Pagi yang cerah, seorang lelaki dewasa sudah terlihat rapi sedang memasuki rumah teman sekaligus menjadi keluarga untuknya di beberapa tahun terakhir. Doni Sujatmiko yang berteman baik dengan Rama Adi Suryo selaku ayah dari Naya Emilia Adi Suryo. Mereka merupakan keluarga sejak tinggal bersama ketika mereka mengemban ilmu di fakultas yang sama.
Pagi ini Doni datang dengan senyum yang terkembang, karena akan bertemu dengan kekasih kecilnya. Iya kekasih kecil, karena Doni dan Naya sudah menjalin hubungan sejak seminggu yang lalu. Doni memiliki perasaan khusus untuk Naya, perasaan antara Om dan keponakan hilang tergantikan dengan perasaan sayang antara laki-laki dan perempuan.
Naya Emilia Adi Suryo yang baru saja menginjak usia 21 tahun dan baru saja memasuki semester 6. Kini mulai menjalin kisah kasihnya dengan Doni, laki-laki yang sejak kecil ada di sampingnya, di samping keluarganya. Tanpa sepengetahuan Rama selaku ayahnya, mereka menjalin hubungan tersebut. Naya ingin hubungannya dengan Doni yang baru saja dijalin hanya untuk mereka berdua saja, untuk Rama dan Bella, mereka memilih untuk merahasiakannya.
“Selamat pagi…..” Ucap Doni ketika akan duduk bersama keluarga Rama yang akan melakukan sarapan di pagi hari.
“Pagi Om.” Ucap Naya, Reina dan Reino.
“Pagi Don.” Ucap Rama.
“Pagi Mas Doni, ceria amat hawanya.” Ucap Bella yang melihat wajah ceria Doni, senyumnya tak pundar. Apalagi jika melihat Naya seolah matanya berbinar bahagia.
“Ram, gue nanti yang antar Naya ya.” Ucap Doni ketika akan mengambil nasi goreng andalan Bella.
“Nanti Risma gimana?” Tanya Rama ketika Doni akan mengantar Naya ke universitas.
Risma adalah teman Naya sejak sekolah dasar, Risma adalah anak dari tangan kanan Dimas—ayah Bella di supermarket. Risma anak dari Diki dan Yuni, keluarga Risma sudah mengenal baik dengan keluarga Rama. Meskipun Naya bisa dibilang berkecukupan materi, dia mengemban ilmu menggunakan sepeda bersama Risma. Berangkat dan pulang mereka selalu bersama, Risma selalu menghampiri Naya ketika akan berangkat sekolah. Tak jarang Risma juga seringkali mampir ke rumah Naya ketika ada tugas.
“Ya diangkut sekalian dong Ram.” Ucap Doni menaik-turunkan alisnya.
“Gak biasanya lu nyodorin diri buat anter anak gue?” Tanya Rama penuh selidik menatap Doni yang terkesan cengengesan pagi ini.
“Mas, Mas, kamu ini suudzon aja. Ayo dilanjutin lagi makannya.” Lerai Bella mengelus lembut lengan Rama.
“Ya aneh aja Yang, kapan sih Doni ngebet banget pengen nganter Naya?” Ucap Rama tapi tak dihiraukan oleh Doni yang asik memakan sarapannya.
“Biasanya juga nganterin kok Mas, ya memang gak rutin. Tapi sesekali kan Mas Doni nganterin Naya sama si Kembar.” Ucap Bella yang memang benar adanya.
“Suamimu amnesia Bel, udah biarin aja.” Ucap Doni lalu meneguk susu setelah sarapan.
“Ayo sayang kita berangkat.” Ajak Doni menatap Naya.
Uhuk
Naya tersedak minumnya karena Doni memanggilnya sayang, padahal sebelum menjalin hubunganpun Doni selalu memanggilnya sayang. Namun kali ini kata sayang tersebut terasa lebih syahdu di telinga Naya. Seolah kata tersebut terlalu riskan jika didengar oleh Rama dan Bella yang berada di dekat mereka.
“Loh-loh, minum dulu, minum Nay.” Ucap Rama panik tanpa melihat jika Naya tadi tersedak karena sedang minum.
“Mas gimana sih? Naya kan keselek karena minum itu.” Ucap Bella kesal pada suaminya lalu beranjak ke arah Naya dan mengelus punggungnya.
“Eh iya ya, ya maaf Mas panik” Ucap Rama disertai cengiran.
“Pelan-pelan dong Kak, kamu mikir apa sih sampek keselek begini?” Tanya Bella ketika Naya sudah berangsur membaik. Matanya berair karena tersedak ulah dari Doni.
“Sayang gak apa-apa?” Pertanyaan yang tak perlu dijawab terlontar dari mulut Doni.
“Sakit Om!” Pekik Naya lalu mengusap hidungnya, “nih masuk idung juga.” Naya menunjuk hidungnya yang dialiri susu yang diminumnya tadi.
“Ya maaf, lagian kamu kenapa bisa keselek begitu sih? Aneh-aneh aja.” Ucap Doni lalu mengacak rambut Naya.
“Assalamu’alaikum…” Salam Risma ketika memasuki rumah Rama.
“Wa’alaikumsalam…” Jawab mereka serempak.
“Loh ada apa ini?” Tanya Risma ketika Naya dikelilingi oleh Bella dan Doni.
“Kak Naya keselek susu.” Ucap Reino yang berada disamping Risma.
“Kok bisa Bang?” Tanya Risma menatap Naya yang masih mengusap air matanya.
“Gak tau tuh.” Kini giliran Reina yang menjawabnya.
“Pasti gak hati-hati nih si Naya.” Gumam Risma yang diangguki kedua adiknya.
“Nay ayo berangkat.” Ajak Risma menyibak Doni dari samping Naya.
“Eh kamu ya main singkir-singkirin saya. Naya berangkat sama saya.” Ucap Doni yang sedikit terhuyung karena ulah Risma.
“Terus nasib aku gimana Om? Jahat deh kalau Naya sampek berangkat sama Om tapi gak ngajak aku.” Risma mencebik mendengar Naya akan diantar oleh Doni, namun Doni tak menyebut namanya untuk ikut serta diantar olehnya.
“Kamu ke sini naik apa?” Tanya Doni dengan seringai ingin mengerjai Risma.
“Naik sepeda Om.” Ucap Risma cepat.
“Terus sepedamu gimana kalau kamu mau ikut sama saya?” Risma makin merengut mendengar itu. Kakinya menghentak lalu berlalu mencium tangan Bella, Rama dan menatap sinis ke arah Doni.
“Ris mau kemana?” Tanya Naya yang sedari tadi tak mengeluarkan suaranya.
“Berangkat duluan, Om Doni resek. Awas aja nanti rahasianya aku bongkar!” Ancam Risma yang membuat Doni langsung kalang kabut berlari menghampiri Risma.
“Rahasia apa Don?” Tanya Rama yang mendapat gelengan kepala dari Doni.
“Eh, eh Risma boleh kok nebeng sama Om. Ayo nanti sama si Kembar juga berangkatnya.” Bujuk Doni agar rahasianya tetap terjaga karena itu adalah keinginan kekasih kecilnya.
“Oke, rahasia aman.” Bisik Risma dengan senyum kemenangannya.
“Ayo berangkat anak-anak.” Ajak Doni melambaikan tangannya.
Naya, Reina dan Reino mencium tangan kedua orangtuanya. Lalu mereka segera keluar dimana Doni dan Risma sudah menunggu. Dalam perjalananpun yang menjadi radio bernyawa hanya Reina dan Reino, mereka beradu argumen membahas tentang tugas yang diberikan oleh gurunya.
“Apa sih Bang, Dek?” Tanya Naya penasaran.
“Kak kalau matahari kan warnanya kuning ya?” Tanya Reina yang diangguki Naya, “tuh bener kan Bang, kuning Bang warnanya bukan orange.” Ucap Reina berbangga diri.
“Tapi kalau sore warnanya orange Dek, kamu yang salah. Yang bener itu orange Adek.” Reino tetap bersikukuh dengan jawabannya, karena Reino selalu menyukai senja dengan warna jingga yang menghiasi langit.
“Kakak, bilangin Abang dong kalau jawaban Abang itu salah.” Ucap Reina yang masih ngotot bahwa jawaban Reino salah.
“Gini-gini Abang, Adek. Semua warnanya bener, tapi biasanya kalau warna orange itu kalau sore ya Bang, kalau siang keliatan warnanya jadi kuning ya Dek?” Reina dan Reino sontak mengangguk bersamaan mendengar itu.
“Ris inget ya jangan bocorin rahasia kita.” Ucap Doni ketika si kembar sudah turun dari mobil. Kini di dalam mobil hanya ada mereka bertiga, mereka lebih leluasa dalam komunikasi jika hanya ada mereka. Jika ada si kembar bisa dipastikan informasi sekecil apapun pasti langsung bocor pada Rama atau Bella selaku kedua orangtua mereka.“Rebes lah Om, asal jangan resek! Semua rahasia aman terkendali.” Naya hanya menggelengkan kepalanya, sedangkan Doni mendengkus kesal mendengarnya. Bagaimana tidak, bisa saja Risma ember lalu membocorkan kisah kasih mereka pada Rama atau Bella nantinya. Risma ini lebih pro pada Bella jika sudah ember ketimbang pada Naya.“Ris jangan begitu ah.” Rajuk Naya merengut kesal pada Risma yang terkekeh geli melihat pasangan kekasih ini sedang menahan emosi masing-masing.“Ya harusnya gimana Nay? Kalian sama-sama resek sih ya, makanya saling bela kalau salah satunya resek.” Ucap Risma yang setia duduk di belakang setelah si kembar turun, Risma juga tak membiarkan Na
“Ram masih lama enggak?” Bisik Doni ketika mereka sedang menghadiri rapat bersama dengan divisi pemasaran. Duduk Doni sudah tidak setenang tadi, kini dia mulai memperhatikan jam yang ada di tangan kanannya. Rama yang melihat kegelisahan Doni hanya menatapnya heran tanpa berkomentar apapun.“Ram, gue cabut duluan ya? Boleh kan?” Tanya Doni lagi ketika pertanyaannya tadi tak mendapat respon sama sekali. Duduknya mulai gelisah dan tidak fokus mendengar penjelasan yang dipaparkan oleh peserta rapat.“Mau kemana sih kok gelisah begini?” Tanya Rama namun tatapannya tetap terfokus pada seorang peserta yang sedang mempresentasikan materi.“Mau jemput Naya, tadi udah janji. Nanti ngamuk Ram.” Ucap Doni jujur namun mendapat gelengan kepala dari Rama.“Biar dijemput sama Pak Man, biar gue chat Pak Man-nya.” Ucap Rama lalu mengambil ponselnya yang ada di saku jas.“Jangan!” Pekiknya yang membuat seorang peserta yang sedang presentasi langsung diam, bukan hanya dia seorang melainkan seluruh pesert
“Jadi mau nanya apa Om?” Tanya Risma yang sudah mengembalikan uang Doni pada Naya untuk dipegang, dia sudah berjaga untuk mengambil satu lembar uang berwarna merah itu dari tangan Naya.“Jelasin aja dulu.” Pinta Doni yang mendapat gelengan kepala dari Risma.“Dih ogah banget, rugilah akunya, Om. Om yang menang banyak kalau begitu, Om denger penjelasan tanpa nanya apapun ke aku.” Pekik Risma yang membuat Doni makin salut dengan otak dagang teman kekasihnya ini.“Jelasin aja gak apa-apa Ris, nanti setiap berhenti ambil seratus ribu. Ngerti?” Risma mengangguk setuju lalu mengambil napas dalam untuk memulai bercerita dengan Doni.“Jadi gini Om.” Risma berhenti lalu mengambil satu lembar uang seratus ribuan itu. “Bagas itu udah lama naksir Naya.” Risma kembali mengambil satu lembar, “Bagas naksir dari pertama masuk ospek, Om.” Risma lagi-lagi mengambil uang yang dipegang oleh Naya. Naya menepuk pelan tangan Risma yang akan kembali mengambil uang.“Kebiasaan gragas, terlalu memanfaatkan pel
“Kita udah dapet ijin dari Bos besar, mau makan kemana sayang?” Tanya Doni setelah panggilannya dengan Rama usai. “Ke resto Om aja yang ada disekitar sini.” Ajak Naya yang membuat Risma mengangguk antusias. “Kenapa ngangguk-ngangguk begitu?” Tanya Doni yang membuat Risma cengengesan. “Hehe seneng aja Om, di sana pas sama lidahya aku rasanya. Aku seneng kalo di sana, bisa makan sepuasnya tanpa khawatir bayar mahal.” Ucap Risma sambil nyengir. “Emang pernah bayar sendiri kalo makan sama Om Doni?” Ketus Naya yang terdengar kesal. “Weits sabar bestie, ngapa jadi ngegas? Ya enggak pernahlah, lawong Om Doni orang pengertian kok sama kantong-kantong bocil. Pasti Om Donilah yang bayar. Iya kan Om?” Doni hanya mengangguk agar pertengkaran mereka segera selesai. “Udah ah jangan pada berantem, bentar lagi sampek loh.” Lerai Doni yang membuat keduanya diam. --- “Alhamdulillah kenyang banget.” Ucap Risma sambil mengelus perutnya yang kini terasa penuh. “Iyalah kenyang, orang semua menu di
Mereka pulang dengan senyum merekah karena mendapat kehbahagiaannya sendiri-sendiri. Naya yang sedari tadi mengulum senyumnya menatap gelang yang dibelikan oleh Doni, Risma yang bahagia karena mendapat kalung dan gelang untuk diberikannya pada Yuni diulang tahunnya nanti. Doni yang menatap bahagia kekasih kecilnya yang sedari tadi tersenyum dan mengelus lembut gelang yang dipakainya. “Assalamu’alaikum….” Salam mereka ketika sampai di rumah Rama. “Wa’alaikumsalam, sore banget Kak.” Jawab Bella sekaligus menggerutu karena putrinya pulang sangat sore. “Iya maaf Ma, keasikan soalnya.” Ucap Naya lalu mencium tangan Bella. “Maaf Bel, anak-anak pada heboh abis makan minta ke Mall.” Ucap Doni yang akhirnya dimengerti oleh Bella. “Wih ada yang seneng nih, nenteng apa tuh?” Tanya Bella ketika melihat Risma senyum semringah menatapnya. “Ini tadi dibeliin Om Doni, Mbak. Mau buat kado si Mamah yang ulang tahun bulan depan.” Jelas Risma yang membuat Bella ikut senang. “Ya udah masuk dulu ayo
Rama mencari Naya kesegala penjuru kamar, sampai berhenti tepat di depan pintu kamar mandi Naya. Rama mengetuknya berkala namun tak mendapat sahutan sama sekali. “Kemana ini anak.” Gumam Rama ketika tak mendengar sahutan maupun gemericik air dari kamar mandi Naya. Rama turun untuk mencari Naya barangkali ada di ruang makan atau di dapur bersama Bella, namun matanya memicing ketika melihat pintu kamar Doni yang terbuka sedikit. Rama mengetuk pintu kamar Doni untuk memastikan jika pikirannya tidak benar. “Don, Naya ada di dalem?” Tanya Rama sambil mengetuk pintu. “Gak ada Ram, masuk aja.” Jawab Doni sambil mengeraskan suaranya. Setelah mendapat izin dari Doni, Rama langsung masuk lalu mengedarkan pandangannya mencari Naya. Matanya terfokus pada kamar mandi Doni, Rama menuju ke kamar mandi untuk memastikannya. Dibukanya dengan tergesa dan ternyata tak ada siapapun di sana. “Nyari apa sih Ram?” Tanya Doni heran dengan sikap Rama. “Naya enggak ada di kamarnya Don.” Keluh Rama lalu dud
Doni semakin rutin mengantar dan menjemput Naya akhir-akhir ini. Bisa dikatakan Doni terserang virus pubertas kembali dan rasa bahagianya berkali-kali lipat bertambah jika sedang bersama Naya, terlebih jika melihat senyum dan tawa lepas Naya. Rama dan Bella tak menyadari kedekatan mereka karena memang mereka selalu dekat meskipun belum menjadi sepasang kekasih. Doni menutup diri dari hingar bingar wanita semenjak merasakan sakit karena pengkhianatan enggan membuka hatinya kembali. Fokusnya hanya ingin berkarir dan tiba-tiba saja berpikir jika jodohnya adalah Naya, Doni yang melihat binar mata Naya—bayi kecil yang dibawanya pulang dari rumah sakit bersama Rama itu seolah langsung tersihir. Doni fokus pada perkembangan Naya kecil, remaja hingga kini akan menginjak dewasa. Semua momen tak pernah Doni lewatkan, tingkah maupun gaya rajukan Naya dihapalnya diluar kepala. Semua terekam jelas di kepalanya kini, jika Rama enggan mewujudkan keinginan Naya maka Naya langsung mengadu pada Doni.
Doni sengaja pagi-pagi sudah tiba di rumah Rama untuk meminta penjelasan perihal acara rapat dengan Pak Robert. Sedari semalam Doni tak bisa tidur karena sudah berjanji dengan Naya untuk ikut serta merayakan ulang tahun Yuni. Doni memang menuruti keinginan Naya, namun dia juga memperhitungkan banyak hal, yang ada di kepala Doni adalah mereka bisa datang kesana, memantau keadaan dari kejauhan dan jika keadaan memang bisa dimasuki oleh Naya dan Doni maka Doni akan ikut serta didalamnya. “Pagi…..” Sapa Doni riang ketika memasuki rumah Rama. “Pagi Om, kesayangan aku dateng. Pagi banget Om?” Tanya Reina langsung menghambur memeluk Doni. “Iya Om ke sini pagi-pagi karena ada perlu sama Papa.” Ucap Doni lalu menatap tajam Rama yang kini tertunduk lesu di tempatnya. “Gendong Om.” Rengek Reina dengan merentangkan tangannya untuk segera disambut oleh Doni. “Adek, Om ada perlu sama Papa.” Tegur Reino yang tidak suka jika Reina selalu bermanja dengan Doni. “Bilang aja iri. Iri bilang bos.” C
Naya yang baru pulang dari kampus langsung membanting pintu kamarnya hingga menimbulkan suara bising. Bella yang mendengar itu terjengkit kaget dan mencari sumber suara. “Suara apa itu tadi?” Si kembar yang mendengar gumaman ibunya langsung menaikkan bahu mereka. “Gak tau Ma, kita liat yok bareng-bareng.” Ajak Reino yang sudah berdiri dan menggandeng tangan Bella. “Aku takut Bang.” Ucap Reina yang memang sangat takut mendengar suara-suara yang tak seperti biasanya. “Tenang ada Abang.” Ucap Reino seolah bisa mengatasi itu semua, karena Rama selalu berpesan jika Reino sebagai laki-laki harus melindungi perempuan-perempuan yang berada di rumah. “Abang aja kecil mana bisa diandelin.” Bella menggelengkan kepalanya mendengar perdebatan mereka berdua. “Udah-udah ayo kita liat bareng-bareng aja.” Lerai Bella yang disetujui oleh kedua anaknya. Mereka keluar dari kamar utama Bella dan Rama dan menatap sekeliling, Reina dan Reino menoleh ke sebelah kiri. Bella menoleh ke sebelah kanan dan
“Lu kenapa dah Nay? Perasaan abis liburan kenapa jadi manyun begitu?” Tanya Risma yang tidak mengetahui permasalahan Naya. “Lu makanya ikut kalo diajak tuh, gue pusing Ris, pusing~” ucapnya mendayu yang membuat Risma terbahak. Kemarin memang Risma tidak ikut serta ketika Naya, kakek dan neneknya pergi ke Bogor karena menemani Yuni—ibunya Risma sakit. “Pusing apa nyanyi lu? Kocak dasar. Ada apaan? Lu gak cerita.” Naya hanya memutar bola matanya jengah mendengar serentetan pertanyaan dari Risma. “Panjang ceritanya Ris, intinya gue disuruh nikah sama Akung sama Uti.” Risma langsung ternganga lebar mendengar ucapan Naya. “Yang bener aja kenapa sih Nay, jangan bercanda. Lagian Akung sama Uti kenapa jadi frontal begini? Terus lu udah bilang sama Om Doni belum?” Naya hanya mengangguk lemas mendengar pertanyaan Risma. “Terus reaksi Om Doni apa? Masa iya Om Doni diem aja.” Sungut Risma yang ikut gemas dengan kisah cinta sahabatnya itu. “Om Doni mah terserah gue katanya.” Ucap Naya yang me
“Yang penting sama kamu nikahnya Om ikhlas.” Ucap Doni sambil menaik turunkan alisnya.“Kalau aku gak mau?” Tanya Naya menggoda Doni.“Ya Om paksa, enak aja udah ditungguin sampek tua masa iya gak mau nikah sama Om.” Ucap Doni sambil mengedipkan sebelah matanya.“Ngeri amat Om maksa-maksa, mau dong dipaksa-paksa.” Ucapnya lalu terbahak heboh yang membuat Doni menggelengkan kepalanya.TokTok“Kak, udah ada Akung sama Uti tuh di luar. Kamu mau keluar kapan?” Ucap Bella setelah mengetuk pintu kamar Naya.“Iya Ma, ini mau keluar kok.” Jawab Naya lalu mulai beranjak dan mengapit lengan Doni agar keluar bersama.“Oke kalau begitu Mama tinggal ke bawah duluan ya.”“Iya Ma.” Naya lalu mendongak menatap Doni seolah meminta persetujuan untuk pergi hari ini. “Om~” Doni yang mengerti maksud Naya langsung mengangguk.&l
“Jadi Kak mau jalan-jalan sama Akungnya?” Tanya Rama ketika melihat putrinya yang sudah bersiap akan berangkat bersama kakek dan neneknya. Naya tetap berangkat ke Bogor untuk memikirkan semuanya, tak ada jawaban untuk permintaan Dimas semalam. Pikirannya sedang kalut karena penjelasan Doni lalu ditambah dengan permintaan dan restu dari kakek dan neneknya.“Jadi Pa, paling minggu pagi udah sampek rumah lagi kok. Aku sedikit pusing pengen hirup udara segar di luar dulu. Boleh kan Pa?” Tanya Naya dengan mata berembun. Rama bisa apa selain mengizinkan putrinya jika sudah begini. Toh perginya sama Akung dan Utinya batin Rama.“Tapi nanti berkabar ya kalau udah sampai lokasinya Kak. Kamu harus video call Papa, oke?” Naya mengangguk mengerti yang membuat Rama lega.“Yaudah kalau begitu aku rapi-rapi dulu Pa, mau telepon Risma juga soalnya.” Rama mengangguk lalu keluar dari kamar Naya.“Seenggaknya ada info da
Naya menuruni undakan tangga dengan tergesa karena penasaran dengan siapa yang berkunjung ke rumah nenek dan kakeknya ketika malam hari. Sesampainya di lantai bawah, Naya meluruhkan bahunya seolah lega dan sedikit kesal melihat siapa yang datang. Tanpa melihat wajahnyapun Naya sudah hafal di luar kepala dengan perawakan Doni meskipun dari belakang. Naya berjalan dengan santai cenderung malas menghampiri Doni, sedangkan Doni yang mendengar suara derap langkah langsung menoleh cepat.“Sayang~” panggil Doni ketika Naya akan berbalik arah mengurungkan niatnya untuk menghampiri Doni. Naya terpaksa menghentikan langkahnya ketika mendengar panggilan Doni. “Kenapa balik lagi?” Tanya Doni lalu beranjak dari duduknya dan menghampiri Naya.Naya menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Doni. “Gak apa-apa, emang kenapa kalau aku balik lagi? Ada masalah buat Om?” Doni menghirup udara lebih banyak untuk menetralkan emosi yang tiba-tiba saja hingg
“Mas, kamu malah di sini ngobrol sama Mas Doni. Aku dari tadi nungguin kamu biar bisa nego sama Ibu sama Ayah juga, malah asik sendiri. Itu Naya bagaimana besok~?” Tanya Bella dengan mendayu sekaligus gemas dengan suaminya yang sedari tadi ditunggunya tak kunjung tiba.“Ini Mas juga lagi usaha sayang, kamu mah sabar dulu kek. Sekarang Ayah sama Ibu udah pulang belum?” Rama menghampiri istrinya yang masih berdiri di ambang pintu kamar Doni.“Udah lah, orang nungguin kamu juga gak keluar-keluar.” Sungut Bella lalu menatap nanar ke arah Doni. “Mas Doni tolong bujuk Naya ya, dia kenapa sih Mas kok tiba-tiba mau pergi sama Ibu, Ayah, lama pula. Gak biasanya begini, Mas Doni tau gak kira-kira?” Bella berharap Doni menjawab ‘Iya Bel aku tau’ namun Doni hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.“Keluar dulu yuk Yang, kita ke kamar Naya aja. Kita tanya langsung ke anaknya.” Ajak Rama yang langsung di
Doni tampak memutar otak untuk memberi penjelasan pada Naya. Jika Naya sudah bersama Anita dan Dimas, maka bisa dipastikan semuanya tak akan baik-baik saja untuk Doni. Apalagi Dimas sudah mengatakan akan mengajak Naya pergi dan entah kemana arahnya, semakin membuat Doni sulit untuk menjelaskan tentang Sefa—anak dari Pak Ryan yang membuat huru-hara pada hari itu. Doni meraih ponselnya dan bersiap akan menuliskan pesan untuk Naya, namun setelah banyak pertimbangan Doni urungkan niatnya.Doni merasa lebih tepat sasaran jika dibicarakan langsung daripada melalui pesan, yang tak jarang malah menimbulkan permasalahan baru. Bukannya meredakan masalah, terkadang pesan yang dikirimkan malah bisa membuat masalah baru muncul karena membacanya dengan emosi. Doni merebahkan diri sejenak karena memang tubuhnya sangat lelah setelah seharian bekerja, rencananya yang akan ke Bandung-pun sudah tak dipikirkannya karena sibuk memikirkan untuk menjelaskan perkara anak Pak Ryan pada Na
TokTokTok"Kamu kenapa Kak?" Tanya Bella setelah mengetuk pintu kamar Naya. Naya dengan cepat menghapus air matanya ketika mendengar suara Bella dan ketukan pada pintu kamarnya. "Kak.... Kakak...." Panggil Bella lagi ketika tidak mendapat sahutan dari dalam."Iya Ma." Naya mencoba menetralkan napasnya dan memasang senyum manisnya ketika akan membuka pintu kamar."Kok lama banget sih?" Bella memindai Naya dari atas hingga kebawah. Tampilannya masih sama, hanya terlihat berbeda ketika menatap wajah sendu Naya yang ditutupi oleh senyumnya. Wajah Naya terlihat sembab dan memerah karena menangis. Bella membingkai wajah Naya lalu memeluknya. "Ada apa Kak?" Tanya Bella setelah mereka berpelukan agak lama."Aku gak apa-apa Ma. Mama ada apa ke sini?" Bella menguraikan pelukannya lalu menggelengkan kepalanya."Jangan bohongi Mama, kamu gak pinter bohong Kak. Ada apa?" Bella kembali menatap intens pada netra Naya."Mama sore-sore ada ap
Doni benar-benar menepati janjinya pada Naya, yaitu mengantarkannya ke toko buku agar bisa mengerjakan tugasnya nanti. Setelahnya Doni mengajak mereka untuk makan siang lebih dulu sebelum kembali melakukan aktifitasnya di kantor. Rama sebenarnya tidak mempermasalahkan Doni jika tak kembali ke kantor, karena Rama tahu kemana arah tujuan Doni, menjemput putri kecilnya yang kini mulai beranjak dewasa."Agak telat ya Ram." Ucap Doni ketika menghubungi Rama setelah menyelesaikan makan siangnya."Iya santai aja, yang penting anak-anak gak rewel." Ucap Rama yang memang merasa ketidak pergian Doni hari ini adalah hasil kerja keras Naya yang merayu Doni."Bentar ini masih pada makan, abis ini gue balik ke kantor." Rama mengiyakan ucapan Doni setelahnya panggilan berakhir.Naya dan Risma yang sudah selesai makan siang akhirnya diantar pulang oleh Doni. Naya sebenarnya tak rela jika Doni harus kembali ke kantor, namun dia juga harus segera mengerjakan tugas