"MasyaAllah, indahnya ...," gumam Dina pelan saat melihat indahnya 'Negeri di atas awan' yang selama ini hanya ia dengar dari cerita orang.
Mata Dina memandang sekitar dengan penuh takjub, memuji ciptaan Tuhan yang begitu indah di pandang mata. Impiannya untuk sampai di puncak Bromo bersama pasangan akhirnya tercapai juga, kini mereka tengah menikmati pemandangan awan yang berjalan dari atas hamparan padang pasir puncak gunung Bromo. Atas segala nikmat itu, Dina tak berhenti berucap syukur."Suka?" tanya Al dengan merangkul Dina."Suka banget A', ini benar-benar indah," sahut Dina masih dengan pandangan mengarah ke depan. Sedangkan Vio yang berada tak jauh dari sisi Al merasakan dirinya bagai sebuah obat nyamuk yang terus terbakar."A' kita selfie yuk!" ajak Dina."Nggak, saya nggak suka foto.""Ayolah, A', sekali aja. Please ....""Nggak, Din.""Buat kenang-kenangan A', boleh ya? Sekali aja, boleh lah, boleh la"Ya Allah, suara si nenek lampir di alam terbuka pun tetep cempreng," batin Dina sembari membalikkan badannya malas."Kalian mau ke mana? Kok gue ditinggal sih?" protes Vio sambil berlari tergopoh ke arah Al dan Dina."Bukan kita yang ninggalin, tapi kamu yang ngilang, udah kaya hantu aja suka dikit-dikit ngilang dikit-dikit datang," sahut Dina membuat Al menahan tawa."Kamu itu wanita dengan seribu kepribadian, Din. Kadang manis, kadang manja, kadang dewasa, kadang gemesin, kadang juga kocak. Sebenarnya kamu ini wanita seperti apa?" batin Al semakin penasaran dengan sosok istrinya."Apaan sih nggak jelas banget," sahut Vio tak suka. "Kita mau ke kawah, lo mau ikut atau nggak terserah," sahut Al kemudian kembali merangkul Dina dan mulai menaiki anak tangga."Iiiiihhh, ngeselin banget sih mereka, nggak bisa apa toleran dikit ama jomblo?" gerutu Vio kesal melihat kemesraan Al dengan istrinya. "Kalau nggak karena nurutin Mama, ngg
Al memarkir mobilnya di parkiran "Pelataran Hotel" tepat saat adzan maghrib dikumandangkan.Al, Dina dan Vio segera turun dari mobil dan menuju loby untuk check in di hotel terbaik Bromo itu."Din ...,""Ya A',?""Saya kok tiba-tiba mules ya? Saya mau ke toilet dulu ya?" pamit Al pada Dina."Ya udah A', Dina tunggu di sini," ucap Dina mempersilakan."Kamu check in aja dulu, kartu kredit yang saya kasih dibawa 'kan?" tanya Al tak ingin proses check in tertunda."Bawa kok, A', ya udah biar Dina yang check in ya," sahut Dina menyetujui."Ya udah, pilih kamar terbaik ya," ucap Al sambil berlalu karena tak dapat lagi menahan hajatnya."Gila ya si Dina, udah dapet kredit platinumnya Al aja dia, gue bener-bener kalah gercep, seandainya gue datang lebih awal, mungkin kredit platinum itu kini berada di dalam genggamanku," batin Vio sirik."Tenang Vio, tenang ... Lo hanya butuh tenang dan vokus dengan re
Mbak, saya mau yang Founder's Home ini aja ya," ucap Dina pada resepsionis."Baik, Kak. Tapi sebelumnya saya infokan ya, Founder's Home ini sebenarnya untuk 10 orang. Jadi lebih seperti sebuah Villa, letaknya juga lebih privasi, tidak bercampur dengan pengunjung yang lain, ada empat kamar dalam ruangan ini, satu kamar dengan bed king size, satu kamar dengan bed queen size dan dua kamar dengan masing-masing tiga bed single size. Terdapat ruang tamu dan balkon dengan view alam yang spektakuler, tarif yang tertera sudah include dengan sarapan dan paket trip menyaksikan sunrise, Bagaimana, Kak?""Iya, nggak apa-apa, Mbak. Itu saja. Yang penting nyaman," sahut Dina yakin."Baik, Kak, segera kami siapkan," sahut Resepsionis dengan senyuman.Setelah melakukan check In dan mendapatkan kunci, Dina segera duduk di tempat tunggu, sejenak mengistirahatkan tubuhnya sembari menunggu suaminya.Tak berselang lama, Alfaro datang menghampiri. "Sudah check
"Vi, lo ngapain di situ?" tanya Al yang terkejut menyadari kehadiran Vio di ambang pintu, membuat Vio yang tengah melamun gelagapan dan sadar dari lamunannya."Gu ... gue ... Gue ada perlu sama Dina," ucap Vio kikuk."Ada perlu apaan lo sama Dina?" tanya Al waspada."Ini urusan wanita, lo nggak perlu tahu," jawab Vio santai.Al memandang Dina yang juga tengah bertanya-tanya. "Ya udah, nggak apa-apa, A', biar Dina temui dulu Vio," ucap Dina seraya melepas mukenanya dan melipatnya asal."Ada apa, Vi?""Lo bawa pembalut nggak?""Pembalut?" pekik Dina membuat Vio segera meletakkan telunjuknya di mulut, memberinya isyarat agar tak mengeraskan suara."Kamu dapet? Kenapa nggak persiapan sih?" tanya Dina menggerutu."Sssstttt ... Ini juga di luar perkiraan gue, di luar jadwal," jelas Vio membuat Dina menahan tawa."Lo kenapa malah ngetawain gue sih? Jadi bawa apa nggak pembalutnya?" tanya Vio kesal.
"Masa sih? Kenapa, Aa' suka?""Karena cantik," sahut Al singkat namun berhasil membuat jantung Dina berlompatan dari tempatnya."Aduh A' ... Aduh," keluh Dina."Kenapa, Din? Ada yang sakit?" tanya Al khawatir."Jantung aku yang sakit A' karena lompat-lompat dengar pujian Aa'," ucap Dina membuat Al menggelengkan kepala menahan senyumnya."Dasar tengil," ucap Al mengacak rambut Dina."Tengil-tengil tapi sayang 'kan?" goda Dina dan sekali lagi membuat Al tak dapat menahan senyumnya."Jadi kapan saya bisa dapat kejutannya?" tanya Al tak sabaran."Nanti lah A', nanggung kalau sekarang. Kita belum makan, ntar tiba-tiba ada orang antar makanan gimana? Belum lagi kalau ada gangguan mak lampir," jawab Dina berargument."Mak Lampir?""Hehe sepupu Aa' tuh maksudnya, maaf ya ...," lirih Dina tak enak hati sudah mengatai Vio mak lampir, namun yang terjadi justru tawa Al menggelegar."Ada-ada aja deh kamu, Din," sahut Al membuat Dina tersenyum kuda
CINTA SATU MALAM by. Addina Amalia ZahraDi malam yang kelam, aku terbang tanpa pencahayaan. Mengitari alam semesta seorang diri, tanpa dua malaikat yang biasa selalu mengarahkan dan menemani.Aku terbang tanpa arah, sesekali hinggap di kelopak bunga, menyesap manis madu di sana.Hingga tanpa kusadari, kini aku terjebak di sebuah daun yang ringkih dan beralaskan getah, membuatku tak dapat berlari lagi.Aku terjebak, di dalam situasi yang begitu menyeramkan. Gelap, sunyi dan menakutkan.Bersusah payah aku berusaha untuk lepas dari jebakan getah, namun semakin aku mencoba, semakin sakit yang kurasa.Ingin rasanya ku menyerah, namun, di sisa-sisa harapan yang masih ada, aku memanjatkan pinta. Berharap Yang Maha Kuasa, akan mendengar dan mengirimkan pelita. Setidaknya, walau aku harus mati dalam kondisi ini, ada cahaya yang akan menemani.Sungguh Tuhan begitu baik, Dia mengabulkan pintaku hanya dalam jeda helaan nafas. Pelita itu kini datang dan men
Dina melangkahkan kakinya untuk mendekat, dan benar, suara itu terdengar semakin jelas.Dina membuka pintu kamar Vio perlahan, tampak di sana, wanita itu tengah meringkuk kesakitan di atas kasurnya."Ya Allah, Vio! Kenapa Dia?" gumam Dina kemudian segera mendekati Vio."Kamu kenapa, Vi? Sakit?" tanya Dina saat mendapati Vio meringkuk dengan keringat dingin mengucuri tubuhnya."Biasalah, gue kalau dapet emang suka nyeri," ucapnya dengan meremas perut bagian bawahnya."Owalah, ada-ada aja. Ya udah, kamu tunggu sini sebentar," ucap Dina kemudian bergegas ke dapur, menyalakan kompor untuk memasak air, kemudian menyiapkan tiga cangkir untuk teh hangat. Sembari menunggu air mendidih, Dina kembali ke kamar untuk mengambil botol bekas air mineral, yang akan digunakannya untuk memberikan kompres hangat pada perut Vio.Dina melakukannya dengan cekatan, dengan sebuah nampan ia membawa tiga cangkir teh hangat juga sebotol air panas dengan selembar sapu tangan yang m
"A', bangun yuk, A' ...," ucap Dina seraya menyentuh lengan suaminya, membuat Al berjingkat kaget merasakan dingin tangan Dina."Ya Allah, Din. Kamu ngagetin aja sih, tangan kamu kenapa dingin gitu?" tanya Al heran."Kan Dina habis mandi, A', Aa' bangun yuk, mandi juga. Ini dah mau shubuh, Lho!" ajak Dina."Nanti aja lah, Din. Saya masih ngantuk," sahut Al malas."Ya udah kalau gitu," ucap Dina tak memaksa, ia justru naik ke ranjang, dan duduk bersandar di sisi Al."Sini A', tiduran di pangkuan Dina, sembari Dina pijat kepalanya biar makin enak," ucap Dina menawarkan.Tak kuasa menolak, Al pun segera menurut, meletakkan kepalanya di tempat ternyaman, sembari menikmati pijatan ringan di kepalanya."Enak?" tanya Dina.Al hanya mengangguk dengan mata terpejamnya. Sedangkan Dina justru tersenyum penuh makna. Kemudian dengan pelan mulai melantunkan sholawat dengan suara merdunya, yang terdengar begitu syahdu menenangkan hati Al.Ilahi lastu lil fi
Bab 45 PRUK"Bismillahirrahmanirrahim, Allahumma sholli 'Alaa sayyidina Muhammad wa 'alaa aali sayyidina Muhammad. Ushikum wa nafsii bi taqwAllah, faqod faazal muttaqun.Uzawaijuka 'ala maa amaraAllahu bihi min imsakin bima'rufin au tashrihin bi ihsan.Ya Ali Zainal Abidin Bin Kyai Husein, Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka ibnati Kamila Cahaya Alfahri binti Alfaro Putra Al-fahri, alaa mahri 1 milyun rubiyah, haalan.""Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan." Gus Zianal menjawab kalimat ijab dalam sekali tarikan nafas dan penuh kefasihan."Bagaimana saksi, sah?"Sah!Sah!Sah!Alhamdulillahi rabbil 'Aalamiin, baarkallahu laka wabaaraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khair."Doa doa baik dipanjatkan oleh orang-orang tua dan masyayikh yang hadir. Semuanya turut bahagia atas pernikahan putra kyai Husain.Kamila yang menunggu di atas pelaminan bersama bunda dan mertuanya mengikuti seiap rangkaian acara dengan khidmat. Ia tak berhenti memanjatkan doa di waktu yang hadi
Bab 44 PRUKSebuah cincin berbahan emas baru saja dilingkarkan di jari manis kiri Kamila oleh Bu Nyai Hana, sebagai simbol bahwa kini Kamila sudah berada dalam pinangan putranya, Gus Zainal.Segala doa dipanjatkan untuk kebaikan keduanya, seluruh keluarga terlihat bahagia atas keputusan Gus Zainal dan Kamila yang pada akhirnya memutuskan untuk segera melaksanakan pernikahan.Tanggal pernikahan telah disepakati, begitu juga dengan bagaimana konsepnya. Rencana gus Zainal dan Kamila untuk melaksanakan program riyadhoh sebelum pernikahan dilangsungkan juga disetujui bahkan didukung oleh seluruh pihak keluarga.Setelah selesai sesi lamaran, Kamila langsung dibawa oleh pihak keluarga Gus Zainal, bukan sebagai pengantin yang diboyong ke tempat suaminya, melainkan sebagai calon santriwati program riyadhoh selanjutnya.Sesampainya di pesantren, Gus Zainal segera mengantar calon istrinya ke tempat di mana ia akan menghabiskan waktu selama 40 hari ke depan."Sudah siap?" tanya Gus Zainal."Insya
Bab 43 PRUK"Saya hanya ingin Gus bahagia, dengan menikahi wanita pilihan Gus. Saya tidak ingin menghalangi kebahagian Gus dengan melanjutkan perjodohan ini." setelah beberapa saat, akhirnya Kamila menjawab dengan kalimat yang terdengar ambigu.Gus Zainal terdiam, ia memperhatikan Kamila dengan seksama, "Kamila terkesan menjaga jarak denganku, bahkan dia terlihat segan dan canggung, berbeda dengan Kamila yang kukenal sebelumnya. Kamila yang ceria, yang kocak, yang asal jiplak kalau bicara.Kamila yang dihadapanku ini terkesan pendiam, hanya berbicara seperlunya, terkesan membentengi dirinya dariku. Dia bahkan mengganti kata ganti untuk dirinya dari 'aku' beubah menjadi 'saya'.Entah mengapa, mungkinkah ini akibat dari kejadian yang baru menimpanya, atau mungkin ini sudah menjadi keputusannya? Aku tidak tahu. Tapi hatiku, mengharapkan Kamila yang dulu, yang apa adanya, yang telah berhasil mencuri hatiku. "Bagaimana jika bahagiaku ada padamu, Kamila?" tanya gus Zainal kemudian.Kamila
Bab 42 PRUK"Ayah ... Ayah tenang dulu, ya." Gus Zainal mencoba menenangkan Ayah Kamila yang semakin tergugu."Saya menyesal, Gus ... kenapa harus Kamila yang menjadi korban atas dosa-dosa masa lalu saya? Saya malu, Gus ... saya malu dengan Kyai Husain, saya malu sama njenengan, Gus ...."Ayah Kamila kembali mengungkapkan isi hatinya. Tangisnya pecah, ia merasa gagal sebagai seorang ayah.Addina yang mendengar ratapan suaminya turut teriris hatinya. Dia tahu betul, bahwa suaminya sangat mengharapkan perjodohan ini. Harapan terbesarnya adalah mengantar Kamila sampai ke pelaminan, dan bersanding dengan lelaki yang tepat, yang mampu memimpin Kamila dan mengarahkannya pada kebaikan.Perjodohan dengan Gus Zainal adalah salah satu cara yang ia harapkan dapat menjadi jalan untuk mewujudkan impiannya."Tolong, Gus ... tolong sampaikan maaf saya pada Kyai Husein. Maaf karena terpaksa perjanjian perjodohan ini harus berakhir sampai di sini." Alfaro melanjutkan kalimatnya."Ayah ... jika memang
Bab 41 PRUKKamila menceritakan semua dari awal sampai akhir, tanpa ada sedikitpun yang ditutupinya. Walaupun dengan penuh drama, sembari terus terisak penuh penyesalan, namun Kamila memutuskan untuk mengakhiri semua dramanya.Kejadian yang baru saja menimpanya membuatnya sadar, bahwa jalan yang ia pilih selama ini adalah salah.Dion, lelaki yang selalu dipuja-pujanya, justru merupakan lelaki yang hampir saja merusak diri dan masa depannya.Rasa syukur dan terima kasih tak henti ia ucapkan pada Allah, kedua orang tua dan Gus Zainal, karena tanpa jasa mereka, Kamila tak dapat membayangkan lagi apa yang akan terjadi dalam hidupnya."Astaghfirullah, Kamila ... Kamu—!" Ayah Kamila tak dapat menahan amarah, setelah mendengarkan cerita Kamila, ia menyimpulkan, bahwa semuanya bermula dari kecerobohan putrinya.Ia menarik nafas panjang, lalu kembali membuangnya kasar. Berusaha meredam emosi yang tiba-tiba menguasai jiwa."Berapa kali Ayah bilang sama kamu, jauhi Dion, Kamila ... jauhi Dion! T
Bab 40 PRUKGus Zainal melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dadanya masih bergemuruh, tiap kali membayangkan apa yang telah Dion lakukan pada Kamila.Melalui spion tengah, ia melirik Kamila yang masih terlelap dalam tidurnya."Nyenyak tidur Kamila sangat tidak normal, besar kemungkinan Dion menabur obat tidur di dalam makanan atau minuman Kamila.Seharusnya hal ini cukup membuat hatiku, lega, karena itu artinya, apa yang terjadi, bukan atas dasar keinginan Kamila.Tapi tetap saja, hati ini begitu kecewa. Mendapati kenyataan bahwa Kamila berada di sebuah ruangan bersama lelaki lain. Tak hanya itu, dia bahkan sudah disentuh-sentuh," gumam Gus Zainal dalam hati"Aaaarrrrrrrgggghhhh!" ia berteriak penuh amarah sembari memukul setir. Merasa emosinya tak stabil, ia menepikan mobil, sejenak menenangkan diri dari serangan emosi."Ya Allah ... kenapa harus seperti ini? Kenapa harus Kamila? Aku telah gagal menjaga Kamila, aku telah gagal mengemban amanah yang Abah berikan padaku. Dan saya
Bab 39 PRUKSetelah puas bermain-main dengan kepala Kamila, kini tangan Dion turun membelai pipi Kamila. Membuat gadis itu semakin meronta di alam bawah sadarnya. "Cantik," gumamnya pelan dengan suara yang semakin memberat, tanda ia mulai berhasrat."Ah, rasanya aku udah nggak tahan lagi lihat Kamila tergeletak tak berdaya seperti ini. Sebaiknya aku segera eksekusi," gumam Dion seraya membuka pakaian yang dikenakannya. Lalu menyibak selimut yang membalut tubuh Kamila, menampilkan setiap lekukan dari tubuh moleknya.Dion tersenyum puas memandangnya. Matanya semakin menggelap, dan ingin segera melangsungkan aksinya.Melihat kaki putih jenjang Kamila yang hanya terbuka separuh membuat sisi lelaki Dion semakin menyala, bulu-bulu halus yang tumbuh di sana mulai dibelai-belainya. Menimbulkan sensasi nikmat tersendiri baginya. Dion memejamkan mata, merasakan halus kulit tubuh Kamila.Perlahan posisi tubuh Dion sudah berada di atas tubuh Kamila, mulai memandangi wajah cantiknya yang tengah t
Bab 38 PRUK"Di ... please ... kamu mau ngapain?" tanya Kamila semakin ketakutan."Santai aja, Mil ... Aku cuma mau nolongin kamu kok," ucapin seraya merangkul dengan Kamila. Akan tetapi dengan cepat Kamila menjauhkan tubuhnya dari sentuhan Dion."Jangan sentuh aku, Di!" ucapnya lantang.Akan tetapi hal itu tak membuat Dion menjadi gentar, ia justru semakin mempermainkan perasaan Kamila, "rileks, Mil, santai aja ... aku nggak akan ngapa-ngapain kamu. Aku cuma mau bantuin kamu kok. Ayo sini, kamu jangan terlalu lama di sini dengan pakaian seperti ini, kamu bisa masuk angin nanti, ingat, kamu habis kehujanan." Dion menyampaikan kalimatnya dengan suara yang sangat lembut, membuat Kamila seketika merasa luluh, seolah tengah terhipnotis dengan perlakuan Dion, walau dalam hati ia tetap was-was.Kamila mengikuti langkah Dion yang memapahnya ke tepi ranjang, kemudian menggunakan selimut untuk membalut tubuhnya.Setelah itu ia melangkah ke arah nakas dan mengambil segelas minuman hangat yang
Bab 37 PRUK"Assalamualaikum, Gus ... Maaf apa sudah ada perkembangan?" Ayah Kamila kembali bertanya dari telepon sebab desakan istrinya. Bunda Kamila terus mengeluhkan hatinya yang tak bisa tenang, seolah memiliki firasat yang kuat akan kondisi putrinya yang tak baik-baik saja."Waalaikumsalam, Ayah. Ini saya masih terus melanjutkan pencarian. Tadi melalui cctv toko alat tulis milik Pesantren, kami mendapatkan jejak. Kamila pergi menggunakan mobil, seseorang telah menjemputnya dan saya curiga dia adalah Dion." Gus Zainal mencoba menjelaskan perkembangan pencarian putri Pak Alfaro tersebut."Dion? Jadi Gus Zainal juga kenal dengan Dion?" Ayah Kamila terdengar sedikit terkejut."Iya, Yah. Kamila sering bercerita tentang Dion, bahkan kami sempat saling bertemu dan berkenalan," jelas Gus Zainal disambut ucapan istighfar oleh Ayah Kamila."Astaghfirullah, Kamila ... Maaf ya, Gus, saya benar-benar nggak ngerti dengan pola pikir Kamila. Saya sengaja memasukkannya ke Pesantren demi bisa menj