Ariel menatap jengkel Shawn yang tengah mengemudikan mobil. Bisa-bisanya pria itu menyerangnya dalam kondisi tengah memilih baju. Alhasil, dia harus terpaksa mandi lagi. Padahal sebelum Shawn datang, dia sudah mandi hanya tinggal berias dan memilih gaun.“Menatap jengkel seperti itu, membuat riasanmu menjadi jelek, Ariel,” ucap Shawn sengaja menakuti, sambil mengemudikan mobilnya.Ariel menghela napas panjang. “Kau membuatku kelelahan, Shawn.”Shawn tersenyum samar sambil membelai pipi Ariel. “Kau wajib menyalahkan dirimu sendiri.”Bibir Ariel menekuk dalam. “Kenapa kau menyalahkanku?”“Kau hanya memakai handuk. Kau sengaja menggodaku. Jadi kau salahkan dirimu.” Shawn menjawab dengan nada tenang, tanpa dosa menyalahkan Ariel. Bagi Shawn, ini adalah kesalahan Ariel. Mata Ariel mendelik tajam, menatap Shawn. “Hey, Tuan Kaya! Aku kan baru selesai mandi. Jadi, aku memakai handuk. Kau datang ke apartemenku, tanpa sama sekali mengetuk pintu. Kenapa sekarang kau menyalahkanku?” Bibir Ariel
Sean menyukai jawaban dari Ariel. Pria paruh baya itu bahkan tidak mampu lagi mengeluarkan komentarnya karena jawaban Ariel sudah sangat sempurna. Rasa percaya Ariel pada Shawn membuat Sean menjadi kagum akan sosok wanita itu.Ariel percaya bahwa Shawn akan membantunya. Itu jawaban yang sangatlah bagus. Kepercayaan adalah sesuatu hal yang penting. Landasan utama dalam hubungan adalah menumbuhkan rasa percaya.Hingga ketika makan siang itu berakhir, Stella menawarkan Ariel untuk menginap, tapi Ariel menolak dengan sopan. Besok Ariel memiliki jadwal operasi di pagi hari. Tidak enak kalau dia meminta dokter pengganti menggantikannya.Stella mengerti tidak sama sekali memaksa. Tapi, wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu meminta Ariel untuk sering datang berkunjung. Pun Savannah sudah terlihat menyukai Ariel. Sosok Ariel yang hangat, ramah, dan memiliki pendirian teguh, membuat banyak orang yang menyukainya.Saat ini Ariel dan Shawn tengah dalam perjalanan pulang. Pembicaraan yan
Kecerian membentang di pancaran dan aura wajah Ariel yang pagi itu, nampak memukau. Beberapa karyawan di area lobby Orlando Hospital menyapa Ariel dengan sopan. Tentunya Ariel membalas sapaan dengan senyuman bahagia.Hari ini Ariel berbeda. Wanita itu seolah mendapatkan kebahagiaan yang bertubi-tubi. Mungkin jika bisa mengekspresikan kebahagiaannya, sudah pasti dia akan berseru bahagia. Ah, tapi tidak! Ariel bisa dibilang orang gila kalau berteriak-teriak di area lobby.“Ariel?” Harmony melangkah menghampiri Ariel yang baru saja tiba.“Hi, Harmony.” Ariel menyapa Hamony dengan senyuman—lalu berjalan menuju ke ruang kerjanya.Harmony segera mengikuti Ariel akibat rasa penasaran yang menggelora. “Wajahmu hari ini ceria sekali, Ariel. Ayo ceritakan padaku ada apa?” tanyanya ingin tahu alasan kecerian di wajah temannya itu.Ariel meletakan tasnya dan memakai jaket dokter sambil berkata, “Kemarin aku sudah bertemu dengan kedua orang tua Shawn. Aku juga bertemu dengan Savannah—adik perempua
“Tuan Kaya, aku sudah kenyang. Jangan suapi aku lagi.” Ariel menolak untuk menerima suapan Shawn lagi. Sudah berkali-kali Shawn menyuapinya agar banyak makan, bisa-bisa berat badannya langsung naik akibat kekasihnya itu.“Kau hanya makan sayur dan daging tanpa lemak saja. Itu masih kurang. Ayo buka mulutmu.” Shawn menyuapi udang ke mulut Ariel, memaksa kekasihnya itu untuk menerima suapannya. Dia kesal karena Ariel hanya memakan salad sayur dan juga daging tanpa lemak. Minum pun Ariel memilih air putih saja. Itu menandakan kekasihnya sedang diet.“Shawn, aku kenyang.”“Kenyang dari mana. Kau makan dikit sekali.”“Shawn, aku tidak mau banyak makan. Nanti bajuku tidak muat lagi.” “Kau terlalu berlebihan. Cepat buka mulutmu.”“Tuan Kaya—”“Kau ingin buka mulutmu atau aku akan menghukummu karena menolak suapanku.”Mata Ariel melebar. “Kau akan menghukumku apa, Tuan Kaya?” PlakkShawn menepuk pelan paha Ariel. “Hukuman yang membuatmu tidak bisa berjalan satu minggu. Cepat buka mulutmu.”
“Shawn, di mana celana dalamku? Kau melempar celana dalamku jauh sekali.” Ariel mengeluh sambil mencebikkan bibirnya sebal, menatap Shawn. Dia masih telanjang di balik selimut tebal. Sejak tadi dia mencari-cari celana dalam berenda miliknya, yang sudah dilempar Shawn, tapi malah tak ditemukan.“Pakailah pakaian barumu. Ada bra dan celana dalam baru. Aku sudah meminta sekretarisku untuk membelikan pakaian baru sekaligus bra dan celana dalam baru.” Shawn menyerahkan paper bag yang ada di tangannya pada Ariel. Pun pria itu memberikan kecupan di bibir Ariel yang mencebik.Sebelumnya, Shawn meminta pada sekretarisnya untuk mengantarkan pakaian baru serta pakaian dalam baru untuk Ariel. Jika ditanya ke mana dia melempar celana dalam Ariel, dia sedikit lupa. Tadi dia mencari-cari tapi tak menemukan. Pun dia berpikir lebih baik membeli pakaian dan pakaian dalam baru untuk sang kekasih.Ariel menerima paper bag di tangannya. “Tuan Kaya, kau sangat menyebalkan.”Shawn mencubit bibir Ariel yang
“Ck! Stanley, kau dari mana?! Kenapa kau malah melimpahkan tugas dari Grandpa padaku?!” Steve menyalang menatap tajam Stanley yang baru saja datang, tatapan matanya kesal pada saudara kembarnya itu.Batas kesabaran Steve seperti selembar tisu menghadapi Stanley. Dia pusing dengan urusannya sendiri. Sekarang dia harus pusing mengurus tugas dari kakeknya. Tapi sialnya saudara kembarnya malah kabur-kaburan.Stanley duduk dengan tenang sambil menuangkan wine dari botol ke gelas kosong. “Kau tidak usah terlalu pusing. Beban kita sudah berkurang. Project di Irlandia sudah diambil alih Shawn. Tadi aku mampir ke kantor Shawn.” Pria tampan itu menjawab sambil menyesap wine di tangannya.Mata Steve melebar tak percaya. “Shawn mengurus project di Irlandia? Kau yakin? Bukankah dia akan selalu marah kalau tugas Grandpa yang diberikan pada kita, dilimpahkan padanya?” tanyanya lagi.Steve tak mengerti bagaimana caranya Stanley berhasil membujuk Shawn. Padahal dia sangat mengenal sifat Shawn—saudara
Savannah begitu lahap memakan ice cream yang baru saja dia beli. Gadis itu sudah cukup dewasa, tapi dari sifat rupanya Savannah seperti anak kecil. Ariel yang melihat tingkah Savannah sampai tersenyum-senyum. “Savannah, apa makan ice cream pelan-pelan,” ucap Ariel lembut.Savannah tersenyum manis. “Maaf, aku suka sekali pada ice cream.”“Kau suka makanan manis, Savannah?”“Ya, aku suka, Kak.”“Kau tidak takut gemuk?” “Hanya terkadang aku diet, Kak.”Ariel mengangguk-angguk sambil tersenyum.“Kak Ariel.”“Ya, Savannah.”“Kakakku sangat beruntung memilikimu, Kak.” Savannah berkata dengan tulus. Dia melihat sosok Ariel sangatlah baik.Ariel tersenyum hangat. “Kau salah. Aku yang jauh lebih beruntung. Shawn adalah sosok pria yang baik, hangat, penyayang, tegas, protective, bertanggung jawab, dan sangat tampan.”Savannah mengangguk sependapat dengan Ariel. “Kalau begitu kalian sama-sama beruntung. Oh, ya, satu lagi, kau juga harus tahu bahwa kau adalah kekasih paling special dan paling d
Bibir Ariel membalas pagutan bibir Shawn yang menjelajah di atas permukaan bibirnya. Lidahnya terulur, dan Shawn mengulum lidah wanita itu. Ciuman panas yang tercipta membuat napas mereka sedikit saling berbenturan. Tapi tetap nyatanya tak membuat mereka menghentikan ciuman panas tersebut.“Aw—” Ariel memukul pelan lengan kekar Shawn, dan ciuman panas itu terhenti. “Shawn, kenapa kau menggigitku?” keluhnya sambil mencebik bibirnya sebal.Ciuman panas itu terhenti karena Ariel merasakan sakit di kala Shawn menggigit bibir bawahnya. Bibirnya sedikit menekuk, dan tatapannya menatap jengkel sang kekasih. Ya, saat ini dia berada di penthouse sang kekasih.Shawn membelai bibir ranum Ariel. “Kau menggemaskan.”“Aku bukan badut, Tuan Kaya.”“Tapi kau sangat nenggemaskan. Kau berani untuk berdiri di lobby kantorku. Kau tidak lagi pemalu. Aku sangat bangga padamu.” Sampai detik ini, Shawn senang karena Ariel bisa memiliki rasa percaya diri. Itu yang Shawn butuhkan. Pria itu mengharapkan sang k