Chapter 5
Sweet Vanilla
Acara reuni hanya diisi makan malam dan sedikit sambutan oleh pengisi acara, karena temanya santai dan cenderung menjurus ke sebuah pesta, ketika malam semakin merambat, beberapa orang mulai asyik bergantian bernyanyi bersama seorang penyanyi yang memang telah di persiapkan untuk meramaikan acara.
Ketika malam semakin larut, acara yang tadinya bergantian bernyanyi mulai berubah menjadi pesta dansa. Teman-teman Vanilla menemukan pasangan masing-masing malam itu, dengan gembira mereka menari menikmati alunan musik sedangkan Vanilla, tentu saja ia adalah penonton karena di samping jumlah pasangan yang sudah pas seolah acara itu memang kebetulan di rancang untuk berpasang-pasangan. Vanilla sempat melihat Beck sedang duduk di pojok sendirian, sama seperti Vanilla yang berperan sebagai penonton teman-temannya berdansa. Pria itu sepertinya tidak tertarik untuk mengajaknya berdansa tetapi bisa dipastikan jika Vanilla bergabung dengan teman-temannya, Beck pasti akan menyeretnya pergi dari lantai dansa.
"Vanilla...." Suara pria itu terdengar berat, sedikit serak tetapi merdu.
Vanilla yang sedang menatap layar ponselnya mengalihkan fokusnya, tubuhnya sedikit menegang mendapati pria yang memanggil namanya.
Nicholas Knight.
Pria tampan yang pernah ia kagumi di sekolah dulu, berdiri tepat di depannya. Nick yang dulu dinobatkan sebagai pria tertampan di sekolah, kini menjelma seratus kali lipat lebih tampan dibandingkan dengan ketika ia masih muda, jika dulu tubuh tingginya sedikit kurang berisi, saat ini tubuh itu tampak lebih tinggi, tegap, kekar, dan pria itu tampak lebih matang dari segi mana pun. Manik mata birunya seindah samudra melengkapi ketampanannya, rahangnya tampak kokoh, dan bibirnya melengkung membentuk senyum yang sempurna.
Tanpa sadar bibir Vanilla bergetar dan ia mendesahkan nama Nick di dalam hatinya, matanya menatap Nick penuh kegaguman yang tidak bisa disembunyikan.
"Apa kau ingat padaku?" tanya Nick yang langsung duduk di depan Vanilla tanpa meminta persetujuan gadis itu.
Vanilla mengerjapkan matanya, bibir gadis itu sedikit terbuka. Ia tentu saja mengingat Nick tetapi ia enggan mengakuinya. Gadis itu memilih tidak menjawab.
"Aku Nick," ujar Nick. "Nicholas Knight, sahabat Beck."
"N-nick?" Vanilla mendesahkan nama pria di depannya pelan, matanya masih menatap Nick penuh kekaguman.
Nick tersenyum, lembut, manis, dan semakin terlihat tampan. "Apa kabarmu, Vanilla?"
"A-aku baik," jawab Vanilla, canggung dan gugup. Jantungnya terasa hendak melompat dari rongga dadanya karena kegirangan, pria yang ia idolakan dulu menyapanya dan masih mengingat namanya.
Nick terkekah, ia mengamati wajah cantik Vanilla. Jika dibandingkan dengan Vanilla dulu tentu saja Vanilla yang sekarang ada di depannya sekarang sangat jauh berbeda, tampak lebih dewasa dan juga lebih cantik. Rambutnya berwarna kuning kemerahan, matanya berwarna biru gelap, alisnya yang tipis tetapi terbentuk sempurna, dan bibirnya tampak kenyal. Gadis itu nyaris tidak memiliki kekurangan. Nick yakin, Beck pasti memiliki gangguan pengelihatan.
Nick berdehem. "Kau tidak menanyakan kabarku?"
Vanilla tersenyum. "Aku yakin kau baik."
Sesaat mereka sama-sama terdiam, bergelung dalam pikiran masing-masing.
"Oh iya, di mana Beck? Biasanya dia...." Nick memutus kekakuan di antara mereka, ia melayangkan tatapannya ke arah lain seolah mencari keberadaan sahabatnya meskipun ia tahu jika Beck sebenarnya telah meninggalkan tempat itu tepat saat Nick memasuki restoran untuk memulai aksinya mendekati Vanilla.
Pria itu sengaja masuk ke dalam acara saat teman-temannya telah asyik berdansa dengan gadis-gadis dan telah mengonsumsi alkohol. Jika ia masuk di saat awal acara, di samping ia terlalu menarik perhatian gadis-gadis juga bisa dipastikan teman-temannya tidak akan memberikan dirinya kesempatan untuk menjauh dari mereka dan ia akan kesulitan mendekati Vanilla.
Vanilla juga melakukan hal yang sama, ia mencari-cari Beck menggunakan matanya. "Tadi Beck ada di...."
"Apa kau ingin berdansa, Vanilla?" tanya Nick memotong ucapan Vanilla.
Vanilla terkejut mendengar pertanyaan Nick, ia mengibaskan tangannya di depan dadanya. "Tidak, aku... a-aku telah lama tidak berdansa," tolaknya cepat.
Nick berdiri, pria itu mengulurkan satu tangannya. "Maukah kau berdansa denganku?"
Vanilla terperangah, Nick mengajakku berdansa?
Kedua pipi Vanilla terasa memanas, perasaan gugup semakin menjalari seluruh raganya. "A-aku mungkin akan menginjak sepatumu, apa tidak masalah?"
Nick tersenyum. "Aku tidak keberatan."
Ragu-ragu Vanilla menerima uluran tangan Nick, saat kulitnya menyentuh kulit tangan pria itu, ia merasakan seolah ada sedikit sengatan listrik mengalir di darahnya. Ia bangkit dari kursi dan berjalan mengikuti Nick yang melangkah membawanya ke lantai dansa bergabung bersama teman-teman mereka.
"S-satu lagu kurasa cukup," ucap Vanilla ketika Nick meraih pinggangnya. Lengan pria itu kokoh melingkar di pinggangnya dan yang pasti terasa nyaman.
"Kau takut Beck melihat kau berdansa denganku?" tanya Nick yang mulai mengayunkan langkanya memulai dansa.
Vanilla tersenyum. Ia tidak menjawab pertanyaan Nick tetapi sorot matanya jelas sekali memancarkan kekhawatiran.
"Beck tidak akan marah, percayalah padaku." Ia berbicara seolah-olah mengerti ketakutan Vanilla.
Diam-diam Nick menggeram di dalam hati, pinggang Vanilla terasa begitu pas berada di dalam rengkuhannya dan bibirnya itu seolah merekah sempurna untuk ia cium. Samar-samar Nick mencium aroma parfum Vanilla, sesuai namanya gadis itu juga memakai parfum beraroma Vanilla, aromanya terasa sangat lembut dan manis.
Beck bodoh!
"Kudengar kalian telah bertunangan," kata Nick.
Vanilla mengangguk.
"Kapan kalian berencana akan menikah?"
Vanilla tertegun mendengar pertanyaan Nick tetapi ia segera menguasai dirinya. "Kami belum membicarakannya," jawabnya pelan.
Sialan, jangankan membicarakan pernikahan. Hubungan pertunangan ini saja tidak jelas.
Nick tersenyum. "Kau sepertinya tegang sekali."
Malu-malu Vanilla tersenyum, ia mengakui jika dirinya memang sangat tegang, tenggorokannya bahkan terasa kering dan jantungnya semakin berpacu cepat membuatnya merasa tidak nyaman.
"Tidak, maksudku... aku tidak terbiasa sedekat ini dengan pria," ucapnya setengah mendesah.
Sedetik kemudian Vanilla menyesali ucapannya karena mungkin di telinga Nick itu terdengar seperti bualan, ia adalah gadis yang memiliki tunangan. Bukankah mustahil seorang gadis yang memiliki tunangan tidak pernah berdekatan dengan seorang pria?
Nick mengerutkan keningnya. "Benarkah?"
"M-maksudku selain Beck," ralat Vanilla. "Aku rasa sudah satu lagu."
"Sepertinya kau memang tidak tertarik berdansa denganku, ya?" tanya Nick, nadanya terdengar kecewa.
Vanilla tersenyum kaku, ia bukan tidak tertarik berdansa dengan Nick. Tetapi, ia merasa sangat gugup dan perasaan kegirangan yang meluap-luap di dalam dadanya nyaris tidak bisa dikendalikan hingga ia ingin melompat ke dalam pelukan pria yang berjarak sangat erat darinya, pria yang lengannya melingkar di pinggangnya.
Vanilla berdehem pelan. "Bukan begitu, aku hanya merasa haus."
Kali ini ia yakin, alasannya sedikit masuk akal meski faktanya memang ia merasakan jika tenggorokannya terasa kering.
"Baiklah." Nick menghentikan gerakannya, ia masih menggenggam tangan Vanilla membawa gadis itu menjauh dari lantai dansa menuju tepi kolam renang yang suasananya tampak lebih tenang.
Pria itu memanggil seorang pelayan untuk memesan minum untuk Vanilla, ia mengeluarkan bungkus rokok dari saku celananya.
"Apa kau tidak keberatan aku merokok?"
Vanilla mengerjapkan matanya, ia tidak menyangka jika Nick adalah seorang perokok. "Tentu saja tidak."
Meski sebenarnya ia tidak menyukai pria perokok tetapi apa urusannya? Pria itu berhak merokok di depannya apa lagi tempat itu juga milik Nick. Tentu saja pria itu berhak melakukan apa saja sesuka hatinya.
"Kudengar kau yang memiliki ide untuk melakukan reuni ini?" tanya Vanilla membuka percakapan.
Nick membakar tembakaunya lalu menghisapnya dalam-dalam seolah ia akan baik-baik saja menikmati nikotin yang mungkin saja sedang menggerogoti paru-parunya. "Beck yang mencetuskan ide ini."
"Beck?"
"Ya, aku hanya menyiapkan tempat dan semua yang diperlukan. Lagi pula hanya sedikit pesertanya setelah di data. Jadi, kupikir tempat ini cocok."
"Tapi, kau tidak ada sepanjang acara tadi," gumam Vanilla.
"Aku ada sedikit urusan, ada sedikit masalah bersama client," ucap Nick. "Bagaimana rasanya tinggal di New York?"
Vanilla kembali mengerjapkan matanya. "Beck memberi tahumu?"
Nick menyeringai. Tetapi, pria itu tidak mengiyakan ataupun menyangkal apa yang Vanilla lontarkan.
"Aku lebih menyukai tinggal di Barcelona, aku merindukan kue buatan ibuku sepanjang waktu."
Nick menggeser segelas jus tomat yang baru saja diletakkan oleh pelayan di meja mereka. "Kau tidak minum alkohol?"
"Terima kasih," ucap Vanilla. "Aku tidak menyukai alkohol."
Gadis itu mengangkat gelas jusnya dengan gerakan anggun lalu perlahan meminum jusnya melalui sedotan sementara Nick, ia dengan teliti mengamati semua gerakan gadis di depannya tanpa sedikit pun ada yang terlewati.
Bersambung....
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar dan rate.
Salam manis dari Cherry yang manis.
đ
Chapter 6FantasyBeck beberapa kali memukul kemudi mobilnya, ia bahkan mencengkeram benda itu dengan kuat. Pikirannya kacau, ia meninggalkan Vanilla bersama Nick meski perasaannya tidak ikhlas tetapi ia harus melakukannya. Sahabatnya itu pasti akan mengatainya tidak konsisten jika ia mengacaukan rencana Nick yang telah disusun dengan matang demi menjauhkan Vanilla darinya dan Sophie.Saat Nick memasuki restoran, Beck segara menjauh dan ia memutuskan untuk pergi ke tempat tinggal Sophie. Semula niatnya ingin menikmati tubuh Sophie sesuka hatinya, memuaskan dirinya. Tetapi, sayangnya sepanjang ia bercinta dengan Sophie malam itu, pikirannya sama sekali tidak bersama Sophie. Ia terus mengkhawatirkan Vanilla yang sedang bersama Nick dan parahnya lagi, ia justru terus berfantasi terhadap tubuh Vanilla, membayangkan jika tubuh yang ia kuasai adalah Vanilla, bukan Sophie, dan anehnya rasanya ia lebih bergairah berkali-kali lipat dari biasanya.
Chapter 7An IdeaBeck berulang kali menghela napasnya dan mengembuskannya dengan kasar, pria itu menunggu pagi yang seolah tak kunjung tiba. Ia tidak mampu memejamkan matanya karena mencemaskan Vanilla yang ia duga sedang bersama Nick, mungkin saja sahabatnya itu sedang mencumbui Vanilla karena ia tahu bagaimana Nick. Kali ini ia benar-benar merasa menyesal mendorong Vanilla kepada Nick, jika ia memiliki satu gadis di dalam hidupnya, maka Nick memiliki segudang wanita yang bisa ia ganti sesuka hatinya kapan saja ia mau. Saat itu ia sedang emosi karena merasa cukup lelah dengan semua tekanan sejak Vanilla berada di Barcelona.Ia memutuskan menyeduh kopi di dapur lalu membawa secangkir kopi ke dalam kamarnya, mengaktifkan smoker detector, menyalakan laptopnya lalu mulai bekerja sambil menghisap tembakaunya hingga tidak terasa malam telah berlalu berganti pagi.Bergegas Beck membersihkan tubuhnya lalu ia mengena
Chapter 8Your Name"Maaf, aku membuatmu menunggu terlalu lama." Nick menarik sebuah kursi pantri, melepaskan jasnya lalu meletakannya dengan benar di sandaran kursi."Tidak masalah," ujar Vanilla. Senyum tampak di bibir manisnya. "Satu-satunya yang harus kau khawatirkan adalah gula darahmu.""Mereka baik-baik saja." Nick berdiri di samping Vanilla, ia mengamati hidangan yang telah disiapkan oleh gadis itu. "Aku sepertinya mulai ketergantungan dengan masakanmu."Vanilla terkekeh mendengar pernyataan Nick, sudah dua Minggu setiap hari pria itu datang ke dapur restorannya sepulang bekerja untuk me
Chapter 9 Trick"Ma, kau tidak bisa berbuat sewenang-wenang seperti itu." Beck langsung melayangkan protesnya.Lucy tersenyum dengan cara yang sangat angkuh. "Apa yang tidak bisa kulakukan? Perusahaan ini milikku."Beck mendengus, ia kehabisan kata-kata karena fakta ya memang perusahaan itu milik ibunya."Sayang, tunggulah di luar," kata Beck kepada Sophie.Sophie mengangguk lemah dan dengan wajah tertunduk ia meninggalkan ruangan itu diiringi tatapan sinis dari Lucy."Mulai Senin, Vanilla yang akan menjadi sekretarismu," ujar Lucy, terde
Chapter 10Too CloseVanilla menangis sejadi-jadinya di dalam pelukan Nick, menumpahkan semua rasa sakit yang diciptakan oleh Beck. Beck baru saja menuduhnya ingin memisahkan dari Sophie, bahkan dengan sombongnya Beck mengatakan membatalkan pertunangan mereka."Kau pikir kau akan bisa merebutku dari Sophie dengan cara mengambil posisinya di perusahaan?" Beck dengan sinisnya melontarkan ejekannya kepada Vanilla. Vanilla yang saat itu masih tidak mengerti ke mana arah pembicaraan Beck hanya mampu mendengarkan ucapan-ucapan Beck yang terus menyudutkannya. "Jangan
Chapter 11In My ArmsSuasana tampak lengang, hanya suara kertas yang di bolak balik sesekali terdengar memecah keheningan."Ma, ayolah... bantu aku berpikir." Sophie merengek kepada wanita di depannya yang sedang membolak-balik tabloid."Sejak dulu sudah kukatakan jika Beck itu tidak baik untukmu, aku berulang kali mengenalkan anak-anak klienku yang jauh lebih kaya. Tapi, kau dibutakan cinta.""Kau mengenalkan aku pada pria tua," sungut Sophie."Hanya lebih tua beberapa tahun, bukan masalah. Yang penting uang mereka banyak." N
Chapter 12Wild KissingDi dalam bangunan yang terbuat dari kaca, Vanilla memekik, tubuhnya bergetar hebat, ia nyaris tidak bisa bernapas dengan benar. Kedua pahanya melingkar di antara pinggang Nick, ia mengalungkan lengannya di leher Nick sementara wajahnya berada di antara ceruk leher pria itu. Seumur hidupnya yang ia ingat, ia hanya pernah melihat harimau di televisi. Mungkin pernah melihat di kebun binatang ketika ia masih kecil, yang jelas ia tidak mengingatnya.Kucing yang Nick maksud adalah lima ekor harimau besar, sangat besar seperti seekor sapi hanya saja tingginya tidak setinggi sapi. Harimau itu terdiri dari tiga e
Chapter 13ConfusedVanilla baru saja memasuki ruang makan dan tertegun mendapati siapa yang ada di sana. Nick, pria itu duduk di kursi makan sedang menikmati sarapan di rumahnya bersama Xaviera."Nick...." Vanilla justru seolah mengerang memanggil nama pria itu."Sayang, selamat pagi. Ayo, kemarilah," ucap Xaviera, wanita itu sedang menuangkan susu ke dalam gelas.Sementara Nick, pria itu hanya menyeringai. Tetapi, tatapan matanya menatap Vanilla lembut, penuh kerinduan seolah-olah telah bertahun-tahun tidak melihat gadis itu.
Epilogue
Chapter 57
Chapter 56
Chapter 55
Chapter 54
Chapter 53
Chapter 52
Chapter 51
Chapter 50I ApologiesVanilla menikmati paginya dengan menatap wajah tampan Nick yang tersaji di depannya, pria itu tampaknya masih dibuai mimpi. Ia mengulurkan tangannya, jemarinya menyentuh alis tebal Nick, senyum bahagia mengembang di bibir indah Vanilla. Pemuda yang dulu ia kagumi di sekolah menengah atas kini menjadi miliknya, berada di atas ranjangnya, menjadi calon suaminya, dan mereka juga akan segera memiliki buah hati. Masih seperti mimpi. Terlepas dari segala konflik keluarga, kehadiran Nick bagi Vanilla memang seperti mimpi. Seperti seorang gadis biasa yang mendapatkan seorang pangeran berkuda putih di dalam dongeng anak-anak. Jemari Vanilla turun menyentuh sudut bibir Nick, matanya menatap bibir kenyal itu seolah ia sedang mendamba. Perlahan ia mendekatkan bibirnya dan men