Mike tersenyum manis. “Hana, aku minta maaf atas sikapku selama ini. Bahkan tadi malam Aku tau jika aku menyakitimu.”
Hana menggelengkan kepalanya. “Tidak Mike, kamu tidak salah, aku tau jika kamu hanya belum siap.”
‘Shhhtttt.’ potong Mike sambil meletakan telunjuknya di bibir Hana. Mike lalu mengambil sesuatu di saku celananya. Sebuah cincin. “Aku ingin memulai semuanya dari awal denganmu lagi. Hana, will you Marry Me?”
Hana membulatkan matanya, tak menyangka jika Mike benar-benar melamarnya kembali. Dengan romantis, ya, sangat romantis. Gelap dan hanya di terangi dengan sebuah sinar dari lilin kecil.
“Hana, kamu mendengarku? Aku ingin kamu menikah denganku.” kata Mike lagi karena Hana tak kunjung menjawab pertanyaannya.
Hana hanya menganggukkan kepalanya dengan pasti. Dan itu sontak membuat Mike memeluk perut Hana, mengecupnya berkali-kali, menangis haru disana
Mike masih memeluk Hana dalam pelukannya, sedangkan Hana masih saja meronta ingin di lepaskan, sesekali Hana memukuli dada bidang Mike. Dan Revan, astaga, Revan benar-benar menyedihkan dengan wajah linglungnya. Dia pucat tak bertenaga, tatapannya kosong seperti kehilangan sesuatu dalam dirinya.Hana mendorong Mike dengan sepenuh tenaganya hingga kini dirinya lepas dari pelukan Mike.“Pergilah, aku membencimu.”“Hana.. Please...” suara Mike tertelan oleh kepiluan hatinya.Hana lalu berdiri dan bergegas pergi menuju ke kamarnya, tidak mempedulikan dua lelaki dengan wajah babak belur dan hati yang sama-sama Hancur.Mike terpukul dengan kepergian Hana. ‘lihat.. bukankah ini yang kau mau? Kau menyakiti wanita yang kau cintai dan itu sama saja dengan kau menyakiti dirimu sendiri.’ batin Mike seakan ikut menertawakan kebodohannya.
Hari ini Hana berencana untuk belanja kebutuhan bayinya, membeli beberapa susu hamil dan juga beberapa pakaian bayi bersama Dara. Keadaan Hana sudah mulai membaik, kandungannya yang kini menginjak usia tujuh bulan membuatnya sedikit kelelahan karena berat badannya. Tentang Mike, Hana sama sekali tidak menghiraukannya lagi. Beberapa kali Mike menghampirinya tapi tentu saja Hana tidak menghiraukannya, Hana bahkan menjawab pertanyaan Mike dengan sangat ketus. Ia tidak ingin berurusan kembali dengan sosok bermata cokelat tersebut. Tentang Revan, kakaknya, Hana juga masih bersikap dingin padanya. Terlepas dari rasa kasihan Hana untuk kakaknya tersebut karena kehilangan wanita yang di cintainya, Hana membenci Revan karena kakaknya itu menjadi lelaki terbodoh dan terberengsek yang pernah ia temui. “Hana, apa ini bagus?” Dara yang sejak tadi memilih-milih sepatu bayi, akhirnya angkat bicara setelah menemukan sepatu yang menurutnya lucu. Sepatu berwarna pink
Mike melepaskan pagutannya pada bibir Hana. Menatap Hana penuh dengan kelembutan, mengusap lembut pipi Hana dengan ibu jarinya.“Aku mencintaimu, Sayang. Sungguh sangat mencintaimu.” ucap Mike lagi dengan ketulusan. Lalu memeluk Hana kembali dan mengecup lembut puncak kepala Hana.Tidak ada sesuatu yang membahagiakan untuk Mike selain melihat Hananya kembai, memaafkannya, dan mau menerimanya kembali. Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Revan dan Carry.“Baguslah, jika kalian sudah baikan, akhirnya aku tak jadi menunda pernikahanku yang di percepat.” ucap Carry tepat di belakang Mike.Carry berdiri dengan seorang pria yang sangat tampan dengan mata birunya. Hana mengernyit, apa itu Billy, kekasih Carry? Lalu kenapa dia di sini? Bukankah Mike dan Carry akan ke Bali untuk menikah?“Carry, maaf, aku tidak bermaksud-” ucap Hana sedikit tak enak karena bagaimanapun juga ia yang telah membuat pernikahan Carr
Gaun putih nan indah itu berjuntai-juntai dengan cantiknya. Kaki-kaki jenjang itu terlihat begitu anggun melangkah di antara turunan anak tangga, membuat setiap mata yang berada di ruangan ini tertuju padanya. Tidak terkecuali kakakku, Mas Revan.Ia menatap dengan tatapan terpana, istri yang baru tadi pagi resmi ia nikahi, sahabatku, Dara. Ya, dia tampak begitu mempesona dari sini. Dara sangat cantik dan baik tentunya, Mas Revan pantas mendapatkannya.Aku merasakan sebuah lengan melingkari pinggangku dari belakang. Itu Mike, suami yang telah menikahiku beberapa bulan yang lalu. Ayah dari jagoan kecilku yang bernama Osvaldo Handerson.Dia mengecup lembut pundakku yang terbuka karena gaun yang sedang kukenakan. “Dara cantik.” bisiknya. “Tapi kamu lebih cantik bagiku.” lanjutnya lagi.Aku tersenyum mendengar perkataannya. Ahhh lelaki ini benar-benar perayu ulung. “Aku tidak akan termakan rayuanmu lagi.” kataku sambil malu-
-Dara POV-Tak ada sesuatu yang harus ku sesalkan tentang hidupku. Hidup yang kini kujalani adalah pilihanku. Aku adalah seorang wanita berusia 27 tahun yang kini berusaha menjadi istri yang baik untuk suamiku, lelaki yang sudah bertahun-tahun lamanya kucintai. Lelaki yang sangat kukagumi sejak aku masih kecil.Aku Andhara Carollina, biasa di panggil Dara. Seorang wanita biasa yang tidak cantik dan tidak memiliki kelebihan apapun. Aku hanya memiliki sebuah kesetiaan. Ya, hanya kesetiaan, karena hingga usiaku menginjak angka dua puluh tujuh, aku hanya mencintai seorang lelaki. Lelaki itu tak lain adalah suamiku sendiri, Revano Putera, Mas Revan.Kisahku bermula saat ada sebuah keluarga yang pindah rumah menjadi tetanggaku. Saat itu usiaku baru beranjak 10 tahun. Ibu sangat senang karena memiliki tetangga baru hingga hampir setiap hari kami selalu berkumpul bersama walau hanya sekedar ngobrol atau bermain.Keluarga itu memiliki seo
-Dara POV-Aku berjalan dengan langkah gontai di atas trotoar, pikiranku kacau, tangisku pecah. Ya tuhan... Aku benar-benar tersakiti. Satu hal lagi yang membuatku kecewa, dia tidak mengejarku. tentu saja, apa aku penting buatnya? Apa aku berarti untuknya? Tidak, sama sekali tidak.Akupun akhirnya terduduk di tepi trotoar, menangis tersedu-sedu seperti orang gila. Ya, aku memang gila, gila karena cinta.“Hei. Apa kamu baik-baik saja?” Suara itu membuatku mengangkat kepala dan mendapati seorang yang tengah menunduk memperhatikanku. Dia seorang lelaki yang bagiku cukup tampan, mengenakan sebuah seragam kerja yang ternyata itu adalah seragam salah satu pelayan di restoran cepat saji di sini.Aku hanya mengangguk pasrah, bagaimanapun juga aku tidak ingin menceritakan kisah menyedihkanku kepada orang asing.“Apa kamu butuh tumpangan?” tanyanya kemudian.“Tidak, aku baik-b
-Revan POV-Hujan di sore ini tidak menyurutkan niatku untuk menemuinya. Tidak lupa aku membelikannya seikat bunga mawar merah untuknya, melambangkan perasaan cintaku yang masih membara untuknya. Sang penjual bunga bahkan hafal dengan bunga pesananku. Delapan tangkai bunga mawar merah yang di ikat menjadi satu. Kenapa delapan? aku sendiri juga tidak tahu. Aku hanya sedikit mengingat perkataannya, jika angka delapan melambangkan angka keabadian, angka yang tidak ada titik putusnya seperti angka-angka yang lain.Dan aku berharap cintaku padanya juga seperti angka delapan, yang abadi dan tak akan pernah putus.Dengan mengenakan payung hitam dan juga setelan hitam, seperti biasa aku menghadapnya dengan tenang. Menghadap batu nisannya....Aku tidak mempedulikan hujan yang sedikit membasahi bajuku. Aku tidak mempedulikan orang yang melihatku dan b
DARA POVTadi malam aku tidur sendiri. Tidak tahu kenapa Mas Revan tidak kembali ke kamar, mungkin kini dia sudah mulai jengah denganku, dengan keberadaanku, dan sepertinya aku memang harus lebih menghindarinya.Ku langkahkan kakiku menuju ke dapur, membantu para pelayan menyiapkan sarapan. Mereka baik terhadapku, jadi tentu saja aku harus baik terhadap mereka. Tiba-tiba ibu menepuk pundakku dari belakang, membuatku sedikit terkejut.“Revan ada di ruang kerjanya, kamu tak membuatkan kopi untuknya?”“Emm, aku akan membuatkannya, Bu, tapi tolong ibu yang mengantarkan saja, ya?”“Kenapa seperti itu?”“Kumohon Bu, aku, aku hanya-”“Hanya apa?” Suara dingin itu mengejutkanku. Dan aku melihatnya sedang berdiri tegap dengan tangan di lipat di dada. Tatapannya tajam seakan-akan bisa menggoresku.Aku menelan ludah dengan susah payah, tenggorokanku
DARA POVDia Aneh! Dia berubah, apa yang terjadi dengannya?Saat ini dia sedang menciumku, melumat bibirku penuh nafsu. Bahkan akupun tak sadar jika saat ini aku ikut berendam di dalam bathub dengannya dalam dengan berpakaian lengkap dan dengan posisi duduk di atas pangkuannya.Dia mengerang, mendesah, dan akupun sama, kami menikmati ciuman ini, ciuman pertama kami. Lalu dengan terengah-engah dia melepaskan ciuman ini. Rasanya sesak, karena aku sulit bernapas, napasku terputus-putus, begitupun napasnya.Aku menunduk malu. Apa yang terjadi dengannya sehingga dia menciumku? apa juga yang terjadi denganku sehingga aku bersedia diciumnya olehnya? ini akan mempersulitku, aku tak akan bisa melupakannya jika dia memperlakukanku seperti ini.Dia mengangkat daguku, lalu menciumku kembali, tak ada kata di antara kami, dia hanya melumat bibirku tanpa ampun, menghisapnya penuh nafsu, lidahnya menari-nari d
REVAN POVHari ini berlangsung membosankan untukku. Rapat menjadi berantakan karena aku tidak konsentrasi pada rapat tersebut. Entah apa yang ada dalam otakku aku tak tahu, yang pasti aku selalu mendengar tangisnya dalam telingaku. Ini sedikit gila, aku tidak pernah mengalami hal yang seperti ini. Apa tadi pagi aku sedikit keterlaluan?Aku hanya tidak suka dia menghindariku. Bekerja tanpa meminta ijin denganku. Aku tak suka itu. Apalagi setelah tahu dia bekerja hanya untuk dekat dengan lelaki itu, lelaki yang katanya adalah kekasihnya. Apa dia sudah gila? Apa dia terlalu bodoh? Dia sudah memiliki suami dan baru beberapa hari yang lalu mengucapkan kata cinta, tapi hari ini dia berkata jika dia memiliki kekasih. Sial!Akhirnya aku mengatakan kata-kata itu. Kata-kata yang lagi-lagi membuatnya menangis. ‘Baik, pergilah. Berbahagialah dengan dia, dengan begitu kita bisa cepat-cepat berpisah.’ Dan aku
DARA POVTadi malam aku tidur sendiri. Tidak tahu kenapa Mas Revan tidak kembali ke kamar, mungkin kini dia sudah mulai jengah denganku, dengan keberadaanku, dan sepertinya aku memang harus lebih menghindarinya.Ku langkahkan kakiku menuju ke dapur, membantu para pelayan menyiapkan sarapan. Mereka baik terhadapku, jadi tentu saja aku harus baik terhadap mereka. Tiba-tiba ibu menepuk pundakku dari belakang, membuatku sedikit terkejut.“Revan ada di ruang kerjanya, kamu tak membuatkan kopi untuknya?”“Emm, aku akan membuatkannya, Bu, tapi tolong ibu yang mengantarkan saja, ya?”“Kenapa seperti itu?”“Kumohon Bu, aku, aku hanya-”“Hanya apa?” Suara dingin itu mengejutkanku. Dan aku melihatnya sedang berdiri tegap dengan tangan di lipat di dada. Tatapannya tajam seakan-akan bisa menggoresku.Aku menelan ludah dengan susah payah, tenggorokanku
-Revan POV-Hujan di sore ini tidak menyurutkan niatku untuk menemuinya. Tidak lupa aku membelikannya seikat bunga mawar merah untuknya, melambangkan perasaan cintaku yang masih membara untuknya. Sang penjual bunga bahkan hafal dengan bunga pesananku. Delapan tangkai bunga mawar merah yang di ikat menjadi satu. Kenapa delapan? aku sendiri juga tidak tahu. Aku hanya sedikit mengingat perkataannya, jika angka delapan melambangkan angka keabadian, angka yang tidak ada titik putusnya seperti angka-angka yang lain.Dan aku berharap cintaku padanya juga seperti angka delapan, yang abadi dan tak akan pernah putus.Dengan mengenakan payung hitam dan juga setelan hitam, seperti biasa aku menghadapnya dengan tenang. Menghadap batu nisannya....Aku tidak mempedulikan hujan yang sedikit membasahi bajuku. Aku tidak mempedulikan orang yang melihatku dan b
-Dara POV-Aku berjalan dengan langkah gontai di atas trotoar, pikiranku kacau, tangisku pecah. Ya tuhan... Aku benar-benar tersakiti. Satu hal lagi yang membuatku kecewa, dia tidak mengejarku. tentu saja, apa aku penting buatnya? Apa aku berarti untuknya? Tidak, sama sekali tidak.Akupun akhirnya terduduk di tepi trotoar, menangis tersedu-sedu seperti orang gila. Ya, aku memang gila, gila karena cinta.“Hei. Apa kamu baik-baik saja?” Suara itu membuatku mengangkat kepala dan mendapati seorang yang tengah menunduk memperhatikanku. Dia seorang lelaki yang bagiku cukup tampan, mengenakan sebuah seragam kerja yang ternyata itu adalah seragam salah satu pelayan di restoran cepat saji di sini.Aku hanya mengangguk pasrah, bagaimanapun juga aku tidak ingin menceritakan kisah menyedihkanku kepada orang asing.“Apa kamu butuh tumpangan?” tanyanya kemudian.“Tidak, aku baik-b
-Dara POV-Tak ada sesuatu yang harus ku sesalkan tentang hidupku. Hidup yang kini kujalani adalah pilihanku. Aku adalah seorang wanita berusia 27 tahun yang kini berusaha menjadi istri yang baik untuk suamiku, lelaki yang sudah bertahun-tahun lamanya kucintai. Lelaki yang sangat kukagumi sejak aku masih kecil.Aku Andhara Carollina, biasa di panggil Dara. Seorang wanita biasa yang tidak cantik dan tidak memiliki kelebihan apapun. Aku hanya memiliki sebuah kesetiaan. Ya, hanya kesetiaan, karena hingga usiaku menginjak angka dua puluh tujuh, aku hanya mencintai seorang lelaki. Lelaki itu tak lain adalah suamiku sendiri, Revano Putera, Mas Revan.Kisahku bermula saat ada sebuah keluarga yang pindah rumah menjadi tetanggaku. Saat itu usiaku baru beranjak 10 tahun. Ibu sangat senang karena memiliki tetangga baru hingga hampir setiap hari kami selalu berkumpul bersama walau hanya sekedar ngobrol atau bermain.Keluarga itu memiliki seo
Gaun putih nan indah itu berjuntai-juntai dengan cantiknya. Kaki-kaki jenjang itu terlihat begitu anggun melangkah di antara turunan anak tangga, membuat setiap mata yang berada di ruangan ini tertuju padanya. Tidak terkecuali kakakku, Mas Revan.Ia menatap dengan tatapan terpana, istri yang baru tadi pagi resmi ia nikahi, sahabatku, Dara. Ya, dia tampak begitu mempesona dari sini. Dara sangat cantik dan baik tentunya, Mas Revan pantas mendapatkannya.Aku merasakan sebuah lengan melingkari pinggangku dari belakang. Itu Mike, suami yang telah menikahiku beberapa bulan yang lalu. Ayah dari jagoan kecilku yang bernama Osvaldo Handerson.Dia mengecup lembut pundakku yang terbuka karena gaun yang sedang kukenakan. “Dara cantik.” bisiknya. “Tapi kamu lebih cantik bagiku.” lanjutnya lagi.Aku tersenyum mendengar perkataannya. Ahhh lelaki ini benar-benar perayu ulung. “Aku tidak akan termakan rayuanmu lagi.” kataku sambil malu-
Mike melepaskan pagutannya pada bibir Hana. Menatap Hana penuh dengan kelembutan, mengusap lembut pipi Hana dengan ibu jarinya.“Aku mencintaimu, Sayang. Sungguh sangat mencintaimu.” ucap Mike lagi dengan ketulusan. Lalu memeluk Hana kembali dan mengecup lembut puncak kepala Hana.Tidak ada sesuatu yang membahagiakan untuk Mike selain melihat Hananya kembai, memaafkannya, dan mau menerimanya kembali. Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Revan dan Carry.“Baguslah, jika kalian sudah baikan, akhirnya aku tak jadi menunda pernikahanku yang di percepat.” ucap Carry tepat di belakang Mike.Carry berdiri dengan seorang pria yang sangat tampan dengan mata birunya. Hana mengernyit, apa itu Billy, kekasih Carry? Lalu kenapa dia di sini? Bukankah Mike dan Carry akan ke Bali untuk menikah?“Carry, maaf, aku tidak bermaksud-” ucap Hana sedikit tak enak karena bagaimanapun juga ia yang telah membuat pernikahan Carr
Hari ini Hana berencana untuk belanja kebutuhan bayinya, membeli beberapa susu hamil dan juga beberapa pakaian bayi bersama Dara. Keadaan Hana sudah mulai membaik, kandungannya yang kini menginjak usia tujuh bulan membuatnya sedikit kelelahan karena berat badannya. Tentang Mike, Hana sama sekali tidak menghiraukannya lagi. Beberapa kali Mike menghampirinya tapi tentu saja Hana tidak menghiraukannya, Hana bahkan menjawab pertanyaan Mike dengan sangat ketus. Ia tidak ingin berurusan kembali dengan sosok bermata cokelat tersebut. Tentang Revan, kakaknya, Hana juga masih bersikap dingin padanya. Terlepas dari rasa kasihan Hana untuk kakaknya tersebut karena kehilangan wanita yang di cintainya, Hana membenci Revan karena kakaknya itu menjadi lelaki terbodoh dan terberengsek yang pernah ia temui. “Hana, apa ini bagus?” Dara yang sejak tadi memilih-milih sepatu bayi, akhirnya angkat bicara setelah menemukan sepatu yang menurutnya lucu. Sepatu berwarna pink