”Jam berapa kamu berangkat, Sayang? Apa kamu mau naik mobilku?” tanya Mayzura sambil bersandar pada bahu Sadewa. Saat ini, mereka berdua sedang duduk di taman belakang sembari menikmati semilir angin malam.“Aku akan berangkat sekitar jam lima pagi dengan taksi. Aku tidak mau kepergianku menarik perhatian kelompok The Cat,” kata Sadewa.“Kalau begitu aku akan bangun pagi-pagi untuk mengantarmu.”Sadewa pun membenamkan sebagian wajahnya ke helaian rambut Mayzura dan menghirup aroma bunga dari rambut sang kekasih.“Tidurlah, Baby Girl, kamu butuh istirahat. Jika kamu mengantarku, bisa saja Bi Darti atau Pak Benu akan melaporkannya kepada Tuan Agam. Aku tidak mau kamu mendapat masalah selama aku pergi.”Sadewa lantas meraih telapak tangan Mayzura dan mengaitkan jari jemari mereka menjadi satu. “Berjanjilah untuk tidak mencemaskan apa pun, aku pasti kembali secepatnya. Sekarang lebih baik kamu tidur, angin di sini semakin dingin.”Mayzura mendongakkan kepalanya untuk menatap paras tampan
“Jadi ini semua ulahmu? Sejak kapan kamu membuntuti aku?” hardik Sadewa. Alan hanya menggeleng pelan sembari memutar-mutar senjata di tangannya.“Kamu seharusnya memelukku, bukan marah-marah seperti ini. Bukankah sudah menjadi tugasku sebagai adik untuk mencari kakakku yang hilang?” Sadewa berdecih pelan, merasa muak dengan topeng kemunafikan yang dipakai oleh adik tirinya ini. Dia pun maju beberapa langkah hendak mendekati Alan. Namun, para preman yang berdiri di sekelilingnya langsung mengacungkan pistol secara serempak. “Alan, ternyata sifat pengecutmu belum berubah juga. Beraninya hanya main keroyokan seperti ini. Kenapa tidak sekalian kau mengajak ibumu dan berlindung di balik punggungnya?” cemooh Sadewa.Urat-urat di leher Alan tampak menonjol, sementara tangannya mengepal erat. Sungguh dia tidak terima bila harga dirinya sebagai calon penguasa Elang Barat diinjak-injak. Demi pembuktian diri, Alan pun membuang pistolnya ke tanah. Sudah saatnya dia menunjukkan kepada semua ora
Meski merasa keberatan, Mayzura terpaksa membiarkan pelayan baru itu yang mengurus keperluannya. Sementara itu, Tuan Agam justru terlihat senang karena sang putri dilayani bak seorang ratu. Keyakinannya semakin kuat bila Mayzura akan berbahagia setelah resmi menyandang status sebagai Nyonya Muda Maheswara. Mayzura pun harus membiasakan diri diantar oleh bodyguard baru tatkala ia berangkat ke kampus. Rasanya sungguh jauh berbeda saat ia masih dijaga oleh Sadewa. Betapa bodohnya dirinya dulu yang selalu mengajak Sadewa bertengkar. Padahal Sadewa adalah pria yang istimewa, tak hanya dari segi penampilan fisik, tetapi juga dari sifatnya yang penyayang dan rela berkorban. Seharusnya dia menghabiskan lebih banyak momen indah bersama sang tambatan hati. Memang begitulah sifat manusia, baru menyesal setelah semuanya terlanjur berlalu. Tak seperti saat dikawal oleh Sadewa, kali ini Mayzura berusaha patuh kepada pengawal yang ditempatkan oleh Tuan Bramantya. Semua ini dilakukannya demi meyak
Mayzura pun melangkah mendekati wanita yang diyakininya sebagai Soraya Maheswara. Begitu kedua netra mereka bersirobok, Mayzura merasa dirinya sedang diamati dari ujung kepala hingga ke ujung kaki. Terlebih, sorot mata Soraya yang tajam membuatnya merasa tidak nyaman. “Apakah Anda Nona Soraya? Perkenalkan saya, Mayzura.”Mayzura mengulurkan tangan, berusaha bersikap seramah mungkin. Hanya saja Soraya tidak menyambut niat baiknya. Wanita itu malah duduk kembali di kursi sambil bersedekap. Alhasil, Mayzura menarik kembali tangannya yang hanya mengenai udara kosong. Barangkali memang seperti inilah sifat dari keturunan Bramantya Maheswara yang terkenal angkuh dan tak berperasaan. “Ternyata kamu masih sangat muda. Aku Soraya, adik dari Gavindra Maheswara, calon suamimu. Artinya kamu akan menjadi kakak iparku. Lucu sekali bukan?” ucap Soraya dengan ekspresi datar.Mayzura hanya tersenyum kecut, tidak berani memberikan komentar atas pernyataan Soraya. Ia bisa merasakan bahwa sikap wanita
Ketika sampai di rumah, Mayzura langsung merebahkan tubuh di atas kasur. Ia merasa sangat lelah dengan peristiwa yang dialaminya hari ini. Dimulai dari kehadiran pelayan dan bodyguard baru, pertemuannya dengan Soraya, sampai penandatanganan surat perjanjian pra nikah. Namun, di antara itu semua yang paling membuatnya resah adalah Sadewa. Entah mengapa kekasihnya itu seakan lenyap ditelan bumi. Padahal ini sudah melewati dari batas waktu yang dijanjikan oleh Sadewa. Keraguan demi keraguan mulai melanda hati Mayzura. Mungkinkah kepergian Sadewa bukan untuk melamarnya, melainkan untuk melarikan diri dari tanggung jawab?‘Tidak, Dewa bukan lelaki pengecut seperti Enzio. Dia sangat mencintaiku,’ gumam Mayzura.Untuk mengobati rasa rindunya, Mayzura lantas memandangi foto-foto Sadewa yang tersimpan di galeri ponsel. Mengusapnya dengan lembut, seolah ingin melukis ulang setiap detail fitur wajah sang kekasih.“Sayang, jangan membuatku khawatir. Datanglah besok dan bawa aku pergi dari sini,”
Mayuzra sedang memejamkan mata sembari bersandar pada tepian bathtub. Esok adalah hari pernikahannya tetapi Sadewa tidak juga memberikan kabar. Nomer ponselnya saja tidak bisa dihubungi, lalu bagaimana mungkin pria itu akan muncul untuk melamarnya?Lenyap, pupus sudah semua harapan Mayzura untuk bersanding dengan pria yang dicintainya. Sekarang justru dia merasa sebagai perempuan yang paling bodoh di dunia. Bagaimana tidak. Dengan polosnya, ia percaya begitu saja pada janji manis yang diucapkan oleh Sadewa. Padahal pada faktanya, cinta yang ia rasakan tidak berbalas. Ibarat kumbang yang meninggalkan sekuntum bunga usai menghisap nektarnya, begitulah yang dilakukan Sadewa. Pria itu hanya mencari alasan untuk pergi setelah mendapatkan apa yang dia inginkan. Mana mungkin Sadewa bersedia mempertaruhkan nyawa hanya demi menikahi seorang gadis biasa. Saat ini, Mayzura baru tersadar bahwa dirinya telah dibutakan oleh cinta. Akan tetapi, dia tidak bisa menyalahkan siapapun dalam hal ini. Pa
Mendengar keputusan gila yang sudah diambil oleh Mayzura, Bryana tak habis pikir. Bukankah Mayzura sendiri yang mati-matian menentang perjodohan itu? Sampa-sampai dia memutuskan hubungan dengan Enzio, lantaran pemuda itu tak mau membawanya kabur. Lalu kenapa sekarang tiba-tiba ia bersedia menjadi menantu keluarga Bramantya? Mungkinkah pikiran Mayzura sudah terganggu karena ditinggalkan oleh Sadewa? Ya, bisa jadi memang itu alasannya. Cinta memang bagaikan dua sisi mata uang yang saling berlawanan. Di satu sisi, ia bagaikan secangkir madu manis yang menyegarkan jiwa. Namun di sisi lain, ia dapat berubah menjadi racun yang mematikan. Bahkan, tak jarang cinta membuat seseorang kehilangan akal sehat hingga ingin mengakhiri hidupnya.“May, pikirkan ulang keputusanmu ini. Jangan karena marah pada Sadewa lalu kamu nekat menjerumuskan dirimu sendiri,” tegur Bryana berupaya menyadarkan Mayzura. Pasalnya, ia melihat tatapan Mayzura yang kosong seperti benda yang tak bernyawa.“Aku sudah tidak
“Tanyakan kepada dokter itu apakah Sadewa sudah sadar,” titah Abimana. Karena bahasa inggrisnya kurang bagus, terpaksa ia meminta bantuan asisten kepercayaannya sebagai penerjemah.Sang asisten pun bertanya kepada dokter yang baru saja melakukan pemeriksaan terhadap Sadewa. Mereka berbicara cukup lama dengan ekspresi yang serius. Membuat Abimana semakin was-was dengan kondisi Sadewa saat ini. Meski begitu, ia yakin bahwa kesembuhan Sadewa sudah ada di depan mata.“Apa yang dikatakan oleh dokter, Pedro?” tanya Abimana tak sabar. “Dokter bilang bahwa ini sebuah keajaiban. Sepertinya ada dorongan kuat dari alam bawah sadar Tuan Muda, yang membuat otaknya merespon dengan cepat. Bila ini berlanjut selama 24 jam ke depan, kemungkinan Tuan Muda akan sadar sepenuhnya. Dokter meminta kita mengajak bicara Tuan Muda mengenai kegiatan atau orang yang disayanginya, untuk merangsang sel-sel sarafnya agar tetap aktif,” jelas Pedro panjang lebar. “Baiklah, aku tidak akan tidur malam ini untuk menja