Home / Romansa / Hijrah yang Tak Kau Hargai / Bab 24 Usai Keguguran Menjadi Pengasuh

Share

Bab 24 Usai Keguguran Menjadi Pengasuh

Author: Alshrye
last update Last Updated: 2023-12-26 20:28:51

Di rumah sakit aku dirawat inap tiga hari. Mas Hakim jadi bolak-balik bekerja. Sementara tak ada yang menemaniku di rumah sakit. Penjenguk pun tak ada. Hanya mertuaku yang mengantar saja. Saat di ruang inap, aku butuh bantuan. Sakit yang kualami, tak mampu membuatku bangkit. Aku butuh bantuan perawat mengantarku ke toilet. Namun, kondisi ruangan begitu sepi. Aku menanti perawat yang masuk. Ketika itu ada perawat yang masuk ke dalam ruangan. Syukurlah, aku akan minta bantuan padanya. Sangat tak tertahan lagi mau ke toilet. Saat ingin minta tolong, perawatnya tiba-tiba langsung keluar. Betapa kecewa sekali aku. Seolah perawatnya tak mau aku mintai pertolongan. Akhirnya mas Hakim masuk ke ruangan.

"Mas, aku mau buang air kecil. Sudah tak tahan lagi."

"Kenapa gak dari tadi?"

"Gak ada yang menolongku. Tanganku ada inpusnya."

"Kan bisa minta tolong perawat tadi."

"Aku mau memanggilnya tadi. Tapi dia malah langsung pergi."

"Gak mungkin."

"Benar, Mas."

"Ayo kuantar. Tapi kayaknya ada orang d
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 25 Mengutarakan Keinginan Pulang

    Hidup disini membuatku tambah tak betah. Padahal aku sudah berusaha untuk disini. Semua sudah kukorbankan. Bahkan sampai aku jauh dari keluargaku. Namun, tak sedikitpun mereka yang menghargai. Hanya ibu mertuaku yang kadang mengerti. Mas Hakim pun tak menghargaiku. Apalagi semenjak aku keguguran. Aku merasa tak ada artinya disini. Pekerjaan pun tak kunjung kudapatkan. Aku juga telah kehilangan anak. Aktivitasku disini hanya membantu di rumah. Sekarang juga mengasuh anak mbak Namira. Ia masih belum kembali ke rumahnya. Kondisinya belum begitu pulih. "Melamun saja kau ini.""Aku tak ada kerjaan lain, Mas Hakim. Mau cari tak kunjung dapat.""Mangkanya kalau diinterview itu harus bisa.""Aku sudah berusaha semampuku. Ini kenyataannya. Kadang mereka butuh pengalaman yang lebih.""Kalau kamu masih susah cari kerja, tak usah lagi interview. Hanya buang-buang waktu saja!""Tapi Mas..""Sudah, kamu di rumah saja. Bantu apa yang bisa kamu bantu. Daripada mencari sesuatu yang tak jelas."Aku m

    Last Updated : 2023-12-27
  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 26 Niat yang Diurungkan

    "Aku tidak bisa kesana. Ada banyak pekerjaan. Walaupun libur sekolah, aku masih sibuk.""Yah, sudah. Biar aku sendirian saja.""Kau yakin?"Mas Hakim akhirnya memberitahukan kepada ibunya. Ia menyampaikan keinginanku untuk pulang. Jelas mertuaku tak setuju. Terlebih lagi aku ingin pulang sendirian. "Jangan dulu, Hakim. Pulang sendirian juga nanti di jalan gak baik. Dia itu bukan asli sini!" Ujar Ibu Mertuaku."Mau bagaimana lagi, Bu? Dia sendiri yang mau pulang." "Kasih tahu Tazkiyah. Jangan pulang sendirian. Pulang bareng kamu juga gak bisa. Kamu mau kerja kan?""Ya. Aku sudah bilang begitu. Tapi dia tetap kekeh ingin pulang sendiri.""Biar nanti Ibu yang ngomong ke dia."Besoknya aku memang diajak mertuaku bicara. Ia bicara banyak padaku. Termasuk menyinggung rencana kepulanganku. "Kamu mau pulang ke Sulawesi?""Rencananya iya, Bu.""Disini saja. Disini rame, banyak keluarga. Tempatmu sepi kan? Hanya ada ibu dan ayahmu.""Iya, Bu.""Disini saja. Hakim juga sibuk bekerja. Kasihan

    Last Updated : 2023-12-31
  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 27 Mas Hakim Curiga

    "Mas!""Apa lagi?""Kamu kok langsung sensitif gitu jawabnya? Aku mau tanya, kamu tadi janji besok maraton kan?""Ya. Aku lupa.""Baru sebentar kok lupa, Mas? Besok gimana?""Ibuku minta diantar ke rumah mbak Namira besok. Bagaimana kalau lusa saja maratonnya?""Kamu ini." Aku langsung pergi meninggalkannya. Teramat kecewa sekali. Aku tidak menyalahkan mertuaku. Ia juga tak tahu besok akan maraton. Aku pasrah, tak mungkin marah. Namun Mas Hakim bisa segitunya melupakanku. Apa aku tak ada dalam pikirannya lagi? "Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam."Tiba-tiba Zaky meneleponku. Di tengah aku yang sedang sedih. "Ada apa Zaky?""Aku sekarang ada di Jakarta.""Kamu gak kerja?""Sedang libur, kusempatkan ke tempat temanku. Sekalian aku ingin bertemu denganmu. Bagaimana kabarmu?""Alhamdulillah baik, Zaky.""Kalau boleh, aku mampir ke rumahmu. Ada suamimu kan disana? Sekalian kenalkan aku dengannya.""Aku di rumah mertuaku. Kalau kau tak sungkan mainlah. Kadang suamiku ada di rumah. Kalau

    Last Updated : 2024-01-03
  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 28 Tak Bisa Pulang

    Ada saja yang diributkan mas Hakim. Ia merasa cemburu dengan sepupuku sendiri. Walau Zaky sepupu tiri, namun aku sadar. Aku cukup tahu diri untuk memiliki hubungan dengannya. Mas Hakim sama sekali tak memikirkan perasaanku. Padahal sudah kujelaskan dengan benar. Sedangkan dia dengan muridnya saja kudiamkan selama ini. Dia bahkan hampir setiap hari mengajarnya privat. Mas Hakim tampak akan pergi. Kurasa dia akan mengajar privat. Tampak sangat rapi sekali dia. Bau parfumnya sangat menyengat. Dia seperti salah tingkah. Apa semenjak ia mendugaku selingkuh dengan Zaky?Jangan sampai membuat dia semakin bebas. Tak mau ia melampiaskan dengan perempuan lain."Mau berangkat ngajar, Mas?""Ya.""Kamu di rumah sama ibu. Jangan pergi tanpa izin. Kalau tak izin lagi, tahu sanksinya.""Ya."Mas Hakim pergi siang ini. Ia berpesan denganku agar di rumah saja. Aku tak boleh pergi tanpa izin. Sementara aku sangat ingin pergi dengannya. Setidaknya ada waktu satu hari saja. "Hakim sudah pergi, Tazkiyah

    Last Updated : 2024-01-04
  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 29 Bimbang

    Mas Hakim telah bicara pada ibunya. Kemudian pintu kamar mandi pun diperbaiki. Aku sedikit lega. Jadi aku tak perlu takut lagi. Namun, tetap saja canggung. Selama ini aku menjaga auratku. Namun harus mengalami kejadian ini. Mas Hakim masih belum mau berusaha punya anak. Aku selalu bilang ingin punya keturunan. Namun ia masih menundanya. Setiap melihat orang tua bersama anaknya, aku merasa sedih. Mas Hakim kemana yah? Aku mencarinya tak ada. Suasana rumah tampak sepi. Sehabis mengerjakan tugas rumah, aku tak melihatnya dari tadi. Saat itu ada yang datang. Mungkin mas Hakim. Lalu kulihat ke arah pintu depan. Bukan, ternyata itu Zulfi. Perasaanku menjadi canggung. Di rumah hanya ada kami berdua. Sehingga aku memutuskan untuk keluar rumah. Tidak baik rasanya hanya berdua. Walaupun ipar, Zulfi tetap bukan mahramku. Aku keluar dari rumah, saat itu berpapasan pula dengan tetangga. "Eh, Mbak Tazkiyah." "Bu Retno.""Lagi apa, Mbak?""Duduk-duduk saja. Gerah di dalam rumah.""Main saja ke ru

    Last Updated : 2024-01-07
  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 30 Membatalkan Keinginan

    Selama menjalani hubungan ini, aku selalu merasakan sakit. Mas Hakim seolah tak memikirkan perasaanku. Aku bingung harus mengambil sikap. Setiap merasa goyah, kudengarkan kajian. Supaya hatiku bertambah kuat. Aku harus tetap tegar dan ikhlas. Alhamdulillah aku masih bisa melihat kajian online. Hingga perasaan emosiku bisa kubendung. Namun, sanggupkah aku melihat suamiku di sosmed. Sementara itu tidak denganku. Melainkan dengan wanita lain. "Mas. Setidaknya hargai aku. Jangan sering upload foto sama wanita lain.""Apaan sih kamu ini. foto juga rame-rame.""Tapi ada bagian Mas mengupload dekat wanita lain. Apalagi perempuan itu sangatlah seksi. Aku malu, Mas.""Kamu ini memang tak mengerti suamimu yah. Aku ini kerja!""Yah sudah. Cuma aku malu, aku ini berkerudung besar. Aku sedih lihat kamu menempel dengan wanita seksi itu.""Kamu ini, aku foto sama muridku berhijab tak boleh. Ini perempuan seksi juga dipermasalahkan.""Bukan itu, Mas. Kuakui, wajar bila aku cemburu. Aku ini istrimu.

    Last Updated : 2024-01-09
  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 31 Minta Cerai

    Aku tak bisa lagi menahannya. Keyakinanku seakan runtuh menghadapi mas Hakim. Lama-kelamaan aku mulai tak nyaman. Mas Hakim sama sekali tak memikirkanku. Aku laksana debu di matanya. Tak dihiraukan. Ia pulang kerja sore. Setelah itu makan dan istirahat. Kemudian ia tidur. Kadang malamnya ia melanjutkan pekerjaannya. Kemudian tidur kembali. Berulang kali itu dilakukannya. Aku sampai bosan. Sebagai istri, aku tentunya jenuh. Jenuh menghadapi situasi seperti ini. Tak ada yang bisa kulakukan. Saat tak ada kegiatan, aku hanya bisa termenung dalam kamar. Mau menonton tv bersama mertua, aku tak nyaman. Ada mbak Namira disana. Pasti ada saja yang ia bahas. Itupun hanya untuk menyudutkanku. Kucoba tak terlihat menutup diri. Aku pun berkumpul bersama mereka."Tazkiyah, jangan di kamar saja. Disini nonton tv sama kami." Aku terkejut ketika mertuaku bicara. Ia tiba-tiba berkata demikian. Mungkin ia risih melihat sikapku di rumah. Aku merasa canggung karena mbak Namira. Ia sama sekali tak tahu pe

    Last Updated : 2024-01-10
  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 32 Menerima Kenyataan

    Aku tak dapat pulang. Mungkinkah sudah muncul penyesalan ini?Kukira dengan jalan ta'aruf, pernikahanku bahagia. Bukan hanya itu, hidupku juga. Ini salahku karena sebelumnya tak memilih aqidah. Memang salah kalau aqidah berlawanan. Tak ada yang salah dengan aqidahku. Hanya penampilan menjadi faktor kebencian mereka. Mungkin mas Hakim tak suka penampilanku. Dianggap aku selayaknya radikal. Aku bukan seperti itu. Hanya orang tertentu saja berbuat demikian. Kuharap aku dapat istiqomah. Begitupula dengan lisanku. Ada benar juga dikatakan mas Hakim. Aku tak boleh gegabah lagi. Tiba-tiba minta cerai. Emosiku sudah memuncak kala itu. "Jadi aku tetap tak bisa pulang?""Sudahlah jangan minta itu terus. Mana mungkin kamu bisa pulang.""Kalau mas Hakim tak bersedia, sebaiknya beri aku kebahagiaan.""Kebahagiaan apa lagi yang kurang? Memang kau tak bisa mengerti suami cari nafkah.""Selama ini sudah kubiarkan Mas kerja diluar. Setidaknya pikirkan nafkah lahir batinku. Supaya aku tak terus mendes

    Last Updated : 2024-01-11

Latest chapter

  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 59 Setelah Lahiran

    Kurasakan ada sayatan yang menyentuh. Sekujur tubuhku seakan menggigil hingga aku sulit bicara. Mungkin ini pengaruh dari operasi. Keadaan di ruang operasi begitu dingin. Dokter pun memintaku untuk relax. Tak lama berselang, kudengar suara tangisan bayi. Bayiku mungkin telah lahir. "Bu, ini bayinya laki-laki." Disini aku masih terbaring. Kutatap bayiku tepat berada di sampingku. Seorang perawat yang menghantarkannya. Bayiku membuka matanya. Ketika didekatkan padaku, ia tak menangis. Ia tersenyum padaku. "Selamat yah, Bu Tazkiyah." "Ya." Dokter memberi ucapan selamat padaku. Aku bahagia anakku telah lahir. Lalu perawat membawa bayiku. Aku masih belum pulih dari bius dan operasi. Sementara bayiku dibawa perawat. Mungkin akan diperlihatkan pada mas Hakim juga. Aku mendengar tangisannya dari kejauhan. Setelah bayiku dibawa keluar ruang operasi. Kemudian setelah selesai operasi, aku keluar dari ruangan. Perawat mengiringiku keluar. "Ayo pindahkan. Loh suaminya mana? Ibu ini

  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 58 Menjelang Persalinan

    Akhirnya tiba hari saat aku selesai mengajukan resign. Saat di kantor, aku memasang muka tak enak pada rekan kerjaku. Ketika bertemu mereka, wajahku langsung memerah. Aku merasa malu. Baru kerja satu bulan, aku harus berhenti. Tentu pula dengan alasan hamil. Aku bertemu pula dengan Ilmi. Sangat tersipu malu aku saat bertemu dia. Rasanya tak habis pikir harus berhenti secepat ini. Bahkan aku sendiri malu dengan diriku sendiri. Semua ini untuk menuruti suamiku. "Mbak Tazkiyah." "Eh, Ilmi!" "Kemana saja, Mbak? Sejak aku mencarimu sampai ke rumah." "Maafkan aku Ilmi. Ini permintaan suamiku. Aku juga sedang hamil." Ilmi menatap ke arah perutku. Entah mengapa risih saat ia mengarah menatap ke perutku. Lantas aku hendak pergi dari pandangannya. "Sudah, ya. Mbak mau menghadap pimpinan dulu. Jujur, gak enak rasanya berhenti kerja secepat ini." "Ya, Mbak." Aku pun meninggalkan Ilmi. Kemudian mengarah ke ruangan pimpinan perusahaan. Setelah beberapa menit aku hendak pulang. Ta

  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 57 Keinginan Setelah Melahirkan

    Malam itu, mas Hakim tak hentinya memperingatkanku. Tingkahnya seolah tak segan mengajakku berdebat. Ia menganggap ku selalu melawan bicaranya. Namun ia tak hentinya mengajakku berdebat. Sementara ia yang selalu memancing pertengkaran. Ia terus memperingatkanku untuk tak ikut campur urusan pekerjaan. Ia terus berdalih. Akan tetapi aku minta janji darinya. Aku ingin dia mengosongkan waktu sehari untukku. "Baik, aku akan mengosongkan waktu sehari. Asal kamu jangan terus membuat masalah. Aku tadi sangat malu dengan murid dan orang tua mereka." "Maaf. Aku hanya meminta kepastian darimu, Mas. Aku hanya punya kamu disini. Setelah Allah, tak ada perantara selain kamu." "Kamu juga jangan gampang terbawa suasana. Menurutmu masih ada Tuhan untukmu kan? Maka buktikanlah, jangan bisanya minta tolong aku terus. Mandiri sana, aku juga mau kerja!" "Aku hanya minta waktu sehari saja. Kosongkanlah waktu untukku." "Aku bisa memberikannya asal kau menurutiku. Lagian aku juga pulang ke rumah

  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 56 Hasrat yang Keliru

    "Suami saya selalu sibuk. Kamu tidak tahu saja." "Sudahlah. Apa-apaan sih, Kiah? Muridku datang kesini niatnya tulus mau bertemu denganmu." Tiba-tiba saja mas Hakim memotong pembicaraanku. Tampak sekali di raut wajahnya. Ia merasa sangat khawatir. Takut bila aku salah bicara. "Aku juga tanya baik-baik, Mas. Gak apa kan? Maaf yah murid-murid pak Hakim. Ibu hanya mau tanya saja. Maklum, keadaan Ibu sedang hamil. Jadi butuh support dari suami. Sangat butuh sekali ia ada di samping saya. Gak setiap hari kok." Saat aku bicara, ada orang tua murid hendak mengutarakan pendapatnya. Mungkin ia mau menjernihkan obrolan kami. "Saya orang tuanya, Bu. Sebagai orang tua, saya maklum. Benar, Pak Hakim. Kondisi Bu Tazkiyah ini harus diperhatikan. Perempuan hamil itu rentan dengan fisik dan batinnya. Kalau bisa dikurangi dulu mengajarnya. Luangkanlah banyak waktu untuk mengurusi istri Bapak." Alhamdulillah. Ibu ini mengerti juga. Memang sesama perempuan bisa mengerti. Saling pernah mengala

  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 55 Saat Bertemu Kembali dengannya

    Rasa cemburuku ini meradang. Hingga aku coba menyadarkan diriku sendiri. Kuseka diriku dengan air wudhu. Bismillah, aku menyucikan diriku dari segala dosa. Kusucikan hingga dalam hatiku. Berharap imanku bisa kuperbaiki. Terus menahan diri dari perbuatan suamiku sendiri. Aku berharap ia segera mendapatkan hidayah. Muncul niat dalam hati ini. Ingin kutuntaskan semua. Namun sebesar apapun rencanaku, tak mampu menahan rencana Allah. Dia lah Maha Besar. Maha Mengetahui dari segala yang ada di dunia dan akhirat. Kendatipun aku masih tetap berusaha mencari perantaranya. Akankah bisa aku bicara langsung dengan perempuan itu? Mas Hakim pasti menolakku untuk bertemu dengannya. Namun, masih bisa kuputar siasat untuk bertemu dengannya. Aku masih mencari alasan yang tepat. "Mas gak ngajar?""Ngajar?""Biasanya privat.""Gak. Hari ini aku libur.""Tumben.""Untuk apa juga kamu tanyakan itu. Bukankah kamu sering sibuk. Bahkan hampir melarangku mengajar privat. Bawakanmu cemburuan terus. Dikit-dik

  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 54 Periksa Kandungan

    Kujalani hari ini. Tak ingin kubayangkan pahitnya. Terasa sulit harus kulalui. Benakku berkata tak ingin lagi. Jangan seperti kemarin lagi. Harapanku tak ingin kandunganku bermasalah lagi. "Duh.."Tanganku gemetaran sambil memegangi perutku. Terasa amat keram. Aku takut masalah ini berdampak dengan kandunganku nantinya. Ingin memanggil mas Hakim. Namun aku segan. Ia membuatku takut. Berat rasanya menceritakan keadaanku. Sudah biasa aku menerima jawaban darinya. Tentu itu sangat menyakitkan. Jika kucoba beritahukan, ia pasti marah besar. Selanjutnya akan banyak kesalahanku yang dicecar olehnya. Namun, perut ini masih kian sakit. Terasa amat perih. Aku menangis, tak ingin terjadi hal buruk pada janinku. "Duh..""Kamu ini kenapa?""Perutku sakit, Mas.""Mangkanya. Aku kan sudah bilang, jangan banyak pikiran. Kamu stres terus!""Aku sudah coba lawan. Tapi tetap saja tak bisa kutolak. Mungkin aku sudah kecewa.""Maksudmu apa?""Ada rasa kecewa saja. Namun tak ingin kuperpanjang.""Itu k

  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 53 Tak dihargai

    Mas Hakim sama sekali tak peduli yang kurasakan. Ia malah menuduhku yang tak benar. Rasanya mustahil bila aku berhubungan dengan Ilmi. Apalagi Ilmi adalah mantan Cynthia. Sudah pasti Ilmi yang ada hati padanya. "Hey kamu jangan melamun saja!""Apa Mas?""Matikan Televisinya kalau tidak ditonton lagi. Ini malah cuci piring. Aku capek tahu gak cari uang!""Tolong matikan sekalian, Mas.""Disuruh malah nyuruh. Jadi istri itu ngerti kalau dikasih tahu. Ini malah gak mau nurut!""Bukan gak mau. Mas maunya langsung dimatikan kan? Tanganku basah lagi cuci piring.""Kalau dikasih tahu bantah terus!""Aku hanya menjelaskan Mas. Biar Mas tahu kenapa aku tak bisa turuti sekarang. Kecuali kalau Mas mau tunggu aku selesai.""Ah dasar kamu ngelawan terus. Mana mau nurut.""Maksud Mas?""Apa?"Aku terdiam. Jujur, tak ingin kuulangi lagi. Bila kuteruskan, mas Hakim akan bertambah marah. Biarlah kutahan dan pendam saja. Tak sanggup rasanya bila begini. "Kumatikan ya, Mas!""Tak usah, biar aku saja!"

  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 52 Aku yang Kecewa

    Beberapa hari ini, aku tak menelepon ayah lagi. Ibu tiriku terlalu sering mengganggu kami. Hingga aku tak dapat bicara banyak padanya. Ibu tiriku seolah ingin tahu yang kami bicarakan.Saat ini aku tak ada kegiatan. Teramat bosan rasanya. Jika tak ada yang dilakukan, ternyata lelah juga. Lelah menunggu waktu berganti. Andai aku masih kerja, mungkin takkan jenuh. Aku masih bisa menyibukkan diri. Di tempatku bekerja, tak begitu membuat kecapekan. Kondisiku yang tengah hamil ini, takkan membuat begitu lelah. "Tazkiyah!"Tiba-tiba mas Hakim mengagetkanku dengan suaranya. Jujur aku sangat terkejut. Tak habis pikir ia lakukan ini lagi. Ia tak henti membuatku takut "A-ada apa?""Coba kamu lihat keluar sana!""Ada apa sih, Mas?""Ternyata kamu belum berubah juga ya!""Maksudmu apa? Aku tak mengerti yang kau ucapkan.""Sana, kau lihat sendiri keluar!"Aku menjadi bimbang. Sebenarnya apa yang terjadi? Mas Hakim sangat marah. Ia memicingkan matanya. Tubuhku gemetaran, aku takut. Ada apa lagi i

  • Hijrah yang Tak Kau Hargai   Bab 51 Ibu Tiriku Marah

    Esoknya mbak Rumaisya telah pulang ke rumahnya. Kemarin ia menemaniku di rumah ini. Sudah dua hari mas Hakim tidak pulang. Aku telah menghubungi ponselnya. Namun tak aktif juga. Sengaja aku bilang pada mbak Rumaisya, mas Hakim pulang hari ini. Terpaksa aku berbohong, tak ingin merepotkan mbak Rumaisya. Ia sudah banyak menolongku. Anaknya juga ingin sekolah. Bila ia disini lebih lama lagi, akan kerepotan. Rasa lelah kutahan. Biarlah aku sendiri disini. Jika mas Hakim tak pulang lagi, mungkin besok aku harus periksa sendiri kandungan. Aku rencana besok akan ke puskesmas. Vitamin hamilku juga telah habis. Jadi aku tak dapat menunda lagi kesana.Ada rasa keinginanku menelepon ayah. Tapi, aku harus minta izin terlebih dahulu. Sementara mas Hakim tak kunjung pulang. Tak lama berselang, aku melihat ada suara motor. Aku yakin itu bunyi motor mas Hakim. Lalu, aku melihat keluar jendela. Benar saja, mas Hakim telah pulang. Aku sedikit sumringah. Namun, hatiku masih menyimpan kesedihan karena ia

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status