Darel yang mendengar pertanyaan yang dilontarkan Felicia padanya, ia hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban atas pertanyaan Felicia. Sedangkan Felicia kembali membuka suara yang masih menatap ke arah Darel. "Gue cuman mau bilang sama lo. Lo harus sabar dan terbiasa sama sifat dingin nya. Dia sangat tidak banyak bicara pada orang asing.”
Emily hanya menyimak pembicaraan mereka semua, ia memakan dengan tenang bakso miliknya. Darel melihat ke arah Emily yang makan dengan tenang.
"Tapi Darel
Emily langsung menatap ke arah Vano denham tatapan dinginnya. Felicia yang melihat tatapan Emily itu, langsung menenangkan Emily. Ia memegang tangan Emily. "Tenang, jangan terpancing dengan dia. Tahan emosi lo.”Emily berusaha menenangkan emosi nya. Saat dirasa emosi Emily telah hilang, baru lah Felicia berbicara. "Jangan pernah lo nyebut sahabat gue dengan sebutan menjijikkan itu," "Kenapa? Sebutan itu cocok bukan untuk nya?" ujar Vano dengan meremehkan.
Mereka berlima pergi dari kantin. Alex dkk terdiam mendengar apa yang dilontarkan oleh Emily barusan. William? ia merasa sakit hati mendengar ucapan Emily yang notabenenya adalah adek kandung nya sendiri.Emily dan yang lain saat ini sedang di rooftop sekolah. Felicia mengajak nya kesana untuk Emily bisa tenang kembali. Saat di jalan tadi, amarah Emily naik kembali dikarenakan ia mengingat kembali perkataan Vano ditambah ejekan para murid di koridor. Saat Darel ingin membuka suara, ditahan oleh Felicia. Darel mendapati Felicia menggelengkan kepalanya. "Biarkan dulu sebentar.”Mereka semua terd
Walaupun kedua matanya tertutup, Emily bisa merasakan itu. Dan juga sedari dikantin seseorang yang dimaksud oleh Emily menatap ke arah Felicia terus menerus. "Siapa?" Feliciaa mengedarkan pandangannya mencari seseorang yang menatap dirinya. "Lo tau siapa orangnya?" Mendengar itu, Emily hanya menganggukkan kepalanya dan kembali Felicia bertanya pada Emily dengan melihat ke arah Emily. "Dia punya niat jahat atau niat baik sama gue?”
Emily melihat ke arah gelang miliknya. "Ada apa dengan gelang gue?” "Lo lupa?" tanya balik Felicia. Emily menaikkan satu aslinya. "Lupa apa?" "Gelang itu, kita berdua beli sama-sama waktu lo masih di raga lo sendiri dan kak Xavier sangat tau gelang itu," jelas Felicia.
Emily baru saja ingin menjawab tapi di potong oleh lelaki di depannya itu, sehingga membuat Emily sedikit kesal. "Sebelum lo jawab. Gue mau nanya sama lo dari mana lo tau tentang Keisya? kalian saling kenal?" "Sangat kenal," jawab Emily yang dibalas anggukan oleh lelaki itu."Jadi hal menarik apa yang lo maksud itu?" tanya kembali lelaki itu.
Mendengar itu, Emily menganggukkan kepala lalu berdiri dari duduknya dan pergi dari hadapan mereka semua. Sedangkan Felicia mengerti tatapan Darel pada Emily saat ini. Darel mengira, ia salah berbicara. Maka dari itu Emily pergi dari hadapannya tanpa mengatakan satu kata pun. "Lo tenang aja, Emily tidak marah kok sama lo”Darel menoleh ke arah Felicia yang sedang duduk di samping Alva saat ini. "Terus kenapa tadi Emily langsung pergi setelah gue bilang begitu?" "Emily hanya ingin mandi saa
"Lo pernah berada dalam posisi itu. Dimana lo harus dapatin hati Emily?" tanya Angkasa penasaran."Pernah," jawab Felicia singkat."Cara lo bagaimana?" tanya Alva."Gue lakuin berbagai cara apa pun itu tapi itu tidak bertahan lama untuk gue bisa dapatin hati Emily," ucap Felicia. Ia mengingat kembali bagiamana perjuangannya dalam mendapati hati Keisya dulu."Maksud lo tidak bertahan lama?" tanya Darel."Maksud gue. Gue hanya membutuhkan waktu sebentar untuk dapatin hati Emily," balas Felicia."Berapa lama?" tanya Alva."Sekitar dua minggu," jawab Felicia.Mereka bertiga sedikit kaget mendengar jawaban Felicia. "Sebentar banget itu mah.”"Bagaimana bisa?" tanya Darel."Ya, gue dibantu sama seseorang yang tadi gue maksud itu. Orang itu bantu gue dapatin hati Emily yang benar-benar beku itu. Awalnya gue mau nyerah aja tapi kata orang itu gue tidak boleh nyerah. Kata dia, sebentar lagi hati Emily tidak beku untu
"Emily adik kandung gue juga Van. Selama ini gue ngerasa bersalah sama dia. Gue tidak bisa hidup tenang sampai Emily maafin gue," papar William. Ia memikirkan kembali hidupnya yang merasa tidak tenang setiap hari. Ditambah lagi perasaannya yang benar-benar tidak tenang itu sampai Emily memaafkan dirinya."Setelah perbuatan lo yang sebelumnya itu apakah Emily bisa maafin lo dengan mudahnya," ujar Alva.William melihat ke arah Alva. "Maka dari itu, gue minta bantuannya Darel. Gue juga akan minta maaf sama Emily.”"Gue tidak bisa bantu lo,