Setelah mengantar Celine pulang, Aldo melajukan kembali mobilnya ke kantor. Ada suatu pekerjaan penting yang harus dia sendiri yang menangani.Aldo sampai di kantornya. Selama empat hari dia tidak masuk kantor. Semua pekerjaan selalu Ryan yang menangani. Sahabatnya itu begitu bisa diandalkan. Aldo keluar dari dalam lift. Dia langsung saja masuk ke dalam ruangannya. Ryan juga ikut masuk sesaat melihat Aldo telah datang. Dia membawa berkas-berkas di tangannya. Ryan meletakkan berkas-berkas itu di meja. "Minggu ini kita harus ke luar kota. Ada proyek pembangunan yang harus kita menangkan. Persaingan kita sangat berat kali ini."Aldo meraih berkas yang di letakkan oleh Ryan. Dia tersenyum sinis. "Ternyata perusahaan MCORP ingin bersaing denganku. Aku tidak akan membiarkan perusahaan mereka menduduki peringkat nomor satu.""Jangan sombong, Al. Jangan meremehkan kemampuan lawan," kata Ryan. "Aku sendiri yang akan buat proposalnya," sahut Aldo. "Aku ingin memberitahu kamu. Aku sudah tahu
Dimas mengunjungi rumah Rere. Hari ini mereka akan pergi ke luar kota. Selama dua hari Rere akan mendampingi Dimas.Perusahaan Dimas akan memperebutkan tender proyek pembangunan pusat perbelanjaan. Selain itu, akan ada pertemuan antara pembisnis dari berbagai bidang usaha. Dimas keluar dari dalam mobil. Rere sudah menunggu di depan rumah. Selama dua hari Aldo tidak menginap di rumah. Aldo juga mengatakan kepada Rere. Jika dirinya juga akan keluar kota. "Kamu sudah siap?" tanya Dimas. "Aku sudah siap. Kita bisa berangkat sekarang juga," ucap Rere. Kenan sudah dititipkan kepada nenek dan kakeknya. Sebelum berangkat keluar kota, Rere sudah memberitahu Aldo. Kekasihnya itu mengizinkannya untuk pergi. Aldo juga menyuruh Rere agar menitipkan Kenan kepada orangtuanya. Dimas mengambil tas yang dipegang Rere. Dia meletakan tas itu dalam bagasi. Dimas membukakan pintu mobil untuk Rere. "Silakan ....""Terima kasih."Dimas menyusul masuk ke dalam mobil. Dia duduk disebelah Rere di kursi b
Rere keluar dari hotel. Dia mencari taksi dan menghentikannya. Rere masuk ke dalam mobil setelah mendapatkannya. "Pak, antarkan saya ke TPU melati," kata Rere. "Siap, Nona," sahutnya. Mobil melaju ke tempat pemakaman umum. Rere akan mengunjungi makan kedua orangtuanya. Sudah bertahun-tahun dia tidak pulang dan berkunjung. Tetapi Rere tetap menyuruh orang untuk merawat makan ayah dan ibunya. Mobil telah sampai di pemakaman. "Pak ... tunggu saya. Saya tidak akan lama.""Sip," jawab supir taksi. Rere keluar dari dalam mobil. Dia melangkah menuju makam orangtuanya. Makam orangtua Rere saling berdampingan.Rere bersimpuh di antara dua makam. Dia mengusap nisan kedua orangtuanya. Rere menitikkan air matanya. "Daddy, Mommy ... ini Rere. Maafkan Rere karena baru bisa datang. Kalian tahu, Kenan sudah besar. Dia juga sangat pintar. Rere bahagia sekali. Andai kalian bersama dengan kami," lirihnya. Rere mengecup batu nisan ayah dan juga ibunya. Dia juga mengirim doa agar kedua orangtuanya
Rere selesai membersihkan diri. Dia mulai merias wajahnya dengan make up. Dia juga menata rambutnya seindah mungkin. Rere membiarkan rambut panjangnya terurai. Diujung bawahnya dibuat curly. Selesai dengan riasan wajah dan rambut, Rere keluar dari kamar mandi. Dia mengambil tas lalu membukanya. Rere mengeluarkan sebuah gaun berwarna light grey. Dia juga mengeluarkan tas tangan serta high heel dengan warna sepadan dengan gaunnya. Rere memakainya. Gaun itu melekat sempurna di tubuh indah dan mulusnya. Gaun itu berbentuk v-neck. Menampakkan sedikit belahan aset indah milik Rere.Bagian belakang punggungnya juga terbuka. Bagian bawahnya berbentuk kain tulle yang bertumpuk. Rere memakai aksesoris serta tas tangan sebagai pelengkap penampilannya. Pintu kamar diketuk dari luar. Dimas datang untuk menjemput sang Sekretaris. Rere membuka pintu kamarnya. Dimas tidak berkedip melihat penampilan Rere yang begitu cantik dan anggun. Dia terpana melihatnya. Dimas semakin tertarik kepada wanita
Aldo terlonjak kaget. Matanya seakan keluar mendengar ucapan yang dilontarkan oleh Rere. Kekasih kontraknya itu memintanya untuk menjauhi Celine. Itu hal mustahil yang bisa dilakukan oleh Aldo. Celine adalah wanita yang dia cintai. Tidak mungkin bagi Aldo untuk menjauh darinya. Meski tanpa disadari. Aldo memang sudah menjauh dari Celine. Dia banyak menghabiskan waktunya bersama dengan Rere. "Re ... permintaan macam apa itu? Aku tidak mungkin menjauh dari Celine," protesnya. "Kalau begitu, biarkan aku bersama dengan pria lain. Kamu hanya membutuhkanku di tempat tidur saja, kan?" ucap Rere dengan nada menegaskan perkataannya. Aldo mengusap kasar wajahnya. "Aku terima. Aku menerima syarat itu. Aku akan menjauh sementara dari Celine. Hanya sampai kesepakatan kita berakhir.""Jika kamu melanggarnya. Jangan salahkan, aku juga membalas perbuatanmu itu," ucap Rere dengan nada sedikit mengancam."Aku akan bicara kepada Celine mengenai hal ini," sahut Aldo. Rere merebahkan tubuhnya di at
Rere keluar dari kamar mandi. Dia mengunakan kemeja bersih Aldo yang diambilnya dari dalam lemari hotel. Terlihat Aldo duduk termenung di sofa. "Aku mau kembali ke kamarku," ucap Rere. Aldo memperhatikan pakaian yang dikenakan Rere di tubuhnya. "Apa kamu ingin memamerkan kaki jenjangmu itu?"Rere menunduk melihat kebawah. Kemeja Aldo memang hanya sebatas paha saja. "Tidak ada lagi pakaian. Gaun itu juga sudah kotor.""Tunggulah di sini. Aku akan menyuruh Ryan membelikanmu pakaian kantor," kata Aldo."Aku juga butuh dalaman," pinta Rere. "Iya ....""Cepat sedikit belinya. Bukannya kita harus ke acara pertemuan bisnis." Rere duduk di tepi ranjang dengan menyilangkan kaki. "Berhentilah bicara. Kapan aku bisa menelepon, kalau kamu terus mencerocos," ucap Aldo dengan sedikit kesal. "Aku juga lapar, Al." Aldo segera menelepon Ryan. Setelah menelepon sahabatnya itu. Dia memesan sarapan lewat pesawat telepon yang ada di kamar. Rere berpindah duduk di sofa. Dia mengambil remote TV lalu
Rere keluar dari kamar hotel Aldo dengan membanting pintu. Sontak hal itu membuat Celine dan Aldo terlonjak kaget. Aldo beranjak dari duduknya dan bergegas menuju pintu. Dia membuka pintu dan melihat keluar. Tidak ada siapa pun. Aldo melihat ke sisi kanan dan kiri tapi tidak ada yang mencurigakan. "Siapa yang membanting pintu?" gumamnya. Aldo meraih ponsel dari saku celananya. Dia mendial nomor Ryan. Setelah beberapa saat, Ryan tidak mengangkat teleponnya. "Siapa, Aldo?" tanya Celine."Bukan siapa-siapa. Tidak ada satu pun di luar," jawab Aldo. Aldo menyimpan kembali ponselnya di saku celana. Dia berpikir jika acara meeting itu sudah dimulai. Itu artinya bukan Rere yang tadi membanting pintu. "Kapan kamu akan pulang?" tanya Celine dengan merangkul lengan tangan Aldo. "Mungkin besok." Aldo mengecup pipi Celine. "Kamu jangan menemuiku dulu. Menjauhlah. Aku tidak mau rencana kita gagal.""Baiklah. Tapi kita masih bisa saling tukar kabar lewat pesan singkat, kan?" kata Celine."Ten
Dengan sekuat tenaga. Rere melepas tautan bibir Aldo darinya. Dia memukul-mukul dada Aldo dengan keras. "Lepas," pekik Rere.Dengan segera Rere keluar dari kamar mandi. Namun Aldo berhasil menangkap tubuhnya. Aldo melemparkan Rere di atas ranjang kasur.Wajah Aldo sudah berkilat marah. Dia tidak menyukai Rere yang selalu membantahnya. Apa lagi saat melihat bekas merah di sekitar leher Rere.Ingin sekali Aldo mengosoknya hingga hilang tanpa jejak. Aldo memukul wajah Rere. Dia merobek habis pakaian Rere dengan tenaganya. Dia membuat tubuh itu menjadi polos. Aldo melepas sabuk pinggangnya. Rere mengeleng melihat itu. "Jangan sakiti aku, Aldo. Aku mohon," lirih Rere. "Aku harus menghukummu. Jika tidak begini, kamu akan berbuat apa yang kamu inginkan. Kamu sudah tahu akan sikapku ini, kan? Kenapa kamu terus saja melawanku," sergah Aldo. Aldo akan melayangkan sabuk itu kearah Rere. Saat itu juga Rere memejamkan matanya. Dia meringkuk dengan mengigit bibirnya. Aldo memberi lima kali c