Bab 3 PRUK"Gila ... Gila ... Gila! Ini bener-bener gila! Bisa-bisanya sih Ayah kepikiran hal segila ini? Pesantren Ramadhan? Perjodohan? Apa-apaan ini?!" gerutu Kamila dalam hati. Kini, gadis yang biasanya hidup di jalanan itu terpaksa harus duduk di sebuah mobil, dan melakukan perjalanan ke sebuah tempat yang enggan dikunjunginya.Sebuah pesantren yang di matanya layaknya sebuah penjara. Tempat dengan penuh aturan dan juga tuntutan, dua hal yang sangat dibencinya. Parahnya lagi, dia dipaksa harus tinggal di sana selama hampir dua bulan."Mimpi apa aku semalam Ya Tuhan ... Bisa-bisanya aku terjebak dalam situasi sulit seperti ini? Mana mungkin aku bisa tahan tinggal di penjara itu? Dan lagi, perjodohan? Di era kekinian masih ada istilah perjodohan? Sungguh amat sangat membagongkan!" batin Kamila seraya melirik lelaki di sisinya. Lelaki yang ia juluki sebagai pengacau sebab pagi-pagi sudah datang dan mengacau hidupnya.Tadi, ayahnya sudah menjelaskan bahwa Gus Zainal adalah lelaki pi
Bab 4 PRUK"Astagfirullah, Kamila!" pekik Gus Zainal terkejut. Tubuhnya mendadak menegang, merasakan tangan dan kepala Kamila yang tiba-tiba sudah bersentuhan dengan tubuhnya. Walau terhalang helai kain dari baju yang dikenakannya, tapi tetap saja hangat dari suhu tubuh Kamila dapat dirasakannya.Detak jantungnya mendadak berpacu lebih cepat, ia lelaki normal, yang sudah hampir tiga puluh tahun membujang tanpa belaian. Tentu sentuhan seorang wanita membuat tubuhnya bereaksi."Kamila, lepas, ya," pinta Gus Zainal dengan suara sedikit bergetar, seraya sedikit menarik tangannya dari dekapan Kamila, namun gadis itu menahannya, hatinya bersorak penuh kemenangan memandang ekspresi tegang wajah lelaki di sisinya."Aku nggak akan lepasin tangan Gus sebelum Gus menyetujui permintaanku," ancam Kamila yang ia anggap mampu menggertak pertahanan Gus Zainal."Kamila, kita bukan muhrim!" ucap Gus Zainal tegas."Nggak akan, Sayang, aku nggak akan melepaskannya sebelum kamu menuetujui permintaanku," b
Bab 5 PRUKGus Zainal segera meletakkan belanjaan di meja kasir, "titip dulu, Mbak, nanti saya kembali," pesannya pada penjaga kasir.Ia lalu berlari keluar mengejar Kamila, namun sayang, Bentor yang ditumpangi Kamila sudah terlebih dahulu jalan."Aduh! Telat lagi!" gumamnya pelan sembari menoleh ke kanan dan kiri, mencari cara untuk mengejar Kamila. Hingga tiba-tiba seseorang menyapa, "Gus Zainal?" Gus Zainal menoleh ke arah lelaki yang baru saja berhenti di parkiran indoapril, mencoba mengenalinya, namun gagal."Wonten nopo, Gus?" tanya lelaki tersebut sebab melihat Gus Zainal yang seperti orang kebingungan."Mau ngejar bentor itu!" jawab Gus Zainal seraya menunjuk Bentor yang ditumpangi Kamila tanpa pikir panjang."Monggo sareng kulo mawon, Gus!" lelaki asing tersebut menawarkan dirinya untuk mengantarkan."Nggak apa-apa, Kang?" tanya Gus Zainal memastikan."Nggih, Gus, Monggo!" jawab lelaki yang ia taksir berusia tiga puluh tahunan.Tanpa banyak bicara lagi, Gus Zainal segera m
Bab 6 PRUK"Apa yang membuat kamu keberatan?" tanya Gus Zainal."Aku nggak suka hidup di pesantren, Gus. Aku nggak suka hidup dikekang-kekang, aku terbiasa hidup bebas," jawab Kamila jujur."Hal apa yang membuat kamu merasa terkekang saat di pesantren?" tanya Gus Zainal lagi."Banyak, Gus. Di Pesantren nggak bisa bebas keluar, nggak bisa main hp, banyak tuntutan, harus ngaji, harus belajar, sholat, dan kegiatan-kegiatan lainnya. Semua serba diatur, dan aku nggak suka itu," balas Kamila berapi-api."Oke, kalau begitu, saya akan berikan kamu keringanan. Pertama, kamu bebas keluar pesantren, dengan catatan tetap dalam pantauan saya, dan di luar jam aktif pesantren.""Maksudnya gimana tuh?" tanya Kamila memperjelas."Kamu boleh keluar, asalkan bersama saya, dan di jam yang tidak ada kegiatan di pesantren, yaitu ba'da isya'," jelas Gus Zainal."Oke, sepakat!" jawab Kamila mantap. Terbesit senyuman di bibirnya, gadis yang memang lebih sering menghabiskan waktu di luar saat malam hari itu ta
Bab 7 PRUK"Yah, coba tanya Gus Zainal, mereka sudah sampai apa belum? Perasaan Bunda dari tadi nggak enak deh," pinta Addina–Bunda Kamila pada Al seraya meletakkan segelas kopi di hadapan suaminya."Makasih, kopinya, Sayang. Sabar, ya, tadi Ayah sudah coba hubungin, tapi nggak diangkat, mungkin masih di jalan," balas Alfaro–ayah Kamila."Ya Allah ... Semoga anak kita nggak bikin ulah di sana ya, Yah," harap Dina mengkhawatirkan putrinya.Bukan takut putrinya nangis sebab tak betah, atau nangis sebab tak menemukan makanan enak layaknya di rumah sebagaimana santri baru pada umumnya, ia yakin soal ketangguhan putrinya, putrinya itu sangat tangguh seperti Ayahnya. Akan tetapi, sebagai seorang ibu yang mengenal baik watak putrinya, ia mengkhawatirkan Kamila dengan segala kenakalannya akan berulah di tempat orang, hingga merugikan orang lain, terlebih tempat itu adalah sebuah pesantren. Di mana semua praktik keagamaan dijalankan dengan penuh disiplin di sana.Berbeda dengan kepribadian pu
Bab 8 PRUK"Assalmualaikum, Yah," ucap Gus Zainal membuka percakapan dalam telepon."Waalaikumsalam, Gus ... Alhamdulillah akhirnya Gus Zainal menghubungi kami juga, kami tunggu kabarnya dari tadi loh," balas Ayah Kamila dari seberang."Iya, maaf, Yah, tadi saya masih di jalan, jadi belum bisa fokus sama HP, dan barusan cek hp kok ternyata ada panggilan tidak terjawab dari Ayah, jadi saya langsung telepon balik.Alhamdulillah ini saya dan Kamila baru sampai di depan pondok pesantren Nurul Hidayah," jelas Gus Zainal menyampaikan info terkini."Alhamdulillah. Lalu bagaimana perjalanannya, Gus? Apakah semuanya lancar?" tanya Ayah Kamila."Alhamdulillah ... kami sampai dengan selamat, Yah," jawab Gus Zainal tanpa berbohong."Alhamdulillah ... terima kasih banyak ya, Gus, telah mengantar putri saya sampai di pondok pesantren dengan selamat.Saya titip Kamila ya, Gus, minta tolong untuk dijaga dan dibimbing. Salam juga untuk Abah dan Ummi, mohon maaf kami belum bisa datang ke sana, Insya Al
Bab 9 PRUK"Saya nggak izinkan! Kembalikan sekarang juga!" pinta Gus Zainal berusaha merebut ponsel dari tangan Kamila."Apaan sih, Gus? Bentar doang juga! Gus jangan lupa sama perjanjian kita ya!" ingat Kamila pada perjanjian tak tertulis yang mereka sepakati."Perjanjian kita berlaku saat kamu berada di pesantren. Tapi sekarang, kamu belum memasuki pesantren, jadi perjanjian itu nggak berlaku," balas Gus Zainal beralasan."Ih, sama aja kali Gus. Dah ya, izinin aja. Bentar doang kok," ucap Kamila seraya kembali menatap layar ponselnya."Saya tidak mengizinkan, Kamila!" tegas Gus Zainal seraya mengambil alih ponsel dari tangan Kamila. Sekilas ia membaca sebuah pesan yang belum sempat terkirim di sebuah akun sosial media yang banyak digunakan remaja."Di. Sorry ya, harus ngubungin kamu lewat DM. Banyak hal yang terjadi hari ini. Mungkin kamu dah kebingungan sebab nggak bisa hubungin aku. Ini panjang ceritanya, dan aku nggak bisa cerita sekarang. Nanti aku akan hubungi kamu lagi. Jangan
Bab 10 PRUK"Assalamualiakum," ucap Gus Zainal seraya memasuki rumahnya yang pintunya memang selalu terbuka, diikuti Kamila di belakangnya.Rumah dengan desain klasik serba kayu dan ukiran yang sangat estetik, juga pintu yang dilengkapi dengan gebyok Jepara menambah nuansa klasik di ruangan itu semakin terasa.Sejuk, asri dan damai.Tak berselang lama, terdengar suara jawaban salam dari dalam, suara seorang lelaki tua yang terdengar sangat mendamaikan hati. Dari sela-sela sketsel alias dinding pemisah portable yang juga terbuat dari kayu ukiran Jepara, Kamila dapat melihat sosok tersebut berjalan ke ruang tamu seraya mengenakan kopyah putihnya."Masya Allah, kalian sudah datang toh?" ucapnya dengan pandangan berbinar menyambut kedatangan putra dan calon menantunya."Sudah, Bah, Alhamdulillah," jawab Gus Zainal seraya mencium tangan Kyai Husein–abahnya.Berniat untuk memuluskan sandiwara empat puluh harinya, Kamila pun turut melakukan apa yang Gus Zainal lakukan. Ia berniat meraih tang
Bab 45 PRUK"Bismillahirrahmanirrahim, Allahumma sholli 'Alaa sayyidina Muhammad wa 'alaa aali sayyidina Muhammad. Ushikum wa nafsii bi taqwAllah, faqod faazal muttaqun.Uzawaijuka 'ala maa amaraAllahu bihi min imsakin bima'rufin au tashrihin bi ihsan.Ya Ali Zainal Abidin Bin Kyai Husein, Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka ibnati Kamila Cahaya Alfahri binti Alfaro Putra Al-fahri, alaa mahri 1 milyun rubiyah, haalan.""Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan." Gus Zianal menjawab kalimat ijab dalam sekali tarikan nafas dan penuh kefasihan."Bagaimana saksi, sah?"Sah!Sah!Sah!Alhamdulillahi rabbil 'Aalamiin, baarkallahu laka wabaaraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khair."Doa doa baik dipanjatkan oleh orang-orang tua dan masyayikh yang hadir. Semuanya turut bahagia atas pernikahan putra kyai Husain.Kamila yang menunggu di atas pelaminan bersama bunda dan mertuanya mengikuti seiap rangkaian acara dengan khidmat. Ia tak berhenti memanjatkan doa di waktu yang hadi
Bab 44 PRUKSebuah cincin berbahan emas baru saja dilingkarkan di jari manis kiri Kamila oleh Bu Nyai Hana, sebagai simbol bahwa kini Kamila sudah berada dalam pinangan putranya, Gus Zainal.Segala doa dipanjatkan untuk kebaikan keduanya, seluruh keluarga terlihat bahagia atas keputusan Gus Zainal dan Kamila yang pada akhirnya memutuskan untuk segera melaksanakan pernikahan.Tanggal pernikahan telah disepakati, begitu juga dengan bagaimana konsepnya. Rencana gus Zainal dan Kamila untuk melaksanakan program riyadhoh sebelum pernikahan dilangsungkan juga disetujui bahkan didukung oleh seluruh pihak keluarga.Setelah selesai sesi lamaran, Kamila langsung dibawa oleh pihak keluarga Gus Zainal, bukan sebagai pengantin yang diboyong ke tempat suaminya, melainkan sebagai calon santriwati program riyadhoh selanjutnya.Sesampainya di pesantren, Gus Zainal segera mengantar calon istrinya ke tempat di mana ia akan menghabiskan waktu selama 40 hari ke depan."Sudah siap?" tanya Gus Zainal."Insya
Bab 43 PRUK"Saya hanya ingin Gus bahagia, dengan menikahi wanita pilihan Gus. Saya tidak ingin menghalangi kebahagian Gus dengan melanjutkan perjodohan ini." setelah beberapa saat, akhirnya Kamila menjawab dengan kalimat yang terdengar ambigu.Gus Zainal terdiam, ia memperhatikan Kamila dengan seksama, "Kamila terkesan menjaga jarak denganku, bahkan dia terlihat segan dan canggung, berbeda dengan Kamila yang kukenal sebelumnya. Kamila yang ceria, yang kocak, yang asal jiplak kalau bicara.Kamila yang dihadapanku ini terkesan pendiam, hanya berbicara seperlunya, terkesan membentengi dirinya dariku. Dia bahkan mengganti kata ganti untuk dirinya dari 'aku' beubah menjadi 'saya'.Entah mengapa, mungkinkah ini akibat dari kejadian yang baru menimpanya, atau mungkin ini sudah menjadi keputusannya? Aku tidak tahu. Tapi hatiku, mengharapkan Kamila yang dulu, yang apa adanya, yang telah berhasil mencuri hatiku. "Bagaimana jika bahagiaku ada padamu, Kamila?" tanya gus Zainal kemudian.Kamila
Bab 42 PRUK"Ayah ... Ayah tenang dulu, ya." Gus Zainal mencoba menenangkan Ayah Kamila yang semakin tergugu."Saya menyesal, Gus ... kenapa harus Kamila yang menjadi korban atas dosa-dosa masa lalu saya? Saya malu, Gus ... saya malu dengan Kyai Husain, saya malu sama njenengan, Gus ...."Ayah Kamila kembali mengungkapkan isi hatinya. Tangisnya pecah, ia merasa gagal sebagai seorang ayah.Addina yang mendengar ratapan suaminya turut teriris hatinya. Dia tahu betul, bahwa suaminya sangat mengharapkan perjodohan ini. Harapan terbesarnya adalah mengantar Kamila sampai ke pelaminan, dan bersanding dengan lelaki yang tepat, yang mampu memimpin Kamila dan mengarahkannya pada kebaikan.Perjodohan dengan Gus Zainal adalah salah satu cara yang ia harapkan dapat menjadi jalan untuk mewujudkan impiannya."Tolong, Gus ... tolong sampaikan maaf saya pada Kyai Husein. Maaf karena terpaksa perjanjian perjodohan ini harus berakhir sampai di sini." Alfaro melanjutkan kalimatnya."Ayah ... jika memang
Bab 41 PRUKKamila menceritakan semua dari awal sampai akhir, tanpa ada sedikitpun yang ditutupinya. Walaupun dengan penuh drama, sembari terus terisak penuh penyesalan, namun Kamila memutuskan untuk mengakhiri semua dramanya.Kejadian yang baru saja menimpanya membuatnya sadar, bahwa jalan yang ia pilih selama ini adalah salah.Dion, lelaki yang selalu dipuja-pujanya, justru merupakan lelaki yang hampir saja merusak diri dan masa depannya.Rasa syukur dan terima kasih tak henti ia ucapkan pada Allah, kedua orang tua dan Gus Zainal, karena tanpa jasa mereka, Kamila tak dapat membayangkan lagi apa yang akan terjadi dalam hidupnya."Astaghfirullah, Kamila ... Kamu—!" Ayah Kamila tak dapat menahan amarah, setelah mendengarkan cerita Kamila, ia menyimpulkan, bahwa semuanya bermula dari kecerobohan putrinya.Ia menarik nafas panjang, lalu kembali membuangnya kasar. Berusaha meredam emosi yang tiba-tiba menguasai jiwa."Berapa kali Ayah bilang sama kamu, jauhi Dion, Kamila ... jauhi Dion! T
Bab 40 PRUKGus Zainal melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dadanya masih bergemuruh, tiap kali membayangkan apa yang telah Dion lakukan pada Kamila.Melalui spion tengah, ia melirik Kamila yang masih terlelap dalam tidurnya."Nyenyak tidur Kamila sangat tidak normal, besar kemungkinan Dion menabur obat tidur di dalam makanan atau minuman Kamila.Seharusnya hal ini cukup membuat hatiku, lega, karena itu artinya, apa yang terjadi, bukan atas dasar keinginan Kamila.Tapi tetap saja, hati ini begitu kecewa. Mendapati kenyataan bahwa Kamila berada di sebuah ruangan bersama lelaki lain. Tak hanya itu, dia bahkan sudah disentuh-sentuh," gumam Gus Zainal dalam hati"Aaaarrrrrrrgggghhhh!" ia berteriak penuh amarah sembari memukul setir. Merasa emosinya tak stabil, ia menepikan mobil, sejenak menenangkan diri dari serangan emosi."Ya Allah ... kenapa harus seperti ini? Kenapa harus Kamila? Aku telah gagal menjaga Kamila, aku telah gagal mengemban amanah yang Abah berikan padaku. Dan saya
Bab 39 PRUKSetelah puas bermain-main dengan kepala Kamila, kini tangan Dion turun membelai pipi Kamila. Membuat gadis itu semakin meronta di alam bawah sadarnya. "Cantik," gumamnya pelan dengan suara yang semakin memberat, tanda ia mulai berhasrat."Ah, rasanya aku udah nggak tahan lagi lihat Kamila tergeletak tak berdaya seperti ini. Sebaiknya aku segera eksekusi," gumam Dion seraya membuka pakaian yang dikenakannya. Lalu menyibak selimut yang membalut tubuh Kamila, menampilkan setiap lekukan dari tubuh moleknya.Dion tersenyum puas memandangnya. Matanya semakin menggelap, dan ingin segera melangsungkan aksinya.Melihat kaki putih jenjang Kamila yang hanya terbuka separuh membuat sisi lelaki Dion semakin menyala, bulu-bulu halus yang tumbuh di sana mulai dibelai-belainya. Menimbulkan sensasi nikmat tersendiri baginya. Dion memejamkan mata, merasakan halus kulit tubuh Kamila.Perlahan posisi tubuh Dion sudah berada di atas tubuh Kamila, mulai memandangi wajah cantiknya yang tengah t
Bab 38 PRUK"Di ... please ... kamu mau ngapain?" tanya Kamila semakin ketakutan."Santai aja, Mil ... Aku cuma mau nolongin kamu kok," ucapin seraya merangkul dengan Kamila. Akan tetapi dengan cepat Kamila menjauhkan tubuhnya dari sentuhan Dion."Jangan sentuh aku, Di!" ucapnya lantang.Akan tetapi hal itu tak membuat Dion menjadi gentar, ia justru semakin mempermainkan perasaan Kamila, "rileks, Mil, santai aja ... aku nggak akan ngapa-ngapain kamu. Aku cuma mau bantuin kamu kok. Ayo sini, kamu jangan terlalu lama di sini dengan pakaian seperti ini, kamu bisa masuk angin nanti, ingat, kamu habis kehujanan." Dion menyampaikan kalimatnya dengan suara yang sangat lembut, membuat Kamila seketika merasa luluh, seolah tengah terhipnotis dengan perlakuan Dion, walau dalam hati ia tetap was-was.Kamila mengikuti langkah Dion yang memapahnya ke tepi ranjang, kemudian menggunakan selimut untuk membalut tubuhnya.Setelah itu ia melangkah ke arah nakas dan mengambil segelas minuman hangat yang
Bab 37 PRUK"Assalamualaikum, Gus ... Maaf apa sudah ada perkembangan?" Ayah Kamila kembali bertanya dari telepon sebab desakan istrinya. Bunda Kamila terus mengeluhkan hatinya yang tak bisa tenang, seolah memiliki firasat yang kuat akan kondisi putrinya yang tak baik-baik saja."Waalaikumsalam, Ayah. Ini saya masih terus melanjutkan pencarian. Tadi melalui cctv toko alat tulis milik Pesantren, kami mendapatkan jejak. Kamila pergi menggunakan mobil, seseorang telah menjemputnya dan saya curiga dia adalah Dion." Gus Zainal mencoba menjelaskan perkembangan pencarian putri Pak Alfaro tersebut."Dion? Jadi Gus Zainal juga kenal dengan Dion?" Ayah Kamila terdengar sedikit terkejut."Iya, Yah. Kamila sering bercerita tentang Dion, bahkan kami sempat saling bertemu dan berkenalan," jelas Gus Zainal disambut ucapan istighfar oleh Ayah Kamila."Astaghfirullah, Kamila ... Maaf ya, Gus, saya benar-benar nggak ngerti dengan pola pikir Kamila. Saya sengaja memasukkannya ke Pesantren demi bisa menj