Perkataan Shiya berhasil membuat hati Frans seperti di sayat-sayat. Kini ia baru menyadari bahwa dulu perasaan Shiya memanglah tulus kepadanya. Penyesalan yang terasa begitu kuat itu membuat kedua matanya berkaca-kaca.
Sedangkan, Baro yang berdiri didepan mobilnya itu terlihat menyunggingkan senyuman menatap Shiya. Sikap Shiya benar-benar membuatnya bangga."Bi Asih! apa Bibi baik-baik saja?" Andrew berjalan menghampiri ketiga wanita itu. Memecahkan ketegangan yang terjadi didepan rumah itu."Tuan Andrew?" Andrew menarik Bi Asih yang berdiri diantara dua wanita itu agar menyingkir. Kemudian ia menggantikan tempat Bi Asih yang sebelumnya. Bukannya berdiri didepan Lucy, Andrew justru berdiri didepan Shiya membuat Lucy yang merasa dirinya lebih kenal dengan Andrew itu membulatkan kedua matanya heran."Andrew? apa yang kau lakukan disini?" Lucy mengerutkan keningnya menatap Andrew yang tengah berdiri dihadapannya. Rupanya ia belum sadar ada beBrak!Saat mobil baru saja berhenti dihalaman rumah keluarga Dimejo. Lucy segera turun dan menutup pintu sangat keras tanpa menunggu suaminya. Ia melangkahkan kaki sangat cepat memasuki rumah itu."Pergilah!" Bram menyahutinya dengan anggukan kepala. Frans kemudian turun dari mobil itu. Ia pun melangkahkan kakinya mengikuti Lucy setelah mobil Bram pergi."Kau yang dulu kukenal adalah gadis yang baik hati." Frans langsung menghujam Lucy dengan suara yang menggelegar saat keduanya sampai diruang tamu, membuat semua pelayan dirumah itu segera menyingkir tak ingin menyaksikan pertengkaran yang terjadi pada majikannya itu."Kenapa aku harus berbaik hati?" Lucy menimpali perkataan Frans dengan tenang."Aku sudah bekerja keras menjaga hubungan kita selama sepuluh tahun terakhir. Dan sekarang aku berada dipuncak tujuanku. Tapi tiba-tiba suamiku mencintai mantan istrinya kembali, ditambah orang yang kucintai tak menginginkanku lagi. Lalu
Setelah bergulat di dapur selama beberapa jam. Kini Shiya sedang sibuk mengemas makanan yang selesai ia buat untuk mereka bawa ke taman."Pergilah panggil Hans! Kita sudah siap." Baro menjawabnya dengan anggukan kepala. Ia kemudian berlalu pergi meninggalkan Shiya yang sedang merapikan tempat makanannya di dapur.Beberapa saat kemudian Baro kembali muncul didapur menggandeng pria kecil dengan tangan kanannya."Ayo kita berangkat sekarang!" Hans melepaskan tangannya dari genggaman Baro. Pria kecil itu berlari mendekati Shiya dan menarik tangannya, tak sabar untuk membawanya keluar dari rumah itu. Baro pun segera meraih bungkusan makanan yang masih tergeletak dimeja. Ia kemudian segera berjalan keluar mengikuti Shiya dan Hans.Raut wajah pria kecil itu terlihat begitu riang, seakan menyihir semua orang yang menatapnya untuk ikut merasakan kebahagiaannya. Selama perjalanan pun tak henti-hentinya ia bernyanyi, bercerita dan sesekali menanyakan
"Apa sesuatu terjadi?" Shiya yang sedari tadi memperhatikannya membuat dirinya penasaran. Namun, Baro hanya menggelengkan kepalanya tak mau menyahutinya, ia kemudian melingkarkan tangannya ke pinggang Shiya dan membawanya untuk masuk kedalam rumah."Malam ini aku harus pergi keluar negeri." Baro akhirnya mulai berbicara pada Shiya setelah semua pelayan pergi."Kenapa mendadak sekali?" Shiya mengerutkan keningnya."Ada hal mendesak yang harus aku tangani." Baro tak mengatakannya dengan gamblang pada Shiya."Tidak lama kan?" tatapan Shiya kini terlihat sangat memelas, ia menundukkan kepalanya dan mengerucutkan bibirnya. Membuat Baro tak tahan melihat wajah menggemaskan itu."Aku akan segera kembali untukmu, kau tak perlu khawatir." Baro pun segera membawa Shiya kedalam pelukannya dan mengusap-usap punggung wanita hamil itu. Melihat Shiya yang terlihat manja membuat hatinya sangat bahagia.Baru saja merasakan bahagia seb
Baro tiba di bandara Internasional Tokyo dengan disambut beberapa pria berseragam serba hitam. Mereka adalah anak buah Tuan Heng. Para pria itu menundukkan tubuhnya hormat saat Baro berjalan keluar bandara.Ada lebih dari 5 mobil berwarna hitam yang berjajar didepan bandara untuk menjemput kedatangan Baro. Baro dan Hans pun masuk ke salah satu mobil itu. Mereka kemudian membawanya pergi ke kediaman Tuan Heng.Tuan Heng adalah anggota kelompok yakuza yang bernama Maguchi. Kelompok ini merupakan organisasi yakuza terbesar di Jepang yang terdiri dari 850 klan. Tuan Heng sendiri adalah kepala geng yang memiliki ratusan anggota gengster di Tokyo.Selang beberapa saat, mobil-mobil hitam itu memasuki rumah mewah yang berukuran besar. Di sana terlihat lebih banyak anggota yang tengah menyambutnya. Mereka menundukkan kepala saat Baro dan Hans turun dari mobilnya."Bawa Hans masuk!" beberapa pelayan segera membawa pria kecil itu masuk kedalam rumah.
Di ruangan yang tampak gelap, seorang pria paruh baya bertubuh besar dan kekar terlihat duduk disebuah kursi kayu dengan kedua tangan terikat. Wajahnya berlumuran darah, tanda banyaknya hantaman yang mendarat diwajahnya. Sekujur tubuhnya dari punggung, bagian atas paha hingga lengan dipenuhi tato. Tato bergambar ikan koi yang berenang melawan arus yang menyimbolkan tekad kuat dan kekuatan menaklukan sesuatu."Bunuh aku brengsek!" Tuan Heng masih menyeringai dengan wajah yang sudah babak belur."Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau tak mau berubah pikiran!" Tuan Rengo sudah dibutakan amarah."Hahaha meski aku mati, perusahaan ku tak akan hancur di tanganmu!" Tuan Heng terkekeh dengan sisa tenaganya.Dulunya Tuan Heng dan Tuan Rengo adalah partner bisnis di bidang yang sama. Mereka terkenal sebagai ketua gengster terkaya yang menghasilkan milyaran dollar dari bisnis perjudian, pemerasan, industri seks, penjualan senjata dan obat-obatan t
"Hentikan mereka!" suara teriakan Tuan Rengo terdengar hingga luar rumah, membuat semua anggotanya bergerak untuk mencegah kepergian Baro beserta anggotanya.Baro pun menghentikan langkahnya seraya menyeringai, ia sudah tau hal itu pasti akan terjadi. Data yang ia bawa adalah aib terbesar Tuan Rengo. Bahkan dengan data itu, Baro dapat dengan mudah menghancurkan perusahaan miliknya."Berikan semua salinan yang kau miliki! atau aku akan membuatmu menghilang dari muka bumi seperti yang terjadi pada Heng." kemarahan dan ketakutan terlihat jelas di wajah garang Tuan Rengo."Kau pikir kami adalah lawan yang mudah?" dengan banyaknya anggota yang ia bawa, Baro menghadapi ancaman Tuan Rengo dengan sangat tenang."Lepaskan Tuan Heng! lalu aku akan memberikan semua salinan ini padamu." Baro masih bernegosiasi pada Tuan Rengo dengan keadaan yang sudah sangat tegang itu."Kau pikir siapa dirimu? hah? berani bernegosiasi denganku?" rupanya ha
Di kediaman Tuan Rengo."Sialan! bocah itu berani mengingkari kesepakatan yang sudah dibuat." Tuan Rengo marah besar setelah melihat seluruh aibnya tersebar diberbagai media. Ternyata flashdisk yang Baro berikan padanya belumlah semuanya, ia masih memiliki banyak salinannya. Kini bisnis kotornya pun juga berhasil dibeberkan oleh Baro.Tuan Rengo menghancurkan semua barang yang ada didalam rumahnya dengan membabi buta. Ia bahkan memukul beberapa anggotanya tanpa alasan, hanya untuk melampiaskan kemarahannya."Bunuh dia! bawakan mayatnya padaku! pergilah! apa lagi yang kalian tunggu? hah?" suara kemarahan Tuan Rengo sangat menggelegar hingga membuat semua anggotanya bergidik ngeri.***Di kediaman Tuan Heng."Ayah, kami akan pergi ke makam. Setelah itu kami akan segera kembali ke Indonesia." Baro dan Hans sudah terlihat rapi lengkap dengan bucket bunga ditangannya."Biarkan Hans tinggal disini lebih lama. Aku masih
Baro melangkahkan kakinya dengan penuh semangat untuk memasuki pesawat. Sepanjang perjalanannya tampak sepi tidak seperti biasanya yang ada beberapa petugas berjaga, namun ia tak begitu menghiraukannya. Ia terus tersenyum karena sudah tak sabar akan bertemu dengan kekasih hatinya yang sudah beberapa waktu ia tinggalkan.Saat asik hendak melangkahkan kakinya lebih dekat dengan pesawat. Tiba-tiba seseorang menarik tangannya dengan kuat membuat dirinya segera memutar kepalanya."Tuan Kayota?" ia membulatkan kedua bola matanya dengan sempurna saat melihat Tuan Kayota menggenggam tangannya dengan sangat kuat."Menjauh lah dari pesawat itu!" Tuan Kayota menekankan suaranya, berharap agar Baro mau mendengarkannya."Apa yang kau lakukan?" Baro berusaha keras melepaskan genggaman tangan Tuan Kayota.Duarrr!Belum sempat keduanya menjauh, pesawat itu sudah terlebih dahulu meledak dengan sangat dahsyat membuat keduanya terpental
Hari berikutnya, Hans dan John pun kembali ke Jepang setelah mereka mendapat informasi yang cukup tentang Lucy. Mereka terus berusaha mencari keberadaan Lucy hingga ke seluruh penjuru dunia. Namun, usahanya tak kunjung juga mendapatkan hasil.Selama berada di Jepang, Hans pun kembali memperdalam ilmu bisnisnya dengan bimbingan sang kakek dan juga John. Karena bagaimanapun juga, Hans adalah satu-satunya penerus keluarga Heng.Lima tahun kemudian.Tibalah saatnya untuk Hans kembali ke Indonesia untuk mengambil alih semua perusahaan Baro yang selama ini tidak terlalu terurus. John sendiri juga kuwalahan menangani semua perusahaan besar itu seorang diri.Kini dengan adanya Hans, pekerjaan John pun bisa lebih ringan. Ia hanya perlu mengurus beberapa anak perusahaan milik Baro yang ada diluar negeri."Uruslah perusahaan Ayahmu dengan baik. Jangan mengecewakannya!" Tuan Heng berdiri di teras rumahnya saat Hans hendak berangkat ke Indonesia meninggalkannya."Baiklah, Kek. Jagalah kesehatan Kak
Pintu itu mulai terbuka, seorang wanita terlihat muncul dari balik pintu itu."John? kau kah itu?" Shiya menyipitkan matanya menatap pria yang tengah berdiri dihadapannya itu."Katakan padaku Nona! dimana kau sembunyikan Nona Lucy?" John berteriak padanya, memaksa air mata Shiya untuk keluar begitu saja."A-aku... hiks hiks hiks." Shiya tak kuasa menahan tangisnya. Bahkan ia kesulitan untuk melanjutkan perkataannya."Ibu?" Hans melangkahkan kakinya pelan menatap Shiya yang sedang menangis diambang pintu itu.Suaranya pun berhasil membuat tangis Shiya terhenti sejenak, ia kemudian menatap pria yang sedang berjalan kearahnya itu dengan seksama."Si-siapa?" Shiya menatap Hans yang berjalan kearahnya dengan tatapan mata sendu."A-aku Hans Bu." Shiya pun berjalan mendekatinya, pelan ia memegang wajah tampan itu dengan kedua tangannya."Hans? benarkah itu kau?" Shiya pun memeluk tubuh tegap pria yang a
Hari berikutnya, Hans dan John sudah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan resort setelah selesai menikmati sarapan. Keduanya pun kini berdiri di lobby untuk menunggu kedatangan mobil yang menjemputnya.Saat sedang berdiri disana, seekor anjing tiba-tiba mendekatinya. Anjing itu terus menggonggong didekatnya seakan ia tahu bahwa Hans akan segera pergi."Kau datang untuk mengucapkan selamat tinggal padaku?" Hans mengusapnya dengan lembut. Sedangkan John hanya memperhatikannya."Dia mirip sekali dengan Coda." John memperhatikannya sejenak."Kau benar Paman." Hans mengedarkan pandangannya seperti sedang mencari seseorang."Mobil kita sudah tiba Tuan." tak lama setelah itu, mobil yang mereka tunggu-tunggu akhirnya datang. Hans pun mengucapkan selamat tinggal pada anjing itu dan masuk kedalam mobilnya."Codaaa! Codaaa!" saat mobil yang membawa mereka mulai berjalan. Lucy terlihat berlari menghampiri anjing itu sambil berte
Sore itu, seperti biasanya. Lucy berjalan-jalan disepanjang pantai bersama dengan anjingnya. Anjing itu terus setia berjalan didekat Lucy. Namun, tidak seperti biasanya tiba-tiba anjing itu berlari menjauh darinya. Sontak Lucy pun terkejut dibuatnya."Coda! Coda! kemarilah!" Lucy berteriak setengah berbisik karena anjing itu berlari mendekati seorang pria tampan yang tengah berdiri menikmati pemandangan indah pantai yang tak jauh darinya. Ia takut suaranya akan didengar oleh pria itu. Bukan apa-apa, hanya saja Lucy tak enak hati jika anjingnya mengganggu orang lain.Namun, sangat berbeda dari dugaannya. Pria itu malah menundukkan tubuhnya dan mengusap-usap bulu anjing itu dengan lembut. Rupanya, Coda mencium bau susu yang sedang Hans pegang ditangannya.Lucy pun segera berlari mendekatinya karena melihat anjing itu sudah bertindak keterlaluan pada orang asing."Maafkan saya Tuan. Anjing ini sedikit nakal. hehe." Shiya membawa anjing itu pa
Beberapa tahun kemudian.Lucy berjalan dipinggir pantai di depan resort nya menikmati pemandangan sore yang indah itu. Kegiatan itu sekarang telah menjadi kebiasaannya. Ia selalu berjalan-jalan dengan ditemani seekor anjing jenis German Sheperd yang ia temukan beberapa lalu dipinggir pantai.Karena anjing liar itu mengingatkannya pada Coda, jadi Lucy memutuskan untuk merawatnya. Ia membiarkan anjing itu berkeliaran di resort nya dan kini anjing itu sangat patuh padanya.Gadis kecil yang sebelumnya masih berumur 10 tahun itu kini sudah berumur 17 tahun. Lucy sudah tumbuh dengan sangat baik dan kuat. Ia pun juga sangat cantik, bahkan umurnya sudah memenuhi syarat untuk memiliki kartu tanda pengenal sendiri.Keahlian bela diri Lucy pun kini tak main-main, ia bahkan memenangkan banyak kompetisi muay thai diberbagai pertandingan yang ia ikuti. Namun, namanya terkenal sebagai Sangrawee Narong bukan dengan nama Lusiana Arabelle.Hal it
Untuk pertama kalinya, Lucy menapaki negara yang terasa asing baginya. Negara yang sama sekali belum pernah ia kunjungi meski hanya didalam mimpi saja.Suara-suara orang yang berbicara dengan bahasa asing pun terus menyelimuti telinganya. Suasana yang sangatlah berbeda dari sebelumnya.Sebuah mobil mewah pun sudah terparkir didepan pintu masuk bandara Internasional Phuket untuk menjemput mereka. Beberapa pria terlihat segera menghampiri mereka untuk membawakan koper yang sedang mereka bawa."Ma?" Lucy menggenggam erat lengan Nyonya Aom karena merasa takut melihat pria-pria asing bertubuh kekar yang mengambil alih kopernya itu."Jangan takut, mereka adalah orang-orang yang bekerja untuk Papamu." Nyonya Aom pun memeluknya agar gadis kecil itu tak merasa takut."Kemarilah! Paman ini baik hati. hahaha" Tuan Narong terkekeh di samping mobilnya saat melihat Lucy yang ketakutan. Ia juga menepuk-nepuk bahu salah satu pria bertubuh kekar
Beberapa minggu kemudian."Ini semua dokumen Nona Muda yang anda minta Tuan." seorang pria memberikan map berwarna coklat berukuran besar kepada Tuan Narong."Baiklah." Tuan Narong membuka isi map itu dan membacanya satu persatu."Saya juga sudah merubah nama Nona Muda seperti yang anda minta Tuan." pria itu memberikan satu buah map lagi kepadanya."Baguslah. Sangrawee Narong, nama ini cocok untuknya." Tuan Narong mengangguk-anggukan kepalanya seraya membaca dokumen yang ada ditangannya."Apa kali ini anda akan tinggal disana dalam waktu lama Tuan?" pria itu mencoba memberi asupan pada rasa penasarannya."Entahlah, aku ingin menikmati waktu di Phuket bersama keluargaku." raut wajah Tuan Narong terlihat bahagia kali ini. Ia merasa senang karena kini memiliki keluarga yang lengkap."Semoga waktu anda menyenangkan Tuan." selama bertahun-tahun, Tuan Narong selalu sibuk bekerja keras hingga tak memperhatikan ist
Kini Shiya dan Lucy sudah berdiri didepan sebuah bangunan dengan interior ala bangunan tua. Bangunan itu adalah panti asuhan. Ya, Shiya memang berniat memasukkan Lucy ke panti asuhan karena dia tidak tahu lagi harus membawanya kemana. Jika terus membiarkan Lucy berada didekatnya ia akan terus merasakan sakit akibat siksaan darinya."Lucy tinggal lah disini! semua orang disini baik. Jangan menunggu ibu untuk datang lagi." Shiya meletakkan tas berukuran besar di teras bangunan itu. Ia mengusap-usap ujung kepala Lucy dengan lembut."Tapi Bu, kenapa Ibu meninggalkanku? aku janji akan menjadi anak yang baik." Lucy menangis, ia sangat ketakutan ibunya akan meninggalkannya."Kau anak yang baik Nak, bahkan sangat baik. Itulah sebabnya kau harus tinggal bersama orang-orang baik, bukan bersama orang jahat seperti Ibu." Shiya tak kuasa menahan air matanya."Tapi bagiku Ibu adalah orang yang paling baik didunia ini." Lucy memegang erat lengan Ibunya,
"Nona, hari ini bolehkah aku membawa Nona Lucy sepulang sekolah?" pagi itu, John menjemput Lucy dan meminta ijin pada Shiya untuk membawa Lucy. Shiya pun mengiyakan permintaan John dan membiarkan Lucy pergi ke sekolah bersamanya."Tolong jaga dia baik-baik." Shiya menundukkan tubuhnya untuk berbicara pada John yang sudah duduk didalam mobilnya."Jangan khawatir Nona." John pun melajukan mobilnya meninggalkan rumah Shiya. Sedangkan Lucy yang diduduk disamping John itu, terus melambaikan tangannya pada sang ibu.Shiya masih berdiri tak bergeming dari tempatnya, menatap kepergian mobil itu sambil membalas lambaian tangan dari anaknya.Siang harinya.John sudah berada didepan sekolah saat Lucy keluar dari taman kanak-kanak itu. Gadis kecil itu pun menghampirinya begitu saja, keduanya pun terlihat sangat akrab selayaknya Paman dan keponakan yang sesungguhnya."Kita akan pergi kemana Paman?" gadis kecil itu terus melemparka