Bab 42 : Amanda mengernyitkan keningnya mendengarkan penuturan Max. Kairo... adalah pemimpin Black Wolf? Black Wolf??! Nama mengerikan itu memang sangat dikenal di Indonesia. Mafia yang sangat sulit ditangkap, licin bagai belut. Jejaknya sangat sulit ditelusuri oleh aparat dan sepak terjangnya sangat meresahkan. Black Wolf seperti sebuah nama namun tanpa wujud, antara ada dan tiada. Bagai urban legend yang beredar di masyarakat, bahkan menyebutkan namanya saja membuat bulu kuduk berdiri. Organisasi yang sama sekali bukan golongan putih, namun juga tak sepenuhnya hitam. Mungkin abu-abu, lebih tepatnya. Amanda pernah mendengar berita tentang seorang hakim kejaksaan senior yang cukup dihormati, mengalami penyiksaan brutal lalu dibunuh dengan mayatnya yang dilemparkan ke kandang singa di kebun binatang. Dan Black Wolf-lah yang dituding sebagai pelakunya, meskipun tak ada bukti kuat yang menyudutkan organisasi itu. Namun seminggu kemudian, beredar kabar baru bahwa hakim y
WARNING : Mengandung kekerasan seksual pada anak. Gatau kenapa dulu bisa-bisanya tulisanku setega ini 🥲 ya ga kuat boleh skip. *** Amanda termangu. Jadi alasan dirinya diculik sesungguhnya adalah untuk menjebak dan membuat Kairo tertangkap?! "Jadi kamu mengincar Kairo, Max? Itukah maksudmu dengan menculikku?" Cetus Amanda dengan wajah kaku memandang mantan kekasihnya itu. Lagi-lagi lelaki bersurai ikal itu mengelus rambut panjang Amanda. Terlihat sekali ia sangat merindukan Amanda dan tak bisa menjauhkan tangannya sedetik pun dari wanita itu. "Aku tidak menginginkan Kairo selain untuk mati, apa pun caranya. Aku menculikmu karena memang menginginkanmu, Baby." "Jika kamu mengira bisa menjebaknya, maka kau salah besar, Mr. Maximilian Webster. Kairo tidak akan pernah datang," tukas Amanda yakin sambil mendengus. "Ia tidak sebodoh itu untuk terperangkap jebakan murahan seperti ini." "Jangan terlalu yakin, Amanda. Justru orang yang sedang jatuh cinta adalah orang yang paling gampang
Sejak di hari dimana Zac telah melecehkan Amanda, sejak itu pula perlakuan Ivonne kepada putrinya mulai agak berubah.Biasanya dia akan abai dan tidak terlalu mempedulikan gadis kecil yang berisik dan selalu mengikutinya kemana pun itu. Tapi rasa kasihan dan tak rela ketika melihat betapa terpuruknya Amanda oleh sikap biadab Zac, tak pelak menimbulkan sedikit perasaan keibuan Ivonne yang selama lima tahun ini terpendam.Ivonne sendirilah yang merawat luka-luka di tubuh kecil putrinya, sama sekali tidak membiarkan para maid di Mansion Wrighton menemui Amanda dan mengetahui kalau Nona Muda mereka sedang terluka.Untung saja suaminya, Nicholas Wrighton, sedang keluar kota untuk mengecek salah satu pabrik fibre optik mereka yang berada di luar kota. Itulah sebabnya Ivonne berani memasukkan kekasih gelapnya Zac ke dalam Mansion ini.Ivonne memandangi wajah putri kecilnya yang sedang pulas tertidur setelah ia beri paracetamol untuk meredakan demamnya. Wanita itu pun menghela napas pelan.
Ivonne terlihat sangat gusar mendengar laporan dari anak buahnya bahwa Black Wolf datang menyerang. Belum saatnya Kairo menemukan markas Cielo Nostra! Ia belum selesai membujuk Amanda dan membuat putrinya itu mau menuruti kemauannya tanpa paksaan.Dan kenapa pula pasukan garis depannya yang telah sangat terlatih itu bisa dengan mudahnya ditembus oleh Black Wolf yang notabene hanya gembong mafia kemarin sore dibandingkan Cielo Nostra?!Dengan air muka memerah menahan amarah yang meletup-letup di dadanya, tanpa sadar Ivonne pun menghempaskan tangannya yang tadi menggenggam tangan putrinya. Perubahan sikapnya yang tiba-tiba itu pun cukup membuat Amanda terkesiap dan terkejut.Melihat adanya kesempatan Amanda yang kini telah dilepaskan, Max pun menarik wanita itu agar menjauh dari Ivonne. Lelaki itu sebenarnya bermaksud untuk melindungi Amanda, hanya saja wanita bersurai coklat itu sepertinya salah kira."Jauhkan tanganmu dariku!" Sentaknya kesal seraya menepis tangan Max yang tadi me
'Ibumu adalah pemimpin Cielo Nostra, Amanda. Dan jika nanti saatnya tiba, pilihlah Ivonne... agar Kairo tidak dibunuh.'Seketika Amanda teringat kembali dengan perkataan Max yang sempat lelaki itu bisikkan di telinganya, sebelum ia dibawa ke tengah lapangan berumput ini.Saat itu Amanda sama sekali tidak mengerti dengan maksud Max, dan hanya mendengkus serta menjauhkan wajahnya sembari memicing kesal.Refleks, Amanda pun melirik ke kiri dan kanan untuk mencari keberadaan Max. Berusaha mencari informasi apakah ini yang tadi dimaksud olehnya, namun lelaki itu sepertinya tak terlihat dimana pun. Sial!! Bagaimana ini? Siapa yang harus ia pilih?!Jika ingin jujur, Amanda tidak ingin memilih karena baik Mom dan Kairo merupakan pilihan hatinya.Meskipun mereka berdua sama-sama berada di jalan kegelapan, sama-sama menjadi pemimpin mafia yang selama ini justru berusaha diberantas oleh The Golden Badges tempat dimana Amanda bekerja.'Betapa anehnya jalan hidupku,' batin Amanda sambil meringis
"Apa yang kamu lakukan, Ivonne?" Max mengernyit heran menatap wanita yang kini sedang menunduk di atas tubuh Kairo yang telah tergeletak diam tak bergerak di atas lantai. Wanita itu pun menoleh, lalu tersenyum lebar kepada Max. "Tidak ada. Aku hanya ingin merasakan tubuhnya. Kamu tidak akan cemburu, kan?" Godanya sambil mengedipkan mata. Max pun berdecih. "Apa yang bisa dirasakan? Dia kan pingsan!" Dengusnya. Ivonne tertawa kecil, jemarinya sedari tadi tak lepas mengelus abs Kairo yang membuatnya terpesona. "Oh, dia akan bangun, tenang saja. Apalagi jika sudah merasakan kenikmatan yang akan kuberi," tukasnya dengan yakin. Tiba-tiba pintu ruangan itu pun terbuka dari luar, dan masuklah seseorang yang langsung memberikan hormat kepada Ivonne. "Maaf kalau mengganggu, Madam. Tapi Nona Amanda lolos dan melarikan diri dari kamarnya! Beberapa orang saat ini sedang mengejarnya," lapor lelaki itu dengan wajah menunduk takut. "APA?!" Perubahan air muka Ivonne pun membuat lelaki itu s
Ivonne terdiam. Matanya nyalang menatap Max dengan sorot menusuk, geram karena lelaki itu telah berani berkhianat. Oh, bukan berarti hal ini tidak diantisipasi oleh wanita yang masih terlihat memukau di usianya yang telah matang tersebut, hanya saja sebenarnya Ivonne lumayan berharap banyak pada Max. Cih, sepertinya pria itu pun masih mencintai putrinya bahkan setelah Amanda jelas-jelas mengkhianatinya! Sangat menjijikkan. Ivonne menyapu seluruh ruangan yang dipenuhi mayat bergelimpangan dan percikan darah dimana-mana, akibat Max yang menembaki tubuh pengawalnya tanpa ampun. Secercah senyum sinis pun seketika terbit di bibir berperona merah menyala itu. "Maximilian Webster...," desahnya lirih sembari menggeleng-gelengkan kepalanya. Ivonne lalu memangku dagu dengan kedua tangan yang bertumpu di atas meja. "Apa kamu sadar bahwa tindakan heroikmu ini hanya akan berbuah sia-sia?" Sinisnya dengan tatapan tajam yang terhunus kepada Max. "Kalian berdua saja tidak akan bisa mengal
Amanda di waktu ia masih kecil, sesungguhnya tidak pernah terlalu berharap banyak.Ia hanya ingin Mommy sesekali menyapanya di pagi hari saat sarapan. Atau bertanya bagaimana harinya. Atau paling tidak sesekali mengantarnya ke sekolah.Hanya itu.Tapi Mommy... tak pernah peduli padanya. Bahkan Mommy sering menatapnya seperti menatap seekor hama atau hewan pengganggu. Dingin, dan tanpa kasih sayang sama sekali.Lalu ketika dua puluh satu tahun kemudian ia bertemu kembali dengan wanita ini, Amanda mengira bahwa Mommy-nya telah berubah. Sikapnya terlihat hangat dan perhatian, tidak dingin lagi kepada Amanda. Amanda bahkan tak terlalu peduli dengan status wanita itu sebagai pemimpin Cielo Nostra. Ia hanya menginginkan untuk berada di samping wanita yang telah melahirkannya ke dunia. Ia ingin bersama Mommy, untuk membalas tahun-tahun yang tidak ia lewati bersamanya.Tapi apa yang terjadi?Mommy... wanita yang sangat ia rindukan dalam hidupnya... telah meracuninya dengan suntikan beris
"Monica??""Amanda??"Luca dan Kairo sama-sama menyebut nama dua orang wanita, yang sedang mengarahkan senjata mereka ke dua buah sasaran berupa papan bidik berbentuk bundar dengan pola-pola melingkar.Papan bidik itu terletak sekitar sepuluh meter di depan mereka.Namun kedua wanita itu sepertinya terlalu fokus, hingga sama sekali tak mendengar kalau namanya dipanggil. Beberapa orang penjaga yang terlihat berdiri mengawasi, segera membungkukkan badan penuh hormat kepada Luca dan Kairo yang baru saja datang.Kembali, suara tembakan terdengar menggelegar sebanyak dua kali, lalu setelahnya kedua wanita itu pun sama-sama menurunkan senjatanya."Apa yang kalian lakukan?!" Suara Luca yang terdengar sangat lantang membuat Amanda dan Monica sontak menoleh. Monica tersenyum tipis. "Kami cuma latihan, Papa." Wanita bersurai pirang itu pun memberikan hand gun miliknya kepada pengawalnya.Kairo bergerak cepat mendekati Amanda. "Kenapa latihan menembak malam-malam begini?" Tanyanya heran. Satu
Ketika Kairo dan Amanda turun ke lantai satu untuk memenuhi undangan makan malam dari Luca, lengan Kairo sama sekali tak lepas memeluk pinggang ramping kekasihnya.Sesampainya di meja makan panjang yang mewah itu, ayah angkat dan juga adik angkat Kairo ternyata sudah berada di sana menunggu mereka."Kairo! Senang melihatmu lagi, Nak!"Seorang pria elegan berusia lima puluhan menyapanya sambil tersenyum dari tempatnya duduk, sebuah kursi makan tinggi dengan ukiran rumit di bagian pinggirnya, bagaikan kursi kebesaran seorang raja."Selamat malam, Signore Luca," sapa Kairo penuh hormat, lalu ia menatap Monica yang duduk di sampng ayahnya. "Halo, Monica."Wanita yang mengenakan gaun hitam berlengan pendek dengan belahan dada rendah itu tersenyum manis kepada Kairo. "Halo juga, Kairo," sapa Monica dengan suara renyah. Ia hanya melirik sekilas ke arah Amanda dan tersenyum hambar. "Signore, perkenalkan wanita ini adalah kekasihku, Amanda." Kairo kemudian memperkenalkan Amanda.Luca menata
"Aaaa~" Jeritan manis dari bibir manis itu berulang kali terdengar menghiasi peraduan panas di kamar yang luas itu. Tak terhitung berapa kali Kairo menjadikan tubuh Amanda sebagai pemuas birahinya yang seakan tiada ujungnya, sekaligus juga untuk memberikan kepuasan kepada kekasihnya itu. Namun di saat Kairo mengira bahwa pada akhirnya ia telah terpuaskan, saat itu juga hasratnya kembali bergelora. Ia tak habis pikir kenapa hanya dengan melihat sosok Amanda yang terbaring dengan tubuh polos dipenuhi kilau peluh, seketika seluruh tubuhnya pun kembali memanas dipenuhi gairah yang meronta-ronta minta dilepaskan.Kekasihnya ini memang sangat seksi, tak akan ada bantahan soal itu. Namun ada sesuatu di dalam diri Kairo yang terus-menerus menginginkan Amanda--terus ingin memandangi wajah cantik yang merona jingga ketika terseret gairah, mata hijau yang sayu serta rintihan mendayu yang membuat darah Kairo semakin terasa panas. Ia ingin terus bergerak bagai kuda jantan yang liar di atas, d
"Setelah bertemu dengan Luca, kita langsung ke kamar saja. Aku tidak akan membiarkan kekasihku yang cantik ini turun dari ranjang lagi selamanya!" Tegas Kairo sambil menggeram di bibir Amanda dan melumatnya penuh gairah.Amanda sedikit kelabakan menerima serangan bibir Kairo yang menerjangnya dengan tiba-tiba bagaikan terpaan angin badai, tak membiarkan dirinya bersiap-siap terlebih dahulu.Desah lembut yang tak sengaja lolos dari bibir merah muda Amanda membuat Kairo semakin bersemangat. Lelaki itu pun mulai mendesak kekasihnya di dinding, dengan sengaja menghimpit tubuhnya hingga Amanda tidak akan mampu berkutik.Kairo membawa kedua tangan Amanda dan mengalungkan di lehernya, dan menggeram puas tatkala Amanda membenamkan jemarinya di dalam kelebatan rambut pirang tembaga lelaki itu. Kairo pun langsung menyambar pinggang ramping Amanda dan semakin merapatkan tubuh mereka, tak membiarkan jarak sedikit pun berada di antara mereka. Bahkan angin saja tak mampu melewati kedua tubuh yan
Amanda merinding ketika ia telah berada sangat tinggi dari atas tanah, bergelantungan bersama dengan Kairo di tangga tali yang terjulur dari dalam helikopter. Rasa cemas dan takut akan terlempar ke bawah membuatnya sedikit gentar.Namun perasaan itu pun seketika luntur, ketika tubuh besar Kairo pindah dan mengurung punggungnya dari belakang untuk memberikan kehangatan dan rasa aman yang tak dapat dijelaskan."Dingin?" Bisik lelaki itu di telinga Amanda. Napas Kairo yang hangat berhembus menerpa kulit leher Amanda.Amanda tersenyum dan menoleh, menatap netra Kairo yang dilapisi lensa kontak biru. "Sudah tidak lagi."Kairo pun mengeratkan dekapannya sambil mengendus-endus rambut Amanda yang terbang berhamburan terkena angin. "Sebentar lagi sampai, Sayang. Maaf kalau jemputannya tidak sesuai harapan.""Hm. Sesuai kok. Ini jemputan paling menyenangkan bagiku. Bisa menikmati pemandangan indah sambil dipeluk dengan erat," goda Amanda.Kairo terkekeh pelan. "Kamu suka pemandangannya?" Ama
"Keluar kau, pengecut! Hadapi aku!" Bentak balik Kairo yang kini terlihat sangat gusar. "Aku memintamu menjaga Amanda, bukan mengurung dan menjauhkannya dariku, brengsek!!" Desing suara peluru yang dimuntahkan senjata pun kembali terdengar. Kairo sepertinya sudah benar-benar geram dan gelap mata, hingga tanpa henti terus menembaki mobil mewah Max sebagai sasarannya, yang kini terlihat hancur mengenaskan. "Kairo!" Amanda berteriak memanggil kekasihnya, ketika melihat lelaki itu sepertinya sangat murka kepada Max. Amanda sebenarnya juga kesal dengan lelaki itu, namun ia tak ingin Kairo sampai menyakiti Max. "Berhenti! Kamu bisa mengenai Max!" teriak gadis itu lagi. Seketika Kairo pun menghentikan tembakannya, bagai anjing yang menuruti perintah tuannya. Sambil berdecih, ia menatap Amanda tanpa senyum. "Aku memang berharap salah satu peluru mengenainya, Sayang. Dia sudah benar-benar keterlaluan!" "Kairo, come on! Bukankah aku sudah menepati janji? Akulah yang merawat dan menj
Max mendorong perlahan kursi roda Amanda keluar dari ruangan VVIP menuju ke arah lift. Sepanjang perjalanan sejak mereka keluar dari kamar rawat, beberapa orang lelaki berjas hitam terlihat siaga dan berjaga.Max yang kini telah kembali resmi menjabat sebagai Pemimpin The Golden Badges cabang Milan, meminta pengawalan khusus untuk Amanda mengingat wanita itulah yang menghilangkan nyawa Ivonne Jessica Russel, pemimpin mafia Cielo Nostra. Keselamatan Amanda pun terancam, karena akan selalu ada kemungkinan para anggota mafia itu yang akan balas dendam kepadanya.Sesampainya di taman rumah sakit, Amanda memejamkan mata dan menghirup udara bebas dalam-dalam, membiarkan angin meniup lembut helai-helai rambut coklatnya.Aneka warna bunga yang bermekaran di taman pun seketika menjadi mood booster bagi Amanda.Seulas senyum kecil terlukis di bibirnya ketika mengamati bunga Peony merah rose dan kuning terang yang cantik."Kamu suka Peony?" Tanya Max ketika melihat tatapan tak putus Amanda ke
Saat Amanda kembali membuka kedua matanya, pertama kali yang ia sadari bahwa dirinya tengah berada di tempat yang tidak ia kenal. Apa dia masih berada di pantai aneh itu?Sepertinya tidak... karena untuk kali ini semuanya terasa begitu nyata, sangat berbeda dengan sebelumnya.Aroma khas rumah sakit menguar dan terhendus di hidung Amanda, membuatnya yakin kalau dirinya sedang terbaring di atas brankar."Amanda, kamu sudah sadar?"Suara seorang lelaki menyapanya lembut, membuat kepala bersurai coklat itu pun menoleh untuk melihatnya."Max??" Amanda mengernyit dan bertanya dengan suara yang serak. Dengan susah payah, ia pun menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang terasa kering. "Aku... dimana?" Max berjalan mendekatinya sambil tersenyum. "Kamu di rumah sakit. Sudah seminggu kamu mengalami koma, Amanda. Dan baru lima jam yang lalu akhirnya kondisi semua alat vitalmu mulai membaik sebelum kamu pun mulai sadar."Lelaki itu menuangkan air dari teko kaca ke dalam gelas, lalu memb
Kedua kelopak mata itu pun mulai terpisah secara perlahan, saat wanita itu merasakan air membasahi bagian bawah tubuhnya yang rebah di atas pasir empuk yang lembab.Tunggu dulu.Pasir??Serta-merta netra hijau zamrud itu pun membelalak lebar, tatkala baru menyadari dimanakah dirinya kini berada.Dengan gamang, wanita itu pun beranjak duduk. Pertama-tama sekali ia memandangi kedua tangan dan membolak-balikkan telapaknya dengan heran.Hei, jadi dia... tidak meninggal??Lalu ia pun mengalihkan wajah untuk mengamati sekitarnya. Manik bening itu pun membola menatap lautan lepas di sampingnya, dengan mentari yang bersinar cerah serta awan biru sebagai cakrawalanya.Ia benar-benar tidak ingat bagaimana bisa ia berada di pantai yang indah ini, dan tertidur di atas pasirnya.Apa yang terjadi?Suara tawa dan pekikan riang memutus lamunan wanita itu, membuatnya menoleh dan mencari sumber suara yang membuat jantungnya berdebar penuh antisipasi. Bukankah tawa itu terdengar familier?? Ia pun men