Aku menghembuskan nafasku kasar karena kaget akan sikap Liam yang tiba-tiba berubah menjadi menyebalkan.
"Tidak. Pulanglah. Nanti aku bayarin ongkos taksinya, maaf mereporkanmu dan terima kasih sudah menemaniku." Ucapku tersenyum.
"Oh aku sangat suka ekspresi terkejutmu itu." Tawanya.
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih juga sudah memanggilku. Senang bisa menemani malammu, Anna." Tambahnya sambil mulai mengambil barang bawaannya.
"Okay, See you." Ucapku tersenyum dan memencet tombol pembuka kunci pintu dari sisi kanan mobilku.
Sebelum benar-benar turun, Liam tersenyum ke arahku sambil merentangkan kedua tangannya. Aku yang mengerti lalu segera membalas pelukannya. Liam akhirnya memelukku dengan sangat erat sambil sesekali mengelus pungggungku.
Aku tersenyum.
"Kau sudah berjuang sangat keras" Bisiknya.
Tentu saja mendapatkan perlakuan hangat seperti ini mampu membuatku merasa bahagia. Meski hanya sesaat.
Namun tidak kusangka Liam mendekatkan wajahnya untuk mencium bibirku. Dan entah apa yang merasuki kepalaku, dengan bodohnya aku membalas sapaan bibirnya. Dan akhirnya ciuman lembut itu tidak terelakkan lagi. Belum sempat kewarasanku merutuki diriku sendiri, perasaanku menyatakan bahwa yang kami lakukan ini hanya ciuman kasih sayang karena sedari aku mengenal Liam adalah teman baik Kakakku, aku mulai menganggapnya Kakakku juga. Dan Liam sangat paham kalau aku tidak akan pernah mau menjalani hubungan yang serius dengan seseorang.
Semakin lama kubiarkan, ciuman itu semakin memanas sampai-sampai membuat kaca mobilku berembun. Aku sedikit kewalahan mengimbangi ciuman Liam yang mulai terasa serius.
"Nggh!!" Dengungku sambil menepuk-nepuk bahu Liam untuk memperingatkannya kalau yang kami lakukan ini harus segera dihentikan.
Tapi sayangnya Liam terlalu menikmatinya. Telinganya seakan tertutup dan tidak bisa digunakan. Entah karena alkohol yang membuat kami berdua mabuk atau memang ciuman ini yang memabukkan dan sepertinya sudah mengarah ke hal lain. Entahlah, aku tidak tau dan tidak mau peduli.
Tok.
Tok.
Tok.
"Bu? Bu Anna? Ada apa?" Suara ketukan kaca mobil dan pertanyaan yang satpam penjaga malam lontarkan membuat kami segera melepaskan aktivitas pelekatan kami dan menyeka bibir kami masing-masing karena sedikit membengkak.
"Tidak, Pak. Saya ketinggalan sesuatu." Balasku saat membuka kaca jendelaku.
"Oh, baik Bu. Tolong parkirkan mobilnya di sana ya." Pintanya lalu meninggalkan kami.
Aku memperbaiki rambut dan pakaianku. Begitu pula dengan Liam yang segera membuka pintu dan pamit pulang padaku seperti tidak ada yang aneh.
“Kalau kau butuh bantuan, jangan lupa kabari aku. Aku akan dengan senang hati menemanimu lagi, wahai teman minumku.” Kekehnya.
Aku tersenyum mengangguk dan masih sempat tertawa cekikikan bersamanya karena sadar akan kejadian konyol yang menimpa kami barusan.
“Terima kasih, Liam!” Teriakku melambaikan tangan padanya yang berjalan semakin menjauh.
Liam membalas lambaian tanganku hingga bayangannya menghilang di balik pagar kantor. Setelah memastikan dirinya sudah pergi, segera kubawa mobilku ke arah parkir kantor yang ditunjuk satpam barusan sebelum masuk ke dalam kantorku yang kini hanya diterangi cahaya remang-remang oleh lampu emergency. Tentu saja. Ini masih terlalu larut untuk menyalakan lampu utama. Segera saja kupencet tombol lift yang memang masih beroperasi menuju ke lantai tempat dimana ruanganku berada.
"Duh mana sih." Bisikku kesal setelah sampai di meja kerjaku.
Aku sengaja tidak menyalakan lampu utama karena tidak ingin berjalan jauh hanya untuk mencari saklar demi menghemat waktu. Tapi tanpa disangka, cahaya remang-remang seperti ini semakin membuatku kesulitan mendapatkan barang itu. Kini tangan dan mataku sibuk mengobrak-abrik mejaku yang sudah terlihat sangat berantakan.
"Ini dia! Ish! Gara-gara kamu aku harus balik lagi kesini. Harusnya aku sudah tidur, tau!" Kesalku pada sebuah flashdisc yang berada dalam genggamanku.
"Yakin sudah tidur?" Suara bariton seseorang yang berhasil mengagetkanku.
"OH ASTAGA NAGA!!" Pekikku yang terperanjat lalu mengelus dadaku yang hampir melemparkan jantungku dari tempatnya.
Segera kupalingkan wajahku dan melihat sosok pria dengan tatapannya yang tajam dan penuh makna sedang berdiri dengan menyandarkan bahunya pada sisi pintu kaca sambil menyilangkan tangannya di dadanya. Meski cahaya ruangan yang terbatas ini menyinari wajahnya, aku masih bisa melihat senyumannya yang mulai menggodaku.
"Selamat malam, Tuan Rayes." Sapaku menunduk memberikan hormat dengan sikap sempurnaku seperti biasa.
Tentu saja aku harus hormat. Yang berdiri di hadapanku saat ini adalah Gerald Rayes. Seorang pria berusia sekitar 43 tahun yang masih sangat tampan untuk ukuran seorang pria seusianya. Tubuh cukup besar dengan massa otot yang masih bisa dikatakan rapi. Perawakan yang sangat tegas dan sangat berkharisma. Di usianya yang masih terbilang sangat muda ini dia berhasil menjadi pimpinan utama menggantikan ayahnya yang sudah lebih dulu meninggalkannya. Pria beristri dan tentu saja memiliki anak yang cukup tampan, hampir sama sepertinya. Itulah infromasi mengenai pemimpin utama di perusahaanku yang bisa kudapatkan dari berbagai media.
"Yakin kamu sudah tidur?" Tanyanya sekali lagi.
Aku melihatnya dengan mengedipkan mataku karena bingung.
***
"Kamu sepertinya belum pulang hari ini. Penampilanmu dengan pakaian kantor di jam segini sepertinya menunjukkan kalau seseorang baru saja meenggelamkan dirinya di kolam penuh alkohol." Ucapnya mulai mengimitasi. Aku mulai mengangkat sikuku dan mengendus sendiri bau yang menempel di pakaianku. Tapi sialnya seluruh indra penciuman dan perasaku sedang mati rasa karena alkohol sialan itu. "Maaf, saya tidak mencium apa-apa, Pak. Sekali lagi maaf kalau bau badan saya sudah mencemari udara di sekitar Bapak." Aku menunduk meminta maaf pada pimpinan utama perusahaan ini. "It's Okay, Anna. Oh, please... Panggil Rayes saja kalau kita sedang berdua begini. Lagi pula ini sudah bukan jam kantor. Jadi tidak perlu sungkan." Ucapnya santai sambil memasukkan kedua tangannya ke saku celananya. Jujur saja, melihat pria dengan baju kemeja yang kancing atasnya terlepas dan lengan panjangnya yang terlipat terlihat sangat seksi di mataku. Netraku tidak berhenti berbinar menatapnya. Oleh karena itu aku leb
Oh iya, telepon. Kamar mewah seperti ini pasti punya telepon. Aku berlari mencari telepon itu di ruang tamu dan mendapati meja tamu yang penuh dengan makanan yang masih terbungkus rapi, lengkap dengan beberapa biji obat dan secarik kertas. 'Jangan lupa makan dan minum obatnya. Setelah itu duduk manislah dan tunggu saya.' Siapa? Aku? Ohhh tidak akan. Aku harus keluar dari sini secepat mungkin. Aku mendapatkan telepon tepat di meja kecil di ruang tamu dan segera memencet nomor receptionist. Tidak butuh waktu lama aku segera mendapatkan balasan. "Good Morning. May I help you, mam?" Loh? Bagaimana bisa dia tau kalau perempuan yang berbicara? Padahal aku belum mengeluarkan suara sama sekali. "Halo mbak, saya terkunci di kamar ini. Sepertinya pintunya rusak tidak bisa di buka dari dalam. Bisa tolong panggilkan teknisi untuk membantu memperbaiki pintu saya?" Pintaku. "Baiklah, tunggu sebentar. Saya akan mengabari teknisinya segera mungkin. Maaf atas ketidak nyamanannya. Terima kasi
Jantungku berdetak kencang seketika. "Apa yang sudah saya lakukan tadi malam Tuan?" Tanyaku penasaran Apa yang sudah kulakukan pada Rayes? Astaga, Anna... Siap-siaplah menjadi pengangguran sekarang! Rayes tersenyum. Dan itu semakin membuatku ketakutan. "Kamu memanggil nama saya dengan sangat santai. Tidak apa, karena itu memang yang saya mau. Selama ini saya memang memperhatikanmu karena mencurigai kamu sudah mempunyai suatu hubungan yang sepertinya, sudah di luar kewajaran." DEG!! Jantungku kembali berdetak kencang. "Menjadi selingkuhan Manajer Marketingmu? Dan melakukannya di kantor? Apa kau serius??" Mati aku! MATI!!!! "Awalnya saya mencurigai kamu melakukan itu semua demi kenaikan jabatanmu saja. Tapi setelah saya telusuri yang saya dapatkan, kamu memang berhak atas jabatan itu. Pekerjaanmmu sangat rapi dan tersusun, juga tepat waktu. Dan sepertinya kamu tipe yang tekun dan ulet. Tapi saya bingung, kira-kira apa alasannya sampai kamu mau menjadi selingkuhan orang semaca
"I-iya? Ada apa, Rayes?" Tanyaku penasaran. "Apa saya masih terlihat seksi di matamu?” "Hah?" Aku mengedipkan mataku berkali kali mendengarkan pertanyaannya barusan yang tidak pernah kusangka akan keluar dari mulut seorang pimpinan utama perusahaanku. Aku menelan ludahku kasar dan menutup mataku sebelum menarik nafas dalam dalam. "Tentu, Rayes." Senyumku menatapnya. "Tentu. Anda sangat seksi." Tambahku berbohong. Berbohong? Well, seorang pria dengan kemeja yang tidak terkancing rapi dengan lengan yang dilipat itu memang terlihat menarik perhatianku. Tapi bagaimana kalau yang memakainya itu orang seperti Rayes? Maksudku memang wajahnya masuk dalam kategori tampan untuk pria matang seusianya. Tapi apakah aku sopan baru saja menyebut pria dewasa yang mempunyai anak dan istri ini sebagai pria seksi? "Serius? Apa saya lebih seksi ketimbang atasan langsungmu itu?" Tanyanya dengan tatapan yang menyindir. "Tentu saja. Jangan menyamakan diri anda dengan bawahan anda seperti itu. Anda s
Ekspresi Rayes terlihat sedikit kaget namun ia terlihat berusaha menutupinya. "Oh, kamu sudah melihatnya. Yah, itu... Bagaimana ya menjelaskannya." Aku mempunyai firasat tidak enak. "A-apa kita me-melakukan itu? Rayes?" Tanyaku ragu. Rayes melotot menatapku. Firasatku semakin tidak enak. Rayes lalu mengusap tengkuknya yang kusadari tidak gatal sama sekali. Dia mencoba menyembunyikan sesuatu, atau sedang mencoba untuk menjelaskan sesuatu? "I-itu... Hm, begini..." Aku memperbaiki postur tubuhku untuk mendengarkan penjelasannya dengan baik. "Baiklah. Begini, waktu kita sudah sampai di apartemen ini... Kamu... Memuntahkan isi perutmu karena katanya kamu mual mencium wewangian di ruangan ini. Dan begitulah ceritanya kenapa pakaianmu berakhir di tempat laundry." Jelas Rayes sambil menahan tawanya. Wajahku merona padam karena malu. Segera kuambil bantalan sofa yang ada di sampingku lalu menutupi wajahku yang semakin panas ini. "Belum selesai Anna. Tolong dengarkan saya. Setelah puas
Kenapa Rayes berlebihan seperti itu? Oh astaga betapa bodohnya aku. Saking kagetnya aku melihat pakaian baru nan mahal ini, aku berlari pada Rayes tanpa mempedulikan tampilanku yang hanya terbungkus handuk putih dengan rambut basah sempurna berjalan begitu saja ke hadapannya dengan pakaian mahal pemberiannya itu di tanganku. Tentu saja Rayes akan menyemburkan air yang baru saja masuk memenuhi mulutnya itu sebelum mengomeliku dengan eksresi terkejutnya. "Ma-maaf, bukan begitu maksudku. Tapi ini?" "Ambil saja. Kamu berhak itu. Anggap saya yang sudah membuat pakaianmu menjadi kotor, okay? Lagi pula kemeja yang kamu pakai dan jas yang kamu ikat untuk menutupi pahamu tadi itu harganya melebihi pakaianmu sekarang. Jadi anggap saja itu hadiah, Anna." Pintanya. "Tapi saya-" Aku masih sangat tidak enak! "Anna, tolong." Rayes mulai berjalan mendekatiku. "Itu dari pemberian seorang teman. Okay?" Ucapnya menyentuh bahuku dengan kedua tangannya. Ada sensasi hangat yang menggeliat melalui ta
Sesampainya di rumah, segera kubuka pintu garasi dan memasukkan mobilku tepat di samping motor sport, Nathaniel, Kakak laki-lakiku yang sangat jarang pulang lebih awal dari jam pulang kantornya. Aku segera berlari masuk ke dalam rumah untuk mencarinya. Dan benar saja, dia sedang mengobrak-abrik lemari pakaianku. "YA AMPUN! KAKAK NGAPAIN?" Kagetku. Niel yang bingung melihat kehadiranku hanya bisa terdiam kaku menatapku yang sibuk menghentikan aktivitasnya. "Kantormu baru saja meneleponku karena mereka bilang tidak bisa menghubungimu karena ponselmu mati. Katanya kau akan berangkat besok pagi untuk mengikuti program-apalah itu. Jadi aku segera pulang dan membantumu berpacking. Karena kupikir kau akan pulang malam atau bahkan tidak pulang lagi." Jawabnya santai. "Iya ponselku mati, tapi aku pasti pulang. Aku tidak mau jadi anak durhaka." Segera kututup koperku yang masih berantakan itu. "Terus... Bisa kau jelaskan alasan kenapa tidak pulang semalam?" Tanyanya. "Aku lembur. Banyak ya
"Halo, Anna." "Ra-Rayes? Apa ini ulahmu?" Tanyaku bingung. Ia tersenyum. Pramugari tersebut mempersilahkanku duduk tepat di sebelah Rayes. Dan tanpa banyak bertanya, aku segera menuruti arahan pramugari tersebut. "Apa ini ulahmu?" Tanyaku memastikan. Rayes hanya memberikanku senyuman penuh maknanya. "Bagaimana kalau pegawai yang lain melihatnya?" Tanyaku panik. Yang mengikuti program itu bukan hanya aku saja, ada beberapa orang lagi dari departemen lain yang mengikutinya. Tentu saja aku khawatir dengan reputasi pimpinanku yang akan tercoreng hanya demi melindungi bawahannya yang baru saja dilecehkan oleh orang asing atau yang lebih buruk lagi, kalau ada gosip jelek yang beredar mengenai kami berdua. "Dan membiarkanmu terus digoda oleh mereka itu?" Ia balik bertanya. "Hm? Dari mana kamu tau?" "Insting pria memang seperti itu, Anna." Aku hanya terdiam tidak membalas sama sekali ucapan Rayes karena merasa tidak enak pada pria yang lagi-lagi menyelamatkanku ini. "Permisi." Sela
Tri semester terakhir menjadi tantangan terbesar bagiku yang semakin kesulitan untuk bernafas karena rasa sesak memenuhi perutku yang sudah terlalu besar. Layaknya ibu hamil pada umumnya, semua ukuran baju dan sepatuku mendadak berubah. Dan untuk alasan tertentu, dokter menyarankan agar aku terus melakukan olahraga ringan di pagi dan sore hari demi mempertahankan posisi bayi kami yang sudah berada pada tempatnya."Baby? Are you ready?" Tanya Roger yang sudah siap dengan pakaian olahraganya.Sepulang dinas dan sebelum berangkat kerja, sudah menjadi tugas tambahan untuk Roger menemaniku jalan-jalan di sekitar taman. Dengan senang hati Roger menemaniku karena selain meniduri wanita, olahraga merupakan salah satu kegiatan favoritnya."Let's go." Ajakku bersemangat.Roger tersenyum sebelum berjalan beriringan bersamaku menuju ke lift apartemen. Namun untuk kali ini sepertinya sesuatu yang tidak beres sedang melandaku ketika lift yang kami tumpangi sedang bergerak turun ke lantai dasar."Mh
Kondisi perutku mulai terlihat lebih menonjol di usia kandunganku yang sudah memasuki tri semester kedua. Setelah puas bergulat dengan rasa mual dan ngidam yang aneh-aneh, kini aku harus memasuki fase dimana gairah seksualku mendadak berubah.Beberapa kali aku harus memancing nafsu para serigala yang sedang tampak tenang itu, namun mereka tolak mentah-mentah mengingat dokter melarangku untuk berhubungan intim di awal kehamilan demi menjaga keselamatan kandunganku yang masih sangat rentan.Tapi untuk malam ini, rasanya aku sudah tidak bisa menahannya lebih lama lagi. Karena terus dianggurkan selama beberapa bulan belakangan ini, sekarang aku ingin menjamah tubuh mereka seperti yang biasanya kulakukan setiap malam sebelum aku menyadari kalau aku sedang hamil."Papa Dan~" R
Hampir tiga bulan lamanya aku menjalani kehidupan baruku sebagai wanita yang sedang berbadan dua. Meski pada awalnya berat menerima kehadiran makhluk hidup baru yang tumbuh dan berkembang di dalam perutku. Suami dan kedua sugar daddyku terus memberikanku support yang tidak pernah berhenti. Bahkan mereka tidak ingin mempertanyakan anak siapa yang sedang kukandung, karena bagi mereka ini adalah anak dari buah cinta mereka.Jadi kunikmati seluruh kasih sayang yang mereka limpahkan padaku tanpa henti sampai makhluk kecil ini hadir diantara kami berempat dan merebut semua perhatian kami. Seperti saat jadwal check up rutin datang, aku bahkan sampai harus mengacuhkan pandangan orang-orang Rumah Sakit yang kebingungan melihatku dikawal oleh suami serta dua sugar daddyku yang sampai harus izin tidak masuk kerja hanya untuk melihat tumbuh kembang anak mereka dalam perutku. Kini tantangan terbesar yang harus kulewati adalah fase mual dan ngidam yang berlebihan. Ah- Membayangkan kombo mematikan
Beberapa bulan setelah kunjungan Mama dan Papaku, kujalani hari-hari sibukku sebagai istri rumah tangga yang baik untuk suami dan kedua sugar daddyku. Mengurusi segala kebutuhan mereka lahir maupun batin. Dan sesuai keinginanku yang disepakati bersama, kegiatan panas kami akhirnya berjalan teratur sesuai jadwal. Malam tertentu aku hanya milik mereka seorang dan malam khusus dimana aku akan menjadi milik mereka bertiga. Khusus untuk Daniel, malam kami hanya diisi dengan kegitan manis di ranjang bersama. Tanpa sedikitpun aktivitas panas yang akan memicuku untuk menggodanya, Daniel akan terus mencurahkan perasaannya melalui perlakuan manisnya yang membuatku semakin mencintainya sebagai pasangan hidupku yang sah. Namun untuk pertama kalinya semenjak kami memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama, perutku merasakan sesuatu yang membuat tubuhku tidak karuan. Rasanya aku ingin memuntahkan makan malam yang barusan kami santap berempat sebelum berpisah untuk tidur di kamar masing-masing kar
"Halo? Ya Ma?" Sapaku ketika mengangkat telepon dari Mama yang jarang sekali menghubungiku di pagi hari seperti ini."Dek, Mama dan Papa sudah boarding pesawat ya. Jemput kami nanti di bandara ya." Pinta Mama yang berhasil membuat jantungku berhenti berdetak untuk beberapa saat kemudian."Hah?! Mama mau ke sini? Kok nggak bilang dari kemarin?" Keluhku yang membuat Roger kebingungan karena aku segera terbangun dari pahanya."Ya namanya juga kejutan. Ini saja Mama ngabarin kamu dulu, takutnya kamu lagi nggak di rumah. Gimana kalau Mama dan Papa langsung gedor pintu rumahmu, hayo." Mama membela dirinya."Iya iya iya.. Ya sudah, Mama Papa safe flight ya. Aku bersih-bersih rumah dulu." Ucapku yang segera beranjak dari tempatku bersantai dengan Roger."Baby? Kenapa? Apa orang tuamu mau ke sini?" Tanya Roger melihatku berlari panik."IYA!" Teriakku menuju ke kamar utama tempat dimana barang pribadiku berada.Segera kuraih tas hitamku yang setahun lalu pernah kugunakan untuk kabur bersama den
Beberapa haripun berlalu, berkat segala bantuan Rayes dan Roger akhirnya secara hukum aku sudah sah menjadi Nyonya Henery. Tidak ada acara mewah setelah kami menandatangani akta pernikahan kami. Yang ada kedua Daddyku hanya mempersiapkan acara makan siang sederhana di yacht pribadinya. Mereka berpesan agar aku tetap menjaga stamina sebelum pulang kembali ke kotaku untuk melaksanakan resepsi yang sebenarnya. Tidak masalah untukku. Aku juga merasa tidak terlalu merasa nyaman dengan keramaian Ibu Kota. Lebih menyenangkan berkumpul bersama mereka bertiga. Menikmati indahnya sinar matahari dengan hembusan angin laut yang menyegarkan. "Baby, jangan berjemur disana. Kulitmu bisa terbakar. Ingat kamu masih punya resepsi minggu ini." Pesan Roger yang sedang duduk dengan Rayes serta Daniel dengan segelas champagne di tangan mereka masing-masing. "Sayang sekali rasanya kalau tidak berjemur di laut." Keluhku. "Seharusnya kamu pakai bikinimu. Kalau tidak, kulitmu akan belang." Rayes menambahka
"Honey?" "Honey??" "Sayang???" Sayup-sayup suara Daniel yang sedang memanggilku berulang kali berhasil menyadarkan dari tidur pulasku semalam. Sampai-sampai aku tidak menyadari sentuhan tangan hangat Daniel yang terus membelai rambutku seolah sedang berusaha menyadarkanku. "Sayang, bangun." Daniel mengusap keningku berkali-kali. "Mhh~" Lenguhku manja karena rasanya aku masih mau melanjutkan tidurku. "Bangun sayang. Aku dan Tuan Rayes akan segera berangkat kerja. Roger belum pulang karena terjebak delay. Apa kamu tidak masalah ditinggal sendirian?" Tanya Daniel mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Aku mengernyitkan dahi sambil berusaha membuka mataku. "Iya." "Minumlah dulu. Aku sudah menyiapkan sarapan di atas meja untuk kalian berdua nanti. Sekarang bangunlah dulu. Aku sedikit trauma meninggalkanmu dalam kondisi tidur seperti ini." Pinta Daniel. Tanpa bantahan meski dengan kondisi mata yang masih terasa sangat berat, Daniel melihatku terbangun dari tempat tidur dan berjalan l
Mataku yang terbuka secara tiba-tiba membuat tubuhku tersentak pelan seakan aku baru saja mengalami kejadian yang sangat menegangkan. Kesadaranku yang perlahan pulih sejalan dengan nafasku yang berburu seperti mencoba menenangkan detak jantungku yang tidak beraturan untuk kembali pada ritmenya. "Baby?" Kaget Rayes yang ikut terbangun masih dengan lengan kokohnya yang kujadikan sebagai bantal tidur. Aku menatap Rayes yang tertidur di sebelah kiriku dan Daniel tertidur disebelah kananku dengan tangannya yang berada di atas perutku. Masih dengan detak jantung yang belum tertata, aku tersenyum menanggapi pertanyaan Rayes. "Daddy Roger sudah berangkat ya?" Tanyaku kemudian. Rayes mengangguk. "Sekarang masih jam setengah dua belas malam. Do you need something, Baby?" Tanya Rayes dengan suaranya yang serak-serak basah. Aku mengangguk. "I need to clean that part. Sepertinya aku tidur terlalu lama. Rasanya badanku segar sekali." "Baiklah, sayang. Bersihkan tubuhmu dulu. Kamu terlalu
Dengan sorot matanya yang semakin dibutakan oleh kabut gairahnya sendiri, Daniel terus memijat batang kejantanannya yang sudah menegang di ujung sana. Tidak sedikitpun ia berniat mendekatiku yang sedang sibuk bersetubuh dengan Rayes sembari memeluk Roger yang tak henti-hentinya memberikanku rangsangan kecilnya dengan memijat kedua gunung kembarku. Desahan dan lenguhan terus kulanturkan karena kenikmatan tanpa ujung yang diberikan oleh kedua sugar daddyku. "Damn, you're hot as hell." Desis Rayes yang kembali menghentakku agar kembali fokus pada genjotannya. "Daddy~" Rengekku pada Roger yang kini meraih bibirku untuk menciumku dengan rakus. "Ah- Kau sangat spesial sayang." Rayes kembali mendesis dan memukul-mukul buritan sintalku secara bergantian. "Nggh, capek." Keluhku saat kulepas bibirku dari pagutan bibir Roger. Tak ambil pusing, tanpa melepas miliknya dari kewanitaanku. Rayes lalu menarik tubuhku dari pelukan Roger dan segera menjatuhkanku di atas pangkuannya yang sedang terdu