Home / Romansa / I Can See Your Destiny / 5. Pelayan dan Benang Takdir Hitam

Share

5. Pelayan dan Benang Takdir Hitam

Author: Bintang Hamal
last update Last Updated: 2021-12-28 23:45:24

Alvin terdiam sembari memandang jam yang ada di ruang rawatnya. Sudah hampir satu jam berlalu sejak Elina pamit untuk mengurus biaya administrasi. Sejak saat itu juga, wanita itu sama sekali tidak kembali untuk menemuinya, dan hal ini sungguh membuatnya merasa tidak tenang.

Apakah jangan-jangan dia melarikan diri? Sial! Aku harus menghubunginya! Alvin mengambil ponselnya, berniat untuk menelepon Elina dan menanyakan keberadaan wanita itu. Dia ingin tahu alasan kenapa Elina tidak kembali setelah membayar biaya administrasi dan kepindahannya ke ruang rawat khusus. Jika benar wanita itu melarikan diri begitu saja, maka Alvin tidak bisa tinggal diam. Dia harus bisa membuat Elina kembali.

Alvin jadi semakin tidak tenang, terlebih setelah dia sadar Elina sama sekali tidak menjawab panggilan teleponnya. Bahkan butuh waktu beberapa kali untuknya hingga Elina mau mengangkat panggilannya.

“Kau dimana? Jangan bilang kalau kau mau mencoba kabur dari tanggung jawabmu?” kata Alvin begitu sambungan teleponnya terhubung dengan Elina di seberang sana.

“Apa? Tidak! Aku tidak mungkin melarikan diri.”

“Lalu kenapa kau belum kembali? Dimana kau?”

“Aku…” Elina terdiam sesaat, seolah sedang mencari alasan.

“Kenapa kau diam saja?”

“Aku akan kembali nanti.” Elina memutuskan sambungan telepon mereka sepihak.

“Apa? Halo? Elina? Sial! Dia memutus teleponnya. Sebenarnya dia dimana?” Alvin menatap layar teleponnya yang kini menampakkan riwayat panggilannya bersama Elina.

*

Setidaknya untuk sekarang aku bisa menghindar. Untuk sementara waktu, aku harus bisa terus bersikap tenang dan jangan sampai Alvin sadar kalau aku sudah ingat tentang kejadian semalam. Kalau aku sampai ketahuan, bisa-bisa Alvin merasa menang, dan malah jadi bersikap seenaknya. Elina membatin.

Perhatian Elina beralih ketika dia mendengar suara perutnya yang berbunyi karena keroncongan. Akibat apa yang terjadi hari ini, Elina jadi sama sekali tidak sadar bahwa dirinya belum sempat makan apa-apa saking paniknya dan bahkan dia langsung berangkat menuju rumah sakit tanpa memikirkan kondisi perutnya yang masih kosong.

“Aku lapar. Sepertinya lebih baik sekarang aku pergi keluar untuk mencari restoran, dan sarapan di sana. Aku paling tidak bisa makan di area rumah sakit seperti ini.” Elina beranjak bangun. Bergegas dia pergi untuk mencari restoran atau kafe yang bisa dia kunjungi untuk membeli makanan. Setidaknya dia harus mengganjal perutnya agar tidak terlalu kosong.

Beruntung di dekat rumah sakit yang dikunjunginya terdapat sebuah restoran. Elina akhirnya mengunjungi tempat itu untuk sarapan. Tiba di dalam, Elina segera duduk dan memesan makanan. Sementara menunggu, dia terdiam sambil memperhatikan sekeliling. Mengamati kondisi restoran yang dikunjunginya saat ini.

Sepertinya tempat ini populer, ada begitu banyak pengunjung yang datang kemari untuk makan.

Elina terdiam memperhatikan keadaan restoran yang begitu sibuk. Beruntung dia masih bisa menemukan meja untuk duduk, karena melihat dari situasinya, tempat ini bahkan memiliki banyak pengunjung yang membuat seluruh mejanya penuh. Bahkan beberapa di antara pengunjung restoran itu sampai harus membungkus makanannya, itu pun mereka harus bersabar karena antrian yang panjang.

Atensi Elina beralih ketika dia melihat seorang pelayan datang menghampirinya dengan membawa nampan berisi hidangan yang dipesannya. Wanita itu lalu menaruh semua hidangan yang dibawa ke atas meja.

“Selamat menikmati hidangan anda.” Dia tersenyum simpul ke arah Elina. Alih-alih memandang wajahnya, Elina justru malah terus memperhatikan benang takdir di jari si pelayan. Sejak pelayan itu datang dan menaruh semua makanan yang dipesannya, Elina terus memperhatikan benda yang terikat di jari manis si pelayan itu. Elina melihat bahwa pelayan itu memiliki benang takdir dengan tekstur yang lebih rapuh daripada benang takdir yang biasanya dia lihat. Ada beberapa jenis benang takdir yang tentunya berbeda tergantung takdir setiap orang. Ada yang kuat, dan ada yang rapuh serta mudah putus.

Biasanya tekstur setiap benang takdir menggambarkan bagaimana nasib seseorang itu, dan sebagian dari benang takdir mereka bisa berubah. Misalnya dari benang lemah dan rapuh, bisa saja berubah menjadi lebih kuat tergantung bagaimana seseorang berubah. Begitu juga sebaliknya, yang kuat bisa saja berubah rapuh sesuai dengan perubahan pemiliknya.

Tapi kali ini, yang membuat Elina tak bisa mengalihkan pandangannya dari pelayan itu adalah karena si pelayan memiliki benang takdir yang rapuh. Bahkan mungkin benang takdir paling rapuh yang pernah Elina lihat.

Dari yang aku amati, sepertinya pelayan ini memiliki kehidupan  yang tidak terlalu bagus. Dia selalu hidup menderita dan mengalami banyak kesulitan. Bahkan sepertinya dia juga tidak beruntung dalam banyak hal, baik dalam asmara maupun pekerjaan, sepertinya tidak ada keberuntungan sedikitpun yang berpihak padanya. Elina terdiam tanpa kata. Hatinya terluka menyadari bahwa benang takdir si pelayan sudah dalam keadaan putus dan perlahan mulai menghitam. Bahkan Elina melihat ujung benang yang putus itu robek dengan tidak sempurna.

Dia akan segera meninggal, dan yang lebih parahnya lagi dengan cara yang mengenaskan. Dia akan mengalami kecelakaan hingga tidak tertolong.

Elina mendongakkan kepalanya, melihat senyuman yang terukir di wajah pelayan itu. Senyuman polos yang terlihat begitu tulus. Kedua mata Elina tanpa sadar berkaca-kaca, nyaris menangis.

Dia tersenyum setenang itu tanpa pernah tahu bahwa maut berada tepat di hadapannya. Ini hal yang paling aku benci. Aku bisa melihat takdir seseorang tapi aku sama sekali tidak pernah bisa memiliki kekuatan untuk membantu mereka, atau bahkan mungkin mengubah takdir mereka. Ujung-ujungnya aku melihat mereka meninggal tanpa pernah bisa berbuat apa-apa padahal aku tahu segalanya… Elina mengepalkan kedua tangannya erat. Dia paling benci kalau sudah terjebak dalam situasi seperti ini. Mengetahui takdir seseorang dan bagaimana mereka akan meninggal, tapi tidak pernah bisa menggunakan kemampuannya untuk membantu mereka lepas dari hukum takdir yang sudah pasti.

“Anda baik-baik saja?” Si pelayan berubah cemas begitu sadar mata Elina berkaca-kaca menatapnya.

“A-aku tidak apa-apa.” Elina bergegas mengusap air mata yang nyaris keluar dari pelupuk matanya. Dia lantas beralih mengeluarkan dompetnya dan memberikan beberapa lembar uang dengan jumlah yang cukup besar untuk tip. “Terima kasih karena kau sudah bertahan hingga sejauh ini. Kau hebat.”

Si pelayan mendadak diam dengan wajah terkejut mendengar ucapan Elina barusan. Kedua mata pelayan itu berkaca-kaca seolah mengerti dengan ucapan Elina barusan. “Aku tahu mungkin uang ini jumlahnya tidak terlalu besar, dan mungkin tidak bisa terlalu menolong, tapi aku hanya ingin mengatakan bahwa kau layak untuk bahagia. Bersenang-senanglah, dan jangan terlalu keras pada dirimu sendiri.”

Si pelayan menangis tanpa sadar sambil memegang uang yang baru saja Elina berikan. Otaknya masih mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Sementara hatinya terasa begitu terharu karena Elina seolah mengerti bagaimana posisinya saat ini. “Terima kasih. Kata-katamu sangat berarti untukku.”

Elina hanya tersenyum. Setelah itu si pelayan beranjak meninggalkan mejanya dengan perasaan yang tampak begitu gembira. Bahkan setelah dia kembali untuk bekerja, Elina melihat wanita itu menghubungi seseorang dengan telepon di dekat meja kasir. Dia bicara sambil memegangi uang yang diberikannya lalu tak lama melirik padanya seraya tersenyum dengan mata berkaca-kaca.

Elina mengalihkan perhatiannya keluar jendela. Memperhatikan situasi di luar restoran yang dikunjunginya. Berhati-hatilah, hanya itu yang bisa aku katakan padamu

Elina mulai memfokuskan dirinya untuk menyantap hidangan yang dibelinya. Sayangnya, Elina sama sekali tidak bisa fokus ketika dia sedang berada di keramaian seperti saat ini, terlebih dengan begitu banyak orang asing di sekitarnya. Elina jadi terus memperhatikan sekeliling sambil mengamati keadaan di sekitar, memperhatikan setiap orang yang ada di restoran itu sambil mengamati benang takdir mereka yang terus mengganggu pikirannya.

Dalam situasinya saat ini, Elina melihat berbagai macam takdir dari setiap orang yang beragam. Tapi tidak ada yang lebih menyita perhatiannya dibandingkan sosok perempuan yang duduk seorang diri di pojok ruangan dekat jendela. Wanita itu tampak sedang melamun, terlihat jelas dari sikapnya yang menatap kosong keluar jendela sementara jari telunjuknya terus bergerak memutari bibir cangkir minumannya. Wanita itu terlihat seperti sedang memiliki permasalahan besar dalam hubungannya.

Elina bisa tahu karena dia melihat benang takdirnya yang nyaris putus. Dalam kasus ini, Elina melihat bahwa benang takdir wanita itu masih begitu panjang dengan warna yang sama sekali tidak berubah.

Ada dua warna berbeda yang biasanya muncul pada benang takdir seseorang. Ada benang takdir berwarna merah yang menggambarkan permulaan, kehidupan, dan cinta. Lalu ada pula benang takdir berwarna hitam yang menggambarkan akhir dan maut.

Mungkin benang merah bisa menggambarkan lebih dari satu makna, tapi hanya satu kondisi yang membuat Elina bisa dengan mudah mengartikan setiap benang yang dilihatnya. Benang merah dengan ukuran yang panjang biasanya menggambarkan kehidupan, dan ketika seseorang sudah mencapai ajalnya, maka benang itu perlahan akan putus dan akan berubah menghitam dari ujung yang satu ke ujung yang lain. Lalu ketika seseorang itu benar-benar mati, maka benangnya akan menghilang.

Tapi ada pula kondisi dimana benang merah itu terkadang putus namun memiliki makna yang berbeda. Jika benang itu putus namun tetap memiliki warna merah yang sama, itu artinya ada masalah dalam hubungannya. Lalu benang itu nantinya akan menyatu dengan benang takdir orang lain yang memang ditakdirkan untuk bersatu dengannya. Itulah bagaimana terkadang seseorang bisa mengalami putus hubungan lalu menemukan pengganti lain.

Ketika sedang sibuk memandang wanita itu, perhatian Elina mendadak buyar akibat kedatangan tak terduga dari seorang lelaki yang langsung menghampiri wanita tadi dan membuat kekacauan di sana. Hal itu bahkan tidak hanya menyita perhatian Elina saja, tapi semua pengunjung restoran. Lelaki itu marah-marah pada wanita yang dilihatnya, dan bahkan wanita itu sampai ditarik dan di minta untuk keluar secara paksa. Keadaan restoran berubah kacau dalam sekejap, para pelayan mencoba untuk menghentikan pertengkaran itu, tapi mereka malah nyaris terluka karena didorong oleh lelaki tersebut. Melihat wanita itu yang tampak kesakitan sambil mencoba membebaskan diri, Elina tidak mungkin diam saja. Dia baru hendak bangkit, tapi tindakannya tertahan ketika Elina melihat seorang lelaki beranjak dari mejanya dan langsung memukul pria tersebut hingga lelaki yang menyeret wanita itu tersungkur di lantai.

Elina termangu di tempatnya. Benang yang sebelumnya terikat di antara wanita tadi dengan pasangannya yang mencoba menariknya keluar seketika terputus. Lalu benang takdir lain milik lelaki yang menolongnya terhubung dengan milik wanita itu. Kedua ujung benang itu terikat membentuk sebuah simpul yang biasa disebut simpul pertemuan. Suatu saat nantinya simpul itu akan menghilang dan benang mereka akan terhubung tanpa simpul.

Hanya dalam beberapa menit terakhir, Elina menyaksikan sendiri bagaimana suatu hubungan berakhir, dan hubungan baru terlahir.

Setelah kekacauan yang terjadi, lelaki yang tadi membuat keributan itu segera dibawa pergi oleh petugas keamanan, dan keadaan seketika kembali seperti semula. Orang-orang kembali fokus pada kegiatan masing-masing dan bersikap seolah tidak pernah terjadi apa-apa.

*

Selesai sarapan, Elina segera beranjak meninggalkan restoran untuk kembali menemui Alvin. Lelaki itu sudah mulai meneror dengan terus mencoba meneleponnya dan menanyakan keberadaannya. Sikapnya benar-benar seperti anak bebek yang tidak bisa jauh dari induknya. Elina akhirnya terpaksa harus mempercepat sarapannya dan pergi dari sana.

Saat Elina tiba di depan pintu, pelayan yang tadi sempat melayaninya itu berlari dan menabraknya hingga Elina tidak sengaja menabrak pelanggan lain yang baru saja tiba.

“Maaf!” Pelayan itu hanya berteriak sambil melirik sekilas padanya. Elina sempat melihat ke arah si pelayan itu, ternyata dia terburu-buru karena hendak mengembalikan dompet seorang pelanggan yang tertinggal.

“Kau baik-baik saja?” Perhatian Elina buyar pada wanita yang tidak sengaja ditabraknya di depan pintu. Elina menoleh padanya, membuat pandangan mereka saling bertemu satu sama lain.

“Maaf, aku tidak sengaja.” Elina segera membenahi posisinya.

“Tidak apa-apa.” Elina beranjak menyingkir dari jalan wanita itu dan memberikannya jalan agar bisa masuk. Tepat ketika wanita itu melintasinya, Elina terdiam sesaat. Entah kenapa melihat wajah wanita itu mengingatkanku pada seseorang. Seolah pernah bertemu dengan wanita berpenampilan yang mirip dengannya. Tapi siapa? Dan dimana aku pernah melihatnya?

Elina menoleh pada wanita yang baru saja masuk itu. Wanita itu memiliki rambut merah jagung yang agak menyala dengan kulit putih dan freckles di wajahnya. Selain itu, dia memiliki warna iris biru yang begitu indah. Dia sungguh terlihat familiar, tapi ketika diingat-ingat lagi, Elina sama sekali tidak memiliki teman atau kenalan dengan penampilan seperti itu. Elina mengalihkan perhatiannya pada jari wanita itu. Kalau memang benar mereka memiliki ikatan atau pernah bertemu sebelumnya, seharusnya benang takdirnya terhubung dengannya juga. Namun begitu menunduk, fokusnya langsung tertahan begitu melihat benang takdir wanita itu memiliki warna yang berbeda. Baru pertama kali dia melihat benang takdir yang berwarna merah gelap dan hampir membuat Elina tidak bisa membedakan apakah benang takdir wanita itu merah atau hitam, terlebih kalau dia tidak memperhatikannya lagi dengan lebih cermat.

Berbagai pertanyaan muncul memenuhi kepalanya. Elina tidak mengerti kenapa wanita itu memiliki warna benang yang berbeda, dan dia juga tidak mengerti kenapa bisa ada warna lain selain merah dan hitam. Padahal seharusnya, hanya ada dua warna benang saja.

“Argghhh…” Elina meringis. Tanpa sebab yang jelas kepalanya terasa sakit, dan sistem memori di otaknya seolah mencoba menunjukkan sesuatu. Elina melihat beberapa kepingan adegan yang terlintas di benaknya, dan itu sungguh membuat kepalanya terasa sakit. Dia bahkan sampai harus berpegangan pada dinding saking tidak kuatnya menahan rasa sakit.

Tiiinnn!

Suara nyaring dari bunyi klakson mobil membuyarkan semuanya. Membuat Elina seketika tersadar dan berhenti merasakan sakit. Tapi suara lain yang dia dengan setelahnya sungguh membuat perhatiannya kembali beralih. Elina mendengar sesuatu yang bertabrakan. Begitu dia menoleh, tubuhnya langsung terasa lemas saat menyaksikan pelayan yang tadi berlari untuk mengembalikan dompet si pelanggan itu tertabrak sebuah truk hingga tubuhnya terpental sebelum akhirnya tewas di tempat.

Kejadian itu langsung menyita perhatian semua orang, terlebih saat mereka mendengar suara teriakan dari salah seorang pejalan kaki yang ada di sana yang juga ikut menyaksikan kecelakaan barusan. Sementara orang-orang mulai panik dan berlarian keluar untuk mengecek keadaan, Elina justru merasakan rasa sakit yang kembali menyerang kepalanya. Kali ini bahkan rasa sakitnya lebih kuat dari sebelumnya hingga membuatnya sama sekali tidak sadar dengan keadaan sekeliling.

Napas Elina mendadak berubah tak beraturan, tubuhnya gemetar hebat, jantungnya berdebar kencang, dan rasa sakit di kepalanya semakin kuat. Elina nyaris saja terjatuh. Beruntung ada seseorang yang menangkap tubuhnya dan membantunya. Elina tidak bisa melihat atau mendengar dengan jelas, pandangan dan pendengarannya mendadak kabur. Hanya satu hal yang Elina sadari saat itu, orang yang membantunya itu memeganginya dengan erat guna memastikan dia tidak terjatuh.

“Dokter!” Anak perempuan itu tersenyum sambil melambaikan tangan ke arah wanita yang berdiri di seberang jalan. Wanita yang dipanggilnya lantas balas tersenyum sambil melambaikan tangan ke arahnya.

“Ma, ayo kita kesana!” Anak itu meminta ibunya untuk menyeberang. Tapi wanita yang menjadi ibunya itu berusaha untuk menahannya agar mereka tetap di sana.

“Kita tunggu saja disini, okay? Lagipula dokter akan ke sini,” ujarnya dengan suara lembut. Mencoba membuat putrinya tenang. Anak perempuannya itu hanya mengangguk sambil tersenyum lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada wanita di seberang jalan.

Perempuan berpakaian dokter itu mengalihkan perhatiannya ke sisi kiri dan kanan sebelum akhirnya melangkah menyeberangi jalan untuk bisa tiba di hadapan wanita dan gadis kecil yang sejak tadi menunggunya. Tapi baru saja dia melangkahkan kaki, sebuah bus tiba-tiba berjalan dengan kecepatan tinggi dari arah lain. Bus itu bergerak dengan tidak stabil, sebelum akhirnya menabrak wanita itu hingga tubuhnya terseret beberapa meter bersama bus yang menabraknya.

Semua orang yang menyaksikan hal tersebut sangat syok. Wanita yang sejak tadi berdiri bersama putrinya langsung menarik tubuh putrinya. Menggendong anak itu dan mencoba mencegahnya menyaksikan apa yang terjadi. “Tutup matamu, sayang…”

“Ada apa, ma?” anak perempuan itu hampir menoleh, tapi dengan segera wanita itu mengusap kepala putrinya, menahan kepalanya agar tidak menoleh.

“Jangan menoleh,” ujarnya dengan suara tenang.

“Tapi dokter…”

“Pokoknya dengarkan saja apa kata mama.”

Anak perempuan itu hanya bisa diam dengan kebingungan. Dia menuruti perkataan ibunya untuk tidak menoleh. Namun perhatiannya beralih pada pintu dan jendela kaca rumah sakit.

“Dokter…” anak itu bergumam lirih. Tangannya meremas pakaian yang dikenakan ibunya saat dia melihat wanita yang sejak tadi ditunggunya terkapar di tengah jalan dalam keadaan bersimbah darah. Hal yang jelas dilihatnya saat itu adalah wajah dokter yang berlumuran darah, dan sebuah benang berwarna hitam yang terikat di jari manisnya.

Tubuh Elina semakin bergetar hebat ketika semua adegan itu mendadak bermunculan di benaknya. Di tengah apa yang dialaminya, Elina merasakan tangan seseorang memegangi wajahnya. Elina membuka kedua matanya, dan samar-samar dia melihat seorang wanita berambut merah jagung yang kini menatapnya dengan wajah panik.

“Kau bisa mendengarku?” Elina mendengar suara wanita itu samar-samar. Tapi tubuhnya sama sekali tidak bisa merespon dengan benar. Semakin lama bahkan penglihatan Elina semakin tidak jelas, dan tubuhnya semakin lemas. Tak lama setelah itu, semuanya berubah gelap, dan Elina sama sekali tidak ingat dengan apa yang terjadi setelahnya.

***

Related chapters

  • I Can See Your Destiny   6. Mimpi Aneh Lain

    “Apakah ada yang ingin kau katakan, sayang?” tanya wanita itu pada anak perempuan yang sejak tadi duduk berhadapan dengannya. Anak itu sejak awal sama sekali tidak bisa berhenti memperhatikannya. “Ternyata dokter juga memiliki benang di jari dokter.” “Benang?” Wanita itu mengerutkan kening, tak lama dia melirik pada perempuan berambut cokelat yang duduk di sampingnya. “Ini sering terjadi, dok. Sejak saat itu, dia jadi sering mengatakan hal yang tidak-tidak. Dia bilang kalau dia melihat benang di jari setiap orang yang dilihatnya,” jelas wanita yang menjadi ibunya. Wanita berjas dokter itu menganggukkan kepalanya menyimak kalimat si Ibu. “Jadi kau melihat benang pada jari dokter?” tanyanya lagi. Anak perempuan itu menganggukkan kepalanya. “Kalau begitu, bisakah kau jelaskan lebih detail mengenai benang yang ada di jari dokter ini? Coba kau sebutkan ciri-ciri benangnya seperti apa.” “Benangnya pendek, warnanya ada dua, bagian bawah benangnya berwarna hitam, sedangkan bagian atasnya

    Last Updated : 2021-12-29
  • I Can See Your Destiny   7. Memanfaatkan Situasi

    “Bagaimana kondisinya?” tanya lelaki itu pada temannya yang sejak tadi menunggu di sana dengan sabar. Pria yang diajaknya bicara seketika menoleh ke arah datangnya suara. “Dia baik-baik saja. Dokter bilang kondisinya sudah membaik, tapi dia masih harus di rawat inap selama beberapa hari.” “Syukurlah. Lega mendengarnya karena dia baik-baik saja. Omong-omong aku membawakan buah untuknya.” Dariel memberikan sekeranjang buah yang dibelinya saat diperjalanan menuju ke sana. Lewis menaruh keranjang buah itu ke atas meja kecil di samping tempat tidur yang ditempati Lila. “Sejak kapan dia tidur?” “Sejak dokter memeriksa kondisinya. Tadinya dia menunggumu, tapi kau terlalu lama datang ke sini sampai dia ketiduran.” “Saat di perjalanan kemari tiba-tiba saja terjadi kasus pencurian. Mau tidak mau aku harus menanganinya lebih dulu.” “Pantas saja kau terlambat.” “Oh! Apakah kau sudah makan siang? Karena buru-buru datang ke sini aku jadi sama sekali tidak sempat makan siang. Kalau kau belum ma

    Last Updated : 2021-12-30
  • I Can See Your Destiny   8. Apa yang Sedang Kau Lakukan?

    “Na, ini dokter Sven. Selanjutnya, kita akan lebih sering bertemu dengannya.” Wanita berambut cokelat itu tersenyum sambil memperkenalkan lelaki yang berdiri di hadapannya dengan mengenakan jas putih. Pria itu tersenyum sambil membungkuk, tangannya terulur mengusap puncak kepala anak perempuan yang sejak tadi menatapnya. “Hai manis, salam kenal,” sapanya. Tapi belum sempat tangan Sven menyentuh anak itu, dia tiba-tiba saja berteriak histeris sambil berjalan mundur hingga terjatuh di lantai. “Ti-tidak… jangan mendekat. Aku mohon… jangan mendekat… biarkan aku pergi… aku ingin keluar dari sini…” Anak itu berteriak kencang sambil menangis, membuat ibunya yang melihat itu seketika panik dan berusaha untuk menenangkannya. Wanita yang menjadi ibunya itu berjongkok di sampingnya. “A-aku mohon… jangan sakiti aku… aku ingin pulang…” “Na, hey! Sayang, tenanglah. Sayang, dengar, ini mama. Sadarlah. Ini dokter Sven, bukan ‘dia’. Kau tidak perlu takut, dokter Sven tidak akan menyakitimu. Dia aka

    Last Updated : 2022-03-14
  • I Can See Your Destiny   9. Apakah Kau Mengigau?

    Elina membuka kedua matanya perlahan. Hal pertama yang dilihatnya ketika membuka mata adalah langit-langit kamar tempat Alvin dirawat. Elina terdiam untuk sesaat sambil berusaha mengumpulkan seluruh kesadarannya. Tak lama, dia mengalihkan perhatiannya pada hal lain, mengambil ponsel yang tergeletak di atas meja kemudian mengecek jam yang muncul di sana. “Ternyata sudah pagi, padahal rasanya aku baru saja memejamkan kedua mataku.” Elina bangkit dan bersandar pada sofa. Lagi-lagi dia terdiam sambil menatap ke sekeliling kamar yang masih dalam keadaan gelap. Sejak semalam, hanya ada lampu tidur dengan cahaya remang-remang yang menerangi kamar mereka. Di tengah berusaha mengumpulkan seluruh kesadarannya, Elina tiba-tiba teringat akan mimpi yang baru saja dia alami. Aku jadi kepikiran tentang mimpi yang aku alami. Ini adalah pertama kalinya aku tidak bermimpi buruk tentang anak perempuan dan pria dewasa itu. Tidak, tunggu… mungkin ini yang kedua kalinya? Kalau diingat-ingat lagi, kemarin

    Last Updated : 2022-03-15
  • I Can See Your Destiny   10. Janji Jari Kelingking

    “Ka-kau sudah bangun?” “Memangnya ucapanku kurang jelas? Aku sudah membuka mata, lihat? Atau kau berharap aku masih tidur? Kalau begitu, kau harus menemaniku tidur seperti malam itu.” Alvin tersenyum sambil mengeratkan pelukannya hingga membuat Elina semakin sesak akibat pelukan kuat dari tangan berototnya. Sementara itu, kedua matanya mulai terpejam. Elina yang sadar akan hal itu semakin panik, dia segera memberontak dan meminta Alvin untuk melepaskan tubuhnya. “Al, lepaskan aku. Aku tidak memintamu untuk tidur lagi.” “Aku tidak mau. Tidur sambil memelukmu begini lebih nyaman. Coba saja kalau semalam kau menuruti ucapanku untuk tidur bersamaku, aku kan bisa memelukmu, jadi aku bisa tidur lebih nyenyak,” gumam Alvin. Lelaki itu sengaja mengeratkan pelukannya agar Elina tidak bisa memberontak. “Kau benar-benar pria mesum. Lepaskan aku! Biarkan aku pergi.” Elina mulai kesal. Terlebih ketika dia mulai sadar bahwa jantungnya berdebar kencang. Sial. Dia benar-benar selalu mengambil kes

    Last Updated : 2022-03-16
  • I Can See Your Destiny   11. Perjanjian Kecil

    “Memangnya kau tidak memiliki niat untuk memberikan ciuman selamat pagi atau ciuman perpisahan pada suamimu ini?” Alvin tersenyum menggodanya. “Kau sungguh banyak maunya, ya?” komentar Elina sambil memutar matanya; kesal. “Haha…, aku hanya bercanda. Jangan marah seperti itu. Pokoknya jangan sampai lupa membuatkan makanan kesukaanku.” Alvin melepaskan genggaman tangannya dan membiarkan Elina pergi. Wanita itu lantas beranjak meninggalkan Alvin sendirian di dalam kamarnya. Sepeninggalan Elina, Alvin terdiam sambil memandang ke arah pintu keluar. Senyuman terukir di wajah tampannya. Dia sungguh senang karena Elina mau membuatkan makanan kesukaannya. “Pasti hasil masakannya akan sangat enak.” Alvin bergumam pelan. Dia bisa membayangkan bagaimana hasil masakan Elina nanti. Pasti nanti masakannya akan terasa sangat enak, bahkan Alvin merasa hasil masakan Elina semalam lebih enak daripada hasil masakan koki pribadi di rumah keluarganya. Walau sangat senang, Alvin tetap merasa penasaran d

    Last Updated : 2022-03-21
  • I Can See Your Destiny   12. Masalah Ivana

    Elina duduk sendirian di sudut kafetaria, menatap layar ponselnya sambil menunggu Ivana. Ketika pintu terbuka, Elina mengangkat kepala dan melihat Ivana memasuki ruangan dengan wajah muram dan mata yang bengkak. "Hey, Ivana," sapa Elina sambil berdiri. Wanita itu berjalan menghampirinya dengan langkah gontai. "Ada apa? Kenapa kau terlihat begitu sedih?" Ivana tertunduk sambil menggelengkan kepala, mencoba menahan air mata yang ingin tumpah. Elina meraih kursi untuknya, "Duduklah. Ceritakan apa yang terjadi." Ivana terdiam cukup lama, dan Elina dengan sabar menantinya untuk bicara. “Dengar, ceritakan apa yang terjadi padamu. Agar aku bisa membantumu. Kalau kau memiliki masalah, setidaknya kau tidak menanggung semuanya sendiri. Aku ini adalah sahabatmu Ana, jadi aku akan membantu semampuku. Tapi jika kau belum bersedia untuk bicara, aku akan menunggu dengan sabar sampai kau siap bercerita mengenai masalah—“ Elina belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Ucapannya terpotong saat Ivana s

    Last Updated : 2022-03-22
  • I Can See Your Destiny   13. Takdir Lain

    Elina memandang Ivana dengan tekad di matanya, "Jangan khawatir, Ivana. Aku akan bicara dengan Andy dan memberinya pelajaran yang pantas. Aku tidak akan membiarkan lelaki brengsek seperti dia merusak hidup sahabatku." “Sekali lagi, terima kasih, Elina. Aku benar-benar beruntung memiliki teman seperti kamu." Ivana tersenyum lemah. Setelah memberi dukungan pada Ivana, Elina lantas mengajaknya untuk makan siang bersama. Mereka menghabiskan waktu makan siang bersama di kafetaria sambil Elina sesekali bercanda untuk menghibur sahabatnya agar tidak sedih lagi. Setelah selesai makan siang, Elina mengajak Ivana untuk keluar kantor sebentar guna menghirup udara luar. Masih ada waktu sebelum jam makan siang berakhir. "Mari kita fokus pada dirimu sendiri sekarang. Berhenti memikirkan Andy, dan mari nikmati hidup yang berharga ini." Ivana mengangguk setuju, mencoba melepaskan beban yang ada di benaknya. "Kalau di pikir-pikir, ucapanmu ada benarnya juga. Rasanya sudah lama aku tidak berfokus pad

    Last Updated : 2022-03-23

Latest chapter

  • I Can See Your Destiny   37. Jaxon Emberglow

    Dariel menghampiri mayat tersebut, dan setelah di cek, ternyata mayat lelaki yang mereka temukan benar-benar Jax yang selama ini di carinya. “Ini…” Tubuh Dariel langsung mambatu setelah melihat sosok lelaki yang ada di hadapannya. “Dari yang aku periksa, dia bukanlah korban dari kejahatan mister predator. Tidak ada simbol di tubuhnya. Biasanya kalau mister predator yang melakukannya, dia akan meninggalkan jejak di tubuh korban,” jelas Zane. Mister predator adalah salah satu penjahat yang kasusnya saat ini dipegang oleh Zane dan Taylor. Dia adalah sosok seorang pembunuh bayaran yang akhir-akhir ini membuat keresahan di Future City. Selain membunuh, mister predator juga dikenal sebagai seorang maniak seksual. Sejak tiga tahun terakhir, sudah ada ratusan mayat yang ditemukan, dan diidentifikasi sebagai korban dari mister predator. Kasus ini sudah berjalan tiga tahun lamanya. Namun baik Zane maupun anggota polisi lain sampai sekarang masih kesulitan untuk menemukan tersangka utamanya kar

  • I Can See Your Destiny   36. Penemuan Jasad

    Dariel terdiam sambil terus memikirkan apa yang sebenarnya terjadi. Dia masih tidak mengerti kenapa semua realitas di dunia nyata bisa tiba-tiba berubah dan tidak sama dengan yang tertulis di buku. Padahal, sebelumnya segala yang tertulis di buku sungguh menjadi nyata. Ini adalah pertama kalinya ramalan di buku itu berubah. Aku masih tidak mengerti kenapa semua ini bisa terjadi lebih cepat. Kenapa Marcus tiba-tiba pindah lebih awal? Dariel terus memandangi buku catatan dalam genggamannya. Sekarang yang menjadi misteri bukan hanya kepindahan Marcus yang mendadak, tapi juga hilangnya Jax secara misterius. Dariel sekarang ini sibuk menyelidiki kedua hal itu. Sejak terakhir kali Dariel menanyakan mengenai Jax dan Marcus ke kantor E-Tech, pada awalnya yang membuat Dariel kebingungan hanyalah kepindahan Marcus yang lebih awal. Namun beberapa hari setelah itu, ada orang yang melaporkan bahwa Jax menghilang dan tidak pulang sama sekali sejak terakhir kali pergi ke kantor. Bukan hanya itu, le

  • I Can See Your Destiny   35. Keluar dari Rumah Sakit

    Waktu berlalu, dan sudah beberapa hari Alvin dirawat di rumah sakit. Sejak lelaki itu di rawat, Elina terus datang dan pergi ke rumah sakit untuk membantu merawatnya. Saat ini, Elina terus berjalan menyusuri koridor menuju ruang rawat Alvin. Sesampainya di ruang rawat Alvin, Elina melihat pria itu sedang bersama dengan dokter. Elina yang menyadari hal itu lantas segera masuk. Dia ingin tahu bagaimana hasil pemeriksaan Alvin secara langsung dari dokter. Begitu dia masuk, fokus semua orang langsung tertuju padanya yang baru saja tiba. “Kebetulan sekali anda datang di saat yang tepat.” Dokter tersenyum ke arahnya begitu sadar Elina datang di saat yang tepat. “Ada apa, dok?” “Saya ingin memberi kabar bahwa suami anda sudah bisa keluar dari rumah sakit,” ujar dokter. Untuk sesaat Elina merasa tidak nyaman dengan panggilan dokter padanya yang masih mengira dia adalah istrinya Alvin. Namun mendengar bahwa Alvin sudah bisa keluar dari rumah sakit sudah cukup untuk mengubah moodnya. Elina be

  • I Can See Your Destiny   34. Penyelidikan

    “Kau tidak perlu tahu siapa orang yang sudah meminta kami untuk membantumu, yang jelas apakah kau ingin membalas dendam atau tidak?” tanya Erick. Marcus terdiam sambil merenungkan kalimatnya barusan. Entah kenapa, tapi dia merasa bahwa Erick dan Calvert memang berniat untuk membantunya. “Aku menerima tawaran kalian!” Marcus bisa melihat senyuman terbit di wajah Erick yang kini duduk di samping kemudi. Wajahnya terlihat dengan jelas karena Marcus bisa melihat refleksi wajahnya di kaca spion. Setelah mendengar ucapannya barusan. Perjalanan terus berlanjut tanpa kalimat apa-apa sampai kemudian mereka berhenti di sebuah bangunan tua kosong yang letaknya di pinggiran Future City. “Kau bisa menentukan hukuman yang pantas untuknya.” Erick menyodorkan sebuah amplop baru pada Marcus. Lelaki itu terdiam dengan wajah kebingungan. Dia sama sekali tidak mengerti dengan apa maksud ucapannya barusan, dan Marcus juga tidak mengerti kenapa mereka menurunkannya di tempat seperti ini. Erick mengambil

  • I Can See Your Destiny   33. Realitas yang Berubah

    “Marcus Waverly yang pindah?” tanya Dariel, memastikan bahwa dia tidak salah dengar. Elina menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. “Apakah kau tahu kemana dia akan pindah?” Elina terdiam sejenak, mencoba untuk mengingat-ingat lagi. “Tadi aku tidak sengaja mendengar pembicaraan orang-orang yang membantu mereka pindah. Katanya mereka akan pindah ke apartemen Baker’s Grove Apartments, di jalan 45 Riverside di Meadowside City.” Tubuh Dariel membatu seketika begitu mendengar ucapan dari Elina barusan. Dia sungguh tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Bagaimana bisa? Ini… berubah? Dariel mencoba untuk tetap tenang. Perhatiannya langsung kembali beralih pada Elina begitu wanita itu berpamitan untuk pergi karena dia sudah hampir terlambat untuk pergi ke kantor. Setelah berpisah dengan Elina, Dariel segera membuka buku catatannya, mengecek kembali alamat yang tertera di sana. ‘Baker’s Grove Apartments Jl. 45 Riverside, unit Apt 202 Meadowside City MD1AA 2AA Sciencetopia.

  • I Can See Your Destiny   32. Pertemuan Takdir

    “Ini masih sangat pagi, dan kita harus patroli. Bukankah ini menyebalkan?” gerutu Greg pada lelaki yang kini duduk di samping kemudi. Dariel terlalu sibuk memperhatikan buku yang ada di dalam genggamannya. Membaca beberapa lembar catatan lain yang tertulis di sana. “Jangan menggerutu dan lebih baik kau fokus pada jalanan yang ada di depan. Kalau kau menabrak akan sangat berbahaya,” jawabnya sambil membuka lembaran lain bukunya. “Aku lapar, dan tadi aku belum sempat sarapan apa-apa. Bagaimana kalau kita mampir ke restoran atau minimarket dulu?” “Bagus, kalau begitu sekalian saja kita mampir ke minimarket di dekat jalan 915 Willow Lane. Kita sekalian mengintai Marcus.” “Okay! Kita berangkat!” Greg melajukan mobilnya menuju tempat yang dimaksud. Mereka pergi ke jalan 915 Willow Lane untuk mampir ke minimarket terdekat, sekaligus mengintai Marcus. Dariel harus tetap memastikan bagaimana kondisinya. Karena jujur saja sampai sekarang baik Dariel maupun polisi lain yang memiliki tugas yan

  • I Can See Your Destiny   31. Kepindahan yang Tiba-Tiba

    Barbara duduk di bangku yang ada di halte bus. Rasa lelah menggelayut di tubuhnya. Barbara sungguh merasa usahanya pergi keluar seperti ini sama sekali sia-sia, karena dia bahkan tidak bisa mencapai apa yang dia perjuangkan. Wanita itu merenung sambil memikirkan ucapan lelaki misterius yang sebelumnya dia temui. “Mungkin ucapan pria itu ada benarnya. Pada akhirnya aku tidak akan bisa mengubah apapun. Sepertinya aku memang harus fokus untuk menyelamatkan orang yang paling penting dalam hidupku.” Barbara menghela napas. Dia sungguh frustasi dengan apa yang dialaminya semalaman ini. Setelah merasa malam semakin larut, Barbara memutuskan untuk segera mencari taksi agar dia bisa pulang sebelum jam operasi taksinya berakhir. Beruntung dia menemukan satu taksi kosong, dan dengan segera, Barbara meminta si supir untuk mengantarkannya pulang. * Elina melangkah keluar dari apartemennya, dan mengunci pintu dengan benar sebelum akhirnya berangkat ke kantor. Tapi baru saja Elina hendak pergi me

  • I Can See Your Destiny   30. DSIA

    “Kenapa kau menolongku?” “Saya hanya merasa anda membutuhkan bantuan. Maka dari itu saya membantu anda.” Barbara tersenyum simpul ke arahnya. Lelaki itu hanya diam sambil mencoba mencerna kalimatnya. Namun karena tidak ingin membuatnya terlalu memikirkan ucapannya, Barbara meminta Marcus untuk tidak memikirkan itu dan memintanya untuk fokus pulang ke rumahnya. Barbara akhirnya berpisah dengan Marcus, dan taksi yang ditumpangi lelaki itu perlahan beranjak meninggalkan Barbara yang kini terdiam seorang diri di tempatnya sambil menatap taksi yang terus bergerak menjauh itu. Sepeninggalan Marcus, Barbara kembali melanjutkan perjalanannya. * Marcus terdiam sembari memikirkan ucapan Barbara tadi. Dia masih terus saja kepikiran dengan kalimatnya, dan dia sungguh tidak menyangka Barbara akan mengatakan hal seperti itu. Sepanjang perjalanan, lelaki itu terus memikirkan kebaikan Barbara. Berkatnya, sekarang dia bisa pergi. Marcus tersadar dari lamunannya begitu dia menyadari taksi yang dit

  • I Can See Your Destiny   29. Kenapa Kau Menolongku?

    Barbara melangkah keluar dari dalam taksi. Namun baru saja dia keluar, seorang pria mendadak muncul di hadapannya dan membuat Barbara terkejut. Barbara nyaris berteriak saking kagetnya. “Kau tidak akan bisa mengubah apa-apa, Barbara!” ujar pria itu dengan wajah serius. Barbara termangu di tempatnya begitu mendengar kalimatnya. Dia sungguh bingung dengan apa yang dia katakan, selain itu Barbara juga terkejut karena ternyata lelaki itu tahu namanya. “K-kau siapa? Bagaimana kau tahu namaku?” Alih-alih menjawab, lelaki itu malah mendekat lalu memegangi pundak Barbara. Begitu pundaknya dipegang, Barbara langsung meringis kesakitan. “Arghh…” Barbara memegangi kepalanya yang terasa begitu sakit, dan bersamaan dengan begitu, berbagai adegan tiba-tiba saja bermunculan di benaknya; membuat kepala Barbara terasa semakin sakit. Namun rasa sakitnya berhenti begitu lelaki itu menjauhkan tangannya dari Barbara. Barbara beradu tatap dengan lelaki di hadapannya dengan mata yang berkaca-kaca. Dia s

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status