Shawn melangkah masuk ke dalam kamar, menyentuh barang-barang milik Ariel. Aroma parfume Ariel selalu ada di aroma yang paling Shawn sukai. Jika dia merindukan kekasihnya itu, maka tindakan yang dilakukannya adalah memeluk baju Ariel dan menciumi baju kekasihnya itu.Ponsel Ariel sekarang bahkan selalu ada di tangan Shawn. Wallpaper di ponsel Ariel, dan juga sosial medianya sudah penuh dengan foto kebersamaan mereka. Meski hanya foto di mobil dan di restoran, tapi tetap foto-fotonya dengan Ariel sangatlah berkenang.Hal yang paling Shawn sesalkan adalah dulu dirinya dan Ariel tak sempat berlibur bersama. Badai menghantam hubungan mereka di awal-awal hubungan. Dan di kala mereka mampu menghadapi—malah kembali badai baru yang sekarang bahkan jauh lebih dahsyat.Setiap malam, yang Shawn takutkan adalah kehilangan Ariel. Dia berusaha keras untuk tak lagi menangis di depan Ariel. Jika dia ingin menangis, maka dia akan diam di kamar seraya menatap foto berduanya dengan Ariel.Shawn kini mem
“Ariel!” Shawn terbangun dari tidurnya, dengan napas terengah-engah, dan keringat membanjirinya. Tampak raut wajah pria itu menunjukkan jelas ketakutan dan kepanikan di kala matanya sudah terbuka.Dalam keadaan napas yang terengah-engah, Shawn mengendarkan pandangannya, menatap ke sekitar—di mana dirinya berada di ruang kerjanya. Dia terdiam sejenak, berusaha mengingat apa yang terjadi.Seketika Shawn langsung mengucapkan Syukur di kala dirinya mengingat dia hanya bermimpi. Dia baru saja selesai video conference—dan tertidur di ruang kerjanya. Tatapannya menatap ke jam dinding—waktu menunjukkan pukul delapan malam.Shawn mengendarkan pandangannya kembali, memastikan bahwa memang dirinya ini hanyalah mimpi. Dia berusaha mengatur napasnya, mengatasi rasa takut dan cemas yang telah melanda dirinya. Suara ketukan pintu terdengar…“Masuk!” seru Shawn meminta pelayan untuk masuk.Sang pelayan masuk setelah mendapatkan izin. “Tuan, maaf mengganggu Anda. Saya ingin memberi tahu Anda kalau di
Shawn keluar dari kamar Ariel, di kala dia sudah lega dari rasa khawatir dan rasa cemas yang melandanya. Detak jantung Ariel masih ada. Itu menandakan Ariel masih berada di langit yang sama dengannya. Meski belum sadar, setidaknya hati Shawn sudah lega akan fakta di mana Ariel masih ada di dunia. “Bagaimana kondisi Ariel?” Mika bertanya di kala Shawn baru saja keluar dari ruang rawat Ariel.“Masih seperti biasanya.” Shawn menjawab dengan nada tenang.Mika menepuk-nepuk bahu Shawn. “Aku yakin Ariel akan segera siuman. Teruslah berpikir positive.”“Thanks, Mika.” Shawn tersenyum samar.“Ibumu tadi pulang. Ayahmu meminta ibumu istirahat di rumah. Besok, Savannah yang akan membantumu menjaga Ariel,” ujar Dominic memberi tahu.Shawn mengangguk singkat. “Ya, Paman. Biarkan ibuku beristirahat. Dia sudah banyak membantuku dalam menjaga Ariel.”Dominic menepuk-nepuk bahu Shawn dan memberikan senyuman tipis di wajahnya.“Tuan…” Eldon melangkah terburu-buru menghampiri Dominic.Shawn, Dominic,
Shawn merasakan bahwa apa yang dia lihat ini hanya mimpi. Jemari tangan Ariel menunjukkan jelas telah bergerak-gerak. Jantung Shawn berdebar kencang. Dia takut apa yang dia lihat ini hanyalah sekedar bunga tidur, bukanlah kenyataan.“Ariel? Kau mendengarku, kan?” seru Shawn menyentuh jemari Ariel, berharap kekasihnya itu membuka mata.Bukan hanya Shawn yang terkejut akan respon jemari Ariel, tapi semua orang di sana tanpa terkecuali juga sangatlah terkejut. Dokter John mengambil alih untuk memerikasakan kondisi terbaru Ariel.“Dokter Ariel DiLaurentis? Kau bisa mendengarku?” Dokter John memberikan aba-aba, agar mata Ariel bisa terbuka.Perlahan-lahan, mata Ariel mulai terbuka memberikan respon. Samar-samar cahaya menyorot menjadi object utama yang ditangkap oleh kedua matanya. Suara seruan memanggil namanya terus terdengar di telinganya.“Ariel?” Shawn meremas lembut tangan sang kekasih. Air matanya menetes berlinang jatuh di kala sang kekasih telah membuka kedua mata.Harmony, Mika,
Seluruh keluarga Geovan tahu tentang Ariel yang sudah berhasil membuka mata. Hanya keluarga DiLaurentis yang tak diberi tahu. Karena memang Shawn fokus memberi tahu keluarganya sendiri. Mengingat sifat keluarga Ariel yang sama sekali tak peduli, membuat Shawn memberi tahu keluarganya.Seluruh keluarga Shawn bahagia mendengar kabar Ariel sudah siuman. Kakek neneknya, termasuk kedua orang tuanya senang akan kabar Ariel sudah siuman. Tiga saudara kandung Shawn pun menyambut gembira kabar tentang Ariel.Oliver dan Nicole yang masih berada di New York, langsung datang ke rumah sakit di kala mendengar kabar tentang Ariel yang sudah siuman. Nicole yang sepanjang hari menangis karena merasa bersalah, kini menjadi lega mendengar kabar Ariel sudah bangun dari koma.Hanya satu permasalahan yang Shawn belum ceritakan pada keluarganya, yaitu tentang kedua kaki Ariel yang tak bisa digerakan. Ya, Shawn juga tak memberi tahu keluarganya tentang Mika yang memberikan jamur padanya.Shawn telah mengambi
Dominic menatap Eldon yang berdiri di hadapannya. Dia tak hanya seorang diri, ada Mika yang juga menemaninya. Mika sudah mendengar tentang keadaan Ariel, meski hasil pemeriksaan belum keluar, tetap saja Mika khawatir. Bagaimana pun, Mika yang memberikan jamur itu. Harapan Mika adalah Ariel bisa siuman seperti sedia kala, tanpa ada efek samping dari jamur yang diberikan.“Kedua kaki Ariel tidak bisa digerakan. Hasil pemeriksaan dokter tentang kondisi Ariel belum keluar. Aku harap hasilnya baik-baik saja. Eldon, apa kau sudah pernah mendengar tentang ini sebelumnya?” tanya Dominic seraya menatap Eldon.“Apa mungkin efek jamur itu membuat kedua kaki Ariel akan lumpuh?” sambung Mika tak sabar bertanya.Sejak di mana Ariel sudah membuka mata, Mika hanya diam dan tenang. Padahal sebenarnya, kekhawatiran dalam diri Mika—sangatlah besar. Mika khawatir jika kedua kaki Ariel benar-benar lumpuh.Eldon terdiam sebentar mendengar pertanyaan Dominic dan Mika. “Tuan, Nona, jujur saja aku belum perna
Shawn menatap Ariel yang tertidur pulas di ranjang. Dia menarik selimut, menutup rapat tubuh sang kekasih. Dia membelai lembut pipi sang kekasih—dan memberikan kecupan di sana. Tampak jelas mata Shawn menunjukkan jelas kelegaan dan ketenangan. Ariel memejamkan mata karena tertidur, bukan terbaring koma. “Tuan Shawn?” Jan masuk ke dalam ruang rawat Ariel.Shawn menatap dingin Jan yang berdiri di ambang pintu. “Ariel sedang tidur, tunggu di luar,” ucapnya pelan dan setengah berbisik—meminta Jan untuk menunggunya di luar. Dia tak ingin kekasihnya terganggu.Jan mengangguk sopan merepon ucapan Shawn. Dia segera menunggu di depan ruang rawat Nicole—sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Tuannya. Tepat di kala Jan sudah pergi, Shawn keluar dari ruang rawat Ariel. Tak lupa, pria itu memberikan kecupan di kening Ariel.“Ada apa?” Shawn menatap dingin Jan yang berdiri di hadapannya. Pria itu sudah berada di depan ruang rawat Ariel—menemui Jan yang ingin bertemu dengannya.“Tuan, maaf mengg
Lebih dari enam bulan Ariel berada di rumah sakit. Kondisinya sudah berangsur-angsur membaik. Dokter sudah melakukan pemeriksaan secara ulang—di mana Ariel sudah tidak ada lagi racun di tubuhnya. Tentu semua orang bahagia mendengar kabar tentang itu semua.Hanya satu permasalahan yaitu Ariel belum bisa berjalan. Apa yang disampaikan oleh Dokter John pada Shawn, Dominic, dan Mika—hanya disimpan oleh mereka bertiga saja. Atas permintaan dari Shawn, tidak boleh untuk memberi tahu pada orang lain tentang apa yang sebenarnya terjadi.Tentang jamur yang diberikan oleh Mika, memang sudah Shawn beri tahu pada keluarganya. Seluruh keluarga tentunya berterima kasih pada Mika yang sudah berhasil menemukan penawar racun untuk Ariel.Namun, sampai detik ini keluarga besar Shawn tidak ada yang tahu tentang dampak dari obat penawar yang berhasil Mika membuat Ariel mengalami kelumpuhan. Yang tahu tentang kelumpuhan Ariel hanyalah pihak dokter, Shawn, Dominic dan Mika.Shawn memutuskan tidak memberi t