. Dirinya merasa terbelah. Sandra sontak mendongak. "Argh ...!"Hendrik mendorong kuat miliknya yang sudah mengeras dengan sekali hentakan. Sedikit sulit, dan sesuatu yang basah ia rasakan."Hmmm ... Ternyata kamu masih perawan juga ya?" desis Hendrik sambil menarik miliknya sedikit.Sekali lagi, ia hentakkan kuat hingga terdengar jeritan dari wanita yang ada di b
Hendrik mulai melumat bibir Sandra. Perlahan, bibirnya menjelajah leher jenjang Sandra. Sementara kedua tangannya bergerilya menjelajahi tubuh halus Sandra tanpa menghentikan aksinya menciumi leher Sandra. Bahkan pria itu meninggalkan tanda merah yang dalam di kulit putih Sandra.Tiba-tiba Hendrik menghentikan aksinya dan berdiri. Ia memperhatikan tubuh Sandra yang masih terkulai tak sadarkan diri. Sesaat, ia terdiam. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya."Gini gak seru," gumam Hendrik. "Kalau dia sadar, reaksinya pasti lebih menarik."Dua teman Hendrik, Riki dan Anton, saling pandang."Maksudnya gimana?" tanya Anton, pria bertubuh besar dengan perut buncit."Bangunin dulu," Hendrik melirik ke wastafel di sudut ruangan. "Ambilin air, Rik."Riki, pria berkepala plontos, mengangkat bahu sebelum akhirnya berjalan ke wastafel. Sementara itu, Anton melipat tangan di dada, wajahnya masih penuh keraguan."Terus kalau
Sandra yang sudah dalam keadaan tak sadarkan diri pun tengah digerayangi dua pria di sekelilingnya. Sementara Hendrik sedang menyiapkan kamera yang tepat dengan tempat yang akan dijadikan membuat video mereka. "Gimana bro, kita mulai sekarang aja, ntar keburu dia sadar?" tanya satu rekan Hendrik. Sementara satu pria lain pun menyahut, "Benar katanya. Kalau kita gak segera, mungkin kita akan gagal semuanya." "Oke, oke, tenang. Sebentar aku siapin lampu sorotnya." Setelah memastikan semuanya sempurna, Sandra yang sudah tak memakai sehelai pakaian pun tersorot kamera dengan sangat jelas. Bentuk tubuh setiap inci wanita itu terekspos melalui lensa kamera Hendrik. "Yuk, kita mulai," kata Hendrik yang mulai menyalakan lampu serta tombol power. Kamera menyala, merekam setiap detiknya tubuh wanita itu. Bagaimana pula Hendrik mendekatkan kamera itu merekam pada bagian tubuh Sandra yang paling inti. "Wow," gumam Hendrik sangat bergairah meskipun hanya melihat melalui lensa kame
Jika Hans dan Ashley dalam keharmonisan keluarga, berbeda dengan Sandra yang semakin terpuruk. Wanita itu benar-benar frustasi akibat tertampar oleh kenyataan yang begitu getir.Malam pun semakin larut, Sandra duduk di meja bar, menatap kosong ke gelas minumannya yang sudah hampir habis. Musik yang keras, lampu yang berkedip, dan keramaian di sekitarnya hanya membuatnya semakin merasa terasing.Dia seharusnya merasa bahagia, atau setidaknya merasa lebih baik setelah mencoba melupakan kenyataan yang pahit. Tapi kenyataan itu terus menghantuinya, seperti bayangan yang tak bisa hilang."Mengapa seolah takdir pun juga tidak memihakku ...?" gumamnya mengangkat gelas, meneguk habis isinya. Sesaat, rasa pahitnya menyeruak, mengingatkan pada betapa pahitnya kenyataan yang dia hadapi. Dia selalu bermimpi menikah dengan Hans, membangun keluarga kecil yang bahagia. Tapi kini, impian itu hancur berantakan."Sandra," bisik suara tiba-tiba dari s