Mas!" ucap Rahayu ketika mereka masih berpelukan.
"Hmm," balas Dikta.
"Mas!" ucap Rahayu.
"Iya sayang," balas Dikta.
Pelukan mereka semakin erat, karena Dikta tidak membiarkan Rahayu untuk melepaskan pelukan tersebut.
"Mas!" ucap Dikta untuk ketiga kalinya.
"Iya, sayang. Ada apa?" tanya Dikta masih dengan memeluk tubuh Rahayu.
"Mas, kamu lupa sesuatu yah?" kata Rahayu.
"What? I remember," ucap Dikta.
"Kalo ingat, apa coba?" tanya Rahayu.
"Hmmm, wait for a minute,"
"Hmmm, I remember. You're saying …."
"Kamu kangen yah?" ujar Dikta.
Rahayu yang mendengar pun begitu kaget dan pipi Rahayu langsung merona seketika.
"Mau coba malam ini? Sepertinya olahraga malam bagus sayang," bisik Dikta.
Rahayu langsung mencubit pinggang Dikta.
"Awhg, aku itu gak mau dicubit sama kamu. Aku maunya disayang apalagi dibelai," bisik manja Dikta.
"Ihhh, Mas. Bukan itu maksud aku," ujar Rahayu.
"Terus apa dong?" tanya Dikta penasaran.
"Kamu udah sholat Isya?" tanya Rahayu ketika Dikta tidak ingin melepaskan pelukan dari Rahayu.
"Hmm, belum. Maaf yah," balas Dikta.
Rahayu tersenyum dan berucap.
"Gak apa-apa Mas, kamu sekarang ambil wudhu yah. Aku mau siapin yang kamu perlukan," ucap Rahayu.
"Terima kasih Sayang," ujar Dikta dengan memberi kecupan manis di kening Rahayu.
"Sama-sama Mas, gih kamu ambil wudhu sekarang," saran dari Rahayu.
"Iya,"
"Aku memang pria paling beruntung bisa memiliki kamu," bisik Dikta sebelum melangkah ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
"Ihhh, Mas Dikta!" Rahayu yang begitu menahan rona kemerahan yang berada di pipi Rahayu.
Ketika Dikta masih berada di kamar mandi, Rahayu sedang duduk di samping kasur empuk mereka sembari berbaring.
Rasa lelah seharian membuat mata Rahayu dengan cepat tertutup.
Dikta yang sudah kembali ke dalam kamar, melihat Rahayu sedang tertidur hanya tersenyum dan segera memakai kain sarung yang sudah disiapkan oleh Rahayu.
"Allahu Akbar," Dikta pun melaksanakan shalat Isya dengan sangat khusyuk.
Menghabiskan waktu lebih dari lima menit untuk selesai.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," Dikta yang menoleh ke kanan dan dilanjutkan menoleh ke kiri.
"Ya Rabb, yang maha membolak-balikkan hati manusia. Hamba hanya ingin satu hal sekarang ya Rabb, hamba ingin Mama hamba bisa lebih mengerti tentang perasaan istri hamba. Hamba sudah berjanji untuk tidak membuat wanita yang hamba cintai itu meneteskan air mata,"
"Hamba hanya ingin Mama hamba mau menanti keturunan dari kami berdua,"
"Amin," Dikta pun melepaskan kain sarung tersebut dan berjalan mendekat ke ranjang mereka.
Dikta mendekat tapi langkah kakinya terhenti tepat ketika berada di samping Rahayu.
Dikta duduk di samping Rahayu yang sedang tertidur dengan sangat pulas, tanpa riasan make up sama sekali.
'Kamu sangat cantik Sayang, bahkan tanpa menggunakan make up sedikitpun. Kamu itu memang sudah terlahir cantik natural,' puji Dikta yang memandangi wajah istri tercintanya.
Dikta mendekatkan wajahnya dengan wajah Rahayu, senyum manis Dikta kembali hadir.
"Apa aku boleh mencium kamu sekarang?" gumam Dikta.
Dering ponsel pun mengganggu kejadian romantis yang akan segera terjadi.
Mata Steffy pun perlahan terbuka ketika mendengar suara dering ponsel.
Dengan rasa malas, Rahayu akhirnya membuka matanya dan sangat kaget karena wajah Dikta dan wajah dirinya begitu dekat.
"Mas?" ujar Rahayu membelalakkan matanya.
Dering ponsel masih berbunyi, tapi Dikta lebih memilih untuk mencium bibir Rahayu yang begitu menggiurkan untuk dicicipi di malam hari.
Rahayu tidak dapat menolak ciuman lembut dari Dikta, dirinya akan selalu terbawa suasana ketika Dikta memberikan ciuman yang perlahan tapi pasti mulai panas.
Ketika Rahayu mulai rileks untuk membalas ciuman dari Dikta, Dikta mengangkat ponsel yang berdering tanpa menghentikan aktivitas ciuman mereka.
Terdengar suara dari telepon.
[Halo, saya Alex Ferguson. Rekan bisnis yang akan melakukan rapat dan akan mengatur beberapa hal yang di perlu penting,] ucap suara dibalik telepon.
Dikta pun terpaksa harus menghentikan ciuman panas yang sudah semakin bergejolak.
Terlihat jelas oleh Dikta, bahwa Rahayu kesal karena ciuman panas itu dihentikan.
Dikta hanya tersenyum, dirinya membelai rambut hitam Rahayu.
[Ya, besok kita bisa mengadakan rapat.] balas Dikta.
[Baik, saya tunggu kabar baiknya. Semoga kita berdua bisa menjadi rekan bisnis yang baik untuk kedepan.] ucap suara di balik telepon.
[Ya, saya juga berharap seperti itu.] balas Dikta.
Sambungan telepon pun diakhiri.
Rahayu pun menatap curiga pada Dikta.
"Kenapa Sayang? Kamu berpikir yang menelepon aku seorang wanita?" tanya Dikta.
Rahayu hanya memberikan gelengan kepala.
"Hmm, bukan yah. Apa kamu mau aku cium panas lagi?" tanya Dikta.
Seketika Rahayu langsung bangkit dan berucap.
"Lebih baik jangan sekarang Mas!" ujar Rahayu.
Dikta tersenyum dan kembali berucap.
"Memangnya kenapa? Tadi kamu cemberut ketika aku lepasin ciuman panasnya,"
"Yakin gak mau sekarang?" tanya Dikta yang masih menggoda Rahayu.
"Yakin, Mas. Lebih baik nanti saja," Rahayu pun negosiasi dengan suaminya sendiri.
"Hmmm, gimana yah?"
"Tapi, aku sudah kangen sekarang. Gimana dong?" bisik Dikta.
Pipi Rahayu seketika memerah.
"Ihh, Mas. Udah nikah masih aja mesum!" ujar Rahayu dengan pipi merona.
"Mesum mesum gini, kamu suka kan?" goda Dikta.
Dengan malu Rahayu menganggukkan kepalanya.
"Aku sudah kangen kamu Sayang," bisik Dikta.
Rahayu kaget dan langsung melepaskan pelukan dari Dikta.
"Kenapa?" tanya Dikta heran.
"Sekarang?" tanya Rahayu.
Dikta tersenyum dan mendekatkan wajahnya pada wajah Rahayu.
"Hmm," balas Dikta langsung mencium bibir Rahayu dengan begitu lembut dan pelan untuk menaikkan sensasi di antara mereka berdua.
Dikta memang sangat mahir untuk hal seperti itu dan Rahayu selalu hanyut dalam ciuman bergairah yang diberikan oleh Dikta.
Dikta mulai menurunkan tangannya ke bagian bawah pinggang Rahayu.
Rahayu terbawa suasana dan tanpa sadar mendesah nikmat ketika tangan Dikta mulai membuat sensasi yang jauh lebih panas.
"Mas, akh …." ucap Rahayu mencoba menahan suara desahan nikmat akan permainan tangan yang diberikan oleh Dikta.
"Jangan ditahan Sayang," ucap Dikta kembali mencium bibir Rahayu dengan ciuman yang panas.
Rahayu memang sudah terangsang oleh permainan yang diberikan oleh Dikta.
"Mas …." ucap Rahayu ketika Dikta mulai menciumi leher jenjangnya.
"Aku suka dengan balasan yang kamu berikan, itu membuat aku semakin bersemangat. Mau sekarang Sayang?" tanya Dikta memberikan jeda waktu untuk Rahayu agar dapat berpikir tenang.
Dikta terus mencumbu leher jenjangnya Rahayu, ketika kedua insan sudah ingin mengutarakan rasa cinta sebagai pasangan halal.
Terdengar ketukan pintu dari luar kamar mereka.
"Mas, ada yang mengetuk pintu!" kata Rahayu.
"Sudah biarkan saja Sayang,"
"Nikmati saja ini semua," ucap Dikta kembali mencumbu leher Rahayu.
"Tapi bagaimana jika yang mengetuk pintu itu Mbok Mina, Mas?" ucap Rahayu.
"Kita tunda dulu kegiatan malam ini, Mas. Siapa tahu Mbok Mina butuh kita," bujuk Rahayu.
'Aduh, Mbok Mina ganggu aja deh malam-malam gini!'
"Mbok Mina ngapain sih ganggu malam-malam gini? Ngak tahu apa yah," gumam Dikta melangkah bersama dengan Rahayu."Ngak Boleh Gitu Mas, siapa tahu kan Mbok Mina mau menyampaikan hal penting untuk kita. Nggak boleh suudzon," ucap Rahayu."Hmmm," "Tapi kan bisa diomongin besok," kata Dikta."Kamu ini seperti anak kecil saja, Mas. Mbok Mina juga baru sekarang yang ketuk pintu kita larut malam seperti ini," ucap Rahayu.Pintu kamar mereka terbuka dan memang Mbok Mina sedang berdiri di depan pintu kamar tersebut dengan sangat cemas."Tuan ...." kata Mbok Mina."Kenapa Mbok? Kenapa Mbok Mina cemas seperti ini?" tanya Dikta panik.“Bu… Bos,” kata Mbok Mina."Mama?!" ucap Dikta.Mbok Mina memberikan anggukan."Mama bertamu malam-malam seperti ini?" tanya Dikta.Mbok Mina kembali memberikan anggukan."Sekarang Mama ada dimana Mbok?" tanya Dikta cemassembari membocorkan pada Rahayu.'Rencana apa lagi yang ingin direncanakan oleh Mama?' pikir Dikta."Bu Bos ada di bawah Den, sedari tadi Bu Bos t
Dikta menatap heran pada kedatangan Mamanya dan Carina di tengah malam."Mama ngapain malam-malam bertamu ke rumah Dikta dan Rahayu?" tanya Dikta."Mulai detik ini, Mama tidak akan bertamu lagi ke rumah kamu. Tapi … Mama akan tinggal di rumah kamu bersama dengan Carina," ucap Mama Dikta.Dikta dan Rahayu saling berpandangan satu sama lain."Ma_maksud Mama apa?" tanya Dikta."Mama dan Carina akan tinggal di rumah kamu ini, tidak masalah kan jika rumah ini kedatangan dua tamu istimewa?" tanya Mama Dikta."Tapi Ma, Mama itu sudah ada rumah sendiri. Kenapa malah mau tinggal di rumah Dikta dan Rahayu?" kata Dikta."Dan kenapa ada dua koper?" tanya Dikta."Kamu benar-benar sudah berubah yah Dikta! Semenjak kamu menikahi gadis kampungan ini, kamu sudah tidak lagi menyayangi Mama!""Mama benar-benar kecewa dengan kamu!" ucap Mama Dikta yang kembali memberikan air mata palsu."Sabar dulu, Tan. Pasti Mas Dikta sudah terpengaruh oleh pembantunya ini" ucap Carina."Hei! Jaga bicara kamu! Rahayu i
Dikta dan Rahayu masih terus saling berpelukan satu sama lain."Maaf Tuan," ucap Mbok Mina."Ada apa Mbok? Kenapa Mbok bawa dua cangkir teh malam-malam gini?" tanya Dikta heran."Teh ini untuk Bu Bos dan wanita yang datang bersama Bu Bos, dimana yah Tuan?" tanya Mbok Mina."Sudah gak perlu Mbok, Mama sudah pulang. Mbok bisa melanjutkan istirahat Mbok sekarang," ucap Dikta."Sudah pulang?" kata Mbok Mina dengan ekspresi wajah bahagia."Iya, memangnya kenapa Mbok?" tanya Dikta heran."Tidak, Tuan. Terus teh hangat nih Mbok buang saja?" tanya Mbok Mina."Gak usah di buang Mbok, buat Rahayu dan Mas Dikta aja. Mbok udah capek-capek bikinnya, lagian mubazir jika dibuang. Gimana Mas?" tanya Rahayu.Dikta tersenyum dan menyetujui ucapan dari Rahayu."Untuk kami berdua aja Mbok, sekalian bisa nonton malam-malam gini. Gitu kan maksudnya Sayang?" tanya Dikta.Pipi Rahayu merona kembali sementara Mbok Mina tertawa geli ketika mendengar ucapan dari Dikta."Ya sudah, Tuan. Sepertinya Mbok Mina meng
"Tapi … Bu Bos," kata Mbok Mina. "Tapi apa?! Cepat panggilkan Dikta sekarang! Atau kamu mau saya pecat!" kata Mama Dikta dengan penuh amarah. "Tunggu sebentar Bu Bos, akan saya panggilan Tuan Dikta. Bu Bos mau menunggu di kamar ini atau bagaimana?" tanya Mbok Mina. Kemarahan dari Mama Dikta semakin terlihat jelas. "Apa?! Kamu suruh saya untuk menunggu anak saya yang memiliki rumah ini, di tempat seperti ini?! Apa kamu ngak pakai otak yah! Cepat kamu panggil Dikta sekarang!" kata Mama Dikta. "Ayo Sayang, kita tunggu Dikta di ruang tamu. Enak saja kita di kasih tempat seperti ini," ucap Mama Dikta pada Carina. "Iya, Tan. Ya kali aku secantik ini bakal tidur di tempat seperti itu," kata Carina. Mbok Mina yang masih menatap dengan rasa bahagia karena akhirnya dapat mengerjai mereka berdua. "Emang enak aku kerjain, syukurin. Berani pas gak ada Tuan Dikta aja," gumam Mbok Mina yang melangkah ke ruangan atas. 'Apa aku mengganggu Tuan Dikta dan Nyonya Rahayu yah? Tumben banget Nyonya
"Percuma saja kamu bermesraan dengan wanita ini sekarang! Kamu harus ingat dengan perjanjian kita Dikta!" kata Mama Dikta menatap tajam pada Dikta. "Huh!" "Perjanjian?!" "Perjanjian apa?! Saya pikir, kita tidak ada perjanjian apapun!" kata Dikta yang begitu muak dengan keberadaan Mama dan wanita tersebut sekarang. Rahayu begitu kaget, karena biasanya semarah apapun Dikta pada mamanya. Dikta tidak pernah menggunakan kata saya ketika berbicara dengan mamanya. "Mas," kata Rahayu. "Tidak ada perjanjian apapun di antara kita! Jadi, jika sudah selesai berbicara di rumah ini. Silahkan keluar," kata Dikta. Mama Dikta tidak percaya dengan ucapan dari anaknya sendiri sekarang. "Pintu keluar dari rumah ini tahu kan? Apa perlu saya panggilkan Mbok Mina?" kata Dikta. "Mbok," panggil Dikta. Rahayu yang melihat kemarahan jelas terlihat dari wajah Dikta, tidak bisa mengatakan apapun sekarang. 'Apa semarah ini Mas Dikta pada Mamanya sendiri? Baru kali ini, Mas Dikta yang tidak menggunakan na
"Menikah lah dengan diriku Martha," kata Tuan Raka mengeluarkan cincin tunangan yang terbuat dari berlian. "Maksud Anda Tuan? Saya hanya pembantu di rumah Tuan," kata Martha menolak. "Saya tidak peduli itu, saya ingin mempersuntingmu menjadi istri saya. Apapun status, saya tidak memperdulikan itu!" ucap Tuan Raka. Suara teriakan terdengar dari warga kampung. "Terima," "Terima," "Terima," teriak warga kampung. Raka tersenyum ketika mendengar teriakkan setuju dari warga kampung untuk melamar perawan desa yang dinobatkan sebagai kembang desa. "Warga kampung saja setuju, bagaimana dengan kamu Martha? Saya ingin kamu menikah dengan saya," kata Tuan Rakas yang masih berharap kembang desa tersebut menerima lamaran dari dirinya. "Saya harus tanyakan pada kedua orang tua saya terlebih dahulu. Saya tidak bisa memutuskan itu semua sekarang," ucap Martha menolak dengan sangat baik. Martha adalah ibu tiri dari Dikta, sekaligus mertua kejam bagi Rahayu. Martha memang seorang kembang desa k
Dikta masih mencoba menetralisir rasa emosional nya sekarang, bagaimanapun dirinya tahu terhadap kesalahan yang telah diperbuat pada mama sambung nya tersebut. "Astaghfirullah …." kata Dikta dengan memejamkan matanya berharap emosional nya dapat dikendalikan. "Mas," kata Rahayu yang berusaha menenangkan Dikta dengan memegang kedua tangan Dikta. Dikta menatap lekat pada Rahayu dan terlihat air mata di pelupuk mata Dikta. Dikta meraih kedua tangan Rahayu dan mencium dengan sangat lembut dan dipenuhi dengan perasaan cinta pada kedua tangannya Rahayu. "Kamu memang benar, Rahayu. Tidak ada yang lebih baik dan lebih nyaman kecuali memandang orang yang kita sayangi," kata Dikta dengan tersenyum dan menarik tubuh Rahayu dalam pelukannya sekarang. Dikta menghembuskan nafasnya dan kembali berucap. "Maafkan aku Rahayu," kata Dikta dengan tetap memeluk Rahayu. "Kenapa meminta maaf Mas? Kamu tidak salah," ucap Rahayu yang mempererat pelukannya. Dikta menggelengkan kepalanya yang masih teta
Rahayu keluar dari kamar mandi dengan raut wajah kesal, sementara Dikta member kesan sumringah ketika keluar. "Maaf yah Sayang, kebablasan atuh. Kamu marah yah?" tanya Dikta dengan memeluk pinggang Rahayu. Wajah cantik Rahayu jelas terpantul di kaca besar yang terpasang megah di kamar Rahayu dan Dikta. "Kamu semakin cantik saja, Sayang. Kamu pakai apaan sih?" goda Dikta pada Rahayu yang sedang cemberut. "Huhhhhh," Rahayu menghela nafas. "Maaf, Mas. Maafkan Rahayu," ucap Rahayu. Dikta membalikkan badan Rahayu dan memegang kedua pipi Rahayu dengan senyuman manis yang selalu hanya Rahayu yang akan dapat melihat senyum itu. "Kenapa meminta maaf? Jika kamu tidak pernah melakukan kesalahan apapun, kenapa harus memberikan wajah ini? Kamu tidak salah sedikitpun, Rahayu istriku. Istri tercinta ku," ucap Dikta menghapus air mata Rahayu. Rahayu memang terkenal memiliki hati seperti kaca dan begitu rapuh, dan mungkin itu semua memang kodrat semua wanita yang memiliki hati serapuh itu. Dan
Dikta menunggu kedatangan Rahayu dan Mbok Mina yang berbelanja sedikit oleh-oleh untuk keluarga Mbok Mina yang berada di kampung. "Mumpung belum ada Rahayu, lebih baik aku siapkan semuanya sekarang," pikir Dikta segera menelepon seseorang. [Halo, bos. Ada yang bisa kami bantu?] tanya seseorang. "Ada, sekarang kamu dekorasi rumah saya dengan sangat indah. Malam ini ada kado istimewa yang akan saya berikan pada istri saya. Oh yah, kamu juga siapkan banyak bunga mawar dan beberapa barang yang perlu kalian beli. Akan saya kirimkan nanti," kata Dikta. [Baik Bos,] [Oh yah, kamar nya gimana? Apa perlu kami dekorasi juga?] tanya seseorang. "Ya iyalah, saya ingin semua sudut di rumah kamu dekorasi dengan sangat indah dan sangat romantis. Malam ini Anniversary pernikahan kami," kata Dikta. [Okay Bos,] kata seseorang. Dikta menutup sambungan telepon dan mencari tempat romantis yang akan mereka kunjungi setelah mengantarkan Mbok Mina ke bandara siang ini. "Sepertinya tempat ini bagus," g
Rasa gelora di antara Rahayu dan Dikta semakin membara dan terus memanas dan semakin bergairah. "Ekhem, maaf Tuan, Nyonya. Saya mengganggu kegiatan bergairahnya," kata Mbok Mina dengan menundukkan kepalanya. Rahayu sangat malu pada Mbok Mina, Bagaimanapun bagi Rahayu tidak baik melakukan hubungan suami istri dihadapan orang lain. Sementara itu, Dikta masih tetap bersikap santai dengan kedatangan Mbok Mina. Bagi dirinya Mbok Mina yang akan menjadi saksi perjuangan Dikta mempertahankan rumah tangganya dengan Rahayu yang sekarang sedang diterjang badai besar yang siap menghancurkan kapal besar tersebut. "Aku tidak akan gagal dengan pernikahan yang sudah aku bina selama ini!" batin Dikta yang mendapatkan firasat buruk yang akan menerjang keharmonisan rumah tangga mereka, kesetiaan akan segera diuji. "Mbok Mina sudah mau berangkat kah?" tanya Rahayu dengan tersenyum. "Iya, Nyonya Rahayu. Mbok Mina mau berangkat sekarang, semua barang yang di butuhkan sudah berada di dalam koper ini. M
"Apa-apaan ini?! Enak sekali kalian bercumbu mesra di depan tamu!" murka Carina yang begitu jijik dengan ciuman bergairah yang dilakukan oleh Dikta dan Rahayu. "Itu salah kamu sendiri! Sudah tahu kamu itu hanya seorang tamu, kenapa memilih masuk. Bukannya itu tidak sopan?" kata Dikta yang memang sengaja membuat Carina menjauh dari kehidupan rumah tangga harmonis Rahayu dan Dikta. Carina yang memang sudah dari awal berniat ingin merebut Dikta dari Rahayu menggunakan berbagai cara untuk bisa menaklukkan hati Dikta. "Mas, kamu itu kenapa sih? Padahal aku kesini mau nganterin ini sama kamu," ucap Carina mengulurkan kotak makanan berwarna merah muda tepat di depan Dikta. Dikta semakin marah pada sikap Carina yang selalu berusaha mencari simpatisan dari dirinya, jelas Dikta sudah memiliki seorang istri. "Kamu tidak lihat apa? Atau kamu ini sudah buta?" kata Dikta yang membuat Carina memberikan wajah kesal pada hinaan dari Dikta. "Mas, ngomong apaan sih! Aku kesini cuman bawain bekal ma
Rahayu keluar dari kamar mandi dengan raut wajah kesal, sementara Dikta member kesan sumringah ketika keluar. "Maaf yah Sayang, kebablasan atuh. Kamu marah yah?" tanya Dikta dengan memeluk pinggang Rahayu. Wajah cantik Rahayu jelas terpantul di kaca besar yang terpasang megah di kamar Rahayu dan Dikta. "Kamu semakin cantik saja, Sayang. Kamu pakai apaan sih?" goda Dikta pada Rahayu yang sedang cemberut. "Huhhhhh," Rahayu menghela nafas. "Maaf, Mas. Maafkan Rahayu," ucap Rahayu. Dikta membalikkan badan Rahayu dan memegang kedua pipi Rahayu dengan senyuman manis yang selalu hanya Rahayu yang akan dapat melihat senyum itu. "Kenapa meminta maaf? Jika kamu tidak pernah melakukan kesalahan apapun, kenapa harus memberikan wajah ini? Kamu tidak salah sedikitpun, Rahayu istriku. Istri tercinta ku," ucap Dikta menghapus air mata Rahayu. Rahayu memang terkenal memiliki hati seperti kaca dan begitu rapuh, dan mungkin itu semua memang kodrat semua wanita yang memiliki hati serapuh itu. Dan
Dikta masih mencoba menetralisir rasa emosional nya sekarang, bagaimanapun dirinya tahu terhadap kesalahan yang telah diperbuat pada mama sambung nya tersebut. "Astaghfirullah …." kata Dikta dengan memejamkan matanya berharap emosional nya dapat dikendalikan. "Mas," kata Rahayu yang berusaha menenangkan Dikta dengan memegang kedua tangan Dikta. Dikta menatap lekat pada Rahayu dan terlihat air mata di pelupuk mata Dikta. Dikta meraih kedua tangan Rahayu dan mencium dengan sangat lembut dan dipenuhi dengan perasaan cinta pada kedua tangannya Rahayu. "Kamu memang benar, Rahayu. Tidak ada yang lebih baik dan lebih nyaman kecuali memandang orang yang kita sayangi," kata Dikta dengan tersenyum dan menarik tubuh Rahayu dalam pelukannya sekarang. Dikta menghembuskan nafasnya dan kembali berucap. "Maafkan aku Rahayu," kata Dikta dengan tetap memeluk Rahayu. "Kenapa meminta maaf Mas? Kamu tidak salah," ucap Rahayu yang mempererat pelukannya. Dikta menggelengkan kepalanya yang masih teta
"Menikah lah dengan diriku Martha," kata Tuan Raka mengeluarkan cincin tunangan yang terbuat dari berlian. "Maksud Anda Tuan? Saya hanya pembantu di rumah Tuan," kata Martha menolak. "Saya tidak peduli itu, saya ingin mempersuntingmu menjadi istri saya. Apapun status, saya tidak memperdulikan itu!" ucap Tuan Raka. Suara teriakan terdengar dari warga kampung. "Terima," "Terima," "Terima," teriak warga kampung. Raka tersenyum ketika mendengar teriakkan setuju dari warga kampung untuk melamar perawan desa yang dinobatkan sebagai kembang desa. "Warga kampung saja setuju, bagaimana dengan kamu Martha? Saya ingin kamu menikah dengan saya," kata Tuan Rakas yang masih berharap kembang desa tersebut menerima lamaran dari dirinya. "Saya harus tanyakan pada kedua orang tua saya terlebih dahulu. Saya tidak bisa memutuskan itu semua sekarang," ucap Martha menolak dengan sangat baik. Martha adalah ibu tiri dari Dikta, sekaligus mertua kejam bagi Rahayu. Martha memang seorang kembang desa k
"Percuma saja kamu bermesraan dengan wanita ini sekarang! Kamu harus ingat dengan perjanjian kita Dikta!" kata Mama Dikta menatap tajam pada Dikta. "Huh!" "Perjanjian?!" "Perjanjian apa?! Saya pikir, kita tidak ada perjanjian apapun!" kata Dikta yang begitu muak dengan keberadaan Mama dan wanita tersebut sekarang. Rahayu begitu kaget, karena biasanya semarah apapun Dikta pada mamanya. Dikta tidak pernah menggunakan kata saya ketika berbicara dengan mamanya. "Mas," kata Rahayu. "Tidak ada perjanjian apapun di antara kita! Jadi, jika sudah selesai berbicara di rumah ini. Silahkan keluar," kata Dikta. Mama Dikta tidak percaya dengan ucapan dari anaknya sendiri sekarang. "Pintu keluar dari rumah ini tahu kan? Apa perlu saya panggilkan Mbok Mina?" kata Dikta. "Mbok," panggil Dikta. Rahayu yang melihat kemarahan jelas terlihat dari wajah Dikta, tidak bisa mengatakan apapun sekarang. 'Apa semarah ini Mas Dikta pada Mamanya sendiri? Baru kali ini, Mas Dikta yang tidak menggunakan na
"Tapi … Bu Bos," kata Mbok Mina. "Tapi apa?! Cepat panggilkan Dikta sekarang! Atau kamu mau saya pecat!" kata Mama Dikta dengan penuh amarah. "Tunggu sebentar Bu Bos, akan saya panggilan Tuan Dikta. Bu Bos mau menunggu di kamar ini atau bagaimana?" tanya Mbok Mina. Kemarahan dari Mama Dikta semakin terlihat jelas. "Apa?! Kamu suruh saya untuk menunggu anak saya yang memiliki rumah ini, di tempat seperti ini?! Apa kamu ngak pakai otak yah! Cepat kamu panggil Dikta sekarang!" kata Mama Dikta. "Ayo Sayang, kita tunggu Dikta di ruang tamu. Enak saja kita di kasih tempat seperti ini," ucap Mama Dikta pada Carina. "Iya, Tan. Ya kali aku secantik ini bakal tidur di tempat seperti itu," kata Carina. Mbok Mina yang masih menatap dengan rasa bahagia karena akhirnya dapat mengerjai mereka berdua. "Emang enak aku kerjain, syukurin. Berani pas gak ada Tuan Dikta aja," gumam Mbok Mina yang melangkah ke ruangan atas. 'Apa aku mengganggu Tuan Dikta dan Nyonya Rahayu yah? Tumben banget Nyonya
Dikta dan Rahayu masih terus saling berpelukan satu sama lain."Maaf Tuan," ucap Mbok Mina."Ada apa Mbok? Kenapa Mbok bawa dua cangkir teh malam-malam gini?" tanya Dikta heran."Teh ini untuk Bu Bos dan wanita yang datang bersama Bu Bos, dimana yah Tuan?" tanya Mbok Mina."Sudah gak perlu Mbok, Mama sudah pulang. Mbok bisa melanjutkan istirahat Mbok sekarang," ucap Dikta."Sudah pulang?" kata Mbok Mina dengan ekspresi wajah bahagia."Iya, memangnya kenapa Mbok?" tanya Dikta heran."Tidak, Tuan. Terus teh hangat nih Mbok buang saja?" tanya Mbok Mina."Gak usah di buang Mbok, buat Rahayu dan Mas Dikta aja. Mbok udah capek-capek bikinnya, lagian mubazir jika dibuang. Gimana Mas?" tanya Rahayu.Dikta tersenyum dan menyetujui ucapan dari Rahayu."Untuk kami berdua aja Mbok, sekalian bisa nonton malam-malam gini. Gitu kan maksudnya Sayang?" tanya Dikta.Pipi Rahayu merona kembali sementara Mbok Mina tertawa geli ketika mendengar ucapan dari Dikta."Ya sudah, Tuan. Sepertinya Mbok Mina meng