Saat ini aku duduk termenung di halaman rumahku melihat beberapa bunga yang tumbuh subur di taman rumahku.Tiba-tiba ponselku berdering. Ku lihat telepon itu dari Desti, sahabatku. Aku pun segera mengangkat telepon dari sahabatku itu, meski di hatiku sempat ragu untuk mengangkatnya karena takut bikin Desti bingung."Sar, maaf aku baru sempat menelepon kamu. Maaf dari tadi aku sedang sibuk bareng saudaraku, jadi aku tadi nggak dengar saat kamu telepon. Sar kamu nggak kenapa-kenapa kan, Sar?" kata Desti setelah teleponnya aku angkat.Rasanya mulutku terasa berat rasanya menjawab pertanyaan dari sahabatku itu. Berbeda dengan mulutku yang tidak bisa dibuka air terus saja bercucuran membasahi pipi."Kamu, baik-baik saja, Sar?""Sar, Sari?"Aku sudah tak kuat menjawab semua pertanyaan Desti. Akhirnya aku tutup telepon itu.Tiba-tiba sepuluh menit kemudian saat aku ingin beranjak masuk ke dalam rumah terdengar suara klakson mobil di depan pintu gerbang rumahku.'Itu seperti suara mobil Desti,
Brak ....!Tiba-tiba saat aku akan mau masuk ke dapur Mak Sri menabrakku hingga tak sengaja minuman yang beliau bawa tumpah semua di bajuku."Maaf Non, tak sengaja," katanya kaget sambil membersihkan bajuku yang basah semua."Iya, Mak. Tidak apa-apa. Sudah Mak. Emak beresin saja dulu. Saya mau ganti baju.""Baik, Non. Sekali lagi emak mohon maaf ya, Non. Emak rencananya mau pergi ke depan mau anterin minum. Eh kok nggak tahu ada Nona Sari di depan Emak."Iya, Mak. Nggak apa-apa kok."Dengan terpaksa aku pergi ke kamarku dan mengganti pakaianku."Ya Allah padahal sedikit lagi. Kenapa barus ketabrak Mak Sri," kataku sambil mengacak rambutku.Tok ...! Tok ...!"Non Sari!""Iya, Mak! Masuk saja, tidak di kunci!""Iya, Mak. Ada apa?" tanyaku ketika Mak Sri masuk ke dalam kamarku."Non, makanannya sudah siap. Sekarang Nona sudah ditunggu Nyonya di belakang," "Iya, Mak. Bentar lagi Sari ke sana."---"Loh Desti ke mana, Bu?" kataku setelah sampai di belakang."Desti barusan saja pulang. T
"Des. Tolong, jawab dengan jujur! Sebelum ibu datang, kamu ingin bicara apa mengenai ayahku? Tolong, bicaralah yang sebenarnya!"Sejenak Desti diam sejenak dan memejamkan matanya. Ku lihat badannya bergetar seperti orang yang ketakutan."Oh itu, tidak .... Em bukan Sari. Aku hanya salah bicara saja semalam," jawabnya grogi."Kamu yakin? Aku rasa kamu berbohong kepadaku, Des," kataku sambil memegang tangannya.Tangan Desti sangat dingin saat aku pegang. Bahkan keningnya pun berkeringat."Iya, Sar. Maaf aku hanya salah bicara saja.""Oh ya sudah kalau begitu," kataku kemudian.Sebenarnya aku tidak bisa percaya begitu saja dengan Desti. Aku merasa dia sengaja berbohong kepadaku. Entah rahasia apa yang telah dia sembunyikan dariku."Ya sudah, Sar. Aku mau ke belakang dulu mau telepon pabrik," pamitnya."Eits mumpung aku masih ingat. Tolong, kirimin video dan foto Mas Nanang dong Des! Aku mau ke pengadilan agama.""Ya Allah, Sar. Maafkan aku ponselku yang satunya rusak. Kemarin setelah pul
Rasanya kepalaku pusing sekali karena dipaksa harus memilih antara keluarga atau persahabatan. Coba saja kalau ayahku tidak bekerja di tempat Bu Jingga aku mungkin sudah menceritakan semuanya kepada Sari."Tumben kamu pulang larut malam, Nak?" tanya papa.Seperti biasa kalau aku belum pulang Papa dengan sabarnya menungguku di teras biasanya sambil mondar-mandir tapi karena kakinya sakit dia hanya duduk saja."Oh, tidak apa-apa, Pa. Tadi masih ada keperluan," kataku menutupi."Ayo, duduklah di sini sebentar! Papa mau ngobrol sama kamu.""Iya, Pa," kataku menurut dan duduk di sebelah papa."Apa kamu ada masalah dengan Sari, Nak? Tak biasanya wajah kamu muram begini.""Tidak ada kok, Pa. Desti hanya sedikit kecapean.""Oh ... Kamu tadi sudah makan belum?""Sudah tadi, Pa," kataku beralasan sebenarnya aku ini belum makan karena nafsu makanku sudah hilang tergantikan dengan banyaknya pikiran di kepalaku."Gimana bisnis Sari yang kamu pegang sekarang, Nak? Tambah ramai?""Alhamdulillah sek
Aku hanya bisa diam, mendengarkan dan mencerna saat papa menasehatiku."Tolong, jawab dengan jujur apa kamj ada masalah dengan Sari? Cerita saja ke papa agar pikiran kamu tenang.""Hmm ...." Aku mau bercerita tapi rasanya masih ragu. Takut jika papa tambah pusing."Mm.. Papa sekarang masih pusing tidak.""Tenang, Nak. Papa tidak kenapa-kenapa. Papa sudah baikan ini. Cuman kaki saja yang masih berat buat jalan. Coba saja kemarin lusa aku nurut sama kamu pastinya papa tidak akan jatuh dari motor. Untung saja tidak parah.""Alhamdulillah. Kalau Papa sudah tidak pusing," kataku.Aku pun terdiam sejenak. Dalam hatiku berkata, "Mungkin ini waktu yang tepat untuk cerita ke Papa. Papa orangnya bijaksana pastinya bisa carikan aku solusi yang baik.""Kenapa kamu jadi diem begitu? Nggak apa-apa , Nak. Cerita saja ke papa mengenai masalah kamu! Siapa tahu papa bisa kasih solusi. Tidak baik kalau berantem dengan sahabat. Kamu dan Sari juga sama-sama anak papa. Meski Sari bukan anak kandung papa da
"Tapi selama ini Sari masih belum tahu mengenai hal ini ya, Pa?""Belum. Semua ini masih papa rahasiakan, tidak ada yang tahu kecuali papa dan kamu. Kamu jangan sekali-kali membocorkan hal ini. Karena Sari sendiri sang pemilik perusahaan saja belum tahu. Ini memang pesan dari Hartawan kala itu. Aku diminta untuk tidak gegabah untuk memberitahukan kepada Sari. Kalau nanti waktunya sudah tepat, pasti bakal papa beritahukan kepada Sari.""Iya, Pa. Papa bisa pegang omongan Desti. Desti akan selalu jaga rahasia ini.""Bagus itu kamu memang bisa diandalkan. Pesan papa sekarang, kamu bantu Sari dengan sekuat tenaga. Bantu dia kalau dia butuh pertolongan. Berikan saja semua bukti perselingkuhan si Nanang. Nggak apa-apa. Kamu nggak usah takut. Justru dengan perceraian si Sari ini semakin cepat juga semakin baik. Kamu tenang saja, ada papa di sini.""Baik, Pa. Terimakasih banyak solusi dan dukungannya. Papa memang Papa yang terbaik di dunia ini," kataku sambil memeluk tubuh beliau yang gempal k
"Bu Jingga?" kataku kaget."Iya, ini aku Desti. Kenapa? Kamu kaget?"Tanpa menjawab aku pun langsung mematikan teleponku.Tiba-tiba beliau mengirimkan sms kepadaku.[Bukannya kamu kemarin sudah bilang kalau bukti itu sudah kamu hapus. Kenapa sekarang mau kamu kasih kepada Sari. Kamu tanggung sendiri resikonya.]Pesan itu aku buka tapi tidak aku balas. Hari ini aku lagi malas untuk bertengkar meladeni orang yang kurang pantas untuk aku ajak duel. Karena aku bukan tipe perempuan yang suka ngomel-ngomel apalagi ngomel lewat sosmed. Lebih baik marah langsung di hadapan orangnya langsung.Ya, sekarang niatku hanya ingin membantu Sari. Untuk mengeluarkan dia dari jeratan orang-orang munafik ini.Setelah sarapan aku langsung bersiap untuk berangkat ke toko. Aku yakin Sari akan bakalan datang menemuiku. "Des, jangan lupa pesan papa kemaren," kata Papa saat aku hendak melajukan mobilku ke jalan raya."Iya, Pa. Pasti Desti ingat pesan Papa."Sambil mengacungkan jempolnya Papaku tersenyum.Sekar
"Bu Sari, Bu ..." teriak beberapa anak buahku.Aku pun segera bangkit dari persembunyianku tak lupa aku pun memakai masker agar tidak dikenali oleh Nanang dan Hana. Dan ternyata benar seperti yang aku pikirkan ternyata yang jatuh pingsan adalah Sari.Saat ku lihat Mbak Nikmah sambil menggendong Putra sedang kebingungan melihat Sari pingsan, dengan secepat kilat aku memintanya untuk masuk ke dalam ruangan kantor toko. Aku tidak ingin kalau Nanang sampai mengambil Putra tanpa seizin Sari.Setelah selesai mengevakuasi Mbak Nikmah dan Putra. Aku pun segera bergegas membuka kerumunan dan langsung menghampiri Sari. Saat aku lihat ternyata kepala Sari sudah ada di pangkuan Nanang. "Mbak, Mbak. Bangun Mbak!" ucapku. Seperti biasa tanpa ada himbauan aku sudah langsung reflek tidak menyebut nama "Sari". Beberapa kali hidung Sari sudah aku kasih minyak kayu putih. Namun tetap saja Sari tidak bangun-bangun.Dengan sigap Nanang langsung menggendong Sari. Ku arahkan Nanang untuk memasukkan Sari k
Poh HanaPov HanaTerpaksa hari ini aku mau diajak menginap lagi di hotel ini menemani lelaki tua ini. Selain uang, aku tak ingin jika harga diriku di kosan menjadi jelek gara-gara ulahnya."Aku tunggu di depan ya, Sayang," katanya saat aku masih merapikan penampilanku. Aku hanya diam tak menjawab perkataannya."Jangan, lama-lama siap-siapnya!" katanya lagi sambil berlalu."Iya," jawabku singkat.Ku lihat ponselku masih saja sepi, sama sekali tidak ada pesan masuk dari lelaki yang biasa pergi denganku, salah satunya Nanang, lelaki yang masih aku cintai untuk saat ini.'Kamu sedang apa di sana sih, Nang? Tega sekali kamu tidak memberiku kabar. Apa ini karena ada Sari di sana hingga kamu lupa dengan kekasihmu ini?' batinku kesal.Ah sudahlah, ada baiknya juga jika dia tidak menghubungiku. Kalau begini kan aku bisa leluasa pergi kemanapun, tanpa ada bayang-bayang lelaki yang cemburuan itu.Pokoknya kalau aku sudah punya banyak uang dari lelaki tua ini, aku bakal pergi jauh hingga lelaki
Pov Pak RudiPov Pak RudiSetiap pergi bersamanya aku tak lupa mengajaknya belanja. Namanya juga perempuan paling suka diajak belanja apalagi kalau dikasih uang gepokan, semua masalah langsung hilang seketika.***"Ayo, dimakan makanannya, Mi!" Ku lihat kekasihku hanya diam saja, tak sedikit pun menyentuh makanan yang sudah lima menit berada di meja depannya."Aku suapin ya, Mi," kataku sambil ku pegang tangannya dengan lembut.Aku yakin dia masih saja kepikiran dengan tawaranku semalam. Dia pasti bingung karena harus memilih menantu yang tak tahu d*iriku itu atau memilih uang yang aku punya.Katanya dia tidak menaruh hati ke pada menantuku itu, bagiku itu suatu kebohongan besar. Saat ku intip di rumah sakit, sorot mata kekasihku itu tidak seperti jika dengan seorang lelaki lainnya. Jelas terlihat kalau dia menaruh hati ke pada Nanang.Aku ini orang dewasa yang sudah berumur mana mungkin dia bisa membo
Pov Hana"Kamu jangan gila, Pi! Kalau dibilang aku belum ya belum siap!" Aku kesal sekali mendengarkan perkataan lelaki ini."Sudahlah, Mi! Ini sudah malam, jangan, berisik!""Papi jangan aneh-aneh ya sama aku. Jika apa yang Papi bicarakan itu sampai terjadi, jangan harap Mami akan mau menemui Papi lagi," kataku yang tak memperdulikan perkataannya."Memangnya mau sampai kapan hubungan kita ini? Kamu itu harusnya seneng kalau ada laki-laki yang mau menghalalkan kamu, Mi. Walau cuman dengan nikah siri sudah cukup bagi papi, yang penting kita bisa sah sebagai suami istri walau hanya secara agama.""Meski nikah siri pun aku tidak mau, Pi!" Aku tetap menolak tawarannya. "Terserah! Ini sudah keputusan papi. Kalau Mami tidak mau, papi akan cari wanita yang lebih cantik dan lebih segalanya daripada Mami!""Terserah kalau itu mau Papi. Aku jamin tidak akan ada wanita yang lebih baik daripada mami," kataku setengah meninggi.
Pov HanaKu perhatikan dari tempat tidur, lelaki tua itu mengambil bajunya kemudian dia kenakan. Rasanya dia beneran ingin pergi dari hotel ini."Pi!" teriakku. Aku pun bergegas menyusulnya."Papi!" Lelaki tua itu tetap tak menjawab panggilanku bahkan terus saja meneruskan aktifitasnya."Jangan, marah gitu dong, Pi. Mami itu hanya kecapekan saja, banyak pekerjaan di kantor yang membuat pikiran mami jadi pusing. Maaf ya, jika perkataan mami membuat Papi marah," rayuku."Papi, kok diam saja, sih!" kataku sambil memeluk tubuhnya dari belakang.Bukannya dia membalas pelukanku, malah dia justru menghempaskan tanganku."Papi jangan marah sama mami, ya. Mami itu sebenarnya juga sayang sama Papi. Mami dengan dia tidak ada hubungan yang serius. Hanya hubungan saling membutuhkan saja tanpa ada cinta. Sama seperti yang mami lakukan dengan yang lainnya, tanpa ada rasa cinta sama sekali," kataku. Aku berani berbicara seperti itu kare
Pov Hana"Apa susahnya Mi jawab pertanyaan papi? Kalau Mami tidak kasih jawaban sekarang, yang ada papi tidak bisa tenang. Mami sudah tahu sendiri kan papi ini cinta mati sama Mami."Aku hanya terdiam menanggapi perkataannya."Ayolah, Mi. Memangnya yang masih dipikirin apa sih, Mi?" Dia sekarang terlihat lebih memaksa."Papi kan juga sudah punya segalanya. Punya perusahaan, punya uang banyak. Mami minta apapun pasti papi bakalan turuti. Minta mobil minta rumah pasti akan papi belikan.""Lihat, mata papi!"Tangannya melingkar ke pundakku dan menatapku dengan lekat."Papi ini sangat mencintai Mami. Nggak mau kalau ada lelaki lain menyentuh Mami selain papi. Di dunia ini hanya Mami yang papi cintai. Mami tahu sendiri kan, kalau istri papi itu selalu sibuk dengan usaha kuenya mana ada waktu untuk memperhatikan papi. Satu-satunya wanita yang selalu perhatian ya cuman Mami seorang," katanya lagi."Aku sih sebenarnya s
Pov Hana"Maaf, Ma. Aku harus ke luar kota sekarang. Soalnya ada pertemuan penting. Terus kabarin papa tentang perkembangannya. Nanti kalau papa longgar papa akan telepon Mama lagi ya.""Iya, Ma. Papa sedang nyetir ini.""Ya sudah ya, Ma." Kemudian sambungan telepon itu dia matikan."Maaf ya, Sayang. Ada sedikit gangguan.""Nggak apa-apa, kok," jawabku santai.Perjalanan untuk kami sampai di pusat pembelanjaan tidaklah lama, dan sekarang sudah sampai di tempat parkir.Tak lupa saat mah turun, dia selalu membukakan pintu untukku. Berasa seperti tuan putri saja aku dibuatnya."Papi kenapa repot-repot segala. Mami bisa buka sendiri.""Ah, tidak.apa-apalah, Mi. Sesekali kan boleh," jawabnya.Ku lihat dia memperhatikanku sangat detail hingga beberapa menit dia masih terpaku melihatku."Ada apa, Pi?" tanyaku heran."Mi, papi tadi nggak begitu memperhatikan penampilan Mami. Ya ampun,
Pov Hana"Kenapa?" tanyanya keheranan setelah aku memperhatikan perut buncitnya."Oh, kamu memperhatikan perutku yang buncit ini, ya? Aku jadi terlihat gemukan ya, sekarang?" katanya tertawa kecil sambil mencolek pipiku.Aku hanya mengangguk-angguk saja menyetujui apa yang dia katakan."Pasti kalau makan sudah nggak terkontrol lagi, ya?" kataku sambil ku cubit perut gendutnya."Iya, lama tidak berjumpa dengan kamu sih, Sayang. Ya beginilah jadinya aku kurang terurus lagi. Papi janji setelah ini papi akan diet ketat.""Heleh," kataku sambil ku cebikkan bibirku."Apa sih, yang nggak demi Mami? Apapun yang Mami minta pasti akan papi lakukan," katanya sambil nyengir kuda.Aku sebenarnya nggak masalah sih kalau dia gemuk atau kurus, toh dia bukan pacar atau suamiku. Cuman, aku hanya khawatir kalau dia sampai jatuh sakit. Aku bakalan yang repot. Bisa-bisa aku kehilangan sumber penghasilanku. Apalagi dia adalah orang kaya kan lumayan juga uangnya."Nanti kita nginap di tempat biasa, ya," kat
Pov Author"Papa ini ke kamar mandinya lama sekali sih?" Bu Jingga nampak kesal."Namanya juga kebelet, Ma. Papa tadi sakit perut. Makanya lama di kamar mandinya," jawab lelaki yang mempunyai tahi lalat di bawah bibirnya."Jangan, cemberut gitu dong! Memangnya da apa sih, Ma?" Pak Rudi berusaha membujuk istrinya agar tidak lagi marah ke padanya."Papa ini sih lambat sekali. Harusnya cepetan kembali ke sini!" kata Bu Jingga sambil mengerucutkan mulutnya. Terlihat jelas perempuan setengah baya itu masih kesal dengan suaminya."Ada apa sih, Ma? Bicara dong sama papa. Bicaranya jangan setengah-setengah gitu, papa kan jadi bingung kalau begini.""Papa itu sih sudah bikin mama sebel.""Sudahlah, Ma. Jangan, manja begitu. Ini kita sedang di rumah sakit. Malau kalau sampai dilihatin besan kita. Ayo, cepetan bicara, agar semuanya jelas!" tutur pak Rudi."Tadi selingkuhannya si Nanang datang ke sini, Pa. Posisi Sari sedang terancam," kata bu Jingga yang terlihat sangat tidak suka dengan kehadira
Pov AuthorPak Norman dan Bu Nanda pergi menjauh karena muak melihat Hana dan Nanang. Mereka pergi melihat cucu kesayangannya dari balik pintu kaca ruang PICU. Mereka sangat khawatir dengan keadaan Putra.Pak Norman dan Bu Nanda sangat kecewa dengan Nanang. Mereka merasa tertipu oleh atas omongan Nanang sebelumnya. Nanang menuduh Sari yang sudah mengkhianatinya. Sedangkan kenyataannya yang sudah berkhianat adalah Nanang sendiri.Saat kedatangan Hana Pak Rudi langsung kaget. Dia merasa kenal dengan perempuan itu namun dia segera menjauh."Mau kemana, Mas?" tanya istrinya."Aku mau ke kamar mandi," jawabnya."Oh, ternyata wanita itu yang telah menghancurkan keluarga anakku." Melihat Hana mendatangi Nanang membuat Bu Jingga menjadi geram."Yang!" Kini Hana berjalan mendeket ke Nanang.Dengan segera Nanang menyahut tangan Hana dan mengajaknya pergi ke tempat yang agak sepi.Nanang geram karena kehadiran Hana. Hana tak merasa sungkan atau punya rasa bersalah tiba-tiba datang dan memperkenal