"Sepertinya aku tidak bisa menemanimu lebih lama lagi, semoga hubungan kalian berjalan dengan lancar. sampai kepernikahan," ucap Aruhi sebelum beranjak dari duduknya, melangkah meninggalkan Ellena tanpa menunggu jawaban dari wanita tersebut. "Ah, bukankah seharusnya kau bisa tinggal lebih lama lagi di sini, dan mendengar semuanya. Aku sungguh tak keberatan jika harus terus menangis dihadapanmu," ucap Ellena tersenyum sambil mengusap air mata yang membasahi wajahnya, "sekarang kau tak bisa ke mana–mana lagi Muren, you're mine, and forever, you'll always be mine," sambungnya. "Kau membuatnya menangis?" tanya Emily yang tiba-tiba muncul dari sana, menarik kursi dan duduk di hadapan Ellena. "Kau bisa melihat semuanya, 'kan? Gadis itu benar-benar merasa bersalah sekarang." "Yah, itu jelas terlihat. Lalu?" "Aku tinggal menunggu dan ... duar! Semuanya akan hancur berantakan, dia akan meninggalkan Muren, dan Muren akan kembali padaku," sambung Ellena masih tersenyum. "Lalu baga
"Aku baik-baik saja." "Baiklah aku akan mengantarmu, tapi apa kau yakin akan ke Caffe? Kenapa kau tidak pulang saja ke rumah untuk beristirahat, aku benar-benar mengkhawatirkanmu," bujuk Lucas, berharap Aruhi akan berubah pikiran. "Tidak," geleng Aruhi pelan, "aku akan ke Caffe terlebih dulu," sambungnya. Sebab yang sebenarnya, ia tidak ingin membuat Nine jadi khawatir jika melihat keadaannya yang seperti sekarang. Dan itulah alasan utamanya untuk tidak langsung pulang ke rumah saat ini. Sebab ia tahu akan bereaksi seperti apa Nine jika melihatnya dalam keadaan kacau. "Baiklah," ucap Lucas. Mencoba untuk memahami Aruhi. Ia pun tak ingin berbicara lebih banyak lagi, dan lekas melajukan mobilnya sambil sesekali melirik Aruhi yang masih setia dengan keterdiamannya. "Aruhi, apa wanita itu?" "Wanita?" "Yang terus menemuimu saat di kampus," balas Lucas. Tak ada jawaban dari Aruhi yang kembali terdiam hingga sesaat, sebelum terlihat menarik napas panjang. Entah sudah ber
"Aruhi, apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?" tanya Muren tampak khawatir. Meletakkan buket bunga yang sedari tadi di pegangnya sebelum menangkup wajah Aruhi yang kedua matanya masih tampak berkaca."Hei, are you okay, Dear? What's wrong with you?" tanya Muren sekali lagi. Menatap hangat penuh cinta, hingga membuat Aruhi yang sejak tadi bungkam seketika merasakan debaran kuat, hati yang berkecamuk dan perasaan luka yang di rasakan sejak tadi perlahan membaik. Ia sendiri pun tidak mengerti, apakah sekarang ia sedang berusaha untuk berdamai dengan hatinya, atau sedang berusaha untuk menerima segala kebohongan dan penghianatan Muren padanya. Merasa bingung, apa dia akan benar-benar memilih untuk menjadi seorang gadis bodoh dan mengabaikan segala kebenaran tentang Muren dan Ellena, atau memilih untuk mundur, dan melupakan segala perasaannya terhadap pria itu. Mengapa semua begitu sulit, sungguh satu situasi yang membuatnya tak bisa melakukan apa pun selain diam layaknya seorang idiot y
Mobil melaju meninggalkan caffe, begitu juga dengan suasana di dalam mobil yang hening. Aruhi masih terus diam dengan air mata yang terus menitik karena masih memikirkan kekecewaan Muren padanya. Bahkan Night yang sejak tadi melihat semuanya pun lebih memilih untuk diam tanpa mengatakan apa pun meski ia sangat ingin menanyakannya. Tak bisa berkata apa pun. Ia juga tak tahu harus berbuat apa sekarang untuk menenangkan hati Aruhi. Sedang selama ini ia selalu berhasil melakukan hal demikian, ia paling bisa membujuk Aruhi, membuat gadis itu jauh lebih baik jika perasaannya sedang tak baik-baik saja. Tetapi ada apa dengannya sekarang. Hingga di menit berikutnya, saat suara deringan ponsel memecahkan keheningan di dalam mobil yang tengah di kendarainya. Memilih untuk menepikan mobilnya di pinggiran trotoar sebelum menerima tersebut. 📞 "Night!" 📞 "Kau bersama Aruhi?" tanya Night tanpa basa-basi. Dan Night yang lekas memalingkan pandangan ke arah Aruhi yang masih terdiam. Hanya b
KEDIAMAN ARUHI MORTHEN Aruhi membenamkan tubuhnya di balik selimut dengan perasaan yang semakin gelisah. Meski hanya untuk memejam pun sungguh sulit baginya, sebab sampai detik ini Muren masih belum menghubunginya. Tidak ada satu pesan pun di sana, dan hal itu semakin membuat perasaannya merasa sakit. Hingga di menit berikutnya, saat ia mendengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. Tak bisa beranjak untuk melihat, bahkan berharap tak ada siapa pun yang melihatnya saat ini, terlebih kakaknya sendiri. Namun, sepertinya itu akan sulit, sebab di detik berikutnya ia bisa mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat menghimpiri, hingga berakhir duduk di pinggiran tempat tidurnya. Dan ia tahu Nine. "Apa kau tidur?" tanya Nine dengan nasa pelan, sambil mengusap kepalanya lembut. Aruhi menyibakkan selimutnya yang sedari tadi menutupi seluruh tubuhnya sebelum menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidur. Bersamaan dengan senyum kecil yang terulas di bibir pria itu, meskipun Ar
KEDIAMAN MUREN ELVES.Berdiri termenung di depan jendela kamarnya. Muren menatap tetesan hujan yang membasahi ranting-ranting pohon pinus di luar sana, dengan sesekali meneguk segelas Wine di tangannya. Sudah seharian sejak perdebatan dirinya dan Aruhi berlalu satu hari lalu, ia tak ke mana pun, tak tidur dan sama sekali tak melakukan apa pun selain berdiam diri di dalam pondoknya."Kak ...!" panggil Lucas yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarnya yang memang tak tertutup dengan rapat.Tanpa basa basi pria itu terus melangkah mendekati Muren yang masih dalam posisinya, tak berpaling sedikit pun meski mendengar namanya di panggil oleh sang adik yang kini sedang duduk di sofa tepat di sampingnya berdiri saat ini."Bukankah seharusnya Kakak menyelesaikan masalah di antara Aruhi dan wanita itu? Mau sampai kapan kau di sini dan membiarkan masalah kalian sampai berlarut larut?""Apa kau lupa cara untuk mengetuk pintu, Luvas?" tanya Muren ketus sambil terus memandang keluar tanpa menat
"Beberapa hari lalu aku pernah melihat Ellena bersama Nine, apa itu hanya suatu kebetulan?" tanya Gunn lagi. "Tidak, mereka memang sepasang kekasih," jawab Muren dengan nada santai. "Apa?" "Yah, aku rasa mereka sudah menjalin hubungan cukup lama, jauh sebelum hubungan kami berakhir," balas Muren kembali meneguk cocktailnya hingga tandas. "Jadi selama ini kau sudah mengetahuinya? Apa Nine adalah pria yang bersama Ellena pada malam itu?" tebak Gunn. "Hm, dan sekarang aku berharap, semoga Ruhi tidak mengetahui hal ini, dia akan sangat terpukul jika mengetahuinya, itulah alasanku memilih untuk tetap diam selama ini meski mengetahui semuanya," balas Muren menghela napas panjang. Bahkan sampai saat ini ia tak pernah berhenti memikirkan Aruhi. "Bukankah ini hal yang kurang baik jika kau terus menyembunyikan semuanya dari Aruhi? Sebab cepat atau lambat dia pasti juga akan mengetahuinya, 'kan?" "Aku tahu, tapi setidaknya tidak untuk sekarang." "Baiklah. Aku mengerti, jadi bisakah ki
"Sepertinya kau sudah salah paham padaku, aku mohon, jangan seperti ini. Aku sangat mencintaimu Nine, dan aku tidak ingin kehilanganmu, kau tahu itu ''kan?" "Lagi-lagi kalimat yang sama. Bukankah itu kalimat yang sering kau ucapkan untuk Muren Elves?" "Sayang, dengarkan aku." Ellena meraih tangan Nine untuk di genggamnya. "Aku sudah cukup mendengarmu selama ini Ellena. Sekarang giliranmu untuk mendengarku, jangan ganggu hubungan mereka lagi. Aku mohon padamu. Aku akan memberikan semua yang kau inginkan, tapi dengan syarat, jauhi mereka." "Ada hubungan apa kau dengan gadis itu? Hingga kamu rela meberikan semuanya demi dia, sepenting itu kah dia bagimu? Aku kekasihmu sekarang, apa aku tidak penting bagimu?" balas Ellena mulai menangis dengan tubuh yang bergetar menahan rasa marah. "Ellena, kau tahu aku sangat mencintaimu. Dan meskipun hanya aku yang merasakan itu. Aku bahkan tidak tahu, siapa yang ada di dalam hatimu saat ini, tapi untuk kali ini aku tidak akan membiarkan menyakiti
"Apa selama ini kau juga mencemaskanku?""Hah?!""Sepertinya tidak," balas Muren mulai merajuk di hadapan Aruhi yang membuatnya malah terlihat menggemaskan."Tentu saja aku lebih mencemaskan Anda, aku mencemaskan hubungan kita, aku bahkan sangat tersiksa karena sangat merindukan Anda," ungkap Aruhi untuk yang kesekian kalinya, sebab tahu jika pria itu sangat menyukai saat mendengarnya, ia pun mengusap wajah pria itu dengan lembut penuh kasih, betapa ia sangat menyayangi kekasihnya.Hingga pergerakan tangan Aruhi terhenti saat ia menyadari sejak tadi Muren sedang menatapnya dengan tatapan intens, tatapan yang membuat Aruhi seketika merasa gugup, di tambah lagi saat Muren mengusap bibir merah muda itu dengan ibu jarinya.Ada apa ini, kenapa sangat canggung. Aruhi mengedipkan matanya berulang kali saat Muen mulai mendekatkan wajahnya, hingga ia bisa merasakan napas hangat yang keluar dari mulut yang beraroma mint dari pria itu."Tuan Elves ...?!""Apa aku boleh melakukannya lagi?" bisik
"Yah, dan yang membuat Muren tak bisa melakukan apa pun terhadapa Ellena selain memutuskan hubungan sepihak karena, pria yang menjadi kekasih Ellena adalah Nine, yang tak lain adalah kakak dari Aruhi sendiri.""A-pa?""Seperti yang kau dengar.""Jadi yang membuat masalah menjadi semakin rumit, karena itu?""Yah, semuanya jadi serba kebetulan.""Lalu bagaimana mereka bisa berakhir menjadi seorang kekasih?" tanya Lucas yang masih sangat penasaran dengan semua kisah yang sudah terjadi di antara kakaknya dan Aruhi."Mereka kembali bertemu dua tahun kemudian, oleh satu insiden yang sama seperti sebelumnya," balas Gunn yang menceritakannya secara mendetail."Dua tahun kemudian?""Yah, mereka membutuhkan waktu selama itu, sampai hati Muren sepenuhnya pulih dari luka hatinya, dengan terus mengkomsumsi alkohol, sungguh satu cara yang berbeda untuk melupakan semuanya.""Dan aku rasa ia selalu beruntung jika sedang mabuk, apa itu takdir mereka? Sebab selalu Aruhi yang menemukannya," sambung Luca
"Semoga semuanya membaik." Lucas meletakkan beberapa barang yang masih untuh dari atas lantai ketempat semula, dan beruntung hanya beberapa barang yang pecah dan rusak di sana, jadi Lucas tidak begitu kesulitan untuk membereskan semuanya."Sepertinya baru saja terjadi badai di sini," ucap Gunn ikut membalikkan meja yang terbalik di sana. Entah sejak kapan pria itu di sana, Lucas bahkan tak menyadarinya."Yah, seperti yang kau lihat," balas Lucas masih tak habis pikir. Merasa jika tak hanya masalah dirinya dan Aruhi yang ada di dalam kepala Muren. Tapi ada masalah lain yang membuat kakaknya jadi sedikit berubah, entah itu apa. Lucas tak berhenti memikirkannya."Ada apa lagi?" tanya Gunn."Apa Muren tak mengatakannya?""Mengatakan apa?""Semalam ia tak pulang.""Apa?""Semalam Muren tak pulang, bukankah kalian bersama?" tanya Lucas setelah semuanya kembali rapi."Tak pulang? Maksudnya?""Muren pulang dalam keadaan kacau pagi tadi, dengan aroma alkohol yang menyengat, aku rasa ia memn
"Apa maksudmu?""Ada apa? Apa aku salah berbicara sekarang? Kali ini aku masih bisa memaafkanmu. Aku tahu, kau melakukan itu semua karena peduli dengannya. Tapi mulai sekarang berhentilah melakukan hal yang bisa membuatku salah faham, Lucas. Sebab aku tahu apa yang harus aku lakukan untuknya. Dan aku sangat berterima kasih karena kau sudah menjaganya selama ini," balas Muren menatap tajam."Aku rasa kau sudah salah paham denganku, Kak ....""Apa menurutmu begitu? Yah, mungkin kau benar, aku sudah salah paham denganmu, maka dari itu. Jangan pernah melakukan hal yang bisa membuatku salah paham. Aku sudah mengatakan itu sebelumnya," potong Muren masih dengan tatapan tajamnya.Hening.Tak ada satu kalimat yang keluar dari mulut mereka, dan hanya tatapan mata tajam yang saling beradu sejak tadi. Hingga membuat suasana menjadi semakin menegangkan, bagaimana tidak jika saat ini perasaan cemburu kini menguasai hati juga pikiran Muren, hingga membuatnya menjadi sangat marah, dan kesulitan untu
Suara dentuman musik yang menggema di ruangan dengan pencahayaan yang cukup minim mengiringi sebagian para pengunjung untuk menari di atas flanel dengan pasangan masing-masing. Dan di antara sekian banyak pengunjung, terlihat sosok Muren yang sedang duduk seorang diri, seperti biasa sambil menikmati minumannya. Bahkan ia sudah terlihat sangat mabuk hingga tidak menyadari jika ada beberapa jalang yang sedang menggerayanginya, ada pula yang sampai duduk di atas pangkuannya."Ruhi ...." gumam Muren, ketika melihat sosok Aruhi di sampingnya. "Ruhi, jadi dia yang sudah membuatmu seperti ini? Oh sayang sekali, kau pria yang sempurna, jika bersamaku kau tidak akan merasakan kesedihan," balas wanita itu tak berhenti tersenyum. "Bisakah ... kau tak menghindariku? Bisakah kau hanya percaya padaku? Aku mohon, jangan membuatku cemburu." Muren menangkup wajah seorang wanita yang sejak tadi bersamanya.Setidaknya halusinasi tersebut bisa membuat kesedihannya berkurang. Dengan membiarkan sosok yan
"Apa aku terlalu pengecut?" tanya Aruhi yang masih tertunduk. Seolah tak memiliki kekuatan lagi untuk menatap Lucas di hadapannya. Entah mengapa, semua menjadi sangat rumit. Terkadang timbul perasaan dan keinginan yang membuatnya ingin menyerah saja. Namun, perasaan cinta yang di rasakan untuk Muren teramat besar hingga mengalahkan semuanya. "Hmm. Gadis pengecut yang manis, dan sepertinya kita harus pulang sekarang," balas Lucas yang langsung beranjak dari duduknya, meraih tangan Aruhi yang hanya menurut mengikuti langkahnya. Berjalan beriringan dengan hening yang kembali menemani mereka. Sungguh satu pemandangan yang tidak seperti biasa. Normalnya, Lucas akan terus berbicara tanpa henti, terlebih jika itu di samping Aruhi. Tetapi saat ini. Pria itu lebih banyak diam sam hanya terus mengikuti langkah Aruhi sambil mengamati gadis itu. "Kenapa hanya diam saja?" tanya Aruhi tanpa memalingkan pandangan. "Aku hanya bingung harus mengatakan apa." "Kau selalu mengatakan apa sa
"Apa benar begitu, kenapa wanita itu terus mendekati Ruhi, seolah olah Ruhilah yang harus bertanggung jawab atas putusnya hubungan kalian? Aku hanya mengkhawatirkan Ruhi begitu pun dengan Nine," balas Night yang benar-benar tak bisa menyembunyikan kemarahannya lagi kali ini. "Aku tahu, kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu." "Anda tidak bisa menyuruhku untuk tidak mengkhawatirkan Ruhi. Anda pun tahu hubungan kami seperti apa, dan Anda jelas tahu arti Aruhi bagiku. Jelas aku tidak akan tinggal diam jika ada yang menyakiti dan membuatnya terluka!" "Dan akan aku pastikan, jika dia akan baik-baik saja, aku akan melindunginya. Karena aku adalah kekasihnya," balas Muren dengan tatapan yang berubah dingin. "Sebaiknya Anda melakukannya dengan benar, Tuan Elves. Aku melepaskan Ruhi di sisimu bukan untuk kau sakiti," sambung Night masih dengan tatapan tajamnya yang seolah tak akan pernah melemah di depan Muren.Untuk sesaat suasana di dalam Caffe tersebut kembali hening, hingga menciptak
"Sepertinya kau sudah salah paham padaku, aku mohon, jangan seperti ini. Aku sangat mencintaimu Nine, dan aku tidak ingin kehilanganmu, kau tahu itu ''kan?" "Lagi-lagi kalimat yang sama. Bukankah itu kalimat yang sering kau ucapkan untuk Muren Elves?" "Sayang, dengarkan aku." Ellena meraih tangan Nine untuk di genggamnya. "Aku sudah cukup mendengarmu selama ini Ellena. Sekarang giliranmu untuk mendengarku, jangan ganggu hubungan mereka lagi. Aku mohon padamu. Aku akan memberikan semua yang kau inginkan, tapi dengan syarat, jauhi mereka." "Ada hubungan apa kau dengan gadis itu? Hingga kamu rela meberikan semuanya demi dia, sepenting itu kah dia bagimu? Aku kekasihmu sekarang, apa aku tidak penting bagimu?" balas Ellena mulai menangis dengan tubuh yang bergetar menahan rasa marah. "Ellena, kau tahu aku sangat mencintaimu. Dan meskipun hanya aku yang merasakan itu. Aku bahkan tidak tahu, siapa yang ada di dalam hatimu saat ini, tapi untuk kali ini aku tidak akan membiarkan menyakiti
"Beberapa hari lalu aku pernah melihat Ellena bersama Nine, apa itu hanya suatu kebetulan?" tanya Gunn lagi. "Tidak, mereka memang sepasang kekasih," jawab Muren dengan nada santai. "Apa?" "Yah, aku rasa mereka sudah menjalin hubungan cukup lama, jauh sebelum hubungan kami berakhir," balas Muren kembali meneguk cocktailnya hingga tandas. "Jadi selama ini kau sudah mengetahuinya? Apa Nine adalah pria yang bersama Ellena pada malam itu?" tebak Gunn. "Hm, dan sekarang aku berharap, semoga Ruhi tidak mengetahui hal ini, dia akan sangat terpukul jika mengetahuinya, itulah alasanku memilih untuk tetap diam selama ini meski mengetahui semuanya," balas Muren menghela napas panjang. Bahkan sampai saat ini ia tak pernah berhenti memikirkan Aruhi. "Bukankah ini hal yang kurang baik jika kau terus menyembunyikan semuanya dari Aruhi? Sebab cepat atau lambat dia pasti juga akan mengetahuinya, 'kan?" "Aku tahu, tapi setidaknya tidak untuk sekarang." "Baiklah. Aku mengerti, jadi bisakah ki