"Ada apa?" Aruhi mulai membuka pesan dari Muren yang di kirim beberapa menit lalu. Muren Elves : 📩 [Miss you Dear, aku akan menjemputmu untuk makan siang. I Love you.] Satu pesan yang cukup membuatnya merasa jauh lebih baik dan tenang. Pria itu sangat tahu cara untuk membujuknya, sebab hanya dalam selang beberapa saat saja, ia nyaris melupakan kesalahan yang sudah pria itu lakukan padanya semalam. Lucas Elves : 📩 [Kau baik-baik saja?] Isi pesan dari Lucas. Dan tak hanya ada satu pesan di sana. Namun, beberapa pesan beruntun yang di kirim sejak semalam hingga beberapa menit lalu. Sangat jelas terlihat jika pria itu sangat mengkhawatirkannya. Lucas Elves : 📩 [Kau tak ke kampus hari ini, apa kau sakit?] 📩 [HEI ARUHI MORTHEN. BERHENTI MENGABAIKANKU!] 📩 [Ruhi, apa yang terjadi?] 📩 [Apa perlu aku ke rumahmu? Baiklah aku akan ke rumahmu.] Aruhi menarik napas kuat dan dalam usai membaca beberapa pesan teks dari Lucas. Dan pria itu jelas sangat mengkhawatirka
"Sepertinya aku tidak bisa menemanimu lebih lama lagi, semoga hubungan kalian berjalan dengan lancar. sampai kepernikahan," ucap Aruhi sebelum beranjak dari duduknya, melangkah meninggalkan Ellena tanpa menunggu jawaban dari wanita tersebut. "Ah, bukankah seharusnya kau bisa tinggal lebih lama lagi di sini, dan mendengar semuanya. Aku sungguh tak keberatan jika harus terus menangis dihadapanmu," ucap Ellena tersenyum sambil mengusap air mata yang membasahi wajahnya, "sekarang kau tak bisa ke mana–mana lagi Muren, you're mine, and forever, you'll always be mine," sambungnya. "Kau membuatnya menangis?" tanya Emily yang tiba-tiba muncul dari sana, menarik kursi dan duduk di hadapan Ellena. "Kau bisa melihat semuanya, 'kan? Gadis itu benar-benar merasa bersalah sekarang." "Yah, itu jelas terlihat. Lalu?" "Aku tinggal menunggu dan ... duar! Semuanya akan hancur berantakan, dia akan meninggalkan Muren, dan Muren akan kembali padaku," sambung Ellena masih tersenyum. "Lalu baga
"Aku baik-baik saja." "Baiklah aku akan mengantarmu, tapi apa kau yakin akan ke Caffe? Kenapa kau tidak pulang saja ke rumah untuk beristirahat, aku benar-benar mengkhawatirkanmu," bujuk Lucas, berharap Aruhi akan berubah pikiran. "Tidak," geleng Aruhi pelan, "aku akan ke Caffe terlebih dulu," sambungnya. Sebab yang sebenarnya, ia tidak ingin membuat Nine jadi khawatir jika melihat keadaannya yang seperti sekarang. Dan itulah alasan utamanya untuk tidak langsung pulang ke rumah saat ini. Sebab ia tahu akan bereaksi seperti apa Nine jika melihatnya dalam keadaan kacau. "Baiklah," ucap Lucas. Mencoba untuk memahami Aruhi. Ia pun tak ingin berbicara lebih banyak lagi, dan lekas melajukan mobilnya sambil sesekali melirik Aruhi yang masih setia dengan keterdiamannya. "Aruhi, apa wanita itu?" "Wanita?" "Yang terus menemuimu saat di kampus," balas Lucas. Tak ada jawaban dari Aruhi yang kembali terdiam hingga sesaat, sebelum terlihat menarik napas panjang. Entah sudah ber
"Aruhi, apa yang terjadi? Kau baik-baik saja?" tanya Muren tampak khawatir. Meletakkan buket bunga yang sedari tadi di pegangnya sebelum menangkup wajah Aruhi yang kedua matanya masih tampak berkaca."Hei, are you okay, Dear? What's wrong with you?" tanya Muren sekali lagi. Menatap hangat penuh cinta, hingga membuat Aruhi yang sejak tadi bungkam seketika merasakan debaran kuat, hati yang berkecamuk dan perasaan luka yang di rasakan sejak tadi perlahan membaik. Ia sendiri pun tidak mengerti, apakah sekarang ia sedang berusaha untuk berdamai dengan hatinya, atau sedang berusaha untuk menerima segala kebohongan dan penghianatan Muren padanya. Merasa bingung, apa dia akan benar-benar memilih untuk menjadi seorang gadis bodoh dan mengabaikan segala kebenaran tentang Muren dan Ellena, atau memilih untuk mundur, dan melupakan segala perasaannya terhadap pria itu. Mengapa semua begitu sulit, sungguh satu situasi yang membuatnya tak bisa melakukan apa pun selain diam layaknya seorang idiot y
Mobil melaju meninggalkan caffe, begitu juga dengan suasana di dalam mobil yang hening. Aruhi masih terus diam dengan air mata yang terus menitik karena masih memikirkan kekecewaan Muren padanya. Bahkan Night yang sejak tadi melihat semuanya pun lebih memilih untuk diam tanpa mengatakan apa pun meski ia sangat ingin menanyakannya. Tak bisa berkata apa pun. Ia juga tak tahu harus berbuat apa sekarang untuk menenangkan hati Aruhi. Sedang selama ini ia selalu berhasil melakukan hal demikian, ia paling bisa membujuk Aruhi, membuat gadis itu jauh lebih baik jika perasaannya sedang tak baik-baik saja. Tetapi ada apa dengannya sekarang. Hingga di menit berikutnya, saat suara deringan ponsel memecahkan keheningan di dalam mobil yang tengah di kendarainya. Memilih untuk menepikan mobilnya di pinggiran trotoar sebelum menerima tersebut. 📞 "Night!" 📞 "Kau bersama Aruhi?" tanya Night tanpa basa-basi. Dan Night yang lekas memalingkan pandangan ke arah Aruhi yang masih terdiam. Hanya b
KEDIAMAN ARUHI MORTHEN Aruhi membenamkan tubuhnya di balik selimut dengan perasaan yang semakin gelisah. Meski hanya untuk memejam pun sungguh sulit baginya, sebab sampai detik ini Muren masih belum menghubunginya. Tidak ada satu pesan pun di sana, dan hal itu semakin membuat perasaannya merasa sakit. Hingga di menit berikutnya, saat ia mendengar suara ketukan pintu dari luar kamarnya. Tak bisa beranjak untuk melihat, bahkan berharap tak ada siapa pun yang melihatnya saat ini, terlebih kakaknya sendiri. Namun, sepertinya itu akan sulit, sebab di detik berikutnya ia bisa mendengar suara langkah kaki yang semakin dekat menghimpiri, hingga berakhir duduk di pinggiran tempat tidurnya. Dan ia tahu Nine. "Apa kau tidur?" tanya Nine dengan nasa pelan, sambil mengusap kepalanya lembut. Aruhi menyibakkan selimutnya yang sedari tadi menutupi seluruh tubuhnya sebelum menyandarkan tubuhnya di sandaran tempat tidur. Bersamaan dengan senyum kecil yang terulas di bibir pria itu, meskipun Ar
KEDIAMAN MUREN ELVES.Berdiri termenung di depan jendela kamarnya. Muren menatap tetesan hujan yang membasahi ranting-ranting pohon pinus di luar sana, dengan sesekali meneguk segelas Wine di tangannya. Sudah seharian sejak perdebatan dirinya dan Aruhi berlalu satu hari lalu, ia tak ke mana pun, tak tidur dan sama sekali tak melakukan apa pun selain berdiam diri di dalam pondoknya."Kak ...!" panggil Lucas yang tiba-tiba muncul dari balik pintu kamarnya yang memang tak tertutup dengan rapat.Tanpa basa basi pria itu terus melangkah mendekati Muren yang masih dalam posisinya, tak berpaling sedikit pun meski mendengar namanya di panggil oleh sang adik yang kini sedang duduk di sofa tepat di sampingnya berdiri saat ini."Bukankah seharusnya Kakak menyelesaikan masalah di antara Aruhi dan wanita itu? Mau sampai kapan kau di sini dan membiarkan masalah kalian sampai berlarut larut?""Apa kau lupa cara untuk mengetuk pintu, Luvas?" tanya Muren ketus sambil terus memandang keluar tanpa menat
"Beberapa hari lalu aku pernah melihat Ellena bersama Nine, apa itu hanya suatu kebetulan?" tanya Gunn lagi. "Tidak, mereka memang sepasang kekasih," jawab Muren dengan nada santai. "Apa?" "Yah, aku rasa mereka sudah menjalin hubungan cukup lama, jauh sebelum hubungan kami berakhir," balas Muren kembali meneguk cocktailnya hingga tandas. "Jadi selama ini kau sudah mengetahuinya? Apa Nine adalah pria yang bersama Ellena pada malam itu?" tebak Gunn. "Hm, dan sekarang aku berharap, semoga Ruhi tidak mengetahui hal ini, dia akan sangat terpukul jika mengetahuinya, itulah alasanku memilih untuk tetap diam selama ini meski mengetahui semuanya," balas Muren menghela napas panjang. Bahkan sampai saat ini ia tak pernah berhenti memikirkan Aruhi. "Bukankah ini hal yang kurang baik jika kau terus menyembunyikan semuanya dari Aruhi? Sebab cepat atau lambat dia pasti juga akan mengetahuinya, 'kan?" "Aku tahu, tapi setidaknya tidak untuk sekarang." "Baiklah. Aku mengerti, jadi bisakah ki