Rasanya Anna sangat malu sekali. Hampir seumur hidupnya dia tidak pernah bergantung pada uluran tangan orang lain. Bukannya Anna tidak ingin, tapi Anna tidak terbiasa. Lagi pula kedua orangtua Anna mendidiknya hidup mandiri bukan tanpa alasan mengingat Anna hanya hidup berdua saja selama ini bersama sang ibu. Anna mengunci pintu apartemennya tergesa-gesa untuk mengejar jadwal bus yang sebentar lagi akan singgah di halte. Lorong apartemen yang biasanya sepi entah kenapa pagi ini terlihat sangat sibuk sekali. Banyak orang berlalu lalang serta naik turun tangga mengeluarkan barang. Anna mengernyit seketika dengan rasa penasaran yang sebenarnya ingin sekali dia tuntaskan kalau saja tidak dikejar-kejar oleh waktu. “Halo, Anna ….” Sapaan pria tua dengan perut buncit mengalihkan pandangan Anna. “Halo, Paman Spencer. Kau terlihat sibuk sekali pagi ini,” kata Anna dengan terpaksa berbàsà-bàsi membalas sapaan tetangga sebelah pintu. “Ya, karena mulai hari ini aku akan pindah dan kau akan pun
“Kau sudah melewati batasan, Andrew,” timpal Andreas. Andrew Lewis hanya menempelkan bokongnya di ujung meja ketika Andreas datang dengan murka. Pria berwajah sama dengannya itu tampak kecewa sekaligus marah karena nasihat yang pernah dikatakannya tidak sedikit pun didengarkan oleh saudara kembarnya. “Anna saja memikirkan reputasimu sebagai seorang Lewis. Tapi, kenapa justru kau bertingkah seolah tidak mempedulikannya? Biarkan Alex yang melakukan dengan caranya dan kau cukup mengawasi semua dari kejauhan,” tambah Andreas lagi. Andrew Lewis mendesah. “Berdebat denganmu tidak pernah ada habisnya, Andreas. Percuma saja aku memberimu pengertian karena kau tidak pernah belajar untuk mengerti.” “Justru kau yang tidak kumengerti, Andrew. Jangan buta karena cinta. Dulu kau mampu hidup tanpa mengenal siapa pun, tapi kenapa kau justru menggantungkan hidupmu seolah kau tidak bisa hidup tanpanya? Bukankah ini sungguh menggelikan?” Andrew Lewis mengetatkan long coat di tubuhnya. Perkataan Andr
Ketika Anna merasakan ciuman Andrew Lewis berubah liar, Anna terbawa arusnya. Seolah kata yang mereka perdebatkan jauh sebelumnya sudah tidak berarti apa-apa lagi. Anna bisa merasakan desakan luar biasa dari tubuh Andrew Lewis. Pria itu mendambakannya lebih dari sekadar dambaan biasa. Aroma yang menguar ketika bibir mereka yang saling mengecap, membuat keduanya semakin hilang kendali. Tidak hanya Andrew Lewis, tapi juga Anna dengan sikap pasrahnya seakan apa yang saat ini Andrew Lewis lakukan padanya adalah sesuatu yang sudah lama Anna inginkan. Mata hitam Andrew Lewis berubah menggelap karena terselimuti kabut yang bernama gairah. Tidak ada pergerakan apa pun, kecuali Anna yang merasa dirinya seperti ditelanjangi oleh tatapan mata kekasihnya yang tajam. Tangan Anna yang mengalung di leher Andrew Lewis semakin menariknya untuk mendekat. Dahi mereka menyatu dengan napas yang sama-sama terengah karena efek pergulatan lidah sebelumnya. “Apakah ciumanku sebrutal ini?” tanya Anna ketika m
Sudah lama Anna tahu kalau sang ibu tidak pernah mempermasalahkannya untuk tidur dengan pria mana pun selama dia bisa bermain dengan aman. Tapi, saat Pamela menatap dengan senyuman yang begitu lebar, Anna mendadak merasa risih. “Are you ok, Mom?” tanya Anna kemudian. “Tentu, Sayang. Sepertinya kau cukup bersenang-senang dengan kekasihmu itu semalam.” Ada rona kemerahan di pipi Anna. “Oh c’mon, Mom. Apa aku perlu memceritakan semua detailnya? Kau pun tentu pernah muda.” “Aku tahu, Anna. Lakukan apa saja yang membuatmu bahagia. Terkadang kau itu terlalu keras bahkan pada dirimu sendiri.” Anna melewati Pamela kemudian menghilang dalam kamar tidurnya. Hari ini dia dan Andrew Lewis akan pergi membeli beberapa keperluan untuk mengisi kulkas. Anna mengambil pakaian yang biasa dipakainya lalu bercermin dengan kerutan didahi. Pertama kalinya Anna merasakan jika dia tidak banyak memiliki pakaian yang layak, apalagi untuk berkencan. Semua pakaian yang dimiliki Anna adalah bergaya santai dan
Anna tidak pernah meminta Andrew Lewis untuk menggenggam tangannya sampai berkeringat, tapi pria posesif itu justru dengan sukarela melakukannya. Alex tampaknya juga menyadari jika tuannya menunggu laporan yang dia janjikan. Meskipun terlambat, Alex yakin Andrew Lewis akan memaafkannya. Alex mengeluarkan lembaran foto hasil jepretannya membuntuti. Mobil dan plat nomor yang sama terpampang jelas di sana. “Mobil itu adalah mobil keluaran terbaru dan belum diperjualbelikan dengan bebas. Harganya yang fantastis sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang bisa membelinya. Dugaan saya, orang yang membuntuti Nona Anna bukanlah orang dari kalangan orang biasa.” Kemudian Alex mengeluarkan selembar kertas coretan tangannya lalu memberikannya pada Andrew Lewis. “Itu adalah beberapa titik lokasi yang pernah mobil itu singgahi. Termasuk di antaranya kedai tempat Nona Anna bekerja, apartemen dan beberapa tempat di NSW. Dugaan saya, ini adalah lokasi yang sering sekali Nona Anna lewati dan ….”
Jason Luthor selalu berpikir bahwa kekecewaan Anna adalah kesalahan yang seharusnya dia tebus bagaimanapun caranya. Jason Luthor masih belum bisa melupakan ekspresi wajah Anna saat dia tahu pencarian yang selama ini sedang berlangsung belum membuahkan hasil. Sejak kepergian Anna, Jason Luthor menghabiskan hampir semua waktunya di ruangan gelap, tanpa cahaya layaknya vampir yang takut akan sinar matahari. Lalu, hari ini adalah batasnya. Batas dari semua kelakuan tidak biasa yang akhirnya mengundang tanya Elma, kepala pelayan yang telah mengabdikan diri selama puluhan tahun untuk keluarga Luthor, sekaligus teman masa kecil mendiang istrinya, Elsa. “Sudah terlalu lama Anda tidak meninggalkan ruangan ini, Tuan Luthor.” Elma membuka tirai yang menutupi jendela besar hingga sinar matahari menembus kaca. Elma lalu mendorong trolley makanan dan meletakkan menu sarapan di atas meja, tepat di depan Jason. “Tolong jaga kesehatan Anda, Tuan. Karena mengurung diri di dalam ruangan yang minim ca
Anna melepaskan apron yang masih melekat saat Samantha memanggilnya. Ada seorang pria yang ingin bertemu dan pria itu kini sedang menunggunya di luar kedai. “Apa kabar, Nona Anna?” sapa pria itu. Ketika Anna mengetahui siapa pria yang menyapanya, Anna segera menghampiri pria itu dan mengajaknya masuk ke dalam kedai. Namun, sayangnya pria itu menolak. “Saya kemari hanya ingin menyapa Anda, Nona. Maafkan saya kalau baru hari ini saya muncul di depan Anda.” Anna mendesah pelan. “Kalau kedatanganmu karena permintaan pria tua itu, pulanglah! Aku tidak lagi membutuhkan bantuannya.” “Tolong jangan berkata seperti itu, Nona Anna. Tuan Luthor hanya ingin keselamatan Anda terjamin. Beliau tidak ingin seseorang kembali menyakiti Anda.” “Keselamatanku adalah tanggung jawabku sendiri, Ed. Katakan itu pada tuanmu agar dia tidak perlu repot-repot mengurusiku.” Edward tidak menyela perkataan Anna lagi. Namun, sebagai gantinya pria itu memberi Anna ponsel yang ternyata telah tersambung dengan ib
“Ikut aku. Sekarang!” Hanya sepatah kata dan Andrew Lewis berhasil membawa Anna. Anna bahkan tidak memberontak ketika pria itu menarik paksa tangannya. Andrew Lewis melajukan mobil dengan cepat dalam diam. Dengan tergesa Anna membuang muka—menoleh ke sisi lain jendela sementara isi kepalanya sibuk menerka-nerka. “Ke mana kau akan membawaku?” Pertanyaan Anna lolos begitu saja ketika mobil yang dikendarai Andrew Lewis memasuki jalanan yang penuh dengan pepohonan. Gelap tanpa adanya penerangan. Sama halnya saat dia pertama kali memasuki kediaman Jason Luthor. Merasa tidak ditanggapi, Anna kembali bertanya. “Apa kau berniat menghabisiku di sini? Kau tidak harus repot-repot membawaku kemari, Andrew. Kau bisa melakukannya kapan saja dan di mana saja.” Andrew Lewis tidak banyak bicara selain tetap fokus pada laju mobil yang dikendarainya. “Turun!” perintahnya. Terdengar dingin sekali di telinga Anna. Bahkan ketika pria itu keluar dari sisi pintu sebaliknya, Andrew Lewis berjalan mendahu