Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Udah sembuh, Abang, udah," ujar Regina, "Nih-nih lihat," lanjut menghentak-hentakan kedua kakinya. "Diam di tempat." Naas Raymond mengeluarkan nada tegas tak terbantahkan yang ia miliki. "Abang, kita mau liburan satu bulan full? Enggak, 'kan? Jadi tolong bantu aku untuk menikmati waktu yang ada ini, bukan untuk bersemedi di dalam kamar tapi jalan-jalan!" "Duduk dan diam, besok kita lanjutkan." Tatapan Raymond terlihat sangar garang. "Abang ...," merengek sudah si istri. "Kali ini tidak, kamu tidak ingat? Turuti perintahku selama satu hari." Sialan! Kalau begini terbungkam sudah mulut Regina, mau berkata apa lagi dia? Mana bisa membantah huh! "Ck!" Bersama decakan kesal kembali naik lah wanita itu ke atas ranjang, ia tarik selimut menutupi seluruh tubuhnya hingga kepala. Raymond yang duduk di sofa dekat balkon hotel hanya melirik kecil, setelah itu kembali membaca majalah yang sedari tadi ada di atas pangkuannya. Hening, tidak ada suara da
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Jantung Regina serasa jatuh dari tempat detik mendengar kalimat Raymond. "Ma-maksudnya?" gagap, Regina meminta penjelasan. "Abang jatuh hati sama siapa?! Jatuh cinta sama siapa?! Nggak-nggak, nggak boleh! Abang jahat!" Setelah meminta penjelasan Regina justru berdiri dan memborong semua pertanyaan, berdiri tegak di depan Raymond yang masih duduk dengan sangat tenang. "Abang, selingkuh ya? Bisa-bisanya belum sayang sama istri tapi sudah jatuh hati sama wanita lain?! Ya Tuhan astaga." Kehabisan kata, nyonya muda William itu berkacak pinggang, memasang mimik super duper garang. Sialnya sudah begitu pun Raymond tetap pasang wajah tenang, tidak ada kepanikan. Pria itu malah memilih ,enjangkau pergelangan tangan kiri Regina, menarik tubuh si istri agar merapat dengannya, bahkan Regina sudah jatuh duduk ke atas pangkuan Raymond. Saling menatap, satu mendunga dan satu menunduk, tuan dan nyonya muda William agaknya suka sekali adegan seperti ini, bukan-
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Why? Regina sangat ingin mempertanyakan itu kepada Raymond, kenapa si pria belum siap memiliki anak? Apa salahnya? Umur mereka sudah sangat cukup bukan? Tapi, Regina malas berdebat jadilah ia teguk pil pencegah kehamilan itu. Selama mereka honeymoon Regina memang membawa pil, nanti jika mereka sudah ada di Melbourne, Raymond sudah memilih dokter pribadi yang akan menangani masalah ini. "Sudah?" Regina mendunga, menatap Raymond yang sudah memakai bokser tanpa baju. "Sudah, Abang," jawab wanita itu tersenyum manis, menjulurkan kedua tangannya. Sudah pasti hal pertama yang Raymond lalukan adalah menarik gelas di tangan Regina, lalu meletakan ke atas nakas. Barulah setelah itu ia sambut kedua tangan istrinya, mereka butuh tidur agar besok bisa melanjutkan perjalanan honeymoon yang terlalu banyak ini itunya. "Jangan sakit lagi," bisik Raymond membenarkan letak kepala Regina di atas lengannya. "Siap laksanakan, Kapten." ***** "Egh ...." Namun,
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Aku akan lebih sering berdecak," bisik Regina menarik handuk yang menutupi tubuh polosnya. Setelah menerima hukuman wanita itu justru merasa ketagihan, bukan jera atau takut. Sungguh jiwa menantang Regina memang perlu lebih diasah lagi. Raymond memeluk pinggang istrinya dari belakang, padahal Regina sedang ingin berpakaian. "Dan aku akan dengan senang hati mengulang hukuman," balas si suami berbisik tepat di telinga kanan Regina yang tertawa pelan. "Aku mau berpakaian, Abang." "Lakukan saja." Cup. Bibir Raymond mendarat ke atas permukaan kulit bahu Regina. Menggeleng kecil, wanita itu menarik branya, memasang bersama Raymond yang masih betah di posisi. Jika saja, ini masih jika saja, Regina sadar betapa manis suaminya dalam bertindak, mungkin wanita itu akan segera jatuh cinta. Kalimat Raymond boleh singkat, padat, datar. Tapi tindakan yang pria itu lakukan lebih dari itu, ya seperti menuruti mau Regina tentang honeymoon sampai nekat tidak
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Mau tak mau harus mau, jujur Raymond agak bagaimana gitu. Tidak mungkin kesal karena ini musibah, tapi dia memang agak sedikit kesal. Mengatur waktu dirinya tidak gampang, jika dia sudah kembali menyentuh kerjaan alias pergi ke rumah sakit, maka akan sulit untuk cuti. Bye-bye deh liburan. Namun, yasudahlah, toh saat ini mereka sudah melangkah menuju kamar rawat Maria, untuk apa lagi dikeluh kesahkan. "Regina, pelan," ujar Raymond terus menyeimbangkan langkah dengan istrinya yang kebut saja dalam melangkah. Regina tidak menjawab, tidak juga memelankan langkah, oh ya thanks god. Setelah menempuh jam terbang lima jam lebih kini Raymond justru harus mengejar-ngejar istrinya. "Regina." Lagi memperingati, Raymond bukan hanya mengeluhkan diri, dia juga khawatir terhadap kondisi kepala Regina, apa tidak jet lag? Naasnya tetap tidak ada perubahan, si istri tetap saja dengan langkah cepatnya. Raymond jangkau lah pinggang ramping Regina, kalau masih naka
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Kedua kelopak mata Regina terbuka perlahan-lahan, wanita muda yang sudah menjadi seorang istri dari pria gagah itu membawa kepalanya menoleh ke belakang tubuh, tepat di mana sofa berada. "Hah ...." Hela napas, Regina melepas pelukan Maria di tangannya dengan lembut. "Egh ...." Namun sang pemilik tangan merasa terganggu, sedikit mengerang dalam tidur. "Shut," bisik Regina menepuk-nepuk lengan Maria pelan. Regina membutuhkan lima detik, menunggu Maria benar-benar tenang, setelah itu barulah dia membawa tubuh turun dari ranjang. "Ck," berdecak.Suara langkah Regina terdengar, langkah yang sangat lembut. Wanita itu mendekati suaminya, si pria tidur di salah satu sofa, naas sofa itu single sofa bukan double. Karena apa? Yang double diisi oleh Mario. Well, Raymond yang menyuruh pria lebih muda darinya itu untuk menggunakan double sofa saja, jadilah suami Regina terlelap dalam posisi duduk. Begitu sampai di depan tubuh Raymond, Regina menggigit bibir
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond membasuh wajah, tentu tidak hanya sekali. Pria itu tengah berada di kamar mandi kamar rawat Maria, baru bangun dari tidur dan begitu bangun eh sudah disambut saja dengan tatapan sinis ala Maria Rosalinda. "Sinting," gumam Raymond geleng kepala kecil, menarik tisu lalu mengeringkan wajah yang basah. Ini serius Raymond dimusuhi kaum hawa? Biasanya dikejar-kejar loh, mana musuhinnya karena wanita juga. Humor semesta sangat menggelikan, Regina memang membawa warna ke dalam hidup Raymond. Tok, tok, tok. "Abang, jangan lama-lama, Maria mau memakai kamar mandi." See? Dendam betul Maria dengannya. Menghembuskan napas sebentar, Raymond membuang tisu ke dalam tong sampah yang ada di di dekat closet, setelahnya baru melangkah menuju pintu. Cklek. Membuka pintu, yang pertama menyambut Raymond adalah wajah istrinya sendiri bersama Maria. "Lama banget suami aku basuh wajah aja," ujar Regina dengan nada mengomel, wanita itu membantu Maria masuk ke
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Regina sudah bungkam selama setengah jam, wanita itu benar-benar tutup mulut, tutup pita suara, intinya pensiun berbicara. Sedang Raymond menyetir dengan tenang, fokus, tidak mau mengganggu istrinya sendiri. Dia tebak, pasti isi kepala Regina sangat padat layaknya jalanan Jakarta ibu kota Indonesia. Sangat wajar, posisikan diri menjadi Regina Adinda Putri. Sahabat sendiri mencintainya, akan sangat wajar jika sahabat Regina berasal dari kaum adam, itu sangat biasa, banyak novel-novel yang menceritakan sahabat menyukai sahabat, masalahnya adalah sahabat Regina ini seorang ..., wanita. Astaga, kepala terasa berdenyut. Dunia sekali bercanda tidak ada lucunya, humor takdir dan semesta memang tidak main-main. Memang membuat terbahak, tapi terbahak hambar. "Haha." Seperti yang sedang Regina lakukan, wanita itu tiba-tiba tertawa dengan tatapan yang masih lurus ke depan, sudah pasti Raymond melirik. "Aku? Disukai oleh wanita? Dicintai? Oh god, betapa luar
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Cklek. Raymond membuka pintu kamar mandi bertepatan dengan gerakan tangan istrinya yang duduk ke pinggir ranjang, memakai kaos super kebesaran milik Raymond sendiri. Mereka baru selesai, tepat pukul satu siang dan thanks tidak ada yang mengganggu. Gairah Raymond rasanya tidak habis kepada Regina, selalu berdebar setiap menyentuh kulit lembut sang istri. Memang yang halal rasanya jauh jauh jauh!!! Lebih nikmat. "Husband ...." Regina memanggil lirih sambil menoleh untuk menatap Raymond yang diam bersandar di ambang pintu kamar mandi, dan hal itu sudah membuat Raymond siap bertempur lagi jika tidak ingat kondisi kehamilan wanita itu. "Iya, Sayang, ada apa?" menyahut tanya, tangan Raymond terlipat di depan dada. Regina bergerak berdiri, berbalik menatap suaminya yang pun menatapnya. "Kerja?" tanya Regina mengusap keringat sendiri di bagian leher dengan punggung tangan. "Tidak minat," jawab Raymond sambil tersenyum kecil akan pemandangan seksi itu
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Aku janji akan pelan." Tangan Raymond menyentuh pipi kiri Regina, mengusap dengan gerakan lembut namun erotis. Regina memejakan mata, menikmati apa yang memang ia incar, sentuhan suaminya. "Janji?" tanya Regina masih menikmati usapan jari Raymond di pipi. "Of course." Regina membuka mata, menatap Raymond yang sudah menindihnya. "Suamiku tidak bekerja?" Oh ya ayolah, kenapa bertanya perihal itu jika adik di bawah sana sudah menggeliat bangun? "Setelah makan siang?" Raymond balik bertanya, mencoba sabar walau tenggorokannya sendiri sudah tercekat oleh gairah. Masa bodoh dulu dengan kerjaan, sebulan lebih dia berpuasa, belum lagi kemarin lembur, biarkan Raymond melepas lelah. "Oke, sini." Lembut Regina tersenyum genit yang langsung disambut Raymond dengan lumatan manis ala mereka. Raymond mendapatkan lampu hijau tentu harus mengumandangkan janjinya dalam otak, pelan, harus lembut. Argh! Sebulan lebih Raymond berpuasa, sudah seperti bulan ramadh
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond ada di posisi urut pelipis sebab keinganan aneh Regina. Ini masih terlalu pagi, perlu diketahui jarum jam masih menunjukan angka tiga pagi. Dan kepala Raymond serasa siap meledak karena mata lelah dan telinga menjerit marah. "Husband ...." Istrinya merengek lagi dan dia bingung mau bagaimana. "Abang ...." Kalau boleh Raymond memilih, ia lebih memilih mengurusi semua pekerjaan saja daripada mendengar rengekan Regina dikala matanya sangat amat berat. "Regina, kita tunggu matahari naik," bisik Raymond yang sudah duduk di atas ranjang, menoleh lemas ke arah istrinya yang menatap cemberut. "Babynya mau sekarang!" Regina mulai memakai nada ngegas. "Kita cari ke mana, Re?" tanya Raymond pada Regina bersungut-sungut lelah agar wanita itu paham. For your information, Raymond baru pulang pukul satu sebab lembur memeriksa essai mahasiswa, dan begitu pulang Raymond belum bisa langsung tidur karena masih harus mengisi beberapa pendataan ke dalam
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond melumat bibir Regina, kali ini dengan gairahnya. Jika tadi sesi mereka saling mengungkapkan isi kepala dan hati maka sekarang sesi Raymond Arthur William menerima hadiahnya. "Hah ...." Napas Regina terengah. Well, nyonya muda William sudah menyiapkan itu. Setelah acara syukuran Raymond sangat sibuk bekerja, suaminya jauh lebih sibuk dari yang Regina bayangkan, maka dari itu hadiah darinya double. "Suamiku tegang aku senang," bisik Regina genit, sukses membuat Raymond menggendong tubuhnya ala ibu koala. "Kita butuh kamar utama." Raymond juga berbisik, segera mengambil langkah menuju anak tangga. Kepala Regina mengangguk, senyumnya masih genit pakai banget. Oke jangan ragukan Regina Adinda Putri dalam menggoda Raymond Arthur William, wanita itu sudah wisuda, tamat! Bersama mata yang saling menyelami, bersama debaran yang saling terasa, Raymond selalu memimpin, maka kakinya melangkah lembut menaiki anak tangga. Cklek. Tidak mau lama-la
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Udah kali natapnya, Abang, nanti tambah cinta baru tahu," ujar Regina tersenyum bersama kepala menunduk, wanita itu sedang sibuk memotong bolu gulung buatan suaminya sendiri. Raymond diam, tidak menjawab. Pria itu mana ambil peduli, selama ia mau maka akan ia lakukan. Well, detik ini jarum jam sudah ada diangka setengah dua belas malam. Awan tidak mungkin masih bergabung dengan kedua orangtuanya, anak itu sudah terlelap di dalam kamar, Regina sendiri membuat pesta kecil-kecilan berdua dengan sang suami. Mereka duduk di meja makan, niatnya akan pindah ke ruang televisi, tapi tunggu, Regina ingin mencicipi hasil tangan Raymond bersama Awan. "Selesai," ujar Regina setelah memindahkan dua potong bolu gulung ke atas piring. Kepala Regina terangkat dari tunduk, menatap ke arah Raymond yang ternyata oh ternyata masih betah menatapnya. "Udah jatuh cintanya?" tanya Regina bermaksud menggoda si suami. Raymond tersenyum manis, sangat tiba-tiba! Jangan
Awas Typo:) Happy Reading... *** Raymond tidak tahu lagi harus berkata apa. "Hahaha!!! Daddy, lucu!" "Ah ..., suamiku seksi." Ia habis-habisan ditertawai oleh Awan karena permintaan konyol istrinya sendiri, mana yang minta pakai acara menatap mupeng segala alias muka pengen. Ya Tuhan. Raymond tidak tahu harus malu atau bangga, satu sisi ditertawakan, satu lagi ditatap penuh cinta. Jadi, dia memilih keduanya, malu dan, bangga. "Awan, diam atau Daddy ke sana?" tanya Raymond sedang menuang tepung ke dalam mangkuk sedang. Istrinya meminta bolu, sudah pasti ia butuh tepung juga pengembang. "Awan saja yang ke sana!" Semangat Awan menyahuti, si gadis kecil itu menoleh menatap ke arah Regina. "Boleh, 'kan Mom?" Meminta izin kepada mommynya. "Hm? Ya, sure. Ganggu daddy," jawab Regina pasang senyum manis. Tentu saja ia memberi izin, sedang ia bayangkan Raymond bekerjasama dengan Awan untuk memenuhi keinginannya, pasti manis. "Okay, Mommy juga belgabung kalau ingin," bisik Awan, mengec
Awas Typo:) Happy Reading .... *** "Abang janji akan pulang pukul delapan, awas kalau telat, aku usir dari kamar." "Masih pagi, Re," balas Raymond menarik tali pinggangnya. "Karena masih pagi itu aku ingatkan." Oke, Raymond kalah. Ia tidak mau melawan istri yang semakin hari semakin bawel saja, dan semakin hari semakin posesif, sungguh Raymond tidak tahu apa yang salah dengan istrinya. Namun, saat ia bertanya pada mama, si wanita paruh baya yang melahirkannya itu berkata, sudah wajari saja, namanya juga sedang hamil, Ray. Begitu. "Sini." Tiba-tiba Regina sudah berdiri saja di depan tubuh Raymond, mengambil alih pekerjaan tangan si suami yang sedang memakai tali pinggang. Kalau kata Regina, dikarenakan Raymond bekerja tanpa dasi yang membuat ia tidak bisa melakukan adegan seperti di novel dan film, maka pekerjaan mengancing kemeja atau memakai tali pinggang menjadi urusan Regina. Aneh? Sangat! Raymond pun merasakan itu, istrinya terlalu menikmati tapi Raymond terlalu sengsara k
Awas Typo:) Happy Reading .... *** What?! Kedua netra Regina membulat mendengar kalimat suaminya. "Mau!!!" Awan sendiri berteriak kuat, membuat kedua netra Regina semakin membulat saja, tidak hanya itu, semua mata auto menatap ke arah si anak. Senyum kecil Raymond terbit, untuk Awan Putri Letta. "Oh my god!" gumam Awan terkejut ala-ala anak enam tahun. Si cantik dengan rambut pirang itu menutup mulut menganganya karena mendapati senyum manis seorang Raymond Arthur William, walau kecil. "Oke, welcome to my life, Awan." Titik, Raymond menggerling sebelum pergi dari hadapan dua kaum hawa berbeda usia. ***** "Abang, are you serious?" Raymond baru menegak jus digelasnya, lantas suara Regina sudah terdengar saja. Cepat juga si istri sadar dari keterkejutan. "Ya," jawab Raymond santai, kembali melanjutkan kegiatannya. Kedua mata Regina berkedip, ini dia berhalusinasi apa bagaimana? Dia mabuk ya? Tapi wait, sejak kapan dia meminum alkohol? Artinya dua kemungkinan, ini nyata atau m
Awas Typo:) Happy Reading .... *** Raymond tidak bisa berkata-kata, serius. Demi para leluhur, rumahnya yang biasa seperti kuburan alias sunyi sepi senyap, kini layaknya pasar pagi, ramai heboh dan gila. Apa yang bisa Raymond lakukan dengan kondisi seperti ini? Tidak ada, hanya berdiri, diam, melihat. Sangkin luar biasanya keturunan William itu tidak bisa berkomentar lagi. Look, halaman belakang rumahnya penuh oleh anak-anak, dari yang usianya sekitar enam tujuh tahun, hingga sembilan sampai sepuluh tahun. keuntungan di sini hanya satu, untung halaman rumahnya, bukan di dalam rumahnya. "Hi, ganteng!" Terdengar sapaan dari belakang tubuhnya, Raymond tahu itu sang istri- Regina. "Kamu tidak mengatakan sebanyak ini." Langsung berujar to the point, Raymond melirik sang istri yang bergerak memeluk lengannya, manja sekali. "Ya namanya anak yatim, Sayang, paling tidak dua sampai tiga puluh lah." Iyaps, right! Benar sekali. Di rumah yang Raymond bangun dengan hasil keringatnya sendir