Tian baru saja memasuki kota Bogor saat ponselnya berdering dan membuatnya cemas setelahnya. Pasalnya Tiara yang menghubunginya hanya untuk menanyakan apakah Alin jadi ke tempatnya atau tidak. Pasalnya Tiara bilang jika ponsel Alin mati.Hal semakin membuat Tian panik adalah, Ia yang juga tak bisa menghubungi Alin. Dengan cepat, pria itu menghubungi Haris. Tian mengumpat kasar saat panggilan pertamanya tak diangkat oleh Haris. "Lo tenang dulu Tian. Kalau seperti ini--""Gue nggak bisa tenang sebelum tahu kabar Alin.""Tapi kita mesti gimana? Putar balik pun jauh.""Shit. Si Haris kemana sih!" Umpatnya. Tian kembali menghubungi Haris dan tak menghiraukan Delon yang bicara di sebelahnya. "Halo, Haris. Kau periksa CCTV cepat!.""Ha? Kenapa?""Tiara menghubungiku jika Alin belum sampai di tempatnya. Nomor Alin juga mati."Haris melotot kaget mendengarnya. Ia yakin jika tadi Alin sudah meminta izin untuk pergi bertemu dengan Tiara, dan itu sudah lewat dari dua jam yang lalu. Tapi kenapa
Suasana masih terasa tegang. Naura melangkah mendekati Zaki, lalu berdiri di hadapan Zaki yang saat ini sedang berlutut. Ia menatap Zaki tak percaya. Namun Haris memperlihatkan CCTV seorang pria yang menggendong Alin padanya, dan ciri-cirinya terlihat sama. jika memang Zaki yang melakukan ini pada Alin, sungguh ia sangat kecewa. padahal Ia tahu Zaki adalah pria yang sangat baik, bahkan padanya saja Zaki sudah menganggap dirinya sebagai kakak sendiri. Dan jika Zaki melakukan hal ini pada Alin, ia sungguh teramat sangat kecewa. Naura ikut berlutut mensejajarkan posisinya pada Zaki. "Bilang sama gue kalau Alin nggak ada sama lo.?" Tanya Naura dengan kata-kata dan nada suara yang masih dibuat selembut mungkin, namun Zaki justru membalas pertanyaan Naura dengan senyum sinis."Kenapa lo senyum? gue tanya sama lo, Alin ada sama lo tau nggak?" Naura menyipit menatap Zaki, "dan jangan bilang Alin benar-benar ada sama lo.""Kenapa lo peduli? biasanya Lo nggak pernah peduli sama dia. Bahkan di
Tian!Teriakan Alin terdengar terpekik keras. Membuat Tian yang saat itu sedang kesetanan membabi buta menghajar Zaki langsung terhenti. Pria itu menatap Zaki yang sudah tak sadarkan diri di hadapannya sekilas lalu memutar tubuhnya menatap Alin."Sayang." Panggil Tian. Pria itu langsung berlari mendekati Alin dan memeluk Alin sangat lembut. Seolah tubuh kekasihnya itu begitu rapuh yang akan hancur saat Ia peluk.Alin masih syok dan tidak mau bicara karena terkejut melihat keadaan Zaki yang sudah tak sadarkan diri. Bahkan ia ragu Zaki masih bernafas karena kondisi Zaki yang terlihat begitu parah. Namun di satu sisi, ia merasa lega karena kebenciannya pada pria tersebut sedikit terbayarkan. Sebenarnya tadi Zaki mencoba untuk memperkosanya, namun tiba-tiba saja suara seperti alarm berbunyi di kamar tersebut yang membuat Zaki berhenti dan langsung keluar dari kamar. Wajahnya babak belur seperti ini karena dia menolak dan melawan pria tersebut.Ia berpikir setelah itu ia akan mati di tang
Sebelum berangkat ke Bogor, Tian bermaksud untuk ke kantor polisi terlebih dahulu. Pria itu hanya ingin memastikan Zaki menderita di sana. Dan sudah tiga menit yang lalu ia sampai di kantor polisi dan saat ini sedang berhadapan dengan Zaki dibalik sebuah kaca yang jadi pembatas mereka.Tian menatap bengis pria yang sudah babak belur tersebut. Sungguh, wajah Zaki tak terlihat tampan lagi seperti sebelumnya. "Ternyata nyalimu besar juga. Sudah kukatakan padamu jangan menggangguku lagi. Aku tak memakan uangmu sepersen pun dan aku tak butuh itu. Aku sudah mengatakan dulu untuk jangan menggangguku dengan Alin, tapi sepertinya ancaman yang aku berikan tak kau indahkan sama sekali." Ucap Tian sembari menatap tajam Zaki.Zaki tersenyum sinis, "Sebenarnya bukan aku yang pengganggu di sini, sialan. Kau lah orang sebenarnya. Kau tiba-tiba mengambil Alin dariku padahal aku dan Alin sudah bersama sejak lama.""Harusnya yang kau tuntut itu orang tua Alin, karena manusia rakus itu menjual Alin pada
Alin mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar. Ia tersenyum bangga karena kamar yang tadi terlihat porak-poranda kini tampak begitu bersih dan rapi. Ia menepuk tangannya pertanda ia selesai dengan tugasnya. Ia membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Meregangkan otot-ototnya yang penat karena kerja kerasnya tadi dalam membersihkan perpecahan yang ia buat sendiri.Ia meraih ponselnya dan mencari kontak chat Tian. Membuka room chat terbaru dirinya dan Tian lalu membaca kembali kalimat kalimat gombal yang Tian kirimkan padanya. Dan itu berhasil membuat penatnya lenyap seketika. Sebegitu dahsyatnya kekuatan cinta.Seperti ada kontak batin, tak lama setelahnya, Alin semakin dibuat tersenyum karena Sebuah panggilan dari Tian masuk menyapa ponselnya. Dengan cepat ia menerima panggilan tersebut. "Kangen ya. Cepat amat angkat teleponnya." Goda Tian dari seberang sana. Alin seketika tersipu malu."Kapan pulangnya?""Hahahaha. Baru juga berapa jam nyampe Bogor udah di suruh balik." Alin lagi
Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam saat Tian sampai di rumah. pria itu memijit tengkuknya yang terasa pegal karena terlalu lama duduk di dalam mobil. selama perjalanan menuju Jakarta, Tian dihadang macet panjang yang membuatnya terjebak selama lima jam di perjalanan. saat langkahnya memasuki kamar, ia tersenyum saat melihat Alin yang meringkuk terlelap di bawah selimut dan hanya memunculkan bahu sampai kepalanya saja. Tian mengunci pintu kamar lalu melangkah menuju kamar mandi. ia ingin berendam air hangat terlebih dahulu sebelum ia ikut mengarungi mimpi bersama Alin.sesampainya di dalam kamar mandi, Tian melepas semua pakaiannya bahkan tak ada yang bersisa satu benangpun menutup tubuhnya. saat ia melangkah menuju bathup, ia dikejutkan dengan pintu kamar mandi yang terbuka."Ih Tian. kok nggak dikuci sih pintunya." pekik ALin sambil menutup matanya.Tian yang mendapati ALin di sana, langsung tersenyum usil. ia melangkah menuju wanitanya itu dan memeluk Alin dari belakang mem
Langkah Haris terhenti karena melihat kehadiran Tian dan Alin yang keluar dari rumah. pria itu mendadak salah tingkah entah karena apa. "Kau mau ke mana?" tanya Tian menatapnya curiga. Tian juga melirik Naura yang mengekor di belakang Haris.Naura sendiri juga dibuat salah tingkah karena dirinya yang kepergok keluar dari paviliun Haris. "Kau Naura ngapain dari sana?" tanya Alin yang juga menatapnya curiga."Kenapa gadis ini dibawa tinggal di sini?" Haris tak menjawab justru memberikan pertanyaan baru sambil menatap Alin. tatapan bingung Alin membuat Haris menghela nafas panjang. "Sejak kakakmu ini ada di sini, hidupku sama sekali tak tenang lagi. kenyamananku lenyap entah ke mana." ucap Haris tanpa basa-basi. Naura yang mendengar semua itu seketika mendengus kesal."dan kamu pikir aku ingin seperti ini? kamu pikir apa yang akan dilakukan orang tuaku saat aku kembali ke rumah? ya Tuhan, aku pastikan aku hanya akan tinggal namanya saja. kalau itu benar terjadi, kau orang pertama yang ak
Sejak kalimat frontal yang Haris katakan tadi pada Naura di dalam mobil, Naura mendadak diam dan takut berbalas kata lagi dengan Haris, bahkan sampai mobil mereka pun berhenti di sebuah warung makan yang menjual beberapa menu sarapan pagi yang cukup menggugah selera.Haris turun dari mobil lebih dulu, disusul Naura setelahnya. gadis itu memilih mengekor di belakang Haris ketimbang berjalan beriringan. setelah keduanya memesan, Haris dan Naura mencari kursi kosong yang memang tak terlalu banyak. mereka memilih kursi yang ada di sudut warung yang memang bisa diisi untuk dua orang saja.selama menunggu pesanan mereka tiba, Naura tak berani menatap mata Haris. dan hal itu disadari oleh Haris. pria itu bahkan terus menatap Naura sampai membuat Naura gugup."Kau sariawan?" tanya Haris secara tiba-tiba."Tidak." jawabnya."Lalu kenapa kau diam?""Ha? tidak. aku hanya ingin diam.""Jangan ngelawak di sini. apa ini karena kalimat yang terakhirku di mobil tadi?"Naura mendongakkan kepalanya dan