“Kau mau mengubah skripnya? Kau sadar kan, kalau besok kita akan mulai syuting?!”
Elora sudah bisa menebak Charlie akan histeris dengan perubahan mendadak ini, tetapi Elora sudah mempersiapkan semuanya. Termasuk cara untuk membujuk bosnya.
“Tempatnya tidak akan berubah, dan aku cuma mengubah sedikit alurnya saja.” Elora tersenyum polos. “Aku juga sudah berbicara dengan Caspian. Dia setuju.”
“Benarkah?” Charlie memicingkan mata. “Dia setuju begitu saja?”
Elora mengangguk dua kali. “Dia bahkan bilang skrip baru ini lebih menarik. Karena yang asli hanya berisi tentang dua sejoli yang sedang berjalan-jalan keliling Queenstown, skrip yang baru lebih punya dinamika.”
Charlie mengusap-usap dagu sembari menatap lama pada Elora. “Begini saja, El. Aku akan menyampaikan perubahan ini di rapat lanjutan. Jika departemen lain tidak keberatan, maka aku akan menyetujuinya.”
“Oke.”
*
Membuat departemen lain untuk satu suara dengan
Arrowtown. Kota yang memiliki keindahannya sendiri. Meskipun setiap sudut daratan yang ada di South Island bisa dibilang merupakan surga dunia, setiap jengkalnya memiliki kekhasan yang tak ditemukan pada tempat lain.Mungkin karena Elora terlalu hanyut dalam nuansa tenang dan damai dari kota ini, sampai-sampai ia lupa bahwa seharusnya ia berakting membenci Caspian. Bahwa seharusnya, Elora hanya perlu bersikap seperti biasa. Menolak keberadaan lelaki di sekitarnya.“El, bukankah kau sendiri yang minta naskahnya diubah? Kenapa jadi seperti ini? Kalau begini terus, kita tidak akan bisa menyelesaikan semuanya tepat waktu!”Elora kesal karena Madison menegurnya. Walaupun Madison memanggil Elora ke sudut yang sepi, tetapi tetap saja semua mata yang terlibat dalam proyek ini tertuju pada mereka berdua.Elora ingin sekali mengatakan kalau apa yang ia lakukan sedari tadi diluar kendalinya. Dari memeluk Caspian, menggandeng tangan Caspian saat
Caspian mendengarnya dengan jelas. Teriakan Kate yang memanggil namanya. Tak butuh waktu lama bagian Caspian untuk tahu bahwa ada yang salah. Ledakan keras terdengar, disusul suara bangunan yang runtuh. Derak dan hantaman dari bebatuan, kayu-kayu atap, pecahan-pecahan kaca, bercampur menjadi satu suara mengerikan.Caspian berlari keluar dari kamarnya yang terletak di sisi lain bangunan. Ia bahkan sampai berubah wujud hanya agar segera sampai ke kamar Elora. Kepulan asap hitam keabu-abuan menyambutnya di sepanjang lorong. Jarak pandangnya nyaris nol.“Kate!” Caspian berteriak, namun tak ada jawaban. Yang ada hanyalah seru kepanikan dan penuh tanya dari para anggota yang mulai berdatangan.“Ada apa?!” teriak Zed yang datang tak lama setelah Caspian. Wajah Caspian pucat. Ia tak bisa menjawab pertanyaan Zed. Yang ada di pikiran Caspian sekarang hanyalah bagaimana kondisi Elora dan Kate.Caspian nekat menyerbu saat kabut debu mulai mere
Beberapa saat telah berlalu, dan genggaman tangan Elora pada tangan Caspian mulai mengendur. Caspian beringsut, menarik diri menjauh. Setelah memastikan Elora tidak terbangun, Caspian pergi meninggalkannya. Ia harus menemui Kate untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Semoga saja Kate sudah sadar.Caspian setengah berlari menuruni tangga, menuju ke ruang perawatan yang ada di lantai dasar. Caspian mencoba menahan tenaga saat membuka pintu ganda ruang perawatan, tetapi gagal. Debam keras membahana di bangsal itu.Hanya ada Zed, dan Kate yang terbaring di ranjang yang paling dekat dengan pintu bangsal. Bangsal ini tadinya merupakan aula yang digunakan untuk pertemuan tahunan para kawanan manusia serigala. Semenjak Caspian membangun gedung baru yang ada di dekat perkebunan anggurnya, ruangan ini dialihfungsikan menjadi bangsal perawatan.Ada beberapa ranjang yang berjajar, diberi sekat gorden putih yang kini terlipat di sudut-sudut relnya. Cahaya bulan menere
Elora tak mengerti bagaimana ia bisa berakhir di kamar Caspian. Saat Elora membuka mata, Elora merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Kepalanya pening, seperti habis dihantam benda besar dan berat.Kamar Caspian menguarkan wangi kayu dan batu. Elora mengerang saat ia mencoba duduk di atas kasur. Sisi tempat tidur di sebelah Elora dalam keadaan kosong. Elora mengira Caspian sudah bangun dan pergi, ternyata lelaki itu tengah terlelap dalam posisi duduk di atas sofa.Bayangan hitam menyelimuti wajah Caspian. Dadanya naik turun dengan teratur seiring tarikan dan embusan napas. Caspian hanya mengenakan celana kain berwarna hitam yang kusam, yang ujung kelimannya sobek dan tercabik, seperti habis digunakan untuk berlari di antara semak berduri.Hawa dingin membelai punggung Elora, membuatnya menyadari bahwa tubuhnya tak tertutup apapun selain selimut. Lagi-lagi ia berakhir di kamar Caspian dalam keadaan telanjang. Elora mencoba mengingat apa yang terjadi padanya semalam
“Aku tidak mengerti mengapa kita jadi bertengkar seperti ini.” Caspian mendengus tak percaya.Elora melontarkan seringai kesal yang kurang lebih punya arti sama seperti ekspresi Caspian saat ini padanya.“Yang tidak ku mengerti adalah, kenapa kau menuntutku untuk bisa menerima keberadaanmu, sementara kau tahu bahwa aku takut pada laki-laki!”“Hei, bisakah kalian lanjutkan pertengkarannya setelah kita selesai syuting?” Sutradara itu, yang berteriak melalui megafon dan menarik perhatian semua pengunjung yang sedang mengantre untuk melakukan bungy jumping, lama-lama membuat darah Elora mendidih.Ingin rasanya Elora merampas megafon berwarna merah terang itu dan melemparkannya ke aliran deras sungai Kawarau.“Aku tak peduli siapa dari kalian yang mau melakukan bungy! Siapapun itu masih bisa masuk dalam skenarionya!” lanjut sang sutradara.Elora menghentakkan kaki seperti anak kecil yang marah sebel
Kalau salah seorang dari mereka berpikir bahwa hubungan ini mengalami kemajuan, maka hal itu salah besar. Sesampainya di atas, Elora melepaskan tangannya dari genggaman Caspian. Susah payah Elora menarik diri, bukan karena Caspian menahannya, tetapi karena jeritan suara hatinya yang sepertinya sudah mulai sinting.Javier menyambut Elora dengan sebuah handuk, lalu dia membantu Elora mengeringkan rambut. Caspian memisahkan diri dan pergi bersama seorang asisten untuk berganti pakaian.“Luar biasa, El!” puji Madison, “Kita mendapatkan gambar yang sangat bagus hari ini!”Semua orang bertepuk tangan, tetapi tidak dengan Elora dan Javier. Javier mengerti betapa gelisahnya Elora sekarang. Yang Javier tidak tahu adalah, bahwa Elora gelisah bukan karena ia merasa tak nyaman dengan Caspian. Justru sebaliknya.“Kau baik-baik saja?” tanya Javier, saat semua orang sudah tak lagi memperhatikan Elora.Elora memberi jeda dalam s
Dua dari tiga malam berikutnya Elora lalui dengan kecemasan. Ia nyaris tak pernah tidur, ada jam-jam di malam hari saat ia berubah. Demi keamanan, Caspian mengajaknya ke tengah hutan setiap kali Elora mulai merasakan gejolak pada tubuhnya.Di luar itu, semuanya tampak baik-baik saja. Elora menjalani kehidupan normal di siang hari, dan menderita di malam hari. Sampai dengan hari terakhir syuting iklan, yang bertempat di Gibbston, Elora masih belum menemukan cara untuk lepas dari kekhawatiran akan keberlangsungan hidupnya.“Kau hanya harus mengatakan bersedia, maka aku akan mendampingimu setiap detik.”“Justru karena kau akan bersamaku dua puluh empat jam penuh setiap harinya, aku menolaknya dengan senang hati.”Mereka berdua sedang melakukan pengambilan gambar di jalur sepeda di area Gibbston Valley, melewati jembatan kecil menuju ke ngarai, mengayuh sepeda melintasi jalan yang membelah padang rumput.Sutradara membebaskan me
Syuting iklan telah selesai. Elora memulai cutinya beberapa hari setelah rapat penutupan proyek, memastikan bahwa semuanya beres sebelum ia pergi. Javier menangis seperti bayi di hari terakhir Elora masuk kerja.“Aku tidak mati, Javi.” Elora memutar mata setelah mengatakan itu.Javier menyambar kotak tisu di atas meja kerja Elora. “Aku bakal rindu badan baumu setiap kali mengerjakan iklan, El.”“Sialan.” Elora mengumpat, tetapi bibirnya menyeringai. “Cari aku kalau ingin bertemu. Tapi beritahu dulu beberapa hari sebelumnya, jadi aku tidak akan mandi sampai bertemu denganmu.”“Itu menjijikkan.” Tangis Javier langsung berhenti.Elora tidak mengatakan apapun soal kepindahannya ke kediaman Caspian, dan sampai detik ini Elora masih belum menceritakan hubungannya dengan Caspian. Javier sepertinya juga sudah lelah mendesak Elora dan menunggu Elora untuk menceritakannya sendiri suatu saat nanti.
“Apa yang sudah aku lakukan?” tanya Archer. Ia tidak terdengar takut, malah cenderung penasaran.“Tak usah pura-pura bodoh. Kami mengawasi gerak-gerikmu di North Island, dan kami tahu kedatanganmu ke sini membawa sebuah misi.”Rahang Kate terkatup rapat. Seharusnya ia mendesak Archer agar mau mengatakan yang sebenarnya tadi, sehingga Kate tahu apa yang harus dilakukannya sekarang. Apakah Archer tengah menyelidiki sebuah kejahatan besar yang berkaitan dengan kawanan manusia serigala?Apa mereka termasuk dalam jaringan obat-obatan terlarang yang dulu diperdagangkan oleh Cooper?Terlalu banyak kemungkinan di dalam benak Kate, hingga membuat kepalanya sakit.“Aku tidak mengerti apa yang kalian katakan,” ucap Archer.Satu tembakan terdengar, disusul oleh suara sesuatu yang berat jatuh ke tanah.“Berani berboohong lagi, dan kali ini nyawa Alphamu akan melayang.”Kate mematung. Apa merek
Kate tak bisa menemukan Caspian dimanapun pagi ini. Dia tidak ada di ruang kerja, di kamar, di bagian manapun di kastil. Ia baru saja hendak menelepon Caspian, saat ponselnya berbunyi dan sebuah pesan masuk. Itu dari Caspian.Tolong berikan dokumen yang ada di atas meja kerjaku kepada Aiden. Kau harus memberikannya pagi ini juga.Kate mengangkat satu alis dan mengerenyit. Dokumen apa yang membuat Caspian memberi perintah yang begitu mendesak? Kate pun kembali ke ruang kerja Caspian dan mengambil sebuah amplop cokelat dari atas meja kerjanya. Sebuah amplop dengan tulisan RAHASIA berwarna merah.Karena hari masih pagi dan jarak yang ditempuh tidak begitu jauh, Kate memutuskan untuk berjalan kaki menuju ke tempat Aiden. Sesampainya di sana, bukannya bertemu dengan Aiden, Kate justru disambut oleh Archer di depan pintu masuk.“Aku mau bertemu Aiden.”“Ada apa?”Kate mengacungkan amplop cokelat ke hadapan Archer. “Ca
“Aku rasa aku bertemu jodohku.” Caspian melengkungkan sebelah alis mendengar kata-kata Kate. “Aku rasa?” ulang Caspian, sangsi. “Kalau kau masih ragu dan menggunakan kata ‘aku rasa’, kupikir dia bukan benar-benar jodohmu. Kau bisa langsung mengetahui jodohmu begitu kalian bertatapan mata. Seperti aku dan—“ Kate mengangkat satu tangan ke hadapan wajah Caspian, memintanya untuk berhenti. “Aku tahu.” Ia lalu menggaruk bagian belakang kepala yang tidak gatal. “Maksudku—yeah… dia jodohku.” “Tapi?” sahut Caspian. “Tapi … aku tidak tahu apakah dia merasakannya juga.” Caspian meletakkan buku yang tengah ia baca ke atas meja kerja. Dia sedang membaca jurnal peninggalan Alpha yang menyinggung soal keluarga leluhur Elora saat tiba-tiba Kate masuk ke ruang kerja dan mengatakan hal yang membuat Caspian mengernyit. “Begini saja,” kata Caspian sembari memijat pangkal hidung, “ceritakan padaku dari awal pertemuanmu dengannya.” Kate mengangkat bahu lal
Pesta tahunan manusia serigala.Menurut Amber ini adalah acara paling konyol yang diadakan oleh sekumpulan makhluk mitos terkuat di muka bumi. Sebagai keturunan langsung dari salah satu pimpinan kawanan manusia serigala terbesar di Inggris, sedari kecil ayah Amber sudah menanamkan pikiran bahwa pesta perjodohan membuat manusia serigala terlihat lemah. Romansa bukanlah hal yang cocok untuk kaum mereka.“Kau akan mengenakan pakaian seperti itu ke pesta?” Brittany menusuk Amber dengan tatapan khasnya yang sinis dan menyebalkan. “Lebih baik kau kembali ke Inggris sekarang juga dan katakan pada ibumu kalau aku tidak akan membantumu mencari pasangan.”“Kenapa aku harus punya pasangan?” protes Amber, yang lalu menoleh ke cermin panjang di sampingnya. Benda itu memantulkan sosok Amber yang pucat, dengan rambut merah keriting yang mencolok, serta sebuah sweater usang warna biru dan celana jins yang robek di bagian paha dan lutut. Oh, j
Elora bergeming saat pria yang hampir memasuki usia seratus tahun itu menjatuhkan cangkir teh dari tangannya. Itu wajar. Tidak akan ada orang yang tidak terkejut menyaksikan kehadiran tamu tak diundang di salah satu ruangan pribadi di rumah penuh penjagaan seperti ini. Lelaki ini pastilah hendak bersantai, mungkin sembari membaca buku favoritnya, menikmati masa pensiun di rumah megah yang dibangunnya dari kerja keras.“Selamat malam,” sapa Elora. Ia berusaha bersikap sopan, setidaknya mungkin itu bisa menebus kelancangannya karena sudah menerobos masuk ke rumah Alfonso. Ya, dia adalah pria kaya raya yang dulu pernah Elora kunjungi bersama Caspian dan Brittany. Secara teknis mereka belum pernah bertemu dan bercakap-cakap dengan layak, karena yang Elora temui waktu itu adalah manusia serigala yang menyamar menjadi Alfonso.Elora melepaskan diri dari dinding, setelah cukup lama bersandar di sana sembari menunggu kedatangan Alfonso.“Maaf karena ak
“Siapa kau?”“Kau tak punya hak untuk tahu.”Elora memastikan tali yang melilit seorang pria di hadapannya bersama dengan kursi yang didudukinya sudah kuat, sebelum Elora menyeret kursi pria itu melintasi ruang tamu, menuju ke luar.“Hei! Apa yang kau lakukan! Ke mana kau akan membawaku!” Pria itu berteriak, setengah marah setengah takut. “Lepaskan aku! Aku akan memberikan apapun yang kau inginkan! Lepaskan aku!”Awalnya Elora tak menanggapi teriakan itu, tetapi lama kelamaan ia merasa terganggu. Walapun tak ada orang lagi dalam jarak setidaknya satu kilometer dari tempat Elora berada sekarang, dan saat ini sudah lewat tengah malam, tetap saja Elora merasa gelisah, khawatir jika ada orang yang mendengar mereka. Bagaimanapun juga, pekerjaan seperti ini tidak pernah Elora lakukan sebelumnya.Hëna lah yang menuntunnya ke rumah ini, yang berada jauh di tengah hutan, tempat di mana nyaris mustahil ada
Suasana malam di bulan Maret membawa kenangan tersendiri pada Elora. Ia memandang jernihnya langit gelap dan terangnya rembulan dari balik pepohonan lebat di hutan utara South Island. Satu tahun hampir berlalu setelah Elora berada dalam pengasingan. Hidup berpindah-pindah seperti manusia zaman dahulu. Tanpa rumah. Tanpa keluarga. Tanpa harta.Untungnya Elora sudah terbiasa. Ya, ia sempat punya keluarga, dan mendapatkan perhatian penuh dari orang yang mencintainya bukanlah sesuatu yang mudah untuk dilupakan. Namun, kesendirian sudah menjadi takdir hidup Elora.Sejauh ini Hëna belum pernah menampakkan wujudnya langsung. Dia hanya muncul dalam mimpi-mimpi, di tengah tidur Elora yang selalu gelisah. Dalam dunia di bawah alam sadar itu, Elora selalu berada di tempat yang sama. Padang rumput tanpa batas, dan wanita bercahaya itu bersuara dalam bahasa yang tidak pernah Elora dengar, tetapi ia mengerti artinya.Hëna memerintahkan Elora untuk hidup layaknya pen
Sepuluh tahun kemudian ….Caspian mematut diri di depan cermin panjang yang ada di kamarnya. Hari ini merupakan hari yang sangat penting dalam hidupnya. Hari yang ia tunggu-tunggu kedatangannya selama sepuluh tahun terakhir.Caspian sengaja membuka pintu kamar, karena ia tengah menunggu kedatangan seseorang. Saat Caspian sedang membetulkan posisi jas yang melekat di tubuhnya, pintu kamar menyentak terbuka dan seseorang berlari masuk sambil berteriak.“Paman!!”“Sudah ibu bilang, panggil dia Alpha!”Satu pukulan keras terdengar, dan suara anak kecil yang berteriak kesakitan menyusul setelahnya. Caspian mengernyit, ikut merasakan sakit di kepala anak lelaki itu. “Tidak apa-apa, Kate. Dia kan keponakanku.”“Kalau aku biarkan, dia akan bersikap seenaknya padamu, Cas!”“Mama menyebalkan!” teriak Cooper, lalu dia berlari pergi meninggalkan Caspian dan Kate.Caspian te
“Elora!”Caspian berteriak memanggilnya, tetapi Elora terus berlari. Mereka memporak-porandakan salju di bawah kaki mereka, menerobos ranting-ranting kering dan menantang udara yang menggigit kulit. Elora berada dalam wujud manusia serigala, dan dia berlari lebih cepat dari pada Caspian.Caspian terus mengejarnya, tetapi yang bisa ia lihat hanyalah punggung Elora yang semakin menjauh. Sampai mereka tiba di tepi sungai yang gelap dan nyaris membeku. Elora tiba-tiba berhenti, lalu berbalik. “Jangan mendekat!” pekiknya. Caspian berhenti beberapa meter dari Elora. Paru-parunya terasa nyeri, dan lukanya berdenyut seperti jantung kedua.“Elora.” Caspian mengucapkan nama Elora dengan hati-hati, seakan namanya begitu sakral dan mengandung sihir. Satu kata itu mampu menggambarkan betapa rindu dan putus asanya Caspian. Dia berjalan mendekat, mengubah dirinya menjadi manusia lagi. Seketika, hawa dingin menyerbu Caspian, memperparah kondi