“Laki laki itu Ethan,” ujar Mita, sorot matanya memancar bahagia.
Seolah ada yang menghantam hatinya, Nadya segera berpaling tidak mau Mita melihat ekspresi wajahnya yang berubah dan kedua matanya yang memancar rasa sedih. Nadya tahu ia harus berhenti untuk mencintai Ethan. Oh yah ia tahu kalau ia mencintai Ethan, tadi malam ia sudah menyadarinya dan tadi pagi ketika bangun wajah Ethan tidak pernah lepas dari benaknya. Nadya juga tidak mau memaksakan keinginannya untuk tetap mencintai Ethan dan bersaing dengan temannya. Tidak. Ia harus mundur. Mita sudah mencintai Ethan sejak lama, tidak mungkin ia menerobos masuk tanpa tedeng aling aling di antara mereka. Lagipula Nadya juga tidak mengenal Ethan dan ia sudah mengalami hubungan yang pahit. Ia tidak mau mengalaminya lagi. Tentu ia juga ingat dengan janjinya sendiri. Dengan tekad kuat ia sudah memutuskan untuk mendukung Mita. Sebelum berpaling lagi ke arah Mita yang sedang berseri seri bahagia Nadya memejamkan mata se“Ethan.”Ethan mendongak dari dokumen pengadaan promosi yang sedang dibacanya dan sedang ia timbang untuk menyetujuinya atau tidak, mata birunya terlihat tidak suka karena diganggu pada saat ia sedang bekerja. Namun tiba tiba mata biru itu berubah kaget dengan apa yang dilihatnya.“Adel, sedang apa kamu di sini?” Tanya Ethan dalam bahasa Inggris.Adelaide Grace berdiri sambil menyandar pada daun pintu dengan santai seakan ia sudah lama berdiri di situ dan hanya memperhatikan Ethan. Bak model berjalan di atas catwalk Adel masuk ke kantor Ethan seraya melayangkan pandangannya ke ruangan itu. Kantor Ethan sangat luas temboknya terbuat dari kaca sehingga pemandangan pantai yang indah terlihat jelas. Seketika ia menyukai ruangan kerja Ethan di Bali.Adel memakai blouse merah panjang sampai ke bawah lutut tanpa lengan dan ditutupi syal putih mengelilingi bahunya. Rambut pirangnya yang berponi terurai sampai ke punggungnya terbawa angin sep
Sudah seminggu lewat novel yang digarap Nadya akhirnya selesai. Kini Nadya terduduk sambil menatap ke arah laptopnya dengan mata menyalang. Dari sejak kemarin ia belum menemukan inspirasi untuk membuat novel baru yang akan dikirimkan ke kontes novel di kantor Ethan di Australia. Otaknya seakan tumpul. Ia tidak dapat berpikir jernih karena pikirannya bercabang cabang. Dua hari lalu kedua orang tuanya menelepon dan menyuruhnya untuk menyusul ke Surabaya jika novelnya sudah selesai karena mereka akan pulang ke Jakarta setelah tahun baru yang tadinya sebelum tahun baru. Semua temannya sudah menemukan judul novel dan sekarang sedang menggarapnya. Tentu saja Mita, Riana dan Bagas dari awal sudah menggarap novel mereka masing masing, mereka tinggal meneruskannya. Belum pikiran tentang Ethan. Sejak dari telepon itu Ethan tidak meneleponnya lagi dan Nadya tidak tahu kabar Ethan sehingga pikiran buruk hinggap di benaknya. Apakah mungkin Ethan memang menyukai Mita dan ia meneleponnya hanya un
Dua jam lebih Nadya sibuk packing yang dibantu oleh Mita. Mita bilang ia sudah packing sebelum ke sini namun ada beberapa benda yang akan dibelinya sambil pulang nanti setelah dari rumah Nadya. Mita juga nanti yang akan menjemput Nadya bersama Kakaknya. Mereka akan bertemu dengan semua temannya di bandara. Merasa ragu Mita bertanya pada Nadya mengenai Dimas. Namun dengan tegas Nadya bilang kalau ia sudah tidak memikirkan Dimas lagi. Dimas sudah dianggap teman biasa olehnya. Mita menghela napas lega dan senang akhirnya Nadya sudah melupakan Dimas. Ia pun tersenyum merekah karena besok akan bertemu dengan Ethan. Mita tidak melihat kedua mata Nadya yang berubah sedih karena Nadya segera berpaling. Setelah semuanya selesai Mita pamit pulang sambil mengingatkan Nadya untuk tidak membuka laptop malam ini dan menyuruhnya tidur lebih cepat karena besok waktu berpetualangan mereka dimulai. Kata Mita gembira. Tentu saja Mita berkata seperti itu karena memang ini pertama kalinya mereka liburan
Nadya membuka pintu villa dan tiba - tiba lampu langsung menyala. Ia masuk seraya memperhatikan lampu yang menyala secara otomatis. Kedua matanya langsung membelalak ketika ia melihat ruangan itu. Ruangan itu cukup luas, ruang tamunya mewah lengkap dengan meja dan sofa menghadap perapian listrik yang di atasnya televisi plasma berukuran besar dengan permadani bercorak di sekelilingnya. Di samping ruang tamu terlihat kolam renang yang dibatasi pintu kaca geser dengan gorden putih transparan, dan sepertinya kolam renang itu menyambung ke ruang sebelah. Di seberang ruang tamu terdapat dapur dengan kitchen setnya yang megah lengkap dengan peralatan elektroniknya. Di samping ia berdiri ada ruangan lagi yang ditutup oleh pintu kaca buram lebar, ia menggeser pintu itu, otomatis lampu di kamar itu menyala, kedua matanya semakin membelalak, seketika ia merasakan kenyamanan melihat kamar itu. Tempat tidurnya King suite bertiang kelambu dengan lampu tidur di kedua sisinya. Kursi empuk dengan b
Nadya membuka pintu dan terkejut melihat semua temannya datang, kecuali Dimas. Dengan seketika kamar Nadya ramai dengan delapan orang temannya.“Waaaah Nad villa kamu lebih bagus,” sahut Bagas.“Sama mewahnya seperti villa kita,” tambah Damian, ia dan teman-temannya sengaja saling berkunjung ke villa mereka masing-masing, hanya villa Nadya yang belum karena agak jauh.“Oh wow pemandangannya lebih keren di sini.”Kevin langsung melangkah ke arah kolam renang, kedua matanya terlihat kagum. Villa Nadya kolam renangnya langsung menghadap ke laut berbeda dengan kolam renang di villa nya dan teman-temannya.“Si Kevin belum mandi tuh dari kemarin.” Rayan meledek ketika melihat Kevin berjongkok di depan kolam renang.“Aku bukannya belum mandi tapi tidak mandi,” sangkal Kevin seraya berpaling dengan wajah tak berdosa.“Itu sama saja kali,” serobot Kaira tanpa ekspresi.“Mandi memang hal terakhir di kamus Kevin,” ujar April mengetahui kebiasaan buruk temannya.“Jorok banget Kevin nih.” Riana me
Malam itu Nadya belum berganti baju, sudah berjam-jam Nadya memandangi baju pesta yang diberikan Mita kepadanya di atas tempat tidur. Tidak mungkin ia memakai gaun itu. Sebenarnya gaun itu cantik jika percaya diri untuk memakainya. Tapi Nadya tidak percaya diri karena belum pernah memakai baju terbuka di depannya dan memperlihatkan kulit kakinya di depan umum. Gaun itu berwarna biru laut, bentuknya panjang transparan penuh bordir ke belakang tapi pendek di depan, pinggirnya dikelilingi renda bordir, atasnya brukat bunga-bunga, dan disekeliling bahu sampai setengah lengannya transparan. Meski bagian transparannya penuh dengan renda bordir dan tidak terlalu memperlihatkan kulit tangan dan kaki belakangnya tapi bagian depannya yang pendek di atas lutut membuat Nadya ragu untuk memakainya. Lagi pula gaun itu harus memakai sepatu hak tinggi seperti yang dimiliki Mita, dan Nadya tidak punya sepatu hak tinggi. Nadya menghela napasnya sambil duduk di pinggir gaun bersamaan dengan itu terdenga
Benar kata Mita, Nadya menjadi pusat perhatian. Semua mata memandang ke arahnya namun Nadya yakin itu karena ada Mita di sampingnya karena Mita yang paling cantik dan anggun jadi Nadya tidak memedulikan tatapan semua orang ke arahnya.Semua temannya sudah ada di tempat pesta. Pesta itu diadakan di luar resort dekat dengan pantai. Mereka berpaling ke arah Mita dan Nadya ketika mendekat. Tiba-tiba mata mereka terbelalak tidak percaya ketika melihat Nadya. “Nad, kamu cantik sekali!” seru Kevin yang pertama berkomentar. “Nadya!” seru Bagas, ia hanya menyebut namanya saja seakan tidak percaya Nadya secantik itu. “Nadya sangat cantik yah Dimas,” kata Damian ke arah Dimas yang berdiri di sampingnya, mulut Damian dan Dimas menganga tidak percaya. “I…iya,” jawab Dimas tidak dapat mempercayai apa yang dilihatnya. Nadya begitu cantik dan ia hampir tidak ingat Nadya yang dulu ia kenal. “Kamu cantik sekali Nad.” Rayan ikut berkomentar, ia pun menganga melihat kecantikan Nadya. “Nad, kamu seb
Nadya mengenal suara itu dengan jelas sehingga jantungnya mulai berdegup kencang, ia segera berpaling. Ethan! Hatinya menjerit. Ethan sangat tampan, pakaiannya rapih, sekarang ia memakai dasi dan rompi yang tertutup jas. Nadya sangat merindukannya dan ia tidak percaya sebegitu rindunya dengan Ethan sehingga hatinya bergetar. Nadya tiba-tiba tercengang ketika melihat kedua mata Ethan berwarna biru. Ethan tidak memakai kacamata kali ini dan Nadya bisa melihat matanya, mendadak ia mengalami deja vu. Kedua mata itu membuat khayalan liar yang tiba-tiba muncul di benaknya namun ia segera menghentikannya, dan mata itu sangat mirip pemilik resort ini. Ethan Sullivan. Nadya masih ingat nama pemilik resort ini, bahkan nama Ethan mirip dengan pemilik resort ini.“I’m not bothering her, I just want to apologize,” sahut Dimas buru-buru menjelaskan.“Good,” kata Ethan singkat, tatapannya tidak beralih dari Nadya.Seolah menjadi pengganggu Dimas berdehem. “Nad, aku pergi dulu,” kata Dimas, ia segera
Mita berpacu dengan kecepatan tinggi, ia melewati gerbang tinggi lalu belok dengan mulus ke arah jalan tanpa menghentikan kecepatannya. Nadya berpaling ke belakang. Gerbang tinggi rumah Ethan menutup secara otomatis. Dalam hati ia tahu ia mengingkari janjinya untuk kembali sebelum pelayan rumah Ethan datang ke kamarnya. Nadya berpaling ke arah Mita. Mita belum mengatakan sepatah katapun, ia tidak sabar ingin tahu apa yang terjadi."Apakah Ethan tahu?" tanya Nadya mengabaikan ucapan Mita tadi."Tidak," jawab Mita singkat, pandangannya tetap lurus ke depan. Dari kejauhan Mita melihat mobil yang dikendarai Kakaknya, ia segera mengurangi kecepatannya."Tapi Ethan tahu kemana Kakakku pergi."Nadya tampak terkejut, ia penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Namun sebelum ia bertanya, Mita lebih dulu bertanya padanya."Apa yang kamu lakukan di luar pagi pagi, Nad?" Nadya tidak langsung menjawab, ia tahu Mita pasti menanyakan soal itu, namun ia akan terus terang. Nadya berpaling ke arah jalan
Nadya terbangun jam 5 pagi, tenggorokkannya terasa kering. Ia terbatuk seraya membuka bedcover dan melangkah ke arah sofa. Ia duduk di atas sofa lalu menuangkan air mineral ke dalam gelas berkaki, bekas tadi malam ia minum bersama Ethan. Air mineral itu sangat segar melewati tenggorokkannya. Nadya meneguk air itu hingga habis, kedua matanya melirik ke arah kaca lebar yang menuju balkon. Kaca itu tidak ditutup gorden karena terbuat dari kaca riben hingga suasana malam tampak terlihat jelas dari dalam. Ethan yang memberitahu bahwa semua kaca di sini tidak memakai gorden ketika Nadya akan menutup jendela. Jam segini di Brisbane masih gelap, sama seperti di Indonesia. Waktu di Brisbane sama seperti waktu di Indonesia. Nadya tahu karena melihat jam ketika di pesawat, dan jam di samping tempat tidurnya. Nadya menaruh gelas itu kembali di atas meja, ia melihat gelas Ethan di sana. Di atas meja itu masih ada gelas Ethan dan gelasnya, juga teko bening berisi air yang sengaja ditaruh untuk keb
Nadya sudah tahu arti kata itu, jadi ia menuntut jawaban dari Ethan, tapi mungkin saja Ethan tidak tahu kalau ia sudah bisa berbahasa Inggris. Ethan menatap Nadya, seperti ketika di bandara, Ethan ingin bertanya apakah Nadya sudah bisa bahasa Inggris."Kamu mengerti ucapanku?" "Iya." Ethan terdiam seraya menatap Nadya lagi. Setahunya, kata itu belum ia berikan pada Nadya. Apa mungkin Nadya belajar sendiri. Seperti tadi di bandara, ia sengaja berbicara bahasa Inggris dengan Panji, dan Nadya seolah mengerti apa yang ia dan Panji ucapkan."Apakah ayahmu ada di sini?" tanya Nadya tiba tiba, kedua matanya terbuka lebar. Rasa gugup mulai menghampirinya, ia menengok ke kanan dan ke kiri, bahkan ke seluruh ruangan itu untuk mencari keberadaan ayah Ethan."Aku harus bersiap diri menyambut kedatangan Mr. Darren Sullivan," kata Mr. Darren menyebut namanya sendiri. Ia berdiri dan pura pura merapikan diri.Ethan mengerling ke arah ayahnya, ia menggeleng melihat ayahnya yang masih memainkan drama
Nadya melangkah dengan cepat ke arah ruangan yang tampaknya merupakan ruang bersantai dengan TV flat screen besar dan lebar yang menyala."Misteeeeer, kenapa kamu di sini?" tanya Nadya dengan nada tinggi mengalahkan suara televisi.Mr. Darren berpaling dan melihat Nadya yang tampak terkejut melihat dirinya. Nadya sangat cantik, ia mengagumi gaya berpakaian calon menantunya yang elegan."Oh Nadya, I....""Tunggu." Nadya mengangkat tangannya untuk menghentikan Mr. Darren melanjutkan ucapannya. Ia menengok ke telinga kanan dan kiri Mr. Darren."Kamu tidak memakai alat penerjemah yah?" "Well, I.....""Don't worry I can speak english little bit," ucap Nadya menyengir.Mr. Darren menganga tidak percaya mendengar Nadya bisa berbahasa Inggris, pengucapannya juga seolah Nadya sudah terbiasa berbicara bahasa Inggris."Don't gape so wide, mister, it's like you're seeing a ghost," kata Nadya, ia terkekeh."Yeah, I'm seeing a ghost," ucap Mr. Darren, seulas senyum tersungging di bibirnya. Ia sena
Nadya tidak sabar untuk segera menuju ke ruang makan. Meskipun ia tidak tahu Ethan dan ayahnya sudah datang atau belum, tapi ia berharap Ethan dan ayahnya sudah datang. Ia sudah menyiapkan pakaian yang akan ia kenakan untuk bertemu dengan ayah Ethan. Celana panjang lebar warna putih berbahan chiffon dipadukan dengan blouse warna putih polos berlengan panjang, leher blouse itu membentuk V dengan beberapa lipatan rapih yang senada, blus itu juga berbahan chiffon. Nadya terlihat elegan memakai baju itu. Kali ini rambut Nadya diikat. Ia memakai softlens warna coklatnya, dan mendandani wajahnya dengan eye liner dan pelentik bulu mata. Bibirnya hanya menggunakan lip gloss yang mempertajam warna bibirnya yang pink dan membuat bibirnya basah. Ia sudah mahir bermake up namun tidak semahir Mita. Nadya melihat sekali lagi penampilannya di depan cermin. Ia mengangguk puas dengan hasil make overnya. Ia melihat alat penerjemah yang ia taruh di atas meja rias. Ia seakan menimbang untuk memakai alat
Ethan tiba di gedung Greetline news dengan waktu setengah jam dari bandara. Ia menyuruh pengawalnya untuk mengebut, tapi tetap saja pengawalnya kurang ngebut menurut Ethan. Ia memperkirakan tiba di sini seperempat jam, jika ia yang menyetir. Ia sudah menduga ayahnya pasti melarangnya membawa mobil sport sendiri pada saat situasi seperti ini. Padahal ia sengaja menyuruh pengawalnya membawa mobil sportnya agar ia cepat sampai ke kantor Greetline news. Ia tidak sabar untuk menginterogasi penjahat yang memanfaatkan pemberitaannya untuk meraup keuntungan, dan mengganggu ketenangan hidup orang lain. Tentu saja berkat ayahnya yang gerak cepat mencari laki laki itu setelah pemberitaan itu muncul. Laki laki itu pasti lupa siapa yang ia hadapi. Ia bersyukur ayahnya menangkap laki laki itu sehingga ia tidak perlu mencarinya. Laki laki itu juga yang menyebarkan kedatangannya ke Australia hari ini, sehingga bandara dan gedung Greetline news penuh wartawan dan orang orang yang penasaran. Dasar pen
Seperti yang dikatakan Ethan, para pengawal Ethan sudah berdiri berjaga di lapangan bandara. Ethan turun terlebih dahulu dan mengarahkan keluarga Nadya ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan oleh salah satu pengawal Ethan. Lalu Ethan berbicara kepada Panji dalam bahasa Inggris untuk menghubunginya kalau sudah sampai rumah. Panji mengangguk dan mengatakan pada Ethan agar berhati hati dalam bahasa Inggris juga. Ethan dan Panji sengaja memakai bahasa Inggris agar Nadya tidak mengerti dan tidak membuat Nadya khawatir. Tapi Ethan dan Panji salah, Nadya sudah mengerti apa yang mereka ucapkan, sehingga ia berpaling ke arah Ethan, tampak kedua matanya bertanya tanya. Ethan menatap Nadya seakan ia tahu jika Nadya mengerti apa yang diucapkannya bersama Panji, namun ia tidak mau mencaritahunya di sini, nanti saja kalau ia sudah di rumah. Ethan tidak menjawab pertanyaan yang terpancar dari kedua mata Nadya, ia membuka pintu mobil untuk Nadya dan mencium pipi Nadya seraya mengucapkan I love
Ethan duduk di atas sofa di ruangan berkumpul, ia menyentuh layar iPadnya untuk membaca komen komen di bawah artikel itu. Ia bersyukur Nadya dan keluarganya sudah pergi tidur. Ia tidak mau membuat Nadya dan keluarganya khawatir dengan pemberitaan itu. Ia yakin wajahnya sekarang tampak tidak bersahabat.Tiba tiba ia mengernyit dan mendesah kesal. Ia segera keluar dari ruang berita yang memuat pemberitaan tentang dirinya dan Nadya. Bersamaan dengan itu Panji menghampiri sambil membawa dua cangkir kopi buatannya. Bukan tidak percaya dengan rasa kopi buatan pramugari Ethan tapi ia lebih senang jika soal kopi, ia yang membuatnya. Lagi pula ia tidak mau memberitahu pramugari kopi seperti apa yang ia inginkan, itu akan merepotkan mereka. Jadi lebih baik ia yang turun tangan sendiri. Ia juga yakin Ethan menyukai kopi buatannya. Untuk itulah ia membuat dua cangkir kopi. Melihat wajah Ethan tampak kesal, Panji bertanya sambil menyerahkan cangkir kopi untuk Ethan.“Ada apa, man?”“Thanks,” ucap
Nadya terpana melihat pesawat jet pribadi keluarga Sullivan, begitu juga dengan Mita, tak terkecuali keluarga Nadya. Mereka menganga dengan interior pesawat pribadi itu bergaya modern yang di cat perpaduan warna putih dan emas. Ruangannya luas dan tidak terlihat seperti di dalam pesawat, malah pesawat ini seperti layaknya hotel berbintang lima.Ruangan luas itu juga terbagi beberapa ruangan yang dipisahkan oleh dinding dinding berlapis emas. Pesawat ini terbagi dua lantai, lantai atas untuk ruang kokpit, tampak terlihat dua orang pilot sedang menaiki tangga mewah setelah mereka menyambut Ethan dan keluarga Nadya beserta Panji dan Mita. Kedua pilot itu ditemani tiga orang pramugari dan tiga orang pramugara, dan mereka tentu bukan orang Indonesia. Delapan jam perjalanan ke Australia bukanlah waktu yang sebentar, namun jika pesawatnya seperti ini tidak akan mungkin bosan bahkan tidak akan terasa berada di dalam pesawat yang sedang terbang tinggi di atas lautan biru. Nadya tersenyum di d