Savannah begitu lahap memakan ice cream yang baru saja dia beli. Gadis itu sudah cukup dewasa, tapi dari sifat rupanya Savannah seperti anak kecil. Ariel yang melihat tingkah Savannah sampai tersenyum-senyum. “Savannah, apa makan ice cream pelan-pelan,” ucap Ariel lembut.Savannah tersenyum manis. “Maaf, aku suka sekali pada ice cream.”“Kau suka makanan manis, Savannah?”“Ya, aku suka, Kak.”“Kau tidak takut gemuk?” “Hanya terkadang aku diet, Kak.”Ariel mengangguk-angguk sambil tersenyum.“Kak Ariel.”“Ya, Savannah.”“Kakakku sangat beruntung memilikimu, Kak.” Savannah berkata dengan tulus. Dia melihat sosok Ariel sangatlah baik.Ariel tersenyum hangat. “Kau salah. Aku yang jauh lebih beruntung. Shawn adalah sosok pria yang baik, hangat, penyayang, tegas, protective, bertanggung jawab, dan sangat tampan.”Savannah mengangguk sependapat dengan Ariel. “Kalau begitu kalian sama-sama beruntung. Oh, ya, satu lagi, kau juga harus tahu bahwa kau adalah kekasih paling special dan paling d
Bibir Ariel membalas pagutan bibir Shawn yang menjelajah di atas permukaan bibirnya. Lidahnya terulur, dan Shawn mengulum lidah wanita itu. Ciuman panas yang tercipta membuat napas mereka sedikit saling berbenturan. Tapi tetap nyatanya tak membuat mereka menghentikan ciuman panas tersebut.“Aw—” Ariel memukul pelan lengan kekar Shawn, dan ciuman panas itu terhenti. “Shawn, kenapa kau menggigitku?” keluhnya sambil mencebik bibirnya sebal.Ciuman panas itu terhenti karena Ariel merasakan sakit di kala Shawn menggigit bibir bawahnya. Bibirnya sedikit menekuk, dan tatapannya menatap jengkel sang kekasih. Ya, saat ini dia berada di penthouse sang kekasih.Shawn membelai bibir ranum Ariel. “Kau menggemaskan.”“Aku bukan badut, Tuan Kaya.”“Tapi kau sangat nenggemaskan. Kau berani untuk berdiri di lobby kantorku. Kau tidak lagi pemalu. Aku sangat bangga padamu.” Sampai detik ini, Shawn senang karena Ariel bisa memiliki rasa percaya diri. Itu yang Shawn butuhkan. Pria itu mengharapkan sang k
Para perawat menundukkan kepalanya sopan menyapa Shawn yang muncul. Mereka semua sudah menduga alasan kuat Shawn berada di ruang IGD. Jika tak mencari sang pujaan hati, maka itu adalah hal yang tak mungkin.“Selamat sore, Tuan Geovan,” sapa para perawat di sana.Shawn mengangguk membalas sapaan sang perawat. “Aku ingin bertemu Ariel. Hari ini dia berjaga di IGD, kan?” Sebelumnya, Shawn telah diberi tahu Ariel, bahwa wanita itu tengah berjaga di IGD.“Dokter Ariel DiLaurentis ada di dalam, Tuan,” jawab salah satu perawat sopan. “Sebentar, saya akan panggilkan beliau.” Lanjutnya lagi.Shawn kembali mengangguk singkat merespon ucapan perawat itu.Tak selang lama, perawat masuk ke dalam memanggil Ariel. Tentu Ariel langsung berlari keluar di kala mendengar bahwa Shawn datang mencarinya. Raut wajah dokter cantik itu memancarkan jelas kebahagiaannya.“Shawn?” Ariel memeluk erat tubuh Shawn.Shawn membalas pelukan Ariel, dan menciumi puncak rambut wanita itu. Tampak para perawat yang masih a
Shawn mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah kota Manhattan. Di samping Shawn ada Nicole yang sejak tadi melukiskan senyuman di wajahnya. Mereka saling berbicara hangat.“Kau tidak bilang padaku, tentang kau ke New York,” ucap Shawn sambil melirik Nicole yang duduk di sampingnya.Nicole tersenyum. “Aku tadinya ingin memberikanmu kejutan. Tapi sebelumnya, aku juga sudah menghubungi Jan. Jan bilang kalau kau sedang meeting.”“Iya, maaf. Hari ini jadwalku cukup padat.”“Tidak apa-apa. Aku mengerti, Shawn.”“Nanti orangku akan datang ke kantor polisi mengurus pria sialan yang berani merampokmu.”“Terima kasih, Shawn. Hm, tapi tolong kau jangan bilang dulu pada Oliver.”“Oliver pasti akan datang ke sini, kan? Kalau dia melihat luka di lenganmu, pasti kau akan dicerca olehnya.”Nicole mendesah panjang. “Nanti aku akan menjelaskannya. Tolong untuk sekarang kau jangan bilang pada Oliver, tentang keadaanku ini. Dia pasti panik. Dia sekarang sedang menangani kasus besar di Londo
Shawn turun dari mobil, ketika mobil sport miliknya sudah terparkir di Orlando Hospital. Setelah mengantar Nicole pulang, pria tampan itu segera menuju ke Orlando Hospital. Dia tak ingin membuat Nicole menunggu terlalu lama.Shawn merogoh ponselnya yang ada di saku celananya, dan mencoba menghubungi Ariel, tapi sayangnya beberapa kali dia menghubungi wanita itu, tidak sama sekali mendapatkan jawaban.Shawn memutuskan melangkah menuju ke ruang kerja Ariel, namun sebelum tiba di ruang kerja Ariel—pria tampan itu menghentikan langkahnya di kala berpapasan dengan perawat di sana.“Selamat sore, Tuan Geovan,” sapa sang perawat sopan.“Sore. Aku mencari Ariel. Di mana dia? Apa dia masih di IGD?” tanya Shawn ingin segera tahu keberadaan Ariel. Kening sang perawat mengerut dalam. “Tuan Geovan, Dokter Ariel DiLaurentis sudah pulang.”“Ariel sudah pulang?” ulang Shawn memastikan. Dia tak percaya mendengar apa yang dikatakan oleh sang perawat. Dia sudah memiliki janji akan pulang bersama denga
Seorang pria botak berbadan tegap dengan pakaian hitam, dan wajah menyeramkan, hendak ingin masuk ke dalam hotel yang menjadi tempat Ariel menginap. Namun, baru saja dia dan rekannya hendak ingin masuk ke dalam hotel—langkah mereka sudah terhenti melihat Shawn datang.“Tahan.” Rekan pria itu menarik, bersembunyi di Semak-semak pohon demi menghindar dari Shawn. Tampak dua pria itu kesal karena melihat Shawn datang. Rencana mereka semua gagal akibat kedatangan Shawn.“Sialan! Kita terlambat! Shawn Geovan lebih dulu menemukan Ariel.” Pria botak itu menggerutu kesal.Rekannya ikut kesal. “Susah sekali menjebak Ariel. Kalau sudah seperti ini, kita harus mengatur cara lain. Kita tidak mungkin tetap nekat. Lebih baik kita bertindak di belakang Shawn Geovan. Jangan sampai pria berkuasa itu tahu.”Pria botak itu nampak juga sangat marah. Lagi dan lagi rencana yang sudah dia susun gagal total. Padahal tinggal satu langkah lagi rencananya berhasil. “Kau benar, kita harus mencari cara lain. Kita
Shawn belum menjawab apa yang Ariel katakan. Pria itu melihat jelas mata Ariel yang menatapnya dengan penuh rasa kecewa. Dia tahu bahwa sekarang Ariel tengah salah paham tentang hubungannya dengan Nicole.“Kau salah paham, Ariel.” Shawn melembut berusaha menjelaskan.Cemburu. Ini adalah fakta yang sudah Shawn tangkap. Kekasihnya itu cemburu pada Nicole. Padahal seaslinya, tidak pernah sekalipun dia bermaksud menyakiti hati sang kekasih.Air mata mulai jatuh. Buru-buru, Ariel menyeka air matanya itu. “Aku memiliki mata. Penglihatanku masih sangat baik. Aku bisa melihat sendiri. Tindakanmu pada Nicole sudah membuktikan bahwa kau masih mencintainya! Berhenti memanipulasi keadaan!” serunya dengan nada cukup kencang. Ariel meledakan kemarahan dalam dirinya. Ini bukan rumah sakit. Jam kerja telah berakhir.“Nicole adalah istri sepupuku sendiri Ariel. Aku tidak memiliki perasaan apa pun padanya. Aku peduli padanya seperti aku peduli pada Savannah atau saudaraku yang lain. Aku kenal Nicole se
Pertanyaan yang lolos di bibir Ariel, membuat suasana menjadi hening layaknya tengah berada di tengah hutan gelap. Kesunyian membentang. Lidah belum ada yang merangkai kata. Hanya tatapan mata saling beradu. Tatapan begitu dalam yang memiliki makna luas. Sejuknya tatapan itu seperti aliran sungai yang entah berhenti di mana. Yang pasti tatapan yang membawa kedamaian jiwa.Ariel masih menunggu jawaban dari Shawn. Manik mata cokelat terang wanita itu memberikan tatapan menuntut pada sang kekasih. Tatapan yang mengisyaratkan meminta kekasihnya itu untuk jujur tak menutupi apa pun.Ariel membutuhkan validasi yang kuat. Dia lelah hidup tenggelam dalam kepalsuan. Dia ingin mendengar langsung dari bibir Shawn—akan pengakuan rasa kekasihnya itu. Dia sudah lelah akan permainan. Dia tak ingin terjebak akan kebahagiaan palsu yang berujung membuat hatinya kecewa.“Kau masih bertanya setelah apa yang aku lakukan untukmu, Ariel?” Shawn menatap dalam Ariel.Ariel membalas tatapan Shawn. “Menginginka