“Tuan Kaya, aku sudah kenyang. Jangan suapi aku lagi.” Ariel menolak untuk menerima suapan Shawn lagi. Sudah berkali-kali Shawn menyuapinya agar banyak makan, bisa-bisa berat badannya langsung naik akibat kekasihnya itu.“Kau hanya makan sayur dan daging tanpa lemak saja. Itu masih kurang. Ayo buka mulutmu.” Shawn menyuapi udang ke mulut Ariel, memaksa kekasihnya itu untuk menerima suapannya. Dia kesal karena Ariel hanya memakan salad sayur dan juga daging tanpa lemak. Minum pun Ariel memilih air putih saja. Itu menandakan kekasihnya sedang diet.“Shawn, aku kenyang.”“Kenyang dari mana. Kau makan dikit sekali.”“Shawn, aku tidak mau banyak makan. Nanti bajuku tidak muat lagi.” “Kau terlalu berlebihan. Cepat buka mulutmu.”“Tuan Kaya—”“Kau ingin buka mulutmu atau aku akan menghukummu karena menolak suapanku.”Mata Ariel melebar. “Kau akan menghukumku apa, Tuan Kaya?” PlakkShawn menepuk pelan paha Ariel. “Hukuman yang membuatmu tidak bisa berjalan satu minggu. Cepat buka mulutmu.”
“Shawn, di mana celana dalamku? Kau melempar celana dalamku jauh sekali.” Ariel mengeluh sambil mencebikkan bibirnya sebal, menatap Shawn. Dia masih telanjang di balik selimut tebal. Sejak tadi dia mencari-cari celana dalam berenda miliknya, yang sudah dilempar Shawn, tapi malah tak ditemukan.“Pakailah pakaian barumu. Ada bra dan celana dalam baru. Aku sudah meminta sekretarisku untuk membelikan pakaian baru sekaligus bra dan celana dalam baru.” Shawn menyerahkan paper bag yang ada di tangannya pada Ariel. Pun pria itu memberikan kecupan di bibir Ariel yang mencebik.Sebelumnya, Shawn meminta pada sekretarisnya untuk mengantarkan pakaian baru serta pakaian dalam baru untuk Ariel. Jika ditanya ke mana dia melempar celana dalam Ariel, dia sedikit lupa. Tadi dia mencari-cari tapi tak menemukan. Pun dia berpikir lebih baik membeli pakaian dan pakaian dalam baru untuk sang kekasih.Ariel menerima paper bag di tangannya. “Tuan Kaya, kau sangat menyebalkan.”Shawn mencubit bibir Ariel yang
“Ck! Stanley, kau dari mana?! Kenapa kau malah melimpahkan tugas dari Grandpa padaku?!” Steve menyalang menatap tajam Stanley yang baru saja datang, tatapan matanya kesal pada saudara kembarnya itu.Batas kesabaran Steve seperti selembar tisu menghadapi Stanley. Dia pusing dengan urusannya sendiri. Sekarang dia harus pusing mengurus tugas dari kakeknya. Tapi sialnya saudara kembarnya malah kabur-kaburan.Stanley duduk dengan tenang sambil menuangkan wine dari botol ke gelas kosong. “Kau tidak usah terlalu pusing. Beban kita sudah berkurang. Project di Irlandia sudah diambil alih Shawn. Tadi aku mampir ke kantor Shawn.” Pria tampan itu menjawab sambil menyesap wine di tangannya.Mata Steve melebar tak percaya. “Shawn mengurus project di Irlandia? Kau yakin? Bukankah dia akan selalu marah kalau tugas Grandpa yang diberikan pada kita, dilimpahkan padanya?” tanyanya lagi.Steve tak mengerti bagaimana caranya Stanley berhasil membujuk Shawn. Padahal dia sangat mengenal sifat Shawn—saudara
Savannah begitu lahap memakan ice cream yang baru saja dia beli. Gadis itu sudah cukup dewasa, tapi dari sifat rupanya Savannah seperti anak kecil. Ariel yang melihat tingkah Savannah sampai tersenyum-senyum. “Savannah, apa makan ice cream pelan-pelan,” ucap Ariel lembut.Savannah tersenyum manis. “Maaf, aku suka sekali pada ice cream.”“Kau suka makanan manis, Savannah?”“Ya, aku suka, Kak.”“Kau tidak takut gemuk?” “Hanya terkadang aku diet, Kak.”Ariel mengangguk-angguk sambil tersenyum.“Kak Ariel.”“Ya, Savannah.”“Kakakku sangat beruntung memilikimu, Kak.” Savannah berkata dengan tulus. Dia melihat sosok Ariel sangatlah baik.Ariel tersenyum hangat. “Kau salah. Aku yang jauh lebih beruntung. Shawn adalah sosok pria yang baik, hangat, penyayang, tegas, protective, bertanggung jawab, dan sangat tampan.”Savannah mengangguk sependapat dengan Ariel. “Kalau begitu kalian sama-sama beruntung. Oh, ya, satu lagi, kau juga harus tahu bahwa kau adalah kekasih paling special dan paling d
Bibir Ariel membalas pagutan bibir Shawn yang menjelajah di atas permukaan bibirnya. Lidahnya terulur, dan Shawn mengulum lidah wanita itu. Ciuman panas yang tercipta membuat napas mereka sedikit saling berbenturan. Tapi tetap nyatanya tak membuat mereka menghentikan ciuman panas tersebut.“Aw—” Ariel memukul pelan lengan kekar Shawn, dan ciuman panas itu terhenti. “Shawn, kenapa kau menggigitku?” keluhnya sambil mencebik bibirnya sebal.Ciuman panas itu terhenti karena Ariel merasakan sakit di kala Shawn menggigit bibir bawahnya. Bibirnya sedikit menekuk, dan tatapannya menatap jengkel sang kekasih. Ya, saat ini dia berada di penthouse sang kekasih.Shawn membelai bibir ranum Ariel. “Kau menggemaskan.”“Aku bukan badut, Tuan Kaya.”“Tapi kau sangat nenggemaskan. Kau berani untuk berdiri di lobby kantorku. Kau tidak lagi pemalu. Aku sangat bangga padamu.” Sampai detik ini, Shawn senang karena Ariel bisa memiliki rasa percaya diri. Itu yang Shawn butuhkan. Pria itu mengharapkan sang k
Para perawat menundukkan kepalanya sopan menyapa Shawn yang muncul. Mereka semua sudah menduga alasan kuat Shawn berada di ruang IGD. Jika tak mencari sang pujaan hati, maka itu adalah hal yang tak mungkin.“Selamat sore, Tuan Geovan,” sapa para perawat di sana.Shawn mengangguk membalas sapaan sang perawat. “Aku ingin bertemu Ariel. Hari ini dia berjaga di IGD, kan?” Sebelumnya, Shawn telah diberi tahu Ariel, bahwa wanita itu tengah berjaga di IGD.“Dokter Ariel DiLaurentis ada di dalam, Tuan,” jawab salah satu perawat sopan. “Sebentar, saya akan panggilkan beliau.” Lanjutnya lagi.Shawn kembali mengangguk singkat merespon ucapan perawat itu.Tak selang lama, perawat masuk ke dalam memanggil Ariel. Tentu Ariel langsung berlari keluar di kala mendengar bahwa Shawn datang mencarinya. Raut wajah dokter cantik itu memancarkan jelas kebahagiaannya.“Shawn?” Ariel memeluk erat tubuh Shawn.Shawn membalas pelukan Ariel, dan menciumi puncak rambut wanita itu. Tampak para perawat yang masih a
Shawn mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah kota Manhattan. Di samping Shawn ada Nicole yang sejak tadi melukiskan senyuman di wajahnya. Mereka saling berbicara hangat.“Kau tidak bilang padaku, tentang kau ke New York,” ucap Shawn sambil melirik Nicole yang duduk di sampingnya.Nicole tersenyum. “Aku tadinya ingin memberikanmu kejutan. Tapi sebelumnya, aku juga sudah menghubungi Jan. Jan bilang kalau kau sedang meeting.”“Iya, maaf. Hari ini jadwalku cukup padat.”“Tidak apa-apa. Aku mengerti, Shawn.”“Nanti orangku akan datang ke kantor polisi mengurus pria sialan yang berani merampokmu.”“Terima kasih, Shawn. Hm, tapi tolong kau jangan bilang dulu pada Oliver.”“Oliver pasti akan datang ke sini, kan? Kalau dia melihat luka di lenganmu, pasti kau akan dicerca olehnya.”Nicole mendesah panjang. “Nanti aku akan menjelaskannya. Tolong untuk sekarang kau jangan bilang pada Oliver, tentang keadaanku ini. Dia pasti panik. Dia sekarang sedang menangani kasus besar di Londo
Shawn turun dari mobil, ketika mobil sport miliknya sudah terparkir di Orlando Hospital. Setelah mengantar Nicole pulang, pria tampan itu segera menuju ke Orlando Hospital. Dia tak ingin membuat Nicole menunggu terlalu lama.Shawn merogoh ponselnya yang ada di saku celananya, dan mencoba menghubungi Ariel, tapi sayangnya beberapa kali dia menghubungi wanita itu, tidak sama sekali mendapatkan jawaban.Shawn memutuskan melangkah menuju ke ruang kerja Ariel, namun sebelum tiba di ruang kerja Ariel—pria tampan itu menghentikan langkahnya di kala berpapasan dengan perawat di sana.“Selamat sore, Tuan Geovan,” sapa sang perawat sopan.“Sore. Aku mencari Ariel. Di mana dia? Apa dia masih di IGD?” tanya Shawn ingin segera tahu keberadaan Ariel. Kening sang perawat mengerut dalam. “Tuan Geovan, Dokter Ariel DiLaurentis sudah pulang.”“Ariel sudah pulang?” ulang Shawn memastikan. Dia tak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh sang perawat. Dia sudah memiliki janji akan pulang bersama denga