Halo readers, maaf jarang update di bulan ini yah. Insya Allah akan kembali update di bulan Juli dengan update setiap harinya. Terima kasih.
Dikta masih mencoba menetralisir rasa emosional nya sekarang, bagaimanapun dirinya tahu terhadap kesalahan yang telah diperbuat pada mama sambung nya tersebut. "Astaghfirullah …." kata Dikta dengan memejamkan matanya berharap emosional nya dapat dikendalikan. "Mas," kata Rahayu yang berusaha menenangkan Dikta dengan memegang kedua tangan Dikta. Dikta menatap lekat pada Rahayu dan terlihat air mata di pelupuk mata Dikta. Dikta meraih kedua tangan Rahayu dan mencium dengan sangat lembut dan dipenuhi dengan perasaan cinta pada kedua tangannya Rahayu. "Kamu memang benar, Rahayu. Tidak ada yang lebih baik dan lebih nyaman kecuali memandang orang yang kita sayangi," kata Dikta dengan tersenyum dan menarik tubuh Rahayu dalam pelukannya sekarang. Dikta menghembuskan nafasnya dan kembali berucap. "Maafkan aku Rahayu," kata Dikta dengan tetap memeluk Rahayu. "Kenapa meminta maaf Mas? Kamu tidak salah," ucap Rahayu yang mempererat pelukannya. Dikta menggelengkan kepalanya yang masih teta
Rahayu keluar dari kamar mandi dengan raut wajah kesal, sementara Dikta member kesan sumringah ketika keluar. "Maaf yah Sayang, kebablasan atuh. Kamu marah yah?" tanya Dikta dengan memeluk pinggang Rahayu. Wajah cantik Rahayu jelas terpantul di kaca besar yang terpasang megah di kamar Rahayu dan Dikta. "Kamu semakin cantik saja, Sayang. Kamu pakai apaan sih?" goda Dikta pada Rahayu yang sedang cemberut. "Huhhhhh," Rahayu menghela nafas. "Maaf, Mas. Maafkan Rahayu," ucap Rahayu. Dikta membalikkan badan Rahayu dan memegang kedua pipi Rahayu dengan senyuman manis yang selalu hanya Rahayu yang akan dapat melihat senyum itu. "Kenapa meminta maaf? Jika kamu tidak pernah melakukan kesalahan apapun, kenapa harus memberikan wajah ini? Kamu tidak salah sedikitpun, Rahayu istriku. Istri tercinta ku," ucap Dikta menghapus air mata Rahayu. Rahayu memang terkenal memiliki hati seperti kaca dan begitu rapuh, dan mungkin itu semua memang kodrat semua wanita yang memiliki hati serapuh itu. Dan
"Apa-apaan ini?! Enak sekali kalian bercumbu mesra di depan tamu!" murka Carina yang begitu jijik dengan ciuman bergairah yang dilakukan oleh Dikta dan Rahayu. "Itu salah kamu sendiri! Sudah tahu kamu itu hanya seorang tamu, kenapa memilih masuk. Bukannya itu tidak sopan?" kata Dikta yang memang sengaja membuat Carina menjauh dari kehidupan rumah tangga harmonis Rahayu dan Dikta. Carina yang memang sudah dari awal berniat ingin merebut Dikta dari Rahayu menggunakan berbagai cara untuk bisa menaklukkan hati Dikta. "Mas, kamu itu kenapa sih? Padahal aku kesini mau nganterin ini sama kamu," ucap Carina mengulurkan kotak makanan berwarna merah muda tepat di depan Dikta. Dikta semakin marah pada sikap Carina yang selalu berusaha mencari simpatisan dari dirinya, jelas Dikta sudah memiliki seorang istri. "Kamu tidak lihat apa? Atau kamu ini sudah buta?" kata Dikta yang membuat Carina memberikan wajah kesal pada hinaan dari Dikta. "Mas, ngomong apaan sih! Aku kesini cuman bawain bekal ma
Rasa gelora di antara Rahayu dan Dikta semakin membara dan terus memanas dan semakin bergairah. "Ekhem, maaf Tuan, Nyonya. Saya mengganggu kegiatan bergairahnya," kata Mbok Mina dengan menundukkan kepalanya. Rahayu sangat malu pada Mbok Mina, Bagaimanapun bagi Rahayu tidak baik melakukan hubungan suami istri dihadapan orang lain. Sementara itu, Dikta masih tetap bersikap santai dengan kedatangan Mbok Mina. Bagi dirinya Mbok Mina yang akan menjadi saksi perjuangan Dikta mempertahankan rumah tangganya dengan Rahayu yang sekarang sedang diterjang badai besar yang siap menghancurkan kapal besar tersebut. "Aku tidak akan gagal dengan pernikahan yang sudah aku bina selama ini!" batin Dikta yang mendapatkan firasat buruk yang akan menerjang keharmonisan rumah tangga mereka, kesetiaan akan segera diuji. "Mbok Mina sudah mau berangkat kah?" tanya Rahayu dengan tersenyum. "Iya, Nyonya Rahayu. Mbok Mina mau berangkat sekarang, semua barang yang di butuhkan sudah berada di dalam koper ini. M
Dikta menunggu kedatangan Rahayu dan Mbok Mina yang berbelanja sedikit oleh-oleh untuk keluarga Mbok Mina yang berada di kampung. "Mumpung belum ada Rahayu, lebih baik aku siapkan semuanya sekarang," pikir Dikta segera menelepon seseorang. [Halo, bos. Ada yang bisa kami bantu?] tanya seseorang. "Ada, sekarang kamu dekorasi rumah saya dengan sangat indah. Malam ini ada kado istimewa yang akan saya berikan pada istri saya. Oh yah, kamu juga siapkan banyak bunga mawar dan beberapa barang yang perlu kalian beli. Akan saya kirimkan nanti," kata Dikta. [Baik Bos,] [Oh yah, kamar nya gimana? Apa perlu kami dekorasi juga?] tanya seseorang. "Ya iyalah, saya ingin semua sudut di rumah kamu dekorasi dengan sangat indah dan sangat romantis. Malam ini Anniversary pernikahan kami," kata Dikta. [Okay Bos,] kata seseorang. Dikta menutup sambungan telepon dan mencari tempat romantis yang akan mereka kunjungi setelah mengantarkan Mbok Mina ke bandara siang ini. "Sepertinya tempat ini bagus," g
Tidak ada yang tidak ingin sebuah pernikahan itu terus hingga menua bersama, tapi bagaimana tanpa angin tanpa hujan, badai besar akan menerpa rumah tangga bahagia tersebut. Dibenci oleh mertua hanya karena belum dapat memberikan keturunan dan sebuah kebiasaan yang lebih menyukai memakai daster, membuat Mama Dikta begitu membenci menantunya. Mama Dikta seperti sedang menunggu seseorang di cafe bintang lima sekarang. "Aku tidak dapat membiarkan harus memiliki menantu kampungan seperti dia! Apalagi jika harus memiliki cucu dari wanita sampah seperti itu!" gumam kesal Mama Dikta pada Rahayu. "Kamu harus ingat Dikta, Mama tidak pernah bercanda akan semua ucapan yang sudah Mama ucapkan. Jika kamu masih bersikeras untuk mempertahankan pernikahan kamu dengan gadis kampungan itu, Mama tidak akan pernah tinggal diam sekarang!" "Kamu itu pantas bersanding dengan wanita yang cantik, wanita yang sexy. Bukan seperti istri kamu yang kerjaannya hanya menggunakan daster rumahan terus!" kekesalan
Dikta mengepalkan tangannya. "Huhhhhh," Dikta menghela nafas. "Maafkan Mama, Sayang. Maafkan semua ucapan Mama," kata Dikta menatap Rahayu. "Rahayu tidak pernah dendam dengan Mama, Mas. Rahayu tahu jika Mama begitu mendambakan seorang cucu," balas Rahayu. Dikta tersenyum walaupun hatinya tahu bahwa Rahayu pasti sudah begitu terluka oleh ucapan Mamanya. "Lebih baik kamu kejar Mama, Mas. Pasti Mama masih ada di luar sekarang," saran Rahayu. "Mengejar Mama! Tidak perlu!" kata Dikta. "Mas, itu Mama kandung kamu. Seorang ibu yang sudah melahirkan kamu dan merawat kamu hingga seperti ini, mau bagaimanapun, se kesal apapun kamu dengan Mama. Itu tetap Mama kamu, seorang wanita yang harus kamu hormati," ucap Rahayu. "Tapi, Sayang!" Dikta yang begitu kesal dengan Mamanya. "Mas," ucap Rahayu dengan lembut dan memegang kedua pipi Dikta. "Kamu menyayangi aku kan?" tanya Rahayu. Dikta memberikan anggukan kepala. "Aku ingin kamu kejar Mama dan meminta maaf pada Mama," kata Rahayu. Rasa
Rahayu masih di dapur, dirinya baru selesai mencuci piring menggantikan tugas Mbok Mina. "Kepada siapa aku bisa menceritakan kepedihan yang aku rasakan ini?" pikir Rahayu. Rahayu menyeduh kopi hangat buatannya sendiri. "Ini adalah kisahku, kisah seorang menantu yang dibenci oleh mertua ku sendiri hanya karena aku tidak dapat memberikan suamiku keturunan. Apa ini salahku?" tulis Rahayu di sebuah kertas kosong. "Mungkin dengan menulis Diary, rasa sakit ini bisa sedikit terobati. Dan aku tidak ingin hubungan Mas Dikta dengan Mama berantakan hanya karena aku," ucap Rahayu melangkah ke kamar mereka yang terletak di lantai dua. Langkah kaki Rahayu terhenti di sebuah pajangan foto besar. Rahayu tersenyum, tidak lama air mata Rahayu mulai berjatuhan kembali. "Mas, apakah ini ujian bagi pernikahan kita? Apa badai besar itu harus kita lewati Mas?" pikir Rahayu menangis terisak-isak ketika melihat foto pernikahan mereka. "Maafkan Rahayu Mas, Rahayu belum bisa memberikanmu keturunan hingg
Dikta menunggu kedatangan Rahayu dan Mbok Mina yang berbelanja sedikit oleh-oleh untuk keluarga Mbok Mina yang berada di kampung. "Mumpung belum ada Rahayu, lebih baik aku siapkan semuanya sekarang," pikir Dikta segera menelepon seseorang. [Halo, bos. Ada yang bisa kami bantu?] tanya seseorang. "Ada, sekarang kamu dekorasi rumah saya dengan sangat indah. Malam ini ada kado istimewa yang akan saya berikan pada istri saya. Oh yah, kamu juga siapkan banyak bunga mawar dan beberapa barang yang perlu kalian beli. Akan saya kirimkan nanti," kata Dikta. [Baik Bos,] [Oh yah, kamar nya gimana? Apa perlu kami dekorasi juga?] tanya seseorang. "Ya iyalah, saya ingin semua sudut di rumah kamu dekorasi dengan sangat indah dan sangat romantis. Malam ini Anniversary pernikahan kami," kata Dikta. [Okay Bos,] kata seseorang. Dikta menutup sambungan telepon dan mencari tempat romantis yang akan mereka kunjungi setelah mengantarkan Mbok Mina ke bandara siang ini. "Sepertinya tempat ini bagus," g
Rasa gelora di antara Rahayu dan Dikta semakin membara dan terus memanas dan semakin bergairah. "Ekhem, maaf Tuan, Nyonya. Saya mengganggu kegiatan bergairahnya," kata Mbok Mina dengan menundukkan kepalanya. Rahayu sangat malu pada Mbok Mina, Bagaimanapun bagi Rahayu tidak baik melakukan hubungan suami istri dihadapan orang lain. Sementara itu, Dikta masih tetap bersikap santai dengan kedatangan Mbok Mina. Bagi dirinya Mbok Mina yang akan menjadi saksi perjuangan Dikta mempertahankan rumah tangganya dengan Rahayu yang sekarang sedang diterjang badai besar yang siap menghancurkan kapal besar tersebut. "Aku tidak akan gagal dengan pernikahan yang sudah aku bina selama ini!" batin Dikta yang mendapatkan firasat buruk yang akan menerjang keharmonisan rumah tangga mereka, kesetiaan akan segera diuji. "Mbok Mina sudah mau berangkat kah?" tanya Rahayu dengan tersenyum. "Iya, Nyonya Rahayu. Mbok Mina mau berangkat sekarang, semua barang yang di butuhkan sudah berada di dalam koper ini. M
"Apa-apaan ini?! Enak sekali kalian bercumbu mesra di depan tamu!" murka Carina yang begitu jijik dengan ciuman bergairah yang dilakukan oleh Dikta dan Rahayu. "Itu salah kamu sendiri! Sudah tahu kamu itu hanya seorang tamu, kenapa memilih masuk. Bukannya itu tidak sopan?" kata Dikta yang memang sengaja membuat Carina menjauh dari kehidupan rumah tangga harmonis Rahayu dan Dikta. Carina yang memang sudah dari awal berniat ingin merebut Dikta dari Rahayu menggunakan berbagai cara untuk bisa menaklukkan hati Dikta. "Mas, kamu itu kenapa sih? Padahal aku kesini mau nganterin ini sama kamu," ucap Carina mengulurkan kotak makanan berwarna merah muda tepat di depan Dikta. Dikta semakin marah pada sikap Carina yang selalu berusaha mencari simpatisan dari dirinya, jelas Dikta sudah memiliki seorang istri. "Kamu tidak lihat apa? Atau kamu ini sudah buta?" kata Dikta yang membuat Carina memberikan wajah kesal pada hinaan dari Dikta. "Mas, ngomong apaan sih! Aku kesini cuman bawain bekal ma
Rahayu keluar dari kamar mandi dengan raut wajah kesal, sementara Dikta member kesan sumringah ketika keluar. "Maaf yah Sayang, kebablasan atuh. Kamu marah yah?" tanya Dikta dengan memeluk pinggang Rahayu. Wajah cantik Rahayu jelas terpantul di kaca besar yang terpasang megah di kamar Rahayu dan Dikta. "Kamu semakin cantik saja, Sayang. Kamu pakai apaan sih?" goda Dikta pada Rahayu yang sedang cemberut. "Huhhhhh," Rahayu menghela nafas. "Maaf, Mas. Maafkan Rahayu," ucap Rahayu. Dikta membalikkan badan Rahayu dan memegang kedua pipi Rahayu dengan senyuman manis yang selalu hanya Rahayu yang akan dapat melihat senyum itu. "Kenapa meminta maaf? Jika kamu tidak pernah melakukan kesalahan apapun, kenapa harus memberikan wajah ini? Kamu tidak salah sedikitpun, Rahayu istriku. Istri tercinta ku," ucap Dikta menghapus air mata Rahayu. Rahayu memang terkenal memiliki hati seperti kaca dan begitu rapuh, dan mungkin itu semua memang kodrat semua wanita yang memiliki hati serapuh itu. Dan
Dikta masih mencoba menetralisir rasa emosional nya sekarang, bagaimanapun dirinya tahu terhadap kesalahan yang telah diperbuat pada mama sambung nya tersebut. "Astaghfirullah …." kata Dikta dengan memejamkan matanya berharap emosional nya dapat dikendalikan. "Mas," kata Rahayu yang berusaha menenangkan Dikta dengan memegang kedua tangan Dikta. Dikta menatap lekat pada Rahayu dan terlihat air mata di pelupuk mata Dikta. Dikta meraih kedua tangan Rahayu dan mencium dengan sangat lembut dan dipenuhi dengan perasaan cinta pada kedua tangannya Rahayu. "Kamu memang benar, Rahayu. Tidak ada yang lebih baik dan lebih nyaman kecuali memandang orang yang kita sayangi," kata Dikta dengan tersenyum dan menarik tubuh Rahayu dalam pelukannya sekarang. Dikta menghembuskan nafasnya dan kembali berucap. "Maafkan aku Rahayu," kata Dikta dengan tetap memeluk Rahayu. "Kenapa meminta maaf Mas? Kamu tidak salah," ucap Rahayu yang mempererat pelukannya. Dikta menggelengkan kepalanya yang masih teta
"Menikah lah dengan diriku Martha," kata Tuan Raka mengeluarkan cincin tunangan yang terbuat dari berlian. "Maksud Anda Tuan? Saya hanya pembantu di rumah Tuan," kata Martha menolak. "Saya tidak peduli itu, saya ingin mempersuntingmu menjadi istri saya. Apapun status, saya tidak memperdulikan itu!" ucap Tuan Raka. Suara teriakan terdengar dari warga kampung. "Terima," "Terima," "Terima," teriak warga kampung. Raka tersenyum ketika mendengar teriakkan setuju dari warga kampung untuk melamar perawan desa yang dinobatkan sebagai kembang desa. "Warga kampung saja setuju, bagaimana dengan kamu Martha? Saya ingin kamu menikah dengan saya," kata Tuan Rakas yang masih berharap kembang desa tersebut menerima lamaran dari dirinya. "Saya harus tanyakan pada kedua orang tua saya terlebih dahulu. Saya tidak bisa memutuskan itu semua sekarang," ucap Martha menolak dengan sangat baik. Martha adalah ibu tiri dari Dikta, sekaligus mertua kejam bagi Rahayu. Martha memang seorang kembang desa k
"Percuma saja kamu bermesraan dengan wanita ini sekarang! Kamu harus ingat dengan perjanjian kita Dikta!" kata Mama Dikta menatap tajam pada Dikta. "Huh!" "Perjanjian?!" "Perjanjian apa?! Saya pikir, kita tidak ada perjanjian apapun!" kata Dikta yang begitu muak dengan keberadaan Mama dan wanita tersebut sekarang. Rahayu begitu kaget, karena biasanya semarah apapun Dikta pada mamanya. Dikta tidak pernah menggunakan kata saya ketika berbicara dengan mamanya. "Mas," kata Rahayu. "Tidak ada perjanjian apapun di antara kita! Jadi, jika sudah selesai berbicara di rumah ini. Silahkan keluar," kata Dikta. Mama Dikta tidak percaya dengan ucapan dari anaknya sendiri sekarang. "Pintu keluar dari rumah ini tahu kan? Apa perlu saya panggilkan Mbok Mina?" kata Dikta. "Mbok," panggil Dikta. Rahayu yang melihat kemarahan jelas terlihat dari wajah Dikta, tidak bisa mengatakan apapun sekarang. 'Apa semarah ini Mas Dikta pada Mamanya sendiri? Baru kali ini, Mas Dikta yang tidak menggunakan na
"Tapi … Bu Bos," kata Mbok Mina. "Tapi apa?! Cepat panggilkan Dikta sekarang! Atau kamu mau saya pecat!" kata Mama Dikta dengan penuh amarah. "Tunggu sebentar Bu Bos, akan saya panggilan Tuan Dikta. Bu Bos mau menunggu di kamar ini atau bagaimana?" tanya Mbok Mina. Kemarahan dari Mama Dikta semakin terlihat jelas. "Apa?! Kamu suruh saya untuk menunggu anak saya yang memiliki rumah ini, di tempat seperti ini?! Apa kamu ngak pakai otak yah! Cepat kamu panggil Dikta sekarang!" kata Mama Dikta. "Ayo Sayang, kita tunggu Dikta di ruang tamu. Enak saja kita di kasih tempat seperti ini," ucap Mama Dikta pada Carina. "Iya, Tan. Ya kali aku secantik ini bakal tidur di tempat seperti itu," kata Carina. Mbok Mina yang masih menatap dengan rasa bahagia karena akhirnya dapat mengerjai mereka berdua. "Emang enak aku kerjain, syukurin. Berani pas gak ada Tuan Dikta aja," gumam Mbok Mina yang melangkah ke ruangan atas. 'Apa aku mengganggu Tuan Dikta dan Nyonya Rahayu yah? Tumben banget Nyonya
Dikta dan Rahayu masih terus saling berpelukan satu sama lain."Maaf Tuan," ucap Mbok Mina."Ada apa Mbok? Kenapa Mbok bawa dua cangkir teh malam-malam gini?" tanya Dikta heran."Teh ini untuk Bu Bos dan wanita yang datang bersama Bu Bos, dimana yah Tuan?" tanya Mbok Mina."Sudah gak perlu Mbok, Mama sudah pulang. Mbok bisa melanjutkan istirahat Mbok sekarang," ucap Dikta."Sudah pulang?" kata Mbok Mina dengan ekspresi wajah bahagia."Iya, memangnya kenapa Mbok?" tanya Dikta heran."Tidak, Tuan. Terus teh hangat nih Mbok buang saja?" tanya Mbok Mina."Gak usah di buang Mbok, buat Rahayu dan Mas Dikta aja. Mbok udah capek-capek bikinnya, lagian mubazir jika dibuang. Gimana Mas?" tanya Rahayu.Dikta tersenyum dan menyetujui ucapan dari Rahayu."Untuk kami berdua aja Mbok, sekalian bisa nonton malam-malam gini. Gitu kan maksudnya Sayang?" tanya Dikta.Pipi Rahayu merona kembali sementara Mbok Mina tertawa geli ketika mendengar ucapan dari Dikta."Ya sudah, Tuan. Sepertinya Mbok Mina meng