"Mbak Jum masak apa hari ini? Aku mau masakan Mbak Jum aja lah, jijik lihat masakan Dina," sahut Vio membuat Oma menggeleng-gelengkan kepala.
"Mbak Jum tadi masak nasi goreng, Non, mau Mbak ambilkan?" tawar mbak Jum."Iya, Mbak." Mbak Jum pun segera bergegas mengambilkan Vio nasi goreng buatannya.Sedangkan Al yang sudah tak sabar ingin segera mencicipi masakan istrinya, dengan cepat menyenangkan nasi ke piringya, tapi Dina yang berada di sisinya segera mencegah."Biar Dina ambilkan A'," ucapnya kemudian mengambil alih piring di tangan Al."Segini kurang A'?" tanya Dina."Kurang, tambahin dikit lagi," sahut Al membuat Oma dan Vio keheranan."Gila lo, Al, porsi sarapan lo udah kaya pak tukang," sahut Vio ceplas ceplos."Iya, Al, sejak kapan kamu jadi suka sarapan nasi? Mana banyak betul porsinya," sahut Oma Rose juga merasa heran."Sejak Dina masak nasi untuk sarapan," sahut Al sembari mulai menyuapkan n"Lho, Non? Biar Mbak Jum aja!" pekik Mbak Jum yang melihat Dina membawa tumpukan piring kotor ke dapur."Sssssttttt ... Jangan keras-keras, Mbak!" desis Dina memperingati Mbak Jum, tak ingin keberadaannya diketahui oleh Vio yang sedang video call dengan mamanya di taman belakang."Oh, iya, Maaf, Non," sahut mbak Jum lirih."Mbak Jum tolong bantu bereskan sisa makanan di meja aja ya," sahut Dina sembari meletakkan piring kotor di tempat cucian piring."Siap, Non, itu piringnya ditaruh aja, biar nanti Mbak Jum yang cuci," sahut Mbak Jum tak enak hati, pasalnya baru kali ini ada penghuni rumah mewah ini yang bersedia menginjakkan kaki di dapur untuk membantunya beberes."Iya, Mbak, saya mau ke situ sebentar," sahut Dina berpamit ke taman ingin mencuri dengar pembicaraan Vio dengan mamanya.Perlahan Dina berjalan ke taman, dan mengambil tempat yang aman dari pengelihatan Vio, samar-samar dia mulai mendengar percakapan Vio dengan Mamanya.
"Uhuk ... Uhuk ...."Dengan cekatan Dina segera mengambil segelas air putih dan menyerahkannya pada Vio. Tanpa babibu, Vio segera meneguk air putih di gelas itu hingga tandas.Vio mengatur napasnya sejenak, wajahnya memerah padam karena menahan malu."Lo ngapain sih? tiba-tiba nongol kaya jailangkung aja," sungut Vio."Biasa, jaga-jaga aja di sini, takut ada kucing yang curi-curi makanan," sahut Dina santai.Tak sanggup untuk lebih lama menanggung malu, Vio segera beranjak pergi dari hadapan Dina, namun dengan cepat Dina mencegah."Eh, mau ke mana?" ucap Dina dengan mencekal lengan Vio."Ih, apaan sih? Lepas nggak? Nggak sopan lu ya!" sungut Vio berusaha melepaskan cekalan tangan Dina."Kamu dengar aku baik-baik ya, Vio! Lauk-lauk ini mungkin bisa berhasil kamu curi, tapi jangan harap kamu akan berhasil mencuri suamiku. Akan aku pastikan, aku lebih bermain cantik dibanding kamu!" ucap Dina penuh penekanan, kemud
"Bulan madu, Oma?" sahut keduanya bersamaan."Iya, bulan madu. Kalian belum merencanakan bulan madu 'kan?" tanya Oma Rose memastikan.Al dan Dina menggeleng bersama."Ya sudah, kalau gitu nanti Oma yang uruskan. Kalian akan bulan madu ke Seoul, anggap ini sebagai hadiah pernikahan dari Oma," sahut Oma Rose bersemangat."Tapi nggak bisa gitu dong, Oma ....""Kenapa? Dina pasti suka kalau kamu ajak ke Seoul. Ya 'kan, Din?" tanya Oma Rose langsung pada Dina."Pasti, Oma. Dina akan sangat bahagia kalau Aa' Al ajak Dina bulan madu. Nggak harus ke Seoul, di sini-sini aja juga Dina dah senang banget," sahut Dina tak kalah bersemangat."Tuh, Al, kamu dengar sendiri 'kan apa kata istrimu?" sahut Oma Rose."Iya, Oma. Tapi 'kan ...." ucapan Al terpotong oleh suara dering dari ponselnya."Bentar ya, Oma, Al angkat telepon Reno dulu."[Halo, Ren?][Halo Al, sorry ganggu waktu liburan lo. Gue kelup
Dari bayi udah ganteng, ya?" ucap Dina yang tiba-tiba sudah berada di sisinya."Astaga, Din. Ngagetin aja," sahut Al sembari kembali meletakkan pigura di tangannya."Itu Aa' kan yang di dalam foto?" tanya Dina memastikan."Iya," jawab Al singkat."Jadi itu Mama dan Papa?"Al mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan istrinya."Mereka tampak sangat mencintai Aa'," komentar Dina."Tapi mereka meninggalkan saya sorang diri," sahut Al dengan sorot penuh luka."Itu bukan kemauan mereka A', mereka hanya mengikuti takdir Allah yang tak dapat ditolaknya," sahut Dina meluruskan.Al hanya menghela nafasnya tanpa menjawab ucapan Dina. Baginya, alasan takdir sudah sangat basi. Semua orang memintanya untuk bersabar dan ikhlas menerima kepergian kedua orang tuanya dengan alasan itu, tapi baginya, menerima takdir Tuhan yang pahit tak semudah membalikkan telapak tangan."Aa' pasti kangen ya?" tanya Dina memec
Kamu kenapa, Din?" tanya Al pada Dina yang tampak melamun. Percakapan Vio dengan Mamanya yang merencanakan hal buruk pada suaminya sukses memenuhi isi pikiran Dina."Oh, A', nggak apa-apa," jawab Dina kikuk."Kenapa melamun? Ada yang mengganggu pikiran kamu?" tanya Al perhatian."Nggak ada sih, A', cuma masih berusaha mencerna kehadiran Vio yang tiba-tiba aja," jelas Dina tak sepenuhnya berbohong."Kenapa? Sikap Vio membuat kamu tidak nyaman ya? Jangan dimasukkan hati, dia memang begitu orangnya," ucap Al menyarankan."Iya, A'," sahut Dina tersenyum. Mereka tengah menikmati suasana pagi yang mulai memanas di area kolam renang. Setelah memberi Oma bantal dan selimut untuk menunjang kenyamanan tidurnya, Al dan Dina memutuskan untuk menghabiskan waktu berkeliling rumah Oma sembari berbincang ringan."A', boleh aku tanya sesuatu?""Silakan.""Sedekat apa Aa' sama Vio?" tanya Dina lugas, membuat Al memandan
"Gengsian banget sih, A'!" sahut Dina."Kamu tuh yang kege-eran!" seru Al tak mau kalah."Tapi nggak apa-apa kok, A', Dina senang digenggam-genggam Aa',"ucap Dina dengan pandangan manjanya, "lagi, dong!" lanjutnya sembari menyodorkan kedua tangannya ke hadapan Al."Ogah!" sahut Al berlalu dari hadapan Dina berjalan ke kolam renang, senyumnya yang tertahan akhirnya terukir saat ia telah berhasil memunggungi Dina. Al berdiri di tepi kolam dengan kedua tangan berada di saku celana jeansnya."Tuh kan! Senyum-senyum!" pekik Dina yang tiba-tiba menyumbul dari bawah, membuat Al terlonjak kaget melihatnya."Astaga, Dina!" pekik Al terkejut."Dasar om om gengsian!" gumam Dina pelan hampir tak terdengar sembari menyedekapkan kedua tangannya."Apa kamu bilang? Coba ulangi sekali lagi!" titah Al yang mendengar gumaman lirih istrinya.Dina membalikkan badannya menghadap Al, kemudian membetuk hati dengan kedua jarinya, "Saran
"Al sama Dina mana sih? Kok nggak kelihatan batang hidungnya? Udah sore juga, apa mereka dah pulang ya? Tapi mobil Al masih ada," batin Vio celingukan mencari keberadaan Al dan Dina."Gue ke kamar Al aja lah," lanjut Vio dalam hati, kemudian mulai menaiki anak tangga."Eh, Vi! Mau ke mana kamu?" teriak Oma Rose."Ke kamar Al," sahut Vio singkat."Bocah ngawur!" seru Oma Rose melihat Vio yang mulai menaiki tangga."Kenapa sih, Oma?""Turun, Vi!""Nggak mau, Oma!""Turun nggak, Vi!" seru Oma Rose sekali lagi."Iiihh, Oma! Kenapa sih?" sahut Vio kesal sembari menuruni anak tangga dengan menghentak-hentakkan kakinya."Kamu tuh ngapain mau ke kamar Al? Dia nggak suka kamarnya dijamah orang lain." Oma Rose memperingati, beliau paham betul bagaimana kepribadian cucu-cucunya."Ya, kan Vio cuma mau manggil Al, Oma! Nggak asal masuk-masuk," sungut Vio."Sama aja kamu ganggu! Kamu lupa m
Al memandang Dina sejenak, kemudian tampak berpikir,"Ya sudah, nanti akan saya pertimbangkan," sahut Al membuat senyuman mengembang di bibir Dina dan Oma Rose."Memangnya kamu pengen liburan ke mana, Vi?" tanya Al pada Vio yang tampak merengut."Terserah, atur kalian aja lah," sahut Vio malas kemudian meninggalkan meja makan."Dih, gimana sih, nggak jelas!" sungut Al.Melihat itu, dalam hati Dina bersorak, ia tersenyum penuh kemenangan. "Kamu mau bermain cantik, Vi? Jangan salah, aku juga bisa bermain lebih cantik," batin Dina menyeringai."Ya sudah, kalau gitu Al pulang dulu ya, Oma," pamit Al pada Oma Rose."Iya, kalian hati-hati ya," ucap Oma Rose mengizinkan.Al berdiri dari tempatnya diikuti Dina di belakangnya, keduanya melangkah maju mendekat ke arah Oma Rose, kemudian dengan penuh hormat Al meraih tangan Oma Rose dan menciumnya, hal yang sama juga dilakukan oleh Dina, membuat Oma Rose tersenyum bahagia.
Bab 45 PRUK"Bismillahirrahmanirrahim, Allahumma sholli 'Alaa sayyidina Muhammad wa 'alaa aali sayyidina Muhammad. Ushikum wa nafsii bi taqwAllah, faqod faazal muttaqun.Uzawaijuka 'ala maa amaraAllahu bihi min imsakin bima'rufin au tashrihin bi ihsan.Ya Ali Zainal Abidin Bin Kyai Husein, Ankahtuka wazawwajtuka makhtubataka ibnati Kamila Cahaya Alfahri binti Alfaro Putra Al-fahri, alaa mahri 1 milyun rubiyah, haalan.""Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan." Gus Zianal menjawab kalimat ijab dalam sekali tarikan nafas dan penuh kefasihan."Bagaimana saksi, sah?"Sah!Sah!Sah!Alhamdulillahi rabbil 'Aalamiin, baarkallahu laka wabaaraka 'alaika wa jama'a bainakuma fii khair."Doa doa baik dipanjatkan oleh orang-orang tua dan masyayikh yang hadir. Semuanya turut bahagia atas pernikahan putra kyai Husain.Kamila yang menunggu di atas pelaminan bersama bunda dan mertuanya mengikuti seiap rangkaian acara dengan khidmat. Ia tak berhenti memanjatkan doa di waktu yang hadi
Bab 44 PRUKSebuah cincin berbahan emas baru saja dilingkarkan di jari manis kiri Kamila oleh Bu Nyai Hana, sebagai simbol bahwa kini Kamila sudah berada dalam pinangan putranya, Gus Zainal.Segala doa dipanjatkan untuk kebaikan keduanya, seluruh keluarga terlihat bahagia atas keputusan Gus Zainal dan Kamila yang pada akhirnya memutuskan untuk segera melaksanakan pernikahan.Tanggal pernikahan telah disepakati, begitu juga dengan bagaimana konsepnya. Rencana gus Zainal dan Kamila untuk melaksanakan program riyadhoh sebelum pernikahan dilangsungkan juga disetujui bahkan didukung oleh seluruh pihak keluarga.Setelah selesai sesi lamaran, Kamila langsung dibawa oleh pihak keluarga Gus Zainal, bukan sebagai pengantin yang diboyong ke tempat suaminya, melainkan sebagai calon santriwati program riyadhoh selanjutnya.Sesampainya di pesantren, Gus Zainal segera mengantar calon istrinya ke tempat di mana ia akan menghabiskan waktu selama 40 hari ke depan."Sudah siap?" tanya Gus Zainal."Insya
Bab 43 PRUK"Saya hanya ingin Gus bahagia, dengan menikahi wanita pilihan Gus. Saya tidak ingin menghalangi kebahagian Gus dengan melanjutkan perjodohan ini." setelah beberapa saat, akhirnya Kamila menjawab dengan kalimat yang terdengar ambigu.Gus Zainal terdiam, ia memperhatikan Kamila dengan seksama, "Kamila terkesan menjaga jarak denganku, bahkan dia terlihat segan dan canggung, berbeda dengan Kamila yang kukenal sebelumnya. Kamila yang ceria, yang kocak, yang asal jiplak kalau bicara.Kamila yang dihadapanku ini terkesan pendiam, hanya berbicara seperlunya, terkesan membentengi dirinya dariku. Dia bahkan mengganti kata ganti untuk dirinya dari 'aku' beubah menjadi 'saya'.Entah mengapa, mungkinkah ini akibat dari kejadian yang baru menimpanya, atau mungkin ini sudah menjadi keputusannya? Aku tidak tahu. Tapi hatiku, mengharapkan Kamila yang dulu, yang apa adanya, yang telah berhasil mencuri hatiku. "Bagaimana jika bahagiaku ada padamu, Kamila?" tanya gus Zainal kemudian.Kamila
Bab 42 PRUK"Ayah ... Ayah tenang dulu, ya." Gus Zainal mencoba menenangkan Ayah Kamila yang semakin tergugu."Saya menyesal, Gus ... kenapa harus Kamila yang menjadi korban atas dosa-dosa masa lalu saya? Saya malu, Gus ... saya malu dengan Kyai Husain, saya malu sama njenengan, Gus ...."Ayah Kamila kembali mengungkapkan isi hatinya. Tangisnya pecah, ia merasa gagal sebagai seorang ayah.Addina yang mendengar ratapan suaminya turut teriris hatinya. Dia tahu betul, bahwa suaminya sangat mengharapkan perjodohan ini. Harapan terbesarnya adalah mengantar Kamila sampai ke pelaminan, dan bersanding dengan lelaki yang tepat, yang mampu memimpin Kamila dan mengarahkannya pada kebaikan.Perjodohan dengan Gus Zainal adalah salah satu cara yang ia harapkan dapat menjadi jalan untuk mewujudkan impiannya."Tolong, Gus ... tolong sampaikan maaf saya pada Kyai Husein. Maaf karena terpaksa perjanjian perjodohan ini harus berakhir sampai di sini." Alfaro melanjutkan kalimatnya."Ayah ... jika memang
Bab 41 PRUKKamila menceritakan semua dari awal sampai akhir, tanpa ada sedikitpun yang ditutupinya. Walaupun dengan penuh drama, sembari terus terisak penuh penyesalan, namun Kamila memutuskan untuk mengakhiri semua dramanya.Kejadian yang baru saja menimpanya membuatnya sadar, bahwa jalan yang ia pilih selama ini adalah salah.Dion, lelaki yang selalu dipuja-pujanya, justru merupakan lelaki yang hampir saja merusak diri dan masa depannya.Rasa syukur dan terima kasih tak henti ia ucapkan pada Allah, kedua orang tua dan Gus Zainal, karena tanpa jasa mereka, Kamila tak dapat membayangkan lagi apa yang akan terjadi dalam hidupnya."Astaghfirullah, Kamila ... Kamu—!" Ayah Kamila tak dapat menahan amarah, setelah mendengarkan cerita Kamila, ia menyimpulkan, bahwa semuanya bermula dari kecerobohan putrinya.Ia menarik nafas panjang, lalu kembali membuangnya kasar. Berusaha meredam emosi yang tiba-tiba menguasai jiwa."Berapa kali Ayah bilang sama kamu, jauhi Dion, Kamila ... jauhi Dion! T
Bab 40 PRUKGus Zainal melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh. Dadanya masih bergemuruh, tiap kali membayangkan apa yang telah Dion lakukan pada Kamila.Melalui spion tengah, ia melirik Kamila yang masih terlelap dalam tidurnya."Nyenyak tidur Kamila sangat tidak normal, besar kemungkinan Dion menabur obat tidur di dalam makanan atau minuman Kamila.Seharusnya hal ini cukup membuat hatiku, lega, karena itu artinya, apa yang terjadi, bukan atas dasar keinginan Kamila.Tapi tetap saja, hati ini begitu kecewa. Mendapati kenyataan bahwa Kamila berada di sebuah ruangan bersama lelaki lain. Tak hanya itu, dia bahkan sudah disentuh-sentuh," gumam Gus Zainal dalam hati"Aaaarrrrrrrgggghhhh!" ia berteriak penuh amarah sembari memukul setir. Merasa emosinya tak stabil, ia menepikan mobil, sejenak menenangkan diri dari serangan emosi."Ya Allah ... kenapa harus seperti ini? Kenapa harus Kamila? Aku telah gagal menjaga Kamila, aku telah gagal mengemban amanah yang Abah berikan padaku. Dan saya
Bab 39 PRUKSetelah puas bermain-main dengan kepala Kamila, kini tangan Dion turun membelai pipi Kamila. Membuat gadis itu semakin meronta di alam bawah sadarnya. "Cantik," gumamnya pelan dengan suara yang semakin memberat, tanda ia mulai berhasrat."Ah, rasanya aku udah nggak tahan lagi lihat Kamila tergeletak tak berdaya seperti ini. Sebaiknya aku segera eksekusi," gumam Dion seraya membuka pakaian yang dikenakannya. Lalu menyibak selimut yang membalut tubuh Kamila, menampilkan setiap lekukan dari tubuh moleknya.Dion tersenyum puas memandangnya. Matanya semakin menggelap, dan ingin segera melangsungkan aksinya.Melihat kaki putih jenjang Kamila yang hanya terbuka separuh membuat sisi lelaki Dion semakin menyala, bulu-bulu halus yang tumbuh di sana mulai dibelai-belainya. Menimbulkan sensasi nikmat tersendiri baginya. Dion memejamkan mata, merasakan halus kulit tubuh Kamila.Perlahan posisi tubuh Dion sudah berada di atas tubuh Kamila, mulai memandangi wajah cantiknya yang tengah t
Bab 38 PRUK"Di ... please ... kamu mau ngapain?" tanya Kamila semakin ketakutan."Santai aja, Mil ... Aku cuma mau nolongin kamu kok," ucapin seraya merangkul dengan Kamila. Akan tetapi dengan cepat Kamila menjauhkan tubuhnya dari sentuhan Dion."Jangan sentuh aku, Di!" ucapnya lantang.Akan tetapi hal itu tak membuat Dion menjadi gentar, ia justru semakin mempermainkan perasaan Kamila, "rileks, Mil, santai aja ... aku nggak akan ngapa-ngapain kamu. Aku cuma mau bantuin kamu kok. Ayo sini, kamu jangan terlalu lama di sini dengan pakaian seperti ini, kamu bisa masuk angin nanti, ingat, kamu habis kehujanan." Dion menyampaikan kalimatnya dengan suara yang sangat lembut, membuat Kamila seketika merasa luluh, seolah tengah terhipnotis dengan perlakuan Dion, walau dalam hati ia tetap was-was.Kamila mengikuti langkah Dion yang memapahnya ke tepi ranjang, kemudian menggunakan selimut untuk membalut tubuhnya.Setelah itu ia melangkah ke arah nakas dan mengambil segelas minuman hangat yang
Bab 37 PRUK"Assalamualaikum, Gus ... Maaf apa sudah ada perkembangan?" Ayah Kamila kembali bertanya dari telepon sebab desakan istrinya. Bunda Kamila terus mengeluhkan hatinya yang tak bisa tenang, seolah memiliki firasat yang kuat akan kondisi putrinya yang tak baik-baik saja."Waalaikumsalam, Ayah. Ini saya masih terus melanjutkan pencarian. Tadi melalui cctv toko alat tulis milik Pesantren, kami mendapatkan jejak. Kamila pergi menggunakan mobil, seseorang telah menjemputnya dan saya curiga dia adalah Dion." Gus Zainal mencoba menjelaskan perkembangan pencarian putri Pak Alfaro tersebut."Dion? Jadi Gus Zainal juga kenal dengan Dion?" Ayah Kamila terdengar sedikit terkejut."Iya, Yah. Kamila sering bercerita tentang Dion, bahkan kami sempat saling bertemu dan berkenalan," jelas Gus Zainal disambut ucapan istighfar oleh Ayah Kamila."Astaghfirullah, Kamila ... Maaf ya, Gus, saya benar-benar nggak ngerti dengan pola pikir Kamila. Saya sengaja memasukkannya ke Pesantren demi bisa menj