Bab 10 PRUK"Assalamualiakum," ucap Gus Zainal seraya memasuki rumahnya yang pintunya memang selalu terbuka, diikuti Kamila di belakangnya.Rumah dengan desain klasik serba kayu dan ukiran yang sangat estetik, juga pintu yang dilengkapi dengan gebyok Jepara menambah nuansa klasik di ruangan itu semakin terasa.Sejuk, asri dan damai.Tak berselang lama, terdengar suara jawaban salam dari dalam, suara seorang lelaki tua yang terdengar sangat mendamaikan hati. Dari sela-sela sketsel alias dinding pemisah portable yang juga terbuat dari kayu ukiran Jepara, Kamila dapat melihat sosok tersebut berjalan ke ruang tamu seraya mengenakan kopyah putihnya."Masya Allah, kalian sudah datang toh?" ucapnya dengan pandangan berbinar menyambut kedatangan putra dan calon menantunya."Sudah, Bah, Alhamdulillah," jawab Gus Zainal seraya mencium tangan Kyai Husein–abahnya.Berniat untuk memuluskan sandiwara empat puluh harinya, Kamila pun turut melakukan apa yang Gus Zainal lakukan. Ia berniat meraih tang
Bab 11 PRUKKamila meneguk ludahnya sendiri, matanya membola memandang ke bawah. Tenggorokannya tiba-tiba tercekat mendengar pertanyaan Kyai Husein.Tak hanya Kamila, Gus Zainal pun turut terkejut mendengar pertanyaan Abahnya, seketika membuatnya menghentikan aktivitas menyendok nasinya.Melihat kebingungan Kamila, Gus Zainal segera berinisiatif untuk menjawab."Ngapunten, Bah. Kamila ini kan baru mengetahui prihal perjodohan ini tadi pagi. Mungkin dia masih butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Kasihan kalau buru-buru dituntut jawaban, lihat wajahnya sampai tegang begitu. Yang terpenting, kan, sekarang dia sudah di sini, setidaknya pemanasan dulu, kenal dulu sama keluarga ini, betah dulu, nyaman dulu di sini, baru ditanyain kapan mau selamanya tinggal di sini," ucap Gus Zainal yang membuat Kamila bernafas lega."Huuffh, Gus. Hari ini kamu berhasil menjadi pahlawanku," batin Kamila seraya memandang Gus Zainal penuh makna.Sedangkan Kyai Husein hanya manggut-manggut paham. Ya ya, Abah
Bab 12 PRUK"Kenapa dengan Kamila, Zain?" tanya Kyai Husein yang sebenarnya sudah mengetahui maksud kedatangan putranya."Zain, ingin tahu alasan kenapa Abah menjodohkan Zain dengan Kamila?" jawab Gus Zainal sambil tertunduk sopan.Kyai Husein tampak tersenyum memandang putranya. "Memangnya kenapa kamu baru mempertanyakannya? Bukankah kamu sudah menerima perjodohan ini sejak sepuluh tahun lalu tanpa tapi dan tanya?" sahut Kyai Husein justru balik bertanya."Ngapunten sebelumnya, Abah. Sebab Zain baru bertemu dengan Kamila, dan ternyata, sosok Kamila jauh dari yang Zain bayangkan." Gus Zainal berkata apa adanya."Memangnya bagaimana bayangan kamu tentang Kamila selama ini?" tanya Kyai Husein balik."Menurut pandangan Zain, sosok Kamila tak jauh-jauh dari perangai putri-putri Abah. Sebab selama ini, yang Zain lihat, Abah selalu memilihkan jodoh untuk putri-putri Abah dengan kualitas super, minimal dari segi agamanya, sehingga Zain beranggapan, Abah juga akan memberikan hal yang sama unt
Bab 13 PRUK"Sembilan belas tahun lalu, tepatnya saat Abah baru mulai merintis dakwah, banyak jamaah pengajian Abah yang ingin menitipkan anak-anaknya untuk mesantren dan belajar ilmu agama pada Abah.Akan tetapi saat itu, Abah masih terkendala ekonomi. Jangankan untuk membangun pesantren, untuk makan sehari-hari saja kadang harus berhemat-hemat agar cukup.Namun, Abah tertuntut dan merasa perlu untuk mewujudkan permintaan jamaah pengajian Abah, sebab jika bukan Abah yang mengayomi mereka, siapa lagi?Abah mulai membuat proposal untuk mencari dana. Prosesnya sungguh sangat tidak mudah, sebab Abah tidak punya banyak hal yang bisa meyakinkan para donatur untuk memberikan uangnya pada project Abah.Banyak yang menolak, atau memilih memberi tapi dengan jumlah yang sangat sedikit. Hingga akhirnya Abah dipertemukan oleh Pak Alfaro, yang saat itu sedang ingin mewakafkan tanah miliknya di jalan Allah, untuk memenuhi nadzarnya atas kelahiran Kamila dengan selamat.Melalui Pak Lurah yang memper
Bab 14 PRUKGus Zainal segera mengayun langkahnya ke luar rumah, mengecek keberadaan Kamila melalui jendela kamarnya. "Ya Allah, Kamila, masa iya sih kabur lagi?" gumamnya seraya terus mempercepat langkah kakinya menuju bagian luar dari kamarnya.Gus Zainal menyingkap korden yang menutupi jendela kamarnya dengan cepat, dan seketika ia bernafas lega, sebab terntaya Kamila tengah terlelap dalam buaian alam mimpinya."Ya Allah, Kamila ... Bisa-bisanya nih bocah malah tidur," gumam Gus Zainal pelan seraya tersenyum simpul. Ia lalu menyalakan AC melalui remot di hp yang sudah ia sinkronkan, kemudian menutup rapat jendela dari luar, membiarkan Kamila istirahat dengan nyaman, setidaknya sampai waktu ashar hampir tiba.Ia lalu kembali memasuki rumahnya, mempersiapkan segala sesuatu yang perlu dipersiapkannya.Ia memanggil ketua asrama putri, untuk menitipkan pemantauan Kamila padanya, kemudian memintanya untuk selalu melaporkan apapun aktivitas Kamila di dalam asrama. "Ini nomor saya, Mbak.
Bab 15 PRUKTanpa banyak menjawab lagi, Kamila segera memasuki kamar mandi untuk mengambil wudhu, kemudian segera melakukan sholat dzuhur tanpa banyak drama.Kata-kata yang diucapkan Gus Zainal terasa sangat menohok hatinya. Ia tak dapat lagi mendebat ucapan Gus Zainal. Bahkan, pertanyaan tentang adakah cinta di hatinya untuk Tuhan terus terngiang-ngiang di benaknya.Melihat Kamila yang hanya menurut pasrah, Gus Zainal tersenyum penuh makna. Ia memutuskan untuk keluar dan menunggu Kamila di luar.Beberapa menit kemudian, Kamila kembali keluar dari kamar."Sudah selesai?" tanya Gus Zainal memastikan."Sudah, Gus.""Ya sudah, mari saya antar ke asrama," ajak Gus Zainal seraya membantu membawakan barang-barang Kamila."Baju-baju yang saya belikan tadi, kamu bawa saja, untuk ganti-ganti sementara. Baju-baju kamu yang tidak bisa dipakai di pesantren ditinggal di sini saja, supaya nggak menuhin lemari kamu," ucap Gus Zainal menyarankan."Oke, Gus." Kamila pun meninggalkan mini kopernya di k
Bab 16 PRUK"Wa'alaikumsalam warahmah. Oh, Mbak Aqilah, ya?" jawab Gus Zainal yang menoleh ke belakang, diikuti oleh Kamila."Nggih, Gus.""Oh, ya, Mbak, ini Kamila, yang tadi saya ceritakan," ucap Gus Zainal memperkenalkan Kamila."Oh, nggih, perkenalkan, Ning, saya Aqilah," ucap Aqilah seraya mengulurkan tangan ke arah Kamila.Kamila tersenyum ramah, kemudian menjabat tangan Aqilah, "Aku Kamila, panggilnya Kamila, atau Mila aja, nggak usah nang ning ya," jawab Kamila santai.Aqilah tersenyum pada gadis yang ia taksir berusia lima tahun di bawahnya itu."Oke Mila, kamu sudah siap?" tanya Aqilah."Hah, siap apa?" tanya Kamila bingung."Nikah," celetuk Gus Zainal."Wey, Gus! Ga usah bercanda ya!" gumam Kamila seraya memandang nyalang ke arah lelaki yang kini tengah menahan tawa itu."Ya siap masuk asrama lah, Kamila, kok pakai nanya?" sambung Gus Zainal."Oh, itu, tinggal masuk doang, kan? Harus siap-siap gimana lagi? Siap kok aku," jawab Kamila mantap."Ya, bukan hanya tinggal masuk,
Bab 17 PRUKKamila berjalan gontai dari Aula ke arah kamarnya, bersama tiga teman barunya yang tinggal sekamar dengannya. Berkumpul dengan ratusan manusia di satu ruangan dan berdusel-duselan membuat perutnya mual."Mila, kok loyo gitu?" sapa Nayla–teman sekamar Kamila yang cukup mudah akrab dengannya."Gimana nggak loyo, weey? Dari sehabis maghrib sampai hampir jam sembilan, lho, kita cuma duduk ngaji dan sholat!" keluh Kamila disambut tawa oleh Nayla."Ya gitu emang kegiatan di pesantren, Mil, kamu harus terbiasa mulai sekarang, padahal ini belum Ramadhan, kalau Ramadhan malah makin padet," celetuk Nayla membuat langkah Kamila terhenti seketika."Hah, sumpah?" tanya Kamila dengan ekspresi yang entah."Iya, ada banyak kajian kitab kuning yang dikebut khatam selama bulan Ramadhan," jelas Nayla."Tapi aku nggak ngerti lho soal kitab kuning itu, jangankan artinya, bacanya aja kaga bisa, mana nggak ada harakatnya," gerutu Kamila mulai stres dengan kehidupan pesantren."Kamu kan bisa deng
Bab 45 PRUK"Bismillahirrahmanirrahim, Allahumma sholli 'Alaa sayyidina Muhammad wa 'alaa aali sayyidina Muhammad. Ushikum wa nafsii bi taqwAllah, faqod faazal muttaqun.Uzawaijuka 'ala maa amaraAllahu bihi min imsakin bima'rufin au tashrihin bi ihsan.Ya Ali Zainal Abidin Bin Kyai Husein, Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka ibnati Kamila Cahaya Alfahri binti Alfaro Putra Al-fahri, alaa mahri 1 milyun rubiyah, haalan.""Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan." Gus Zianal menjawab kalimat ijab dalam sekali tarikan nafas dan penuh kefasihan."Bagaimana saksi, sah?"Sah!Sah!Sah!Alhamdulillahi rabbil 'Aalamiin, baarkallahu laka wabaaraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khair."Doa doa baik dipanjatkan oleh orang-orang tua dan masyayikh yang hadir. Semuanya turut bahagia atas pernikahan putra kyai Husain.Kamila yang menunggu di atas pelaminan bersama bunda dan mertuanya mengikuti seiap rangkaian acara dengan khidmat. Ia tak berhenti memanjatkan doa di waktu yang hadi
Bab 44 PRUKSebuah cincin berbahan emas baru saja dilingkarkan di jari manis kiri Kamila oleh Bu Nyai Hana, sebagai simbol bahwa kini Kamila sudah berada dalam pinangan putranya, Gus Zainal.Segala doa dipanjatkan untuk kebaikan keduanya, seluruh keluarga terlihat bahagia atas keputusan Gus Zainal dan Kamila yang pada akhirnya memutuskan untuk segera melaksanakan pernikahan.Tanggal pernikahan telah disepakati, begitu juga dengan bagaimana konsepnya. Rencana gus Zainal dan Kamila untuk melaksanakan program riyadhoh sebelum pernikahan dilangsungkan juga disetujui bahkan didukung oleh seluruh pihak keluarga.Setelah selesai sesi lamaran, Kamila langsung dibawa oleh pihak keluarga Gus Zainal, bukan sebagai pengantin yang diboyong ke tempat suaminya, melainkan sebagai calon santriwati program riyadhoh selanjutnya.Sesampainya di pesantren, Gus Zainal segera mengantar calon istrinya ke tempat di mana ia akan menghabiskan waktu selama 40 hari ke depan."Sudah siap?" tanya Gus Zainal."Insya
Bab 43 PRUK"Saya hanya ingin Gus bahagia, dengan menikahi wanita pilihan Gus. Saya tidak ingin menghalangi kebahagian Gus dengan melanjutkan perjodohan ini." setelah beberapa saat, akhirnya Kamila menjawab dengan kalimat yang terdengar ambigu.Gus Zainal terdiam, ia memperhatikan Kamila dengan seksama, "Kamila terkesan menjaga jarak denganku, bahkan dia terlihat segan dan canggung, berbeda dengan Kamila yang kukenal sebelumnya. Kamila yang ceria, yang kocak, yang asal jiplak kalau bicara.Kamila yang dihadapanku ini terkesan pendiam, hanya berbicara seperlunya, terkesan membentengi dirinya dariku. Dia bahkan mengganti kata ganti untuk dirinya dari 'aku' beubah menjadi 'saya'.Entah mengapa, mungkinkah ini akibat dari kejadian yang baru menimpanya, atau mungkin ini sudah menjadi keputusannya? Aku tidak tahu. Tapi hatiku, mengharapkan Kamila yang dulu, yang apa adanya, yang telah berhasil mencuri hatiku. "Bagaimana jika bahagiaku ada padamu, Kamila?" tanya gus Zainal kemudian.Kamila
Bab 42 PRUK"Ayah ... Ayah tenang dulu, ya." Gus Zainal mencoba menenangkan Ayah Kamila yang semakin tergugu."Saya menyesal, Gus ... kenapa harus Kamila yang menjadi korban atas dosa-dosa masa lalu saya? Saya malu, Gus ... saya malu dengan Kyai Husain, saya malu sama njenengan, Gus ...."Ayah Kamila kembali mengungkapkan isi hatinya. Tangisnya pecah, ia merasa gagal sebagai seorang ayah.Addina yang mendengar ratapan suaminya turut teriris hatinya. Dia tahu betul, bahwa suaminya sangat mengharapkan perjodohan ini. Harapan terbesarnya adalah mengantar Kamila sampai ke pelaminan, dan bersanding dengan lelaki yang tepat, yang mampu memimpin Kamila dan mengarahkannya pada kebaikan.Perjodohan dengan Gus Zainal adalah salah satu cara yang ia harapkan dapat menjadi jalan untuk mewujudkan impiannya."Tolong, Gus ... tolong sampaikan maaf saya pada Kyai Husein. Maaf karena terpaksa perjanjian perjodohan ini harus berakhir sampai di sini." Alfaro melanjutkan kalimatnya."Ayah ... jika memang
Bab 41 PRUKKamila menceritakan semua dari awal sampai akhir, tanpa ada sedikitpun yang ditutupinya. Walaupun dengan penuh drama, sembari terus terisak penuh penyesalan, namun Kamila memutuskan untuk mengakhiri semua dramanya.Kejadian yang baru saja menimpanya membuatnya sadar, bahwa jalan yang ia pilih selama ini adalah salah.Dion, lelaki yang selalu dipuja-pujanya, justru merupakan lelaki yang hampir saja merusak diri dan masa depannya.Rasa syukur dan terima kasih tak henti ia ucapkan pada Allah, kedua orang tua dan Gus Zainal, karena tanpa jasa mereka, Kamila tak dapat membayangkan lagi apa yang akan terjadi dalam hidupnya."Astaghfirullah, Kamila ... Kamu—!" Ayah Kamila tak dapat menahan amarah, setelah mendengarkan cerita Kamila, ia menyimpulkan, bahwa semuanya bermula dari kecerobohan putrinya.Ia menarik nafas panjang, lalu kembali membuangnya kasar. Berusaha meredam emosi yang tiba-tiba menguasai jiwa."Berapa kali Ayah bilang sama kamu, jauhi Dion, Kamila ... jauhi Dion! T
Bab 40 PRUKGus Zainal melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dadanya masih bergemuruh, tiap kali membayangkan apa yang telah Dion lakukan pada Kamila.Melalui spion tengah, ia melirik Kamila yang masih terlelap dalam tidurnya."Nyenyak tidur Kamila sangat tidak normal, besar kemungkinan Dion menabur obat tidur di dalam makanan atau minuman Kamila.Seharusnya hal ini cukup membuat hatiku, lega, karena itu artinya, apa yang terjadi, bukan atas dasar keinginan Kamila.Tapi tetap saja, hati ini begitu kecewa. Mendapati kenyataan bahwa Kamila berada di sebuah ruangan bersama lelaki lain. Tak hanya itu, dia bahkan sudah disentuh-sentuh," gumam Gus Zainal dalam hati"Aaaarrrrrrrgggghhhh!" ia berteriak penuh amarah sembari memukul setir. Merasa emosinya tak stabil, ia menepikan mobil, sejenak menenangkan diri dari serangan emosi."Ya Allah ... kenapa harus seperti ini? Kenapa harus Kamila? Aku telah gagal menjaga Kamila, aku telah gagal mengemban amanah yang Abah berikan padaku. Dan saya
Bab 39 PRUKSetelah puas bermain-main dengan kepala Kamila, kini tangan Dion turun membelai pipi Kamila. Membuat gadis itu semakin meronta di alam bawah sadarnya. "Cantik," gumamnya pelan dengan suara yang semakin memberat, tanda ia mulai berhasrat."Ah, rasanya aku udah nggak tahan lagi lihat Kamila tergeletak tak berdaya seperti ini. Sebaiknya aku segera eksekusi," gumam Dion seraya membuka pakaian yang dikenakannya. Lalu menyibak selimut yang membalut tubuh Kamila, menampilkan setiap lekukan dari tubuh moleknya.Dion tersenyum puas memandangnya. Matanya semakin menggelap, dan ingin segera melangsungkan aksinya.Melihat kaki putih jenjang Kamila yang hanya terbuka separuh membuat sisi lelaki Dion semakin menyala, bulu-bulu halus yang tumbuh di sana mulai dibelai-belainya. Menimbulkan sensasi nikmat tersendiri baginya. Dion memejamkan mata, merasakan halus kulit tubuh Kamila.Perlahan posisi tubuh Dion sudah berada di atas tubuh Kamila, mulai memandangi wajah cantiknya yang tengah t
Bab 38 PRUK"Di ... please ... kamu mau ngapain?" tanya Kamila semakin ketakutan."Santai aja, Mil ... Aku cuma mau nolongin kamu kok," ucapin seraya merangkul dengan Kamila. Akan tetapi dengan cepat Kamila menjauhkan tubuhnya dari sentuhan Dion."Jangan sentuh aku, Di!" ucapnya lantang.Akan tetapi hal itu tak membuat Dion menjadi gentar, ia justru semakin mempermainkan perasaan Kamila, "rileks, Mil, santai aja ... aku nggak akan ngapa-ngapain kamu. Aku cuma mau bantuin kamu kok. Ayo sini, kamu jangan terlalu lama di sini dengan pakaian seperti ini, kamu bisa masuk angin nanti, ingat, kamu habis kehujanan." Dion menyampaikan kalimatnya dengan suara yang sangat lembut, membuat Kamila seketika merasa luluh, seolah tengah terhipnotis dengan perlakuan Dion, walau dalam hati ia tetap was-was.Kamila mengikuti langkah Dion yang memapahnya ke tepi ranjang, kemudian menggunakan selimut untuk membalut tubuhnya.Setelah itu ia melangkah ke arah nakas dan mengambil segelas minuman hangat yang
Bab 37 PRUK"Assalamualaikum, Gus ... Maaf apa sudah ada perkembangan?" Ayah Kamila kembali bertanya dari telepon sebab desakan istrinya. Bunda Kamila terus mengeluhkan hatinya yang tak bisa tenang, seolah memiliki firasat yang kuat akan kondisi putrinya yang tak baik-baik saja."Waalaikumsalam, Ayah. Ini saya masih terus melanjutkan pencarian. Tadi melalui cctv toko alat tulis milik Pesantren, kami mendapatkan jejak. Kamila pergi menggunakan mobil, seseorang telah menjemputnya dan saya curiga dia adalah Dion." Gus Zainal mencoba menjelaskan perkembangan pencarian putri Pak Alfaro tersebut."Dion? Jadi Gus Zainal juga kenal dengan Dion?" Ayah Kamila terdengar sedikit terkejut."Iya, Yah. Kamila sering bercerita tentang Dion, bahkan kami sempat saling bertemu dan berkenalan," jelas Gus Zainal disambut ucapan istighfar oleh Ayah Kamila."Astaghfirullah, Kamila ... Maaf ya, Gus, saya benar-benar nggak ngerti dengan pola pikir Kamila. Saya sengaja memasukkannya ke Pesantren demi bisa menj