Ariel memeriksa Savannah yang tak sadarkan diri. Dia menyuntikan obat ke tubuh Savannah, demi bisa membuat adik dari kekasihnya itu pulih. Savannah pingsan cukup lama akibat diberikan obat bius dengan dosis tinggi.Selama memeriksa keadaan Savannah, hati Ariel merasa sangatlah bersalah. Bagaimanapun, Savannah tidak bisa seperti ini, karena dirinya. Jika saja ayahnya tidak berbuat gila, maka Savannah tidak akan menjadi korban.“Bagaimana keadaan Savannah? Kapan Savannah bisa siuman?” Stanley yang pertama kali mencerca di kala Ariel baru saja selesai memeriksa Savannah.“Dalam waktu kurang dari tiga jam, Savannah akan siuman.” Ariel menjawab pelan, dan tersirat merasa bersalah.Shawn mendekat. “Tenanglah, Stanley. Savannah pasti akan segera siuman.”Stanley memejamkan mata singkat. “Jangan memintaku untuk tenang. Aku tidak akan pernah tenang, jika Savannah belum membuka matanya!”Shawn menepuk bahu Stanley. “Bukan hanya kau yang mencemaskan Savannah, aku juga mencemaskan Savannah. Mom d
Mata Savannah bergerak-gerak, menandakan sebentar lagi matanya akan siap terbuka. Pun jemarinya ikut bergerak. Dalam hitungan detik, mata Savannah mulai terbuka secara perlahan. Sontak, Stanley yang sejak tadi menunggu gadis cantik itu, nampak sangatlah terkejut.“Savannah? Kau sudah siuman? Savannah? Kau mendengarku, kan?” seru Stanley, seraya menangkup kedua pipi adiknya. Kecemasan menyelimuti. Dia khawatir terjadi sesuatu hal buruk pada adiknya itu.Tatapan Savannah menatap Stanley yang ada di depannya. “Kak?” panggilnya pelan, dan lemah.Mendengar suara Savannah, membuat Stanley berseru, “Ariel … Ariel!”Ariel dan Shawn masuk ke dalam kamar di kala mendengar suara teriakan Stanley. Tampak Ariel begitu sigap memeriksa Savannah di kala dia melihat Savannah sudah siuman. Shawn dan Stanley menatap serius Ariel yang sekarang memeriksa kondisi adik perempuan mereka.“Detak jantung normal. Denyut nadi normal.” Ariel menatap Savannah di kala wanita itu sudah selesai memeriksa Savannah. “A
Malam semakin larut. Shawn terlelap di samping Ariel sambil memeluknya. Hanya Shawn yang masih tertidur pulas. Tidak dengan dokter cantik itu. Ariel masih membuka mata, menatap hangat Shawn. Entah, dia merasa ada sesuatu yang aneh, hanya saja dia tak tahu apa yang membuatnya merasa ada yang tak beres. Ariel membawa tangannya menelusuri wajah Shawn dengan penuh kelembutan. Dalam keadaan apa pun, kekasihnya itu memiliki paras yang luar biasa tampan. Tidak memiliki celah kekurangan sedikit pun. Wajah tampan, rahang tegas, hidung mancung, bibir ranum—semua tentang Shawn memang sempurna.Ariel bersyukur memiliki Shawn. Bahkan sangat bersyukur. Dia selalu yakin bahwa Shawn tak mungkin menyembunyikan sesuatu darinya. Namun kali ini terasa sangat berbeda. Dia tidak bisa bertanya, karena Shawn selalu mengelak pertanyaan darinya.Ariel menghela napas dalam, berusaha untuk menenangkan pikiran yang mengusik dirinya. Dia memutuskan untuk membenamkan wajahnya di dada bidang Shawn—menyusul Shawn t
Sarapan berlangsung dengan penuh kehangatan. Savannah begitu riang memberi tahu Stella merindukan dua kakak laki-lakinya. Gadis itu sangat energic. Bahkan bisa dikatakan Savannah seolah memiliki banyak sekali energy, jika menceritakan sesuatu hal. Shawn dan Stanley nampak senang melihat adik mereka begitu bersemangat. Itu menandakan kejadian yang menimpa Savannah mampu dilupakan dalam sekejap.Penculikan tempo hari, tidak membuat Savannah menjadi lemah dan trauma. Gadis itu malah riang, gembira berkumpul dengan dua kakaknya. Kurang Steve—karena satu saudara kembar Shawn itu—tengah berada di luar negeri.“Kak Shawn, Kak Stanley, kalian jangan lupa telepon Mommy, okay? Mommy bilang dia sangat merindukan kalian. Kak Steve sedang berada di luar negeri. Mom bilang belakangan ini Kak Steve sangat sibuk. Jadi, kalian yang berada di sini, wajib untuk menghubungi Mom. Jika kalian lupa, Mommy akan sangat marah.” Savannah mengingatkan dua kakak laki-lakinya.Shawn mengangguk. “Setelah kita sarap
“Kak Stanley? Kau datang pagi sekali!” Savannah melompat memeluk kakak laki-lakinya nomor dua. Raut wajah gadis cantik itu sumiringah bahagia melihat Stanley sudah datang di pagi hari. Savannah masih menginap di penthouse Shawn, sedangkan Stanley memang sudah sejak kemarin pulang.Stanley menangkap tubuh Savannah. “Aku datang lebih pagi, karena ingin menjemputmu.”“Kau mau mengajak Savannah pergi?” Shawn mendekat, menghampiri Stanley.Stanley menurunkan tubuh Savannah. “Mom memintaku mengajak Savannah pulang ke rumah. Mom dan Dad sangat merindukan Savannah.”Savannah menatap Shawn. “Kak, ayo kita pulang ke rumah Mommy Daddy. Kau ajak Kak Ariel juga. Pasti mereka senang jika kau datang bersama Kak Ariel.”Shawn mengusap-usap rambut Savannah. “Hari ini aku memiliki meeting di luar. Aku akan mengatur waktu mengajak Ariel bertemu Mom dan Dad.”Bibir Savannah menekuk dalam. “Kak, kenapa kau selalu sibuk?”“Savannah, kebetulan hari ini juga sibuk di rumah sakit. Aku janji akan mengatur wakt
Tubuh Ariel terguncang akibat keterkejutannya mendengar semua perkataan Rose. Matanya memerah, menahan mati-matian air mata yang nyaris jatuh membasahi pipinya. Berkali-kali dia berusaha untuk menenangkan diri. Akan tetapi, semua tidaklah mudah. Kata-kata itu bagaikan pisau belati yang menancap jantungnya. Racun? Shawn terkena racun? Bagaimana bisa? Kenapa Shawn tidak bilang sama sekali padanya? Sungguh! Ariel tidak pernah tahu apa pun. Kekasihnya itu tidak bilang padanya, tentang kesulitan yang telah dialami kekasihnya itu.“Ariel, are you okay?” Rose menatap Ariel dengan tatapan penuh rasa khawatir.Ariel berusaha berdiri tegak tanpa bantuan Rose. “I’m okay, Rose. Thanks.”Rose merasa ada yang aneh dari Ariel. “Kau membutuhkan bantuan, Ariel?”Ariel menatap dalam dan penuh permohonan pada Rose. “Untuk sekarang, kau sudah sangat membantuku. Tapi mungkin aku akan meminta bantuanmu lagi, Rose.”Rose mengangguk sambil menepuk pelan bahu Ariel. “Kapan pun, kau bisa meminta bantuan pad
“Ariel, kau pulang dijemput Shawn, kan?” Harmony bertanya seraya siap-siap ingin pulang. Dia sudah mengganti pakaiannya menggunakan dress sederhana. Sebelum pulang, tentunya Harmony menghampiri Ariel lebih dulu.Ariel menggeleng. “Tidak, Harmony. Aku menyetir mobil sendiri.”“Hm? Menyetir sendiri? Really? Biasanya kau diantar jemput Shawn? Kalian tidak sedang bertengkar, kan?” Tiba-tiba saja, Harmony menanyakan hal ini pada Ariel. Biasanya temannya itu selalu diantar jemput oleh kekasihnya.Ariel tersenyum hangat. “Kami tidak bertengkar. Tadi aku ingin menyetir mobil. Pun hari ini Shawn memiliki meeting di luar. Aku tidak mau mengganggu Shawn.”“Ah, begitu. Baguslah. Aku tidak ingin kau dan Shawn bertengkar. Kalian pasangan yang cocok dan serasi.” Harmony mengangguk-anggukkan kepalanya. “Ya sudah, aku pulang duluan. Hari ini sepupuku akan main ke apartemenku. Salamkan aku untuk Shawn. Bye, Ariel.”“Bye, Harmony. Take care.” Ariel membalas dengan senyuman di wajahnya.Saat Harmony suda
Kata-kata yang lolos di bibir Ariel membuat Shawn masih belum bisa berkutik sedikit pun. Pria itu hanya bergeming di tempatnya, menatap dalam Ariel—yang menangis histeris. Hatinya merasakan sesak dan sakit melihat sang kekasih yang menangis tanpa henti. Rasa bersalah dalam dirinya menyergap. Semua ini salahnya. Dia mengakui itu. Hanya saja Shawn tak ingin terbongkar dengan cara seperti ini.Tangis Ariel semakin mendera dan keras. Dokter cantik itu memukuli dada bidang Shawn. Rasa kecewa dalam hatinya berkobar. Dia menangis, bukan hanya kecewa Shawn menyembunyikan sesuatu darinya. Tapi dia memiliki rasa takut kehilangan kekasihnya itu. Dia tidak sanggup menjalani kehidupannya, tanpa Shawn.Shawn mengembuskan napas panjang melihat tangis Ariel semakin keras. Dia membiarkan kekasihnya itu memukulinya. Dia ingin membuat Ariel melepaskan kemarahan padanya. Dia telah bersalah, karena berbohong pada kekasihnya itu. “Jawab aku, Shawn! Kenapa kau tega membohongiku?! Kenapa?!” isak Ariel sese