Sore hari telah tiba, kini Pak Hadi dan istrinya sudah tiba di Jakarta. Dengan naik Taxi, keduanya berangkat ke rumah Brams."Apa rumah Brams, masih jauh dari Bandara ini, Pa?" Tanya istrinya."Entahlah, Ma. Kita lihat saja nantinya!" Kurang lebih setengah jam, kini Pak Hadi dan istrinya sudah sampai di rumah Brams. Keduanya turun dan sudah disambut oleh Satpam yang sengaja disuruh Brams, tadi pagi."Selamat datang, Pak." Ucap Satpam.Keduanya masuk ke dalam rumah. Mereka disuruh di dalam dan menunggu Brams pulang.Brams dan Jesselyn sudah sampai di rumah. Brams sengaja menyuruh Jesselyn berjalan di depan, agar dialah orang pertama yang melihat kedua orangtuanya datang."Sayang, aku masuk duluan, ya! Aku sudah capek seharian di mobil, sayang." ucap Jesselyn."Iya, sayang. Kamu masuklah terlebih dahulu!"Saat Jesselyn membuka pintu, alangkah terkejutnya dia melihat kedua orangtuanya datang dan sudah di depan matanya."Papa..,Mama.., kapan datang?" Jesselyn langsung memeluk kedua oran
Jesselyn sudah mulai sadar. Dia melihat dirinya terbaring di salah satu ruangan Rumah Sakit. Jesselyn mulai teringat saat baru terjatuh di tangga saat di rumahnya.Jesselyn memegang perutnya, dia heran perutnya sudah datar dan bahkan terasa sedikit perih saat menyentuhnya "Ada apa dengan perutku? Kenapa jadi datar? Mana bayiku?" Bathin Jesselyn.Beberapa saat, Dokter masuk ke dalam ruangan, kemudian diikuti oleh Brams dan kedua orangtuanya."Jesselyn..! Apa kamu sudah merasa baikan sayang?" Tanya Mamanya."Mama, kenapa aku ada disini? Mana bayiku?" Tanya Jesselyn.Ketiganya bertatapan dengan spontan. Mereka tidak tega untuk berkata jujur pada Jesselyn. Melihat Jesselyn berharap agar mereka menjawab, kini Pak Hadi mencoba untuk menjelaskannya."Sayang, bayi kamu tidak bisa diselamatkan saat kamu terjatuh dari tangga. Kami dan tim Rumah Sakit sudah berusaha sekuat tenaga, namun taqdir berkata lain. Jesselyn kamu harus sabar dan mengikhlaskan semuanya."Mata Jesselyn langsung berlinan
"Galih..! Kamu inikan mau berangkat kerja? Kamu seharusnya tahan selera dulu dong! Tidak lama lagi kita, kan mau menikah," ucap Shahnaz."Shahnaz, kamu itu sebentar lagi akan menjadi istriku, jadi enggak ada salahnya kan, kita berbagi dari sekarang?" Ucap Galih sambil meremas bukit kembar Shahnaz dari belakang. Shahnaz mendesah karena tidak tahan. Dia merasa tertarik untuk membalas sentuhan Galih yang membuat dia tidak berdaya.Spontan Shahnaz berbalik. Dia menjalarkan tangannya menjelajah ke balih celana pendek yang dikenakan Galih. Benda tumpul dan besar yang dia sentuh terasa sudah mulai bergerak dan makin membesar mengajak Shahnaz untuk bermain.Leher jenjang Shahnaz jadi sasaran utama bagi bibir Galih untuk mendarat. Dia tidak mau berlama-lama, sembari menarik Shahnaz untuk segera memainkan jagoan miliknya Tangan Shahnaz sudah memainkan jagoan tersebut. Dia juga ingin main cilukba dengan wujut aslinya. Sentuhan Shahnaz yang memainkan jagoannya membuat dia mengeliat panjang dan
Seminggu kemudian, Jesselyn sudah dinyatakan sehat dan sudah boleh pulang. Brams bersama mertuanya membawa Jesselyn kembali ke rumahnya.Saat berada di mobil, Brams melihat Jesselyn selalu terlihat diam dan tidak ada selera untuk bicara. Dia berusaha menghibur istrinya agar secepatnya bisa melupakan kejadian yang telah menimpa mereka."Jesaelyn, kamu jangan diam saja, dong!" Ucap Brams "Iya, Jesselyn. Kamu tidak boleh terlalu bersedih apalagi dalam jangka waktu yang lama," jawab Mamanya.Walaupun semuanya memberi semangat buat Jesaelyn, dia tetap saja terdiam dan tidak mau bicara. Dia sepertinya merasa trauma dengan kejadian yang membuat bayinya harus pergi untuk selamanya "Aku benci pada kamu, Brams. Mungkin karena ulah kamu pada Shahnaz, aku akhirnya mendapatkan karma ini," bathin Jesselyn.Jesselyn berpikir, apa yang sedang dialaminya adalah karma dari perbuatan Brams pada Shahnaz.Tidak berapa lama kemudian, mereka telah sampai di rumah. Jesselyn langsung turun tanpa dibantu lag
Hari itu, Yanto sahabat Galih sekaligus pemilik panglong menemui Galih yang sedang membuat model lemari hias yang terbaru. Dia begitu salut dan angkat tangan dengan hasil kerja Galih yang membuat omsetnya jadi melejit."Galih, apa kamu lagi sibuk?" Tanya Yanto."Enggak juga, Yanto. Memangnya ada apa?"Sembari meletakkan semua peralatan yang dipegangnya, Galih menemui Yanto yang sedang duduk di sampingnya."Yanto, sepertinya kamu mau bicara sesuatu hal yang sangat penting? Ada apa sebenarnya,Yanto?" "Galih, aku tidak tahu mau bicara mulai darimana. Belum lagi hal yang akan aku katakan itu, apakah kabar yang membuat aku senang atau tidak," ucap Yanto."Kamu ini bagaimana sih, Yanto? Kamu yang mau bicara, tapi kamu tidak tahu hal yang akan kamu bicarakan itu, baik atau buruk untuk kamu. Coba cerita, mana tahu aku bisa bantu!""Galih, ini sebenarnya tentang kamu," ucap Yanto."Tentang aku? Memangnya kenapa sih, Yanto? Apakah aku sudah memberatkan kamu bila aku bekerja disini?" Tanya Gali
Keesokan harinya, Yanto dan Galih pergi ke salah satu Bank yang ada di dekat lokasi mereka. Yanto membuat permohonan dengan memberikan surat rumahnya sebagai jaminan untuk meminjam sejumlah uang yang akan dia berikan pada Galih.Galih tidak menyangka, Yanto bisa sebaik itu. Hanya dalam hitungan jam, sejumlah uang yang diminta oleh Yanto telah cair dan langsung diberikan pada Galih "Galih, ambil uang ini! Kamu boleh gunakan ini untuk modal usaha kamu. Sementara, kamu boleh memakai lokasi kosong milikku yang tidak terlalu jauh dari sini," ucap Yanto."Terimakasih, Yanto. Galih terlihat memeluk erat sahabatnya yang begitu baik dan begitu ingin menolong Galih dengan tulus."Galih, sekarang kamu pergilah! Bawa uang ini ke rumah kamu! Aku harap kamu harus hati-hati agar uang ini tidak diambil oleh orang yang tidak bertangung jawab. Mulai besok kamu segera mengelolanya agar dalam waktu dekat kamu sudah bisa bekerja seperti biasa," ucap Yanto."Oke Yanto, kalau begitu aku permisi pulang!" Ga
Shahnaz melihat ada tas hitam di depan, dia penasaran tentang tas tersebut. Sembari duduk di samping Galih, Shahnaz meraih tas tersebut dan mengangkatnya."Galih, ini tas siapa?""Shahnaz, atas hal inilah aku sengaja menyuruh kamu datang kesini," ucap Galih.Shahnaz mengerutkan keningnya. Dia semakin bingung dengan maksut Galih sebenarnya. Shahnaz penasaran dan kembali bertanya."Galih, kamu tidak mencuri tas orang, kan?" Galih spontan melihat Shahnaz. Dia tidak yakin kalau Shahnaz bertanya demikian pada dirinya."Kamu bilang apa Shahnaz? Dari aku lahir, aku tidak pernah melakukan perbuatan sehina itu," jawabnya "Maaf, bukannya aku menuduh. Aku hanya heran saja, kenapa tiba-tiba ada tas seperti ini di rumah kamu.""Hahhh..!" Galih menghela napas yang panjang. Dia menggelengkan kepalanya sembari melihat wajah Shahnaz."Shahnaz, ini adalah uang yang dipinjamkan Yanto padaku untuk membuka usaha baru" ucap Galih "Sebanyak inikah?""Iya, Shahnaz. Uang ini berjumlah sekitar Lima ratus ju
Keesokan harinya, Galih keluar untuk membelanjakan semua keperluannya. mulai dari bahan hingga alat yang akan dia gunakan untuk membuka usaha. Galih berniat, dalam waktu singkat dia akan memperoleh kesuksesannya yang dulu telah direbut mantan istrinya. Seminggu kemudian, Galih sudah bisa membuka usahanya. Pagi itu dia masih bekerja sendiri. Dia yakin kalau di tahap permulaan ini, dia masih sanggup bekerja sembari mengenalkan berbagai model hasil tangannya yang terlihat beda dari yang lain. Para pelanggan Yanto yang dulu banyak memesan barang, kini selalu menanyakan dimana keberadaan Galih. Mereka ingin memesan banyak prabotan lain tetapi harus hasil kerja dari Galih. Tanpa merasa tersaingi, Yanto selalu memberitahu dimana Galih sekarang berada. Dia yakin kalau saja Galih punya orderan yang banyak, tanpa diminta, Galih juga akan membaginya pada dia. Sebagai sahabat yang baik, Yanto juga ingin Galih secepatnya berhasil agar cicilan Bank yang sudah dia percayakan pada Galih dapat be