Rendra POV
"Kan aku bilang juga apa, Mas? Istirahat aja ngumpung lagi nggak lembur, malah ngajak jalan-jalan. Mas tuh bukan robot, perlu waktu buat istirahat. Tumbang juga 'kan akhirnya??"
Buset, Nadia. Suaminya sakit gini, malah diomelin. Ya, tapi salah gue juga, sih. Kondisi badan emang lagi nggak fit waktu gue pulang kerja kemaren. Tapi gue paksa sehat-sehatin biar bisa ngajak Nadia sama Rena jalan-jalan. Dan akhirnya, gue tumbang juga.
"Jangan ngomel-ngomel mulu, Sayang. Ntar Mas tambah sakit, lho!" bujuk gue biar Nadia berhenti ngomel. Bukannya berhenti, Nadia malah semakin ngeluarin taring.
"Siapa yang nggak marah kalo suaminya nggak nurutin omongan istri?! Disuruh istirahat, makan di rumah, malah ngajak makan rawon!"
Aw, syerem sekali. Dan gue cuma bisa ngeluarin satu jurus suami buat menenangkan emosi istri.
"Ya udah. Mas salah, Mas minta maa
Nadia POV Seumur hidup gue, baru kali ini gue ngerasain gugup yang luar biasa, dan lagi-lagi dengan orang yang sama. Dulu waktu interview, gue juga gugup kayak gini pas masuk ruangannya seorang HRD yang udah jadi suami gue sekarang.Nah sekarang, lagi-lagi gue kudu gugup buat yang kedua kalinya buat ngomong sama Mas Rendra, mau bahas perihal dia yang mau ikut apa enggak terbang ke Malaysia hari Sabtu pekan ini. Pasti deh ada aja alesannya dia buat nolak. Sampai sekarang gue nggak tau alesan dia kenapa ogah banget kalo diajak ke Malaysia. Apa suami gue alergi sama Upin-Ipin? Lagian, Gung! Kenapa mesti jauh banget sih lo nikahnya?! Ya walaupun tiket pesawat sama hotel dia yang bayarin, tapi 'kan harus nyebrang negara juga. Malah repot kudu bawa bayi begini ke pesawat. Belum lagi bujuk Mas Rendra supaya mau ikut. Ya tapi, kalo gue nggak bisa
Author POV Tiga hari sebelum keberangkatan mereka ke Malaysia. Semua keperluan sudah disiapkan mereka berdua, tinggal menunggu hari H nya saja. Mereka akan berangkat hari Jum'at sore, sesuai tiket yang akan dipesan Agung tempo hari. Pernikahan Agung sendiri akan dilaksanakan di hari Minggu di Selangor, Malaysia. Keperluan mereka hanya sedikit memakan tempat di koper, tapi keperluan Rena yang lumayan banyak. Apalagi ini kali pertama bayi mungil itu pergi ke luar negeri. "Enak ya kamu Sayang, belum umur satu bulan aja, udah ngerasain liburan ke luar negeri, abis itu lanjut ke Aceh. Nah, Mama? Baru umur 21 tahun baru dapet kesempatan ke luar negeri kayak begini. Jangankan luar negeri, keluar dari Jakarta aja, jarang banget. Paling jauh ke Puncak, itupun pas Almarhum Eyang kamu hidup. Nasib kamu bagus ya Sayang, anak Mama. Semoga kedepannya bagus terus ya, Aamiin," ujar Nadia yang baru saj
Author POV Seolah Tuhan dan semestanya ingin terus mengingatkan seorang manusia pada rahasia yang ingin ia tutupi. Begitulah sekarang ini cara Tuhan menarik Rendra untuk datang ke Negara ini lagi. Malaysia. Sebuah negara dimana dulu ia memulai rumah tangga yang tak di inginkannya sama sekali. Berpasangan dengan perempuan yang tak pernah ia kenal sama sekali sebelumnya. Menjalin hubungan hampa selama beberapa bulan sampai pada akhirnya secara tak sadar, si perempuan pun hamil. Keduanya pun heran, bagaimana bisa mereka yang awalnya saling tak bertegur sapa walau seatap, lalu tiba-tiba mendapat kabar mengejutkan seperti ini? Si perempuan yang bahagia walau harus mengandung anak dari seorang suami yang tak mencintainya. Diam-diam, ia sudah jatuh cinta dengan lelaki itu saat pertama kali bertemu. Dalam hatinya, ia yakin si lelaki semakin lama akan jatuh cinta juga padanya. Namun perkiraann
Hatinya begitu remuk saat melihat seorang laki-laki yang masih dicintainya hingga sekarang. Namun ia telah berjanji pada dirinya sendiri kalau ia tak akan menghancurkan atau berniat menganggu apa yang sudah dimiliki orang lain. Dengan susah payah, Syifa menahan air matanya yang sudah menggenang di pelupuk matanya. Pandangannya kemudian beralih pada seorang perempuan manis yang menyapanya dengan senyum. "Eh, Nadia, dah lama tak jumpe. Kabar baik, ke?" Ya, setidaknya kali ini ia harus berpura-pura agar semuanya baik-baik saja. Selain janji dengan sendiri, janjinya pada Rendra untuk tak mengganggu hidup laki-laki itu lagi, juga harus ia penuhi. Walaupun hatinya kini teramat perih. Seseorang yang dicintainya kini sudah bahagia dengan orang lain. "Alhamdulillah. Oh ya, kemarin sepertinya belum sempet kenalan. Ini suamiku, dan ini anakku Rena." Yang Nadia tak tahu disini adalah, dia sedang
Author POV "Mas pergi sendiri aja ya? Kasian Rena kalau dibawa jalan pasti tambah rewel." Hari ini hari terakhir mereka di Malaysia dan sore ini akan terbang langsung ke Aceh sesuai rencana mereka. Dan pagi ini rencana mereka bertiga akan jalan-jalan sebentar ke pusat oleh-oleh sebagai buah tangan untuk Yuni dan teman-teman dekat mereka di Jakarta. Namun saat melihat Rena yang rewel karena agak demam, terpaksa Nadia meminta Rendra untuk pergi sendiri. "Ya udah deh. Mau Mas sekalian beliin obat nggak buat Rena, Sayang?" "Nggak usah, Mas. Nanti siang juga paling agak mendingan. Rena cuma butuh tidur kayaknya. Dari kemarin 'kan dia kurang tidur." "Oke, Mas pergi dulu kalo gitu." Rendra berjalan keluar hotel sambil memikirkan sesuatu. Permintaan Fahri semalam benar-benar membuatnya bimbang. Ini adalah pilihan antara menyenangkan orang y
Author POV Yuni mengedarkan pandangannya ke seluruh penumpang pesawat yang baru saja tiba dari Malaysia di pintu kedatangan bandara. Setelah hampir lima menit mencari-cari, matanya menangkap seseorang yang sangat dikenalinya. "Tri, Nadia!" Yuni melambaikan tangannya agar anak dan menantunya itu juga melihatnya. Hari ini bandara penuh sesak sekali hingga butuh waktu sekian detik bagi Rendra dan Nadia untuk mendengar teriakan Yuni. "Mama!" Rendra dan Nadia segera menyusul Yuni yang sudah menyambut mereka dengan senyum super sumringah. Satu bulan tak bertemu, Yuni lega luar biasa saat melihat anak, menantu dan cucunya dalam keadaan sehat dan selamat sampai di Aceh. Rendra dan Nadia mencium punggung tangan Yuni dan memeluknya bergantian. "Kangen banget sama Mama," ujar Nadia. Jika rata-rata menantu lain suka menghindari Mama mertua, tap
Rendra POV "Mas minta maaf, Nadia. Tolong jangan tinggalin, Mas!!" "Mas udah bohongin aku dari awal kita nikah, Mas!! Siapa yang terima dibohongin dan ditipu kayak gitu??!! Mas bilang Mas itu belum pernah nikah, tapi apa nyatanya?!! Pokoknya aku nggak mau tau lagi, aku minta pisah!!" "Enggak Nadia, enggak!! Jangan tinggalin Mas. Kamu udah janji, Nadia!! " Gue berusaha ngejar Nadia. Tapi entah kenapa Nadia, tenaga Nadia kuat banget sampai bisa ngelepasin genggaman gue dan lari kenceng begitu aja. Lari Nadia kenceng banget sampai gue nggak bisa ngejar dia dan perlahan pun Nadia menghilang, nggak ada jejaknya sama sekali. Aneh. "Nadia!!!" Gue panggil biar Nadia muncul lagi. "Nadia!! Kamu dimana??!! " Gue mulai frustasi, Nadia bener-bener hilang kayak di telan bumi. Gue terus manggil-manggil nama dia sampai akhirnya gu
Nadia POV Ini hari kedua kami ada di Aceh. Serius, pemandangan di Aceh itu indah banget. Adem, angin sepoi-sepoi. Dan Alhamdulillah, rumahnya Mama disini tuh kalau mau ke pantai cuma jarak beberapa langkah doang. Jadinya kalau lagi duduk di teras depan, pemandangannya tu langsung laut lepas, lengkap dengan sunsetnya kalo di sore hari. Seperti sekarang ini. Gue sama Mama nyantai di teras sambil ngeliatin suami gue, Mas Reza dan Mas Regi main bulu tangkis di halaman depan. Sesekali, nusambil goyang pelan ayunannya Rena biar dia nggak bangun dari tidurnya. Ayunan ini oleh-oleh dari Mas Regi. Kebetulan, berguna banget buat selama disini. "Mama apa nggak masuk angin ya kalo duduk di teras setiap hari kayak gini?" tanya gue polos dan Mama pun ketawa. "Ya enggaklah, Nadia. Mama 'kan jarang ada waktu buat duduk nyantai kayak gini. Kerjaan Mama itu nggak bisa ditinggal barang sehari aja." "Alh
"Mau ke mana, Rena?"Gadis manis berusia 15 tahun itu langsung menoleh saat ayahnya bertanya dari teras. Aroma menyedapkan dari dapur, sempat menyapa indra penciumannya. Selesai memakai sepatu, gadis manis bernama lengkap Renata Eka Hardhani itu langsung saja menghampiri ayahnya."Mau ke rumahnya Bella, Pa.""Kemarin ke rumahnya Bella, sekarang juga ke rumahnya Bella. Memang di rumahnya Bella ada apa, sih? Tom Cruise?" tanya Rendra penasaran karena hampir setiap hari, anak gadisnya ini pergi ke rumah sahabatnya sejak SD. Diledek seperti itu, Rena hanya tersenyum tipis dan duduk di sebelah ayahnya. Tangannya tak tinggal diam karena gorengan bakwan ibunya terlalu menggoda untuk dilewatkan. "Di rumah udah ada Joe Taslim, ngapain ngeliat Tom Cruise lagi?"Rena berharap ayahnya akan terkekeh dengan candaannya, namun ternyata tidak. Rendra hanya menatapnya dengan tatapan tajam setajam elang. Rena kemudian teringat pesan ibunya yang mengatakan bahwa Rendra akan sedingin cuaca di antartika s
Jika dinikmati, waktu rasanya begitu cepat berlalu. Semuanya mengalir begitu cepat, namun peristiwa yang dialami, akan membekas sepanjang waktu. Tak terasa, enam bulan berlalu. Rena, anak putri semata wayangnya Rendra dan juga Nadia, kini sudah berumur 1 tahun. Sudah bisa menyebut "Mama" walau masih terbata-bata. Membuat Rendra terkadang gemas sendiri karena Rena masih belum bisa menyebut kata "Papa"."Mas?"Nadia menyapa saat Rendra mematung di depan cermin. Sudah hampir 10 menit lamanya Rendra mematung di sana, memperhatikan dirinya yang hari ini jauh lebih menawan dari hari biasanya. Setelan tuxedo yang Nadia belikan kemarin, sengaja ia pakai hari ini, hari yang mungkin akan membekas di seumur hidupnya. "Kamu bakalan kangen pasti pake jas-jas begini, gaya-gaya kantoran kayak gini."Kedua tangan Nadia, kini melingkar di perut Rendra. Wangi maskulin yang selalu membuat Nadia mabuk kepayang sejak pertama kali mereka bertatap muka, langsung saja menyapa indra penciuman Nadia yang sem
Karena Rendra yang masih belum bisa menyembunyikan rasa kecewa dan kesalnya, jadilah Nadia yang menyetir. Sebelum pulang, mereka harus menjemput Rena dulu yang mereka titipkan pada Acha. "Mas, udah dulu cemberutnya. Mau ketemu anak, mukanya jangan asem-asem."Rendra tak menjawab. Ini rasa kecewa terbesar yang ia alami selama hidupnya. Fahri telah membuatnya berprasangka buruk pada Syifa selama bertahun-tahun. "Mas nggak nyangka, Nadia. Tujuan dia nggak mau liat kakaknya menderita, tapi kenyataannya, dia yang semakin membuat kakaknya menderita. "Rasa penasaran itu kini telah terjawab di waktu yang tidak tepat. Masih teringat jelas betapa kecewanya wajah mantan mertuanya saat Fahri membongkar semuanya secara mendadak. Tak lama, mereka pun sampai di rumah Acha. Karena kondisi yang tak memungkinkan untuk berlama-lama, maka setelah berpamitan dengan Acha pun, Nadia langsung membawa anak dan suaminya pulang. Nadia ingin menyelesaikan dan membicarakan hal ini di rumah. "Biar Mas yang m
"Sampai kapan Akak nak macam ni? Akak mengandung anak dari seorang yang tak Akak cinta?"Emosi Fahri kala itu semakin menjadi ketika ia mendengar kabar kehamilan Syifa. Fahri dibuat bingung. Pasalnya, Syifa pernah berkata bahwa dirinya dan Rendra tak saling mencintai, dan untuk saling menyentuh, itu pun jarang sekali kecuali dalam keadaan terpaksa. Tentu saja Fahri dibuat terkejut dengan kehamilan ini. "Kak, janganlah Akak buat Fahri sakit kepala. Akak kate, Akak dan Bang Rendra tak pernah saling sentuh satu sama lain. Ha, cemana pula sekarang ni Fahri dengar bahwa Akak tengah pregnant? Akak gurau, keu?"Yang Fahri tak tahu, bahwa sekitar satu bulan yang lalu, di saat Syifa sedang berada dalam masa suburnya, Yuni memasukkan obat perang*** ke dalam minuman Rendra dan juga Syifa. Yuni nekat berbuat seperti itu karena tak melihat progress apa pun dalam hubungan keduanya. "Soal tu, kau tak payah tahu, Fahri. Yang jelas sekarang ni, Akak bahagia sangat karena Akak nak jadi seorang ibu. S
Rendra benar-benar dibuat terkejut oleh pernyataan Syifa yang terkesan seperti menyudutkan dan menyalahkan itu. Ingin marah, namun Rendra kembali teringat dan belajar dari kesalahan di masa lalu bahwa kemarahan tak akan menyelesaikan apa pun selain memperburuk keadaan. Dan dengan menarik napas dalam-dalam dan juga berusaha mengendalikan emosinya, Rendra pun menjawab pernyataan Syifa dengan nada selembut mungkin. "Ya, bukannya gitu, Syifa. Gue bukan nggak anggep lo. Tapi ... pas Mama meninggal, keadaan di sini juga lagi kacau. Bahkan keluarga kita sendiri pun juga nggak sempet kita kabarin karena saking kalutnya."Bagai menjelaskan pada anak kecil, Rendra pun menceritakan secara detail agar Syifa bisa langsung memahami. Dirinya juga pernah merasakan bagaimana keadaan mental seseorang selama sakit. Itu sebabnya Rendra bisa memahami bagaimana sensitifnya perasaan Syifa saat ini. "Dahlah tu, Kak. Jangan marah-marah macam ni, ye? Takde salah siapapun kat sini."Fahri ikut berusaha menen
Sembari menjaga Rena bermain, kedua mata Rendra juga ikut mengamati Nadia yang sedang sibuk memasak di dapur. Rendra perhatikan istrinya itu lekat-lekat sembari ia juga bertanya, entah terbuat dari apa hati istrinya itu hingga bisa setulus ini. "Rena, mainannya nggak boleh dimasukin ke mulut, Sayang."Ocehan kecil Rendra, membuat perhatian Nadia teralih sebentar, lalu sesaat kemudian, ia tersenyum kecil. Masakan sederhana, sebentar lagi akan matang dan siap disajikan di meja makan untuk menyambut kedatangan Syifa dan Fahri yang akan datang malam ini. "Udah siap, Nadia?""Bentar lagi, Mas."Dengan susah payah untuk berdiri lalu memasukkan Rena ke baby walker karena kakinya yang masih terasa sedikit ngilu, akhirnya Rendra pun berhasil lalu ikut membawa Rena untuk menemui Nadia. Nadia yang menyadari kehadiran Rendra pun, sempat heran dan bertanya-tanya kenapa suaminya memandangnya dengan tatapan sendu saat ini. "Kenapa, Mas? Mau mandi?"Tak ada jawaban, baik berupa suara, maupun gera
"Pelan-pelan aja, Mas."Rendra mengangguk ketika Nadia mewanti-wanti dirinya agar melangkah lebih perlahan-lahan. Setiap hari, memang seperti ini rutinitasnya setelah terkena penyakit stroke, satu bulan yang lalu. Melatih otot-otot kakinya dengan berjalan kecil di taman belakang rumah, lumayan membantu proses pemulihan. Syukurnya, Allah masih beri kesempatan Rendra untuk sembuh dan kesempatan hidup setelah ia jatuh tak sadarkan diri di kamar mandi waktu itu. Tak bisa Nadia bayangkan jika ia harus kehilangan suaminya di waktu yang singkat setelah kematian Yuni. "Alhamdulillah, Mas udah mulai lancar jalannya. Udah nggak terlalu keliatan banget pincangnya," ujar Nadia setelah mendudukkan suaminya di kursi. Rendra memang masih belum sanggup untuk lama-lama berjalan. Paling lama hanya sekitar 15 menit saja. "Iya, Sayang. Alhamdulillah. Mudah-mudahan aja bisa lebih cepet lagi biar Mas bisa kerja lagi. Serasa makan gaji buta suamimu ini jadinya."Rasa-rasanya, Rendra harus banyak bersyuku
Walau rasanya raga tak lagi kuat untuk sekedar berdiri, namun Rendra tetap menjalankan kewajiban terakhirnya sebagai seorang anak laki-laki dengan ikut masuk ke liang lahat dan memasukkan jenazah Yuni. Air mata tak henti-hentinya mengalir dari matanya, begitu juga dengan Regi dan Reza. Kini, mereka telah kehilangan cahaya hidup. Tanpa meninggalkan tanda apa pun, Yuni pergi untuk selamanya."Ma, kenapa pergi? Eka baru aja mau resign dari kerjaan dan nemenin Mama di Aceh. Tapi kenapa sekarang Mama malah pergi?"Ketika tubuh kaku Yuni mulai ditimbun tanah, pertanyaan itu terlontar sendiri, menggema di relung hati Regi. Si sulung ini begitu tak percaya bahwa tahun ini ia akan kehilangan ibunya. Padahal, banyak rencana yang ia ingin wujudkan dengan ibunya."Mama, katanya mau liat Dwi nikah. Dwi udah nemu calon menantu Mama dan Dwi udah ada niat buat kenalin dia sama Mama. Tapi, Mama kok udah pergi aja? Hati Dwi hancur, Ma. Rasa sedih karena kehilangan Pap
Rumah besar itu mulai ramai. Sebagai menantu, Nadia menyambut kedatangan orang-orang di pintu rumahnya. Orang-orang itu menyampaikan kalimat yang sama.Turut berduka cita.Ya. Yuni telah meninggalkan mereka semua, sembilan jam yang lalu. Pembuluh darah yang pecah, membuat pihak rumah sakit tak bisa menyelamatkannya. Tak ada yang bisa dilakukan selain menangis dengan hati yang hancur. Seorang perempuan yang telah melahirkan dan membesarkan mereka itu, kini telah meninggalkan dunia ini."Makasih banyak ya, Bu.""Sama-sama. Yang sabar ya, Nadia. Semua cobaan ini, Allah kasih buat nguatin kalian semua. Kematian udah jadi takdirnya Allah."Nadia hanya mengangguk kecil. Memang betul apa yang dinasihati tetangganya itu tapi, tak mudah untuk dilakukannya sekarang. Rasa terkejut, syok karena tiba-tiba dikejutkan oleh kepergian yang mendadak, membuat ketiga anak-anak dan menantu Yuni, belum bisa untuk berpikir jernih.Terutama Rendra