“Ram masih lama enggak?” Bisik Doni ketika mereka sedang menghadiri rapat bersama dengan divisi pemasaran. Duduk Doni sudah tidak setenang tadi, kini dia mulai memperhatikan jam yang ada di tangan kanannya. Rama yang melihat kegelisahan Doni hanya menatapnya heran tanpa berkomentar apapun.
“Ram, gue cabut duluan ya? Boleh kan?” Tanya Doni lagi ketika pertanyaannya tadi tak mendapat respon sama sekali. Duduknya mulai gelisah dan tidak fokus mendengar penjelasan yang dipaparkan oleh peserta rapat.“Mau kemana sih kok gelisah begini?” Tanya Rama namun tatapannya tetap terfokus pada seorang peserta yang sedang mempresentasikan materi.“Mau jemput Naya, tadi udah janji. Nanti ngamuk Ram.” Ucap Doni jujur namun mendapat gelengan kepala dari Rama.“Biar dijemput sama Pak Man, biar gue chat Pak Man-nya.” Ucap Rama lalu mengambil ponselnya yang ada di saku jas.“Jangan!” Pekiknya yang membuat seorang peserta yang sedang presentasi langsung diam, bukan hanya dia seorang melainkan seluruh peserta kini menatap Doni dengan tatapan penuh tanya.“Maaf Pak Doni ada yang bisa dibantu?” Tanya Tita yang sedang presentasi di depan.“Ah gak ada, maaf ya. Silakan diteruskan.” Ucap Doni dengan wajah tak enak hatinya.“Gue cabut ya Ram, Assalamu’alaikum.” Ucap Doni lalu menginterupsi rapat untuk meminta izin bahwa dirinya tak bisa ikut meneruskan rapat hingga selesai.“Bocah ngapa yak? Aneh banget, ada yang simpel tapi memperibet hidupnya sendiri.” Batin Rama menggerutu karena Doni pergi tanpa mendapat persetujuan darinya.Doni melenggang pergi dari ruang meeting membuat Yuda dan Dayat yang mendampingi Rama dan Doni di rapat kali ini ikut bingung. Namun mereka kesampingkan rasa ingin tahunya demi profesional kerja. Rama saja yang menjadi bos besar tidak merasa keberatan atau heran dengan kepergian Doni, pikir Yuda. Lalu apalah daya mereka yang sebagai staff dari bos-bosnya ini.Doni memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi agar segera sampai di universitas Naya. Dia juga sudah memberi pesan pada kekasih kecilnya, jika dia akan datang terlambat karena tadi menghadiri rapat lebih dulu sebelum menjemputnya. Doni harap Naya bisa mengerti dengan keadaannya kali ini, agar nantinya tidak ada salah paham. Doni tak ingin hubungannya yang baru saja terjalin dalam hitungan jari harus ada pertikaian, terlebih pasangannya kali ini sangat spesial untuk Doni. Bukan hanya usia mereka saja yang terpaut lebih dari setengah usia Doni, melainkan sifat dan sikap mereka juga bertolak belakang.Sesampainya disana, ternyata Naya dan Risma ditemani oleh 2 lelaki yang ditaksir Doni adalah teman dari kekasihnya ini. Doni turun dari mobilnya untuk menyapa mereka, terlihat 2 lelaki ini nampak sopan. Mereka mengangguk sopan lalu mencium tangan Doni setelah Naya dan Risma lebih dulu mencium tangan Doni.“Maaf ya sayang, Om telat. Maaf buat kamu nunggu.” Ucap Doni tulus yang diangguki oleh Naya.“Iya Om gak apa-apa. Oh iya kenalin ini namanya Tomi, kalau yang ini namanya Angga.” Ucap Naya ketika mengenalkan Tomi dan Angga pada Doni. Naya tak ingin Doni salah paham dengan adanya Tomi dan Angga yang sedang bersamanya dan Risma siang ini.“Oh iya saya Doni, pa—”“Ini Om, gue. Temennya Papa.” Potong Naya cepat ketika Doni akan memperkenalkan dirinya sebagai kekasih Naya.“Oh iya saya Doni, Omnya Naya.” Ralat Doni mengikuti alur dari Naya.“Salam kenal Om.” Ucap Angga sopan lalu pandangannya beralih pada Naya dan Risma, “Nay, Ris kalau gitu kita pulang ya. Om, lu juga udah dateng kan buat jemput kalian.” Ucap Angga yang akhirnya dimengerti oleh Doni jika 2 lelaki ini menjaga teman perempuannya yang sedang menunggu jemputan.“Iya makasih ya Tomi, Angga. Terimakasih sekali.” Ucap Doni yang diangguki keduanya, lalu mereka menuju parkiran motor untuk segera pulang karena hari sedang terik-teriknya.“Ayo ke mobil, panas banget soalnya.” Ajak Doni pada keduanya.“Kalau udah tau panas kenapa baru jemput sih Om?” Gerutu Risma yang memang tidak mengetahui alasan telatnya Doni menjemput mereka.“Tadi saya meeting dulu Ris, maaf ya. Mau makan siang dulu enggak?” Tanya Doni yang diangguki antusias oleh Risma, dengan sangat senang hati Risma menyetujui itu karena perutnya juga berdemo ingin segera diisi oleh makanan.“Ayo Om cari makanan yang enak ya, tapi yang cocok dilidah aku ya.” Pinta Risma yang membuat Naya dan Doni menggelengkan kepalanya.“Oh iya Ris sambil jalan sambil saya tanya-tanyain ya?” Tanya Doni meminta izin lebih dulu pada Risma.“Oke boleh, udah nyiapin duitnya belom Om?” Tanya Risma menelisik karena Doni tak terlihat sudah memegang sejumlah uang cash.“Nanti kamu itung aja dulu, saya transfer nanti kalau rasa penasaran saya udah terjawab.” Bujuk Doni yang mendapat gelengan kepala dari Risma.“Kalau nyawer mah sekali nanya langsung dikasih duit Om, bukan ditransfer.” Tolak Risma yang membuat Doni melipir menuju atm terdekat, untuk mengambil sejumlah uang yang akan dibuatnya menyawer Risma siang ini. Sawer-menyawer kali ini bukan untuk penyanyi ya saudaraku, melainkan untuk informasi yang membuat Doni penasaran dan sedikit membantunya untuk mengorek laki-laki mana saja yang dekat dengan kekasihnya.“Kelakuan lu selalu diluar nalar ya Ris, selalu bikin orang sekeliling lu heboh dan rempong begini.” Gerutu Naya ketika melihat Doni turun dengan tergesa dan mengantre untuk mengambil uang. Doni jarang sekali membawa uang cash ketika pergi, mungkin hanya membawa 1 juta dan tidak pernah lebih dari itu.“Biar ada usahanya lah itu si Om, biar kita juga bisa liat seberapa sabarnya dia ngadepin kita para bocil.” Ucap Risma sambil tertawa sumbang melihat Doni menyeka keringatnya sebelum memasuki bilik atm.“Lagian kenapa gak minta ditransfer aja sih Ris? Rempong tau gak sih kalau duit cash mah.” Tanya Naya penasaran dengan alasan Risma.“Naya yang cantik anaknya Om Rama, gue kan memang sengaja mau liat perjuangan Om Doni. Gue mau liat seberapa cintanya Om Doni sama lu, atau bucinnya ke lu, Nay. Ngerti kan lu maksud gue?” Jelas Risma yang akhirnya dimengerti oleh Naya, masuk akal memang alasan Risma kali ini.“Tapi lu aneh-anehin Om Doni kan kasian gue?” Risma hanya mengedikkan bahunya acuh enggan menjawab pertanyaan Naya.“Nah ini saya udah dapet uang cashnya. Kamu pegang semuanya aja.” Doni menyerahkan uang yang tadi diambilnya dari mesin atm, dengan mata berbinar dan tangan bergetar Risma menerima uang tersebut. Tak pernah sebelumnya dia memegang uang sebanyak ini.“Om ini banyak banget.” Ucap Risma tak berkedip.“Ambil secukupnya ketika saya hanya bertanya, selebihnya itu deposit saya untuk di mobil. Buat jaga-jaga kalau saya nyawer kamu lagi.” Senyum merekah Risma seketika luntur mendengar ucapan Doni.“Dasar pelit!” Pekik Risma yang membuat Naya dan Doni terbahak.“Jadi mau nanya apa Om?” Tanya Risma yang sudah mengembalikan uang Doni pada Naya untuk dipegang, dia sudah berjaga untuk mengambil satu lembar uang berwarna merah itu dari tangan Naya.“Jelasin aja dulu.” Pinta Doni yang mendapat gelengan kepala dari Risma.“Dih ogah banget, rugilah akunya, Om. Om yang menang banyak kalau begitu, Om denger penjelasan tanpa nanya apapun ke aku.” Pekik Risma yang membuat Doni makin salut dengan otak dagang teman kekasihnya ini.“Jelasin aja gak apa-apa Ris, nanti setiap berhenti ambil seratus ribu. Ngerti?” Risma mengangguk setuju lalu mengambil napas dalam untuk memulai bercerita dengan Doni.“Jadi gini Om.” Risma berhenti lalu mengambil satu lembar uang seratus ribuan itu. “Bagas itu udah lama naksir Naya.” Risma kembali mengambil satu lembar, “Bagas naksir dari pertama masuk ospek, Om.” Risma lagi-lagi mengambil uang yang dipegang oleh Naya. Naya menepuk pelan tangan Risma yang akan kembali mengambil uang.“Kebiasaan gragas, terlalu memanfaatkan pel
“Kita udah dapet ijin dari Bos besar, mau makan kemana sayang?” Tanya Doni setelah panggilannya dengan Rama usai. “Ke resto Om aja yang ada disekitar sini.” Ajak Naya yang membuat Risma mengangguk antusias. “Kenapa ngangguk-ngangguk begitu?” Tanya Doni yang membuat Risma cengengesan. “Hehe seneng aja Om, di sana pas sama lidahya aku rasanya. Aku seneng kalo di sana, bisa makan sepuasnya tanpa khawatir bayar mahal.” Ucap Risma sambil nyengir. “Emang pernah bayar sendiri kalo makan sama Om Doni?” Ketus Naya yang terdengar kesal. “Weits sabar bestie, ngapa jadi ngegas? Ya enggak pernahlah, lawong Om Doni orang pengertian kok sama kantong-kantong bocil. Pasti Om Donilah yang bayar. Iya kan Om?” Doni hanya mengangguk agar pertengkaran mereka segera selesai. “Udah ah jangan pada berantem, bentar lagi sampek loh.” Lerai Doni yang membuat keduanya diam. --- “Alhamdulillah kenyang banget.” Ucap Risma sambil mengelus perutnya yang kini terasa penuh. “Iyalah kenyang, orang semua menu di
Mereka pulang dengan senyum merekah karena mendapat kehbahagiaannya sendiri-sendiri. Naya yang sedari tadi mengulum senyumnya menatap gelang yang dibelikan oleh Doni, Risma yang bahagia karena mendapat kalung dan gelang untuk diberikannya pada Yuni diulang tahunnya nanti. Doni yang menatap bahagia kekasih kecilnya yang sedari tadi tersenyum dan mengelus lembut gelang yang dipakainya. “Assalamu’alaikum….” Salam mereka ketika sampai di rumah Rama. “Wa’alaikumsalam, sore banget Kak.” Jawab Bella sekaligus menggerutu karena putrinya pulang sangat sore. “Iya maaf Ma, keasikan soalnya.” Ucap Naya lalu mencium tangan Bella. “Maaf Bel, anak-anak pada heboh abis makan minta ke Mall.” Ucap Doni yang akhirnya dimengerti oleh Bella. “Wih ada yang seneng nih, nenteng apa tuh?” Tanya Bella ketika melihat Risma senyum semringah menatapnya. “Ini tadi dibeliin Om Doni, Mbak. Mau buat kado si Mamah yang ulang tahun bulan depan.” Jelas Risma yang membuat Bella ikut senang. “Ya udah masuk dulu ayo
Rama mencari Naya kesegala penjuru kamar, sampai berhenti tepat di depan pintu kamar mandi Naya. Rama mengetuknya berkala namun tak mendapat sahutan sama sekali. “Kemana ini anak.” Gumam Rama ketika tak mendengar sahutan maupun gemericik air dari kamar mandi Naya. Rama turun untuk mencari Naya barangkali ada di ruang makan atau di dapur bersama Bella, namun matanya memicing ketika melihat pintu kamar Doni yang terbuka sedikit. Rama mengetuk pintu kamar Doni untuk memastikan jika pikirannya tidak benar. “Don, Naya ada di dalem?” Tanya Rama sambil mengetuk pintu. “Gak ada Ram, masuk aja.” Jawab Doni sambil mengeraskan suaranya. Setelah mendapat izin dari Doni, Rama langsung masuk lalu mengedarkan pandangannya mencari Naya. Matanya terfokus pada kamar mandi Doni, Rama menuju ke kamar mandi untuk memastikannya. Dibukanya dengan tergesa dan ternyata tak ada siapapun di sana. “Nyari apa sih Ram?” Tanya Doni heran dengan sikap Rama. “Naya enggak ada di kamarnya Don.” Keluh Rama lalu dud
Doni semakin rutin mengantar dan menjemput Naya akhir-akhir ini. Bisa dikatakan Doni terserang virus pubertas kembali dan rasa bahagianya berkali-kali lipat bertambah jika sedang bersama Naya, terlebih jika melihat senyum dan tawa lepas Naya. Rama dan Bella tak menyadari kedekatan mereka karena memang mereka selalu dekat meskipun belum menjadi sepasang kekasih. Doni menutup diri dari hingar bingar wanita semenjak merasakan sakit karena pengkhianatan enggan membuka hatinya kembali. Fokusnya hanya ingin berkarir dan tiba-tiba saja berpikir jika jodohnya adalah Naya, Doni yang melihat binar mata Naya—bayi kecil yang dibawanya pulang dari rumah sakit bersama Rama itu seolah langsung tersihir. Doni fokus pada perkembangan Naya kecil, remaja hingga kini akan menginjak dewasa. Semua momen tak pernah Doni lewatkan, tingkah maupun gaya rajukan Naya dihapalnya diluar kepala. Semua terekam jelas di kepalanya kini, jika Rama enggan mewujudkan keinginan Naya maka Naya langsung mengadu pada Doni.
Doni sengaja pagi-pagi sudah tiba di rumah Rama untuk meminta penjelasan perihal acara rapat dengan Pak Robert. Sedari semalam Doni tak bisa tidur karena sudah berjanji dengan Naya untuk ikut serta merayakan ulang tahun Yuni. Doni memang menuruti keinginan Naya, namun dia juga memperhitungkan banyak hal, yang ada di kepala Doni adalah mereka bisa datang kesana, memantau keadaan dari kejauhan dan jika keadaan memang bisa dimasuki oleh Naya dan Doni maka Doni akan ikut serta didalamnya. “Pagi…..” Sapa Doni riang ketika memasuki rumah Rama. “Pagi Om, kesayangan aku dateng. Pagi banget Om?” Tanya Reina langsung menghambur memeluk Doni. “Iya Om ke sini pagi-pagi karena ada perlu sama Papa.” Ucap Doni lalu menatap tajam Rama yang kini tertunduk lesu di tempatnya. “Gendong Om.” Rengek Reina dengan merentangkan tangannya untuk segera disambut oleh Doni. “Adek, Om ada perlu sama Papa.” Tegur Reino yang tidak suka jika Reina selalu bermanja dengan Doni. “Bilang aja iri. Iri bilang bos.” C
“Naya udah berangkat kayaknya Kak Risma.” Jawab Bella meredupkan senyum ceria Risma.“Kok udah berangkat Mbak? Naya marah sama aku ya?” Tanya Risma menatap sendu Bella.“Mungkin pagi ini jadwalnya si Kakak piket Kak Risma.” Ucap Bella menenangkan Risma.“Perasaan gak ada kelas pagi banget deh Mbak.” Ucap Risma yang memang mengikuti aturan rumah Rama dengan memanggil mereka dengan bahasa yang sudah terpaten. Bella sebelumnya sudah berpesan pada Risma dan Naya untuk berbahasa yang baik dan sopan ketika ada adiknya. Tidak dengan bahasa keseharian mereka yang ‘gue lu’ dan memanggil langsung nama jika sedang berada di rumah. Risma selalu memanggil Naya dengan embel-embel ‘kak’, sama halnya dengan Naya yang juga memanggil Risma dengan embel-embel ‘kak’ didepan nama Risma.“Iya kah? Maaf Mbak juga gak tau soalnya.” Bohong, Bella bohong. Karena sebenarnya Bella sangat mengetahui semua aktifitas Naya.Bella berjalan ke arah Risma untuk memberi penjelasan, agar Risma nantinya tidak berselisih
"Kamu belum jawab pertanyaan Om. Kenapa berangkatnya pagi banget?" Doni mengulang pertanyaannya dan membuat Naya menghentikan kunyahannya."Aku ada kelas pagi Om." Jawab Naya asal lalu mengalihkan pandangannya dari wajah Doni."Kelas pagi? Kalau memang ada kelas pagi, lalu si Risma mana? Biasanya kalian itu satu paket. Apapun jadwalnya selalu bareng-bareng. Kamu gak usah bohong sama Om, gak ada bakat sayang!" Naya menoleh menatap Doni yang kini terlihat serius."Om udah sarapan?" Tanya Naya mencoba mengalihkan topik pembicaraan."Sayang.... Kenapa mengalihkan pembicaraan sih?" Doni gemas lalu mengacak rambut Naya dan mencubit hidungnya."Apa sih Om? Perasaan biasa aja. Bohong apa sih aku?" Doni merotasikan bola matanya jengah. Bisa-bisanya Naya bilang biasa saja, orang serumah heboh mencarinya. Tapi dia malah asik melamun di kelas."Kamu tau gimana hebohnya keadaan rumah tadi pagi? Kamu tau gimana khawatirnya Bella saat kamu gak turun-turun dari kamar buat sarapan?" Tanya Doni lirih a
Naya yang baru pulang dari kampus langsung membanting pintu kamarnya hingga menimbulkan suara bising. Bella yang mendengar itu terjengkit kaget dan mencari sumber suara. “Suara apa itu tadi?” Si kembar yang mendengar gumaman ibunya langsung menaikkan bahu mereka. “Gak tau Ma, kita liat yok bareng-bareng.” Ajak Reino yang sudah berdiri dan menggandeng tangan Bella. “Aku takut Bang.” Ucap Reina yang memang sangat takut mendengar suara-suara yang tak seperti biasanya. “Tenang ada Abang.” Ucap Reino seolah bisa mengatasi itu semua, karena Rama selalu berpesan jika Reino sebagai laki-laki harus melindungi perempuan-perempuan yang berada di rumah. “Abang aja kecil mana bisa diandelin.” Bella menggelengkan kepalanya mendengar perdebatan mereka berdua. “Udah-udah ayo kita liat bareng-bareng aja.” Lerai Bella yang disetujui oleh kedua anaknya. Mereka keluar dari kamar utama Bella dan Rama dan menatap sekeliling, Reina dan Reino menoleh ke sebelah kiri. Bella menoleh ke sebelah kanan dan
“Lu kenapa dah Nay? Perasaan abis liburan kenapa jadi manyun begitu?” Tanya Risma yang tidak mengetahui permasalahan Naya. “Lu makanya ikut kalo diajak tuh, gue pusing Ris, pusing~” ucapnya mendayu yang membuat Risma terbahak. Kemarin memang Risma tidak ikut serta ketika Naya, kakek dan neneknya pergi ke Bogor karena menemani Yuni—ibunya Risma sakit. “Pusing apa nyanyi lu? Kocak dasar. Ada apaan? Lu gak cerita.” Naya hanya memutar bola matanya jengah mendengar serentetan pertanyaan dari Risma. “Panjang ceritanya Ris, intinya gue disuruh nikah sama Akung sama Uti.” Risma langsung ternganga lebar mendengar ucapan Naya. “Yang bener aja kenapa sih Nay, jangan bercanda. Lagian Akung sama Uti kenapa jadi frontal begini? Terus lu udah bilang sama Om Doni belum?” Naya hanya mengangguk lemas mendengar pertanyaan Risma. “Terus reaksi Om Doni apa? Masa iya Om Doni diem aja.” Sungut Risma yang ikut gemas dengan kisah cinta sahabatnya itu. “Om Doni mah terserah gue katanya.” Ucap Naya yang me
“Yang penting sama kamu nikahnya Om ikhlas.” Ucap Doni sambil menaik turunkan alisnya.“Kalau aku gak mau?” Tanya Naya menggoda Doni.“Ya Om paksa, enak aja udah ditungguin sampek tua masa iya gak mau nikah sama Om.” Ucap Doni sambil mengedipkan sebelah matanya.“Ngeri amat Om maksa-maksa, mau dong dipaksa-paksa.” Ucapnya lalu terbahak heboh yang membuat Doni menggelengkan kepalanya.TokTok“Kak, udah ada Akung sama Uti tuh di luar. Kamu mau keluar kapan?” Ucap Bella setelah mengetuk pintu kamar Naya.“Iya Ma, ini mau keluar kok.” Jawab Naya lalu mulai beranjak dan mengapit lengan Doni agar keluar bersama.“Oke kalau begitu Mama tinggal ke bawah duluan ya.”“Iya Ma.” Naya lalu mendongak menatap Doni seolah meminta persetujuan untuk pergi hari ini. “Om~” Doni yang mengerti maksud Naya langsung mengangguk.&l
“Jadi Kak mau jalan-jalan sama Akungnya?” Tanya Rama ketika melihat putrinya yang sudah bersiap akan berangkat bersama kakek dan neneknya. Naya tetap berangkat ke Bogor untuk memikirkan semuanya, tak ada jawaban untuk permintaan Dimas semalam. Pikirannya sedang kalut karena penjelasan Doni lalu ditambah dengan permintaan dan restu dari kakek dan neneknya.“Jadi Pa, paling minggu pagi udah sampek rumah lagi kok. Aku sedikit pusing pengen hirup udara segar di luar dulu. Boleh kan Pa?” Tanya Naya dengan mata berembun. Rama bisa apa selain mengizinkan putrinya jika sudah begini. Toh perginya sama Akung dan Utinya batin Rama.“Tapi nanti berkabar ya kalau udah sampai lokasinya Kak. Kamu harus video call Papa, oke?” Naya mengangguk mengerti yang membuat Rama lega.“Yaudah kalau begitu aku rapi-rapi dulu Pa, mau telepon Risma juga soalnya.” Rama mengangguk lalu keluar dari kamar Naya.“Seenggaknya ada info da
Naya menuruni undakan tangga dengan tergesa karena penasaran dengan siapa yang berkunjung ke rumah nenek dan kakeknya ketika malam hari. Sesampainya di lantai bawah, Naya meluruhkan bahunya seolah lega dan sedikit kesal melihat siapa yang datang. Tanpa melihat wajahnyapun Naya sudah hafal di luar kepala dengan perawakan Doni meskipun dari belakang. Naya berjalan dengan santai cenderung malas menghampiri Doni, sedangkan Doni yang mendengar suara derap langkah langsung menoleh cepat.“Sayang~” panggil Doni ketika Naya akan berbalik arah mengurungkan niatnya untuk menghampiri Doni. Naya terpaksa menghentikan langkahnya ketika mendengar panggilan Doni. “Kenapa balik lagi?” Tanya Doni lalu beranjak dari duduknya dan menghampiri Naya.Naya menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Doni. “Gak apa-apa, emang kenapa kalau aku balik lagi? Ada masalah buat Om?” Doni menghirup udara lebih banyak untuk menetralkan emosi yang tiba-tiba saja hingg
“Mas, kamu malah di sini ngobrol sama Mas Doni. Aku dari tadi nungguin kamu biar bisa nego sama Ibu sama Ayah juga, malah asik sendiri. Itu Naya bagaimana besok~?” Tanya Bella dengan mendayu sekaligus gemas dengan suaminya yang sedari tadi ditunggunya tak kunjung tiba.“Ini Mas juga lagi usaha sayang, kamu mah sabar dulu kek. Sekarang Ayah sama Ibu udah pulang belum?” Rama menghampiri istrinya yang masih berdiri di ambang pintu kamar Doni.“Udah lah, orang nungguin kamu juga gak keluar-keluar.” Sungut Bella lalu menatap nanar ke arah Doni. “Mas Doni tolong bujuk Naya ya, dia kenapa sih Mas kok tiba-tiba mau pergi sama Ibu, Ayah, lama pula. Gak biasanya begini, Mas Doni tau gak kira-kira?” Bella berharap Doni menjawab ‘Iya Bel aku tau’ namun Doni hanya menjawabnya dengan gelengan kepala.“Keluar dulu yuk Yang, kita ke kamar Naya aja. Kita tanya langsung ke anaknya.” Ajak Rama yang langsung di
Doni tampak memutar otak untuk memberi penjelasan pada Naya. Jika Naya sudah bersama Anita dan Dimas, maka bisa dipastikan semuanya tak akan baik-baik saja untuk Doni. Apalagi Dimas sudah mengatakan akan mengajak Naya pergi dan entah kemana arahnya, semakin membuat Doni sulit untuk menjelaskan tentang Sefa—anak dari Pak Ryan yang membuat huru-hara pada hari itu. Doni meraih ponselnya dan bersiap akan menuliskan pesan untuk Naya, namun setelah banyak pertimbangan Doni urungkan niatnya.Doni merasa lebih tepat sasaran jika dibicarakan langsung daripada melalui pesan, yang tak jarang malah menimbulkan permasalahan baru. Bukannya meredakan masalah, terkadang pesan yang dikirimkan malah bisa membuat masalah baru muncul karena membacanya dengan emosi. Doni merebahkan diri sejenak karena memang tubuhnya sangat lelah setelah seharian bekerja, rencananya yang akan ke Bandung-pun sudah tak dipikirkannya karena sibuk memikirkan untuk menjelaskan perkara anak Pak Ryan pada Na
TokTokTok"Kamu kenapa Kak?" Tanya Bella setelah mengetuk pintu kamar Naya. Naya dengan cepat menghapus air matanya ketika mendengar suara Bella dan ketukan pada pintu kamarnya. "Kak.... Kakak...." Panggil Bella lagi ketika tidak mendapat sahutan dari dalam."Iya Ma." Naya mencoba menetralkan napasnya dan memasang senyum manisnya ketika akan membuka pintu kamar."Kok lama banget sih?" Bella memindai Naya dari atas hingga kebawah. Tampilannya masih sama, hanya terlihat berbeda ketika menatap wajah sendu Naya yang ditutupi oleh senyumnya. Wajah Naya terlihat sembab dan memerah karena menangis. Bella membingkai wajah Naya lalu memeluknya. "Ada apa Kak?" Tanya Bella setelah mereka berpelukan agak lama."Aku gak apa-apa Ma. Mama ada apa ke sini?" Bella menguraikan pelukannya lalu menggelengkan kepalanya."Jangan bohongi Mama, kamu gak pinter bohong Kak. Ada apa?" Bella kembali menatap intens pada netra Naya."Mama sore-sore ada ap
Doni benar-benar menepati janjinya pada Naya, yaitu mengantarkannya ke toko buku agar bisa mengerjakan tugasnya nanti. Setelahnya Doni mengajak mereka untuk makan siang lebih dulu sebelum kembali melakukan aktifitasnya di kantor. Rama sebenarnya tidak mempermasalahkan Doni jika tak kembali ke kantor, karena Rama tahu kemana arah tujuan Doni, menjemput putri kecilnya yang kini mulai beranjak dewasa."Agak telat ya Ram." Ucap Doni ketika menghubungi Rama setelah menyelesaikan makan siangnya."Iya santai aja, yang penting anak-anak gak rewel." Ucap Rama yang memang merasa ketidak pergian Doni hari ini adalah hasil kerja keras Naya yang merayu Doni."Bentar ini masih pada makan, abis ini gue balik ke kantor." Rama mengiyakan ucapan Doni setelahnya panggilan berakhir.Naya dan Risma yang sudah selesai makan siang akhirnya diantar pulang oleh Doni. Naya sebenarnya tak rela jika Doni harus kembali ke kantor, namun dia juga harus segera mengerjakan tugas