Suara bentakan keras membuat Ariel tersentak terkejut. Dua pria berbadan besar masih memegang kedua tangannya dengan erat dan keras. Pergelangan tangan wanita itu sampai memerah akibat cengkraman kuat tangan dua pria berbadan besar itu. Ariel mengalihkan pandangannya menatap sosok pria tampan yang muncul di hadapannya. Aura wajah tegas dan penuh wibawa begitu menonjol nyata. Kemarahan membentang di kala melihat dua pria berbadan besar itu mencengkram kuat pergelangan tangan Ariel.“S-Shawn?” Ya, Ariel sama sekali tidak menyangka kalau yang ada di hadapannya adalah Shawn. Otaknya bertanya-tanya dari mana Shawn muncul? Yang dia tahu pria itu sudah pulang cepat. Tapi kenapa malah sekarang ada di hadapannya? “Siapa kau!” Salah satu pria berbadan besar itu menatap tajam Shawn.Shawn melangkah mendekat, dengan sorot mata bengis. “Pergi dari sini!” serunya penuh peringatan yang tak main-main.Dua pria berbadan besar itu emosi. “Berani sekali kau mengganggu pekerjaan kami!”“Jika kau ingin
Ariel terbangun di tengah malam. Wanita itu mengendarkan pandangannya ke sekitar—melihat dirinya berada di kamar tamu penthouse milik Shawn. Lagi dan lagi, dia menginap di penthouse milik pria kaya itu.Ariel menghela napas dalam, mengingat tentang apa yang terjadi di antara dirinya dengan Shawn. Sungguh, itu sangat amat menyebalkan. Dia membenci kondisi di mana tubuhnya merespon sentuhan Shawn.Ariel memejamkan mata. Rasa kantuk sudah hilang. Dia menyibak selimut, memutuskan turun dari ranjang, dan melangkah keluar dari kamar. Otaknya sedang buntu. Berjalan-jalan adalah pilihan yang terbaik. Ariel hendak ingin ke ruang tengah, tapi langkahnya terhenti melihat kamar Shawn terbuka setengah. Dia ragu untuk masuk. Namun, hatinya mendesaknya untuk masuk ke dalam kamar pria kaya itu. Ariel melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar Shawn. Dia ingin melihat secara langsung, apa yang dilakukan oleh Shawn. Berikutnya, wanita itu masuk ke dalam kamar Shawn—dan menatap kamar pria itu kosong.
Shawn sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Pikiran pria itu sangatlah kacau tak menentu. Rasa amarah dalam diri, membuatnya merasa benar-benar tidaklah nyaman. Dia kacau bahkan sangat kacau.Shawn membenci kondisi di mana pikirannya seperti ini hanya karena seorang wanita. Seumur hidup, dia belum pernah merasakan sekacau ini. Bahkan bisa dikatakan, hanya Ariel—yang berhasil masuk mengacaukan pikirannya.Shawn menenggak vodka di tangannya hingga tandas. Beberapa kali pria itu memejamkan mata, dan mengembuskan napas kasar. Hal yang paling dia benci adalah seperti ini. Hal-hal yang tak bisa dia kendalikan merupakan sesuatu yang sangat pria itu benci.Shawn meletakan gelas vodka di tangannya ke atas meja. Pria itu melangkah keluar dari ruang kerjanya menuju kamarnya. Terakhir dia meminta Ariel untuk tidur di kamarnya. Dia yakin pasti Ariel sudah tidur sekarang. Karena Shawn telah meninggalkan Ariel di kamar sendirian hampir sekitar dua jam. Kata-kata Ariel yang mengatakan akan kal
Stella berdecak kesal karena Shawn belum juga muncul. Wanita paruh baya yang masih sangat cantik itu sudah cukup lama, menunggu putranya. Tapi malah putranya itu belum juga datang.“Nyonya, silakan diminum minuman Anda.” Pelayan menghindangkan orange juice ke hadapan Stella.Stella menghela napas dalam. “Di mana putraku? Lalu yang kau bilang ada tamu itu siapa? Kenapa sampai detik ini tidak ada yang muncul?” tanyanya menahan rasa kesal. Semua orang di dunia ini pun pasti akan kesal, kalau menunggu lama.Sang pelayan menunduk. “N-Nyonya, sepertinya Tuan Shawn sedang mandi. Mohon ditunggu. Pasti sebentar lagi beliau akan muncul.” “Aku di sini.” Shawn muncul bersama dengan Ariel yang berada di sampingnya. Dokter cantik itu menunduk tak berani menatap Stella.“Tuan…” Pelayan menyapa Shawn dengan sopan. Shawn menggerakkan kepalanya, memberi isyarat pada pelayan untuk pergi meninggalkannya. Tentu pelayan itu segera pamit undur diri dari hadapan Shawn, Ariel, dan Stella.“Oh, My Son. Kau
“Tuan, lingkungan sekitar apartemen Nona Ariel DiLaurentis aman. Tidak ada hal yang harus dicemaskan. Penjagaan di apartemen Nona Ariel DiLaurentis cukup ketat. Meski apartemen Nona DiLaurentis merupakan apartemen sederhana, tapi keamanannya terjaga dengan baik.”Jan melaporkan pada Shawn tentang keamanan di apartemen Ariel DiLaurentis. Sebelumnya dia mendapatkan perintah dari Tuannya, untuk memastikan kondisi apartemen Ariel.Shawn menatap Jan yang berdiri di hadapannya dengan tatapan tegas. “Kau sudah menemukan tentang dua pria yang ingin menculik Ariel?” Jan mengangguk. “Sudah, Tuan. Mereka hanya dua preman Imigran yang berada di sekitar sana. Tapi, sekarang dua preman itu tidak lagi terlihat.”“Kau yakin tidak ada orang yang menyuruh dua preman itu?”“Hm, Tuan. Untuk hal itu saya tidak bisa memastikan. Dua preman itu sudah tidak ada. Yang bisa saya pastikan adalah Nona Ariel DiLaurentis sekarang sudah aman.”Shawn terdiam mendengar apa yang Jan katakan. Sepasang iris mata pria it
Ariel duduk di kursi kerja dengan wajah yang melamun, menunjukkan seperti ada sesuatu yang mengusik ketenangan jiwanya. Sepasang iris mata cokelat terang Ariel menatap lurus ke depan dengan pikiran menerawang jauh.“Dokter Ariel!” Perawat tiba-tiba masuk ke dalam ruang kerja Ariel.Ariel mengalihkan pandangannya, menatap perawat yang tiba-tiba masuk. “Ya? Ada apa?”“Dokter, jantung pasien Anda yang di ruang ICU melemah,” seru perawat panik dan sontak membuat Ariel terkejut.Ariel langsung menyambar stetoskop yang ada di atas meja, dan berlari cepat meninggalkan ruang kerjanya, menuju ke ruang ICU yang dimaksud oleh perawat. Tampak jelas raut wajah Ariel begitu panik.“Dokter Ariel…” Seorang pria tampan membawa bunga, memanggil Ariel yang sedang berlari-lari menuju ruang ICU.Ariel menatap pria tampan asing yang sama sekali tak dia kenali. “Tuan, maaf, aku harus memeriksa pasienku. Aku terburu-buru. Maaf.” Ariel kembali berlari meninggalkan pria tampan itu yang masih bergeming di tempa
Bibir Ariel menaut ke bibir Shawn. Lidah saling membelit satu sama lain. Ciuman itu berlangsung panjang dan lama. Hasrat dan gairah dalam diri seolah ingin meledak tak terkendali.Tangan nakal Shawn meremas pelan payudara kanan Ariel. Mereka berciuman tanpa henti di depan lift. Ciuman di jalan tidak membuat mereka puas. Rasanya bahkan mereka tidak ingin menghentikan ciuman panas itu.Shawn melepaskan tautan bibir itu dan membelai pipi Ariel. “Masuklah. Aku harus pulang, karena ingin segera memeriksa beberapa laporan penting.”Ya, saat ini Ariel sudah berada di depan pintu apartemennya, ditemani Shawn. Wanita itu diantar pulang Shawn. Tapi sayangnya dia harus menelan kekecewaan, karena Shawn tidak bisa mampir ke apartemennya.“Kau sangat sibuk, ya?” Ariel menatap Shawn lembut. “Iya, kebetulan malam ini ada pekerjaan yang harus aku kerjakan.” Shawn mengecup kening Ariel. “Kau masuklah ke dalam. Istirahatlah. Besok kita akan bertemu lagi.”Ariel berusaha mengerti. “Baiklah. Tapi, kau ha
Ariel tidak pernah merasakan perasaan berbunga-bunga seperti ini. Pagi hari biasanya dia tak terlalu memiliki banyak semangat. Tapi kali ini berbeda. Ariel bahkan sangatlah bersemangat menyambut hari.“Ariel? Kau kenapa?” Harmony menatap bingung, Ariel datang ke rumah sakit senyum-senyum sendiri.Ariel berusaha bersikap biasa. “Kenapa apanya, Harmony?” tanyanya. Kening Harmony mengerut dalam. “Wajahmu senyum-senyum tidak jelas. Kau ini kenapa?” tanyanya lagi penasaran ada apa dengan temannya itu. “Itu perasaanmu saja. Aku dari tadi biasa saja,” jawab Ariel tenang.Harmony menggeleng-gelengkan kepalanya. “Kau itu aneh sekali. Apa kau sedang kurang enak badan?” tanyanya lagi.“Tidak. Aku tidak sakit. Aku baik-baik saja,” jawab Ariel lagi. “Sudahlah, lebih baik kau temani aku minum kopi di kafe.” Lanjutnya mengalihkan perhatian Harmony. Dia tidak ingin temannya itu terlalu banyak bertanya-tanya.Harmony mengangguk setuju merespon ucapan Ariel. Detik selanjutnya, Ariel dan juga Harmony