15 Oktober 2019
Ternyata dunia memang sesempit ini, ya?
Biru sudah meminta pada Mutia untuk mengajak Issy masuk ke dalam mobil terlebih dahulu. Mereka berdiri di dekat tempat parkir. Langit tampak muram; sedikit tidak bersahabat. Hal itu seolah mendukung kecanggungan di antara mereka berdua. Ini adalah kali pertama Biru dan Ersa bertemu di luar rumah sakit. Posisi mereka bukan sebagai 'psikolog-klien', melainkan sebagai dua individu yang bisa memutuskan untuk berteman kapan saja.
"Itu ... itu Kakak saya dan anaknya," Biru mengawali pembicaraan dengan suara seraknya. Dia bersuara tanpa menatap Ersa yang tampak cemas bukan main. Kakinya bergerak tak menentu. "Bulan depan Kak Mutia bakal cerai. Hak asuh akan jatuh ke tangannya."
24 Oktober 2019 15.46 "Sa, gue masih merasa bersalah ke Runalla. Sampai sekarang aja kita masih di-block. Mungkin juga, dia masih marah ke suaminya. Sekarang mereka gimana, ya? Gue takut rumah tangga mereka kenapa-kenapa ... " Noela memandang langit-langit apartemen dengan sorot menerawang. Ada kepahitan yang tersirat dari sana. Overthinking-nya kambuh. "Gue memang sama sekali nggak pandai bikin kejutan. Gue padahal cuma mau dia semakin senang, karena hari itu merupakan empat bulanan sama Kak Biru." Angkasa membiarkan keheningan mengambil alih selama beberapa detik. Menciptakan sebuah jarak yang nyaris menyebabkan Noela memaki. ["Bukan salah lo. Jangan terlalu dipikirin. Lagi
25 Oktober 201915.17Aku ingin menghabiskan seluruh waktuku bersama suami, karena ini hari Minggu—hari libur paling ditunggu oleh semua orang di dunia. Mbak Mutia dan Issy juga sedang pergi ke taman bermain, sengaja melarang kami ikut dan mengatakan, "Kalian habiskan waktu aja berduaan. Aku nggak mau ganggu."Aku sudah berencana mengajak Mas Biru untuk nonton bioskop atau sekadar di rumah—cuddle atau ciuman sepanjang hari; mengingat kemarin merupakan hari bersejarah yang akan kuingat seumur hidup. Herannya, ketika tadi kutawari untuk cium, Mas Biru malah salah tingkah sendiri.Mas Biru itu pemalu. Wajahnya sangat merah dan dia menghindari kontak mata. Dia sebisa mungkin menjaga j
20.25 Biru pergi ke salah satu mini market yang jauh dari rumah. Sengaja agar bisa menghabiskan waktu, karena dirinya enggan kembali ke rumah dan bertemu Runalla. Setelah sekian lama, untuk pertama kali Runalla menyakiti sedemikian hebat sampai Biru tidak bisa berhenti memikirkan ucapan Tias. Biru membeli sebungkus rokok serta pematik. Mini market itu menyediakan beberapa meja di luar gedung. Biru merokok di saja, berharap amarahnya ikut pergi bersama asap yang mengepul namun harapannya jelas percuma. Dia begitu marah; pada Runalla, pada Tias, pada semua orang, dan dirinya sendiri yang terlalu kacau sejak awal. 'Kenapa sih gue lahir?' Pikirannya mulai kumat dan suasana hatinya jelas ikut terpuruk. Biru menghisap rokok itu sedalam mungkin sampai tenggorokannya terasa kelewat gatal dan perih. Kepercayaan dirinya luntur. 'Seandainya gue nggak lahir, gue nggak akan menikah sama Runa, nggak baka
2 November 2002 Sewaktu menjalin hubungan sebagai sepasang kekasih bersama Bintang, Biru mengenal baik kakak lelakinya. Satra. Jauh lebih tua sebelas tahun dari mereka. Mereka dekat sekali, karena seumur hidup dirinya selalu mengharapkan sebuah kehangatan yang tidak mampu diberikan oleh keluarga. Biru selalu memberi apa yang dimau, tapi tidak mendapat balasan yang setimpal. Dia selalu kesepian. Tak pernah merasakan kebahagiaan. Ada momen-momen tertentu yang memang membuatnya senang, seperti memenangkan lomba mewakili sekolah. Tapi itu dianggap angin lalu—tak berhasil membuatnya merasa puas. Sejujurnya, Biru bernapas hingga sekarang karena dirinya masih hidup. Biru tak pernah bisa mengharapkan apapun. Tiap hari, sejak kejadian memilukan sewaktu SMP, tak ada yang bisa meremukkan hatinya seperti sang sepupu. Hampir setiap hari mengharapkan ajal yang tak kunjung datang. Biru mulai memikirkan ide bunuh diri
14 Februari 2014 "Lo diam aja ya, anjing! Untung gue masih mau pacaran sama lo. Emang ada yang mau macarin atau bahkan nikahin cewek kayak lo? Menang cantik doang, tapi otak gak dipake! Gue butuh duit. Kalau lo punya, ya dikasih ke gue dong. Katanya sayang? Tukang bohong banget lo!" Runalla menangis sesegukan di dalam mobil ketika Septa baru melayangkan beberapa pukulan di daerah pelipis. Ada luka memar yang menghiasi wajah serta tangan. Runalla sudah memohon ampun; mengutarakan rasa sakit akibat pukulan yang diberi oleh sang kekasih siang ini. "Lo pikir, lulus tiga setengah tahun itu spesial? Banyak kali yang lulus cumlaude. Gitu aja dipamerin. Norak lo tolol!"
7 November 2019 Biru tidak bisa tidur meski jarum jam mengarah pada angka satu. Sejak tadi matanya terbuka di saat Runalla sudah terlelap dan memeluk dari belakang. Napas perempuan itu terdengar tenang sampai pikiran Biru kacau. 'Kenapa saat itu aku ngajak kamu nikah, ya?' Biru tak memiliki pemandangan yang bisa ditatap selain tembok kamar serta lemari. Hatinya berkecamuk tak nyaman. 'Aku merasa egois, karena takut menyesal nggak menikahi kamu-takut kamu diambil cowok lain dan aku terpaksa menikah sama perempuan lain. Aku cowok brengsek yang penakut. Aku takut menyakiti tapi aku sudah melakukan itu berulang kali.' Brengsek memang. Biru tidak bicara lagi pada Runalla sejak kemarin sore. D
16.05Ruangan dekan tak terlalu luas. Temboknya berwarna putih tulang dan dilengkapi dengan beberapa furnitur, seperti: satu meja kayu yang dilengkapi dengan tiga kursi untuk dekan maupun pengunjung, satu meja kaca yang dilengkapi sofa panjang berwarna hitam, lemari berisikan beberapa dokumen penting, satu air conditioner, dan beberapa figura yang memajang foto sederet prestasi terbaik kampus.Udara dari air conditioner menyebabkan suhu terasa begitu dingin.Otomatis Biru yang sudah berusaha mengesampingkan sensasi sakit perut serta jantung berdebar akibat kecemasan, mulai kesulitan mengontrol tubuhnya sendiri. Biru rasanya mau pingsan ketika melihat Dekan Fakultas Desain Komunikasi Visual duduk di sofa dan terlihat santai saat membalas pesan melalui
trigger warning: mention of sexual abuse. *** 18.07 "Muka kamu kenapa gitu banget?" Biru merengut ketika Runalla menyambutnya dengan raut yang sedikit aneh. Istrinya itu tampak seperti ingin mengatakan sesuatu namun ditahan oleh keraguan luar biasa. Tak biasanya Runalla melipat kedua tangan di depan dada dan mengamati layaknya guru yang sedang memberi penilaian ujian praktek. Menyadari situasi sedikit canggung, Biru pun berdeham dan menggaruk kepala. Untung saja Issy dan Vivi muncul. Biru memilih mengikuti dua mahkluk kecil itu ke ruang tamu daripada mempedulikan tatapan Runalla.
a/n: Anyelir's pov. *** Patah hati pertamaku sudah berlalu dan Mama tidak memperbolehkanku menemui Satya lagi. Aku, Anyelir Pramudita, sekarang lebih dijaga oleh Mama yang mengatakan bahwa tidak mau melihatku menangisi lelaki brengsek. Satya sempat datang ke rumah--Mama tidak memperbolehkanku bicara dan sebagai gantinya Mama yang mengomeli Satya sampai Papa terpaksa menarik Mama masuk ke dalam. Hari ini, Mama baru pulang dari Surabaya setelah mengunjungi satu sahabat baiknya, Tante Noela. Sepengetahuanku, mereka sudah bersahabat sejak Mama duduk di bangku kuliah dan sempat ada konflik walau aku tidak tahu masalah apa yang mereka hadapi. Mama pulang kemudian langsung disambut oleh Papa dengan pelukan hangat. "Runa, capek?" Papaku tersenyum kelewat lebar ketika kembali melihat wajah Mama, setelah tiga hari ditinggal pergi ke Surabaya. Mama menyahut, "Biasa aja, sih. Kamu sama Anye sudah makan? Mau dimasakin apa?" "Terserah, pokoknya bisa dimakan
6 Januari 2021 Biru mengalami masa-masa sulit setelah kepergian Vivi, anjing kesayangannya. Biru tahu betul bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, tapi dia tidak pernah mempersiapkan diri untuk berpisah dari hewan peliharaan yang setiap hari menemaninya dalam suka maupun duka. Tahu, tidak, alasan mengapa berpisah dari hewan peliharaan bisa 'sedalam' itu? Menurut penelitian, itu disebabkan oleh adanya ikatan yang begitu dekat dengan mereka. Individu yang sudah menyayangi sepenuh hati dan rela memberikan apapun, merasakan kehilangan mendalam akibat setiap hari--secara tidak langsung--berperan sebagai orang tua; yang mengayomi, menghidupi, membahagiakan, dan memberikan afeksi fisik maupun emosi. Apalagi Vivi sudah menemani Biru selama bertahun-tahun lamanya. Vivi baru pergi meninggalkannya di bulan Desember dan Biru masih belum bisa merelakan. Hari-hari Biru semakin berat, karena dia harus bekerja di tengah pandemi dan memastikan keadaan Runal
11 April 2026Biru terkejut bukan main, karena tiba-tiba mendapatkan pesan dari wali kelas Anyelir. Anyelir membuat masalah dan memukul temannya hingga mimisan, katanya. Runalla tidak bisa datang, karena perempuan itu juga sedang diopname di rumah sakit--tipes empat hari lalu."Makanya anaknya tuh dididik yang bener," cecar ibu dari Gio--Riri--anak yang dipukul oleh Anyelir. Riri menatap sinis ke arah Biru yang duduk di samping Anyelir. "Orang tuanya cerai, anaknya jadi berandalan deh. Makanya, jangan cerai."Ruang kepala sekolah memiliki dua sofa hitam panjang saling berhadapan yang ditengahi oleh meja. Ruangan itu kecil. Meja kepala sekolah sejajar lurus dengan meja yang menengahi sofa. Di sana ada kepala sekolah serta guru yang biasanya mengajar di TK.
21 Desember 2025Sudah hampir seminggu lamanya Anyelir menginap di rumah Biru. Anak perempuannya itu terkadang menanyakan, "Oma sama Opa di mana, Papa? Anye mau ketemu." dan Biru jelas tidak bisa memberi jawaban secara rinci mengenai kepergian orang tuanya. Hubungan mereka sempat membaik walau tak sepenuhnya. Sebelum keluarga ideal yang Biru idamkan menjadi nyata, Tuhan sudah lebih dulu merenggut nyawa Yasa dan Astrid melalui sebuah kecelakaan tabrak lari pada tahun 2022 silam.Biru dan Mutia sama sekali tidak bisa menangis ketika pemakaman diadakan. Mereka menerima ucapan bela sungkawa dari orang terdekat, tapi tahu bahwa mereka pasti juga dibicarakan di belakang. Entah, Biru enggan membahas hal tersebut dan akan membalas, "Oma sama Opa sudah tenang di surga, Anye."D
«warning»Btw ini scene yang seharusnya ku publish untuk part 31: Di Luar Ekspektasi, tapi nggak jadi pas itu.***23 Desember 2019Dalam keminiman cahaya ruangan, Runalla tetap bisa melihat wajah suaminya yang tampak begitu tampan. Mata tajam, hidung mancung, pipi yang sedikit berisi, bibir tipis ... ah, suhu mendadak meningkat saat dia mengamati bibir itu lekat. Keheningan menguasai sampai detak jantung mereka bisa saja terdengar layaknya suara jarum jam."Mas, pengen cium." bisiknya penuh pengharapan ketika Biru menyibak rambutnya hati-hati. Penuh sayang, Biru mempersempit jarak sebelum menjemput
recommended song: Another by Francis Karrel***7 Oktober 2025"Papa!"Anyelir kecil berlari menghampiri Biru yang sejak tadi sudah menunggu di depan taman kanak-kanak. Anak perempuannya yang kini menginjak lima tahun tampak menggemaskan di balik balutan seragam sekolah berwarna biru laut dan rambut pendeknya juga diurai. Jangan lupakan pipi bulat yang merona akibat cuaca panas di siang hari.Suara hiruk-piruk area sekolah memenuhi telinga. Banyak orang tua berdatangan ke sekolah untuk menjemput buah hati, tapi ada para ibu yang rela menunggu anak dan bercengkrama di kantin taman kanak-kanak. Biru terkadang merasa bahwa para ibu menatapnya ganas seolah bersiap menerkam. Sejujurnya, Anyelir sempat bilang b
"How lucky I am to have something that makes saying goodbye so hard." -A. A. Milne.***7 Oktober 2020Suamiku benar-benar datang menemani dari awal sampai akhir.Sehari sebelum melahirkan, Kak Tias memintaku untuk menginap di rumah sakit agar tidak ada hambatan. Kak Tias juga membantuku menyiapkan tas berisi perlengkapan yang sekiranya nanti kubutuhkan. Bertolak belakang dengan Mama--beliau melarangku menginap dan tetap di rumah saja; mengingat kondisi pandemi masih berlangsung dan takut kalau itu akan membahayakan."Ya terus nanti kalo brojolnya tiba-tiba gimana, Ma?" Kak Tias sempat protes ketika membawa tasku. "Nanti kalau jalanan macet? Belum lagi kalo tiba-tiba ban bocor atau mobilnya mogok di tengah jalan? Masa iya jalan kaki? Mau manggil
4 Oktober 2020"Runalla, mau Mama temani tidur di kamar?"Aku tidak menolak, karena beberapa minggu belakangan aku sulit sekali terlelap meski sudah minum susu hangat atau makan hingga kenyang. Malam ini Mama tidur di sampingku. Rasanya seperti kembali ke masa kecil, di mana aku masih belum punya kamar sendiri dan masih tidur dalam pelukan Mama."Badannya pegel semua?" tanya Mama lembut saat hampir saja menyentuh kakiku untuk memijatnya. Aku buru-buru mendudukkan diri susah payah sembari menyentuh punggung bawahku. "Ma, nggak perlu dipijat. Aku nggak papa. Badanku nggak papa."Sebelumnya aku telah menerka alasan dari kesulitan tidurku. Mungkin, karena bulan lalu aku baru selesai melakukan sidang cerai ke dua dan sekar
7 Juli 202017.45Aku menata peralatan kosmetik sesuai tempatnya setelah mematikan kamera. Banyak sekali hal baru yang kucoba--menciptakan konten makeup di luar zona nyaman. Permintaan Mas Biru agar aku tidak menggugurkan kandungan mengakibatkan aku selalu ingin melakukan kesibukan. Apalagi, Mas Biru juga telah memberitahukan pada Papa-Mama sampai aku dimarahi habis-habisan hingga malam menjelang.Kak Tias juga datang ke rumah. Menyempatkan waktu untuk menengok dan melindungiku dari Papa yang hampir memukul kakiku menggunakan sapu lidi."Pa, sudah. Runalla ini lagi hamil," Kak Tias menyembunyikanku di balik punggungnya ketika aku terisak-isak waktu itu. "Nanti kalau terjadi sesuatu yang buruk